BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Setiap usaha yang dijalankan baik itu perorangan maupun dalam bentuk badan usaha, tentulah diikuti dengan risiko. Apabila
risiko tesebut
datang
menghadapi mereka, tentulah risiko minimum yang diharapkan supaya tidak terjadi kerugian. Begitu juga terhadap para pemilik kapal dalam menjalankan usaha pelayaran. Usaha pelayaran mempunyai risiko yang tinggi, karena apa yang dilakukan oleh pemilik kapal adalah menjalankan usaha menggunakan sarana kapal yang dijalankan di atas air. Mereka harus bertanggung jawab terhadap muatan yang mereka angkut sejak menerima muatan tersebut dari pengirim muatan (shipper) sampai menyerahkan dengan baik barang tersebut kepada penerima barang (consignee). Di luar itu mereka bertanggung jawab terhadap kerugian yang muncul bagi pihak ketiga dan mereka sendiri karena kapal yang rusak, hilang maupun tenggelam. Bisnis pelayaran di Indonesia terus menggeliat. Indikasinya, jumlah armada kapal nasional dari tahun ke tahun tumbuh cukup baik. Selama 2005-2012 misalnya. jumlah kapal berbendera Indonesia meningkat dari 6.000 menjadi 12.000. Total kapasitasnya tercatat 18,4 juta gross ton (GT) dengan jumlah investasi mencapai 14 miliar dollar AS (Kompas, 8 Maret 2013). Menurut Wakil Ketua Umum Persatuan Pengusaha Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional Indonesia (INSA) Asmari Herry, asas cabotage (seluruh komoditas domestik atau angkutan melalui laut Indonesia harus dimuat kapal
1
nasional) telah meningkatkan investasi di sektor pelayaran yang ditandai dengan pertumbuhan jumlah kapal di Indonesia (Kompas, 8 Maret 2013). Hal ini ditegaskan dan dituangkan melalui Inpres No. 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Apabila cabotage diterapkan secara konsekuen, maka Negara maritim yang menerapkannya akan memiliki armada niaga yang kuat dan memadai untuk mengisi kebutuhan angkutan laut dalam negerinya, termasuk untuk kegiatankegiatan ekonomi kelautan lainnya.1 Walaupun pada kenyataanya masih banyak juga daerah di Indonesia yang belum dilayani oleh kapal laut, khususnya di kawasan timur Indonesia. Tentulah hal ini dapat menghambat pertumbuhan perekonomian penduduk di sana. Di lain sisi, dari sudut pandang pemilik kapal bahwa mereka akan mengalami kerugian apabila melayani daerah tersebut. Biaya pengoperasian kapal termasuk bahan bakar, gaji awak kapal maupun pungutan di pelabuhan adalah lebih besar dari pada pemasukan yang diharapkan dari penumpang maupun muatan barang. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut maka pemerintah menyediakan sarana pelayaran perintis di mana pemerintah memberikan subsidi kepada pemilik kapal yang mau menjalani rute untuk daerah terpencil. Meningkatnya jumlah kapal juga diikuti dengan kemungkinan risiko yang lebih besar. Apabila keseluruhan kapal tersebut berjalan dan berfungsi untuk mengangkut muatan yang akan dimuat dan dibongkar di seluruh pelabuhan di
1
Motik, 2003, Serba Serbi Konsultasi Hukum Maritim, IND-HILL-CO, hal. 76
2
Indonesia, tentulah hal ini juga diikuti dengan risiko kecelakaan yang mungkin akan timbul sebagaimana yang telah penulis sebutkan di awal tulisan ini. Berdasarkan catatan Seksi Kecelakaan Kapal Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, sejak tahun 2009-2011, jumlah kecelakaan kapal terus meningkat. Tahun 2009 misalnya, angka kecelakaan kapal berjumlah 124 kasus, terdiri atas kapal tenggelam sebanyak 41 kasus, kapal terbakar 26 kasus, kapal tubrukan 16 kasus, kapal kandas 19 kasus, dan kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia dan kerugian harta benda berjumlah 22 kasus. Pada tahun 2011, jumlah kecelakaan kapal melonjak menjadi 176 kasus. Rinciannya, kapal tenggelam 59 kasus, kapal terbakar 30 kasus, kapal tubrukan 13 kasus, kapal kandas 35 kasus, dan kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia dan kerugian harta benda berjumlah 41 kasus. Data lengkap kecelakaan kapal 2009-2011 disajikan di tabel berikut ini: Tabel 1.1 Rekapitulasi Kecelakaan Kapal 2009-2011 Tahun 2009
Jenis Kecelakaan
Jumlah
Kapal tenggelam
41
Kapal terbakar
26
Kapal tubrukan
16
Kapal kandas
19
Kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia dan kerugian harta benda
22 124
2010
Jumlah Kapal tenggelam
45
Kapal terbakar
16
3
2011
Kapal tubrukan
17
Kapal kandas
30
Kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia dan kerugian harta benda Jumlah
27 135
Kapal tenggelam
59
Kapal terbakar
30
Kapal tubrukan
13
Kapal kandas
35
Kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia dan kerugian harta benda
41
Jumlah
178
Sumber: Seksi Kecelakaan Kapal Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (2011), diolah Berdasarkan uraian rekapitulasi data kecelakaan kapal dalam periode tahun 2009 sampai dengan 2011 dapat dilihat dengan jelas terjadinya peningkatan kecelakaan kapal di Indonesia. Risiko tenggelamnya kapal menempati urutan yang tertinggi dalam kecelakaan kapal dan mempunyai akibat atau dampak yang luas. Apabila kapal tersebut tenggelam dialur pelayaran atau diwilayah perairan yang dangkal atau berada disekitar wilayah dermaga atau pelabuhan, maka kapal yang tenggelam ini dapat mengganggu aktifitas atau kegiatan kapal lain yang melewati kawasan tersebut. Terjadinya pencemaran minyak atau oli sebagai akibat tenggelamnya kapal dapat menyebabkan polusi yang menggenangi wilayah perairan yang cukup luas, untuk menangani atau mengatasi akibat pencemaran ini sudah dapat diperkirakan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk
4
membersihkan wilayah perairan dari tumpahan minyak.Kadang kala biaya yang dikeluarkan dapat melebihi harga kapal itu sendiri. Terhadap pencemaran minyak yang ditimbulkan akibat tenggelamnya kapal, Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 (UU No. 17 tahun 2008) tentang Pelayaran, pasal 231 ayat 1 mengatakan “Pemilik atau operator kapal bertanggung jawab terhadap pencemaran yang bersumber dari kapalnya”. Ketentuan ini mempunyai konsekuensi yang jelas bagi pemilik kapal untuk menangani dan menanggulangi dampak pencemaran yang timbul dari kapal milik mereka. Pemilik kapal harus membersihkan wilayah perairan yang tercemar dengan menggunakan biaya sendiri yang jumlahnya tentu akan sangat besar. Namun untuk mengatasi hal ini, dalam pasal 231 ayat 2 dikatakan “Untuk memenuhi tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemilik atau operator kapal wajib mengasuransikan tanggung jawabnya”. Dengan adanya ketentuan pada ayat 2 ini, apabila ketentuan ini ditaati dan dijalankan oleh pemilik kapal, tentunya akan sangat membantu mereka untuk mengatasi kejadian seperti ini. Disamping kerugian atau musibah yang timbul akibat terjadinya pencemaran, pemilik kapal juga mendapat perintah untuk menyingkirkan kapal yang tenggelam tersebut supaya tidak mengganggu aktifitas atau kegiatan pelayaran bagi kapal-kapal lain. Walaupun pemilik kapal sudah diperintahkan untuk menyingkirkan kapal mereka yang tenggelam itu, akan tetapi masih saja ada pemilik kapal yang tidak melaksanakan kewajibannya itu dengan alasan bahwa mereka tidak mempunyai dana yang cukup untuk menyingkirkan kapal dan adanya kecenderungan sikap yang tidak tegas yang ditunjukkan oleh aparatur
5
pemerintahan dalam hal ini syahbandar yang pada akhirnya kejadian tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada pemecahan masalah yang pasti. Dengan dibiarkannya kerangka kapal itu berada didasar air, maka dengan adanya pergerakan arus laut dari waktu ke waktu, dapat menyebabkan kerangka kapal tersebut mengalami pergerakan ke lokasi dari lokasi awal kapal itu tenggelam.Hal ini tentunya sangat mengancam keselamatan berlayar bagi kapal-kapal lain yang melintasi wilayah perairan tersebut. Akibat tenggelamnya kapal, ketentuan UU No. 17 tahun 2008 Pasal 203 ayat 1 menyebutkan bahwa pemilik kapal wajib menyingkirkan kerangka kapal dan atau muatannya yang mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran paling lama selama 180 hari kalender sejak kapal tenggelam. Ketentuan ini secara jelas
memberikan
amanat
kepada
pemilik
kapal
untuk
melaksanakan
kewajibannya menyingkirkan kapal mereka yang tenggelam yang dapat mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran. Disamping kerugian yang ditimbulkan akibat tenggelamnya kapal masih terdapat risiko-risiko kerugian yang terjadi diakibatkan oleh pengoperasian kapal itu. Risiko terbakarnya kapal, tubrukan kapal dan kandasnya kapal merupakan jenis-jenis kerugian kapal yang timbul yang dicatat oleh Kementerian Perhubungan sebagai jenis risiko kecelakaan kapal yang sering timbul. Risikorisiko tersebut mempunyai dampak langsung bagi pemilik kapal, yaitu menimbulkan
kerugian
secara
finansial
sehingga
dapat
mengakibatkan
terganggunya kegiatan usaha mereka dalam industri pelayaran.Bahkan dapat menyebabkan terhentinya operasional perusahaan pelayaran tersebut yang
6
disebabkan kecelakaan yang ditimbulkan oleh kapal itu sendiri nilainya melebihi aset yang mereka miliki. Sedangkan dampak tidak langsung dialami oleh kapalkapal lain yang melintasi lokasi dimana kapal itu mengalami musibah misalnya kapal yang kandas yang tidak dilengkapi dengan tanda peringatan yang menandai dapat mengakibatkan kapal lain yang sedang berlayar, menabrak kapal yang kandas itu. Potensi kecelakaan atau kerugian lainnya bisa saja timbul pada saat kapal tersebut sandar di pelabuhan untuk bongkar muat barang, hilangnya kapal karena dibajak, sakit atau meninggalnya awak kapal yang sedang bertugas di kapal maupun kerugian yang diakibatkan oleh adanya bahaya yang barasal dari laut maupun oleh suatu kejadian yang luar biasa (Act of God) yang terjadi diluar kuasa manusia. Sebagai pemilik kapal tentunya mereka haruslah mengantisipasi potensi kerugian yang mungkin akan timbul. Pada saat sandar, kemungkinan bahaya yang timbul adalah kapal bisa terkena crane atau container, terjadinya kesalahan bongkar muat pada saat penempatan barang maupun tertabrak kapal lain pada saat akan sandar. Hilangnya kapal karena dibajak adalah sesuatu kajadian yang sering terjadi disekitar Selat Malaka yang merupakan salah satu selat yang padat lalu lintas kapalnya. Biasanya yang sering terjadi adalah pembajakan terhadap kapal tongkang (Barge) yang berisikan muatan CPO, kertas (pulp paper) batubara, dan minyak. Hal ini disebabkan karena jenis muatan tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, banyak diminati oleh orang banyak dan mudah untuk dijual kembali.
7
Dengan begitu tingginya tingkat potensi kerugian yang timbul yang diakibatkan oleh kejadian-kejadian tersebut diatas yang dapat dialami oleh pemilik kapal, maka sudah seharusnya pemilik kapal mengatisipasi hal ini untuk dapat meringankan beban kerugian yang akan mereka tanggung, salah satunya bentuknya yaitu dengan mengasuransikan kapal yang mereka miliki. Dalam asuransi, posisi pemilik kapal disebut dengan tertanggung dan pihak asuransi disebut sebagai penanggung, sedangkan pengertian asuransi rangka kapal (Hull and Machinery) pada umumnya, yaitu asuransi yang memberikan jaminan perlindungan kepada pemilik kapal atas risiko-risiko yang akan timbul berkaitan dengan fisik kapal dan perlengkapan kapal lainnya yang menjadi satu bagian utuh dari kapal. Risiko-risiko yang timbul yang dapat merugikan pemilik kapal, dikategorikan kedalam 2 (dua) bagian, yaitu: 1. Perils of the Sea, yaitu bahaya yang berasal dari laut yang mempunyai hubungan dengan sifat dari laut atau suatu peristiwa yang terjadi tibatiba, tidak terduga atau peristiwa yang tidak tertentu di laut yang tidak mengandung pengertian kejadian biasa (normal). Contohnya angin topan, ombak besar, cuaca buruk yang dapat mengakibatkan kapal kandas, tenggelam, tabrakan maupun rusak. 2. Perils on the Sea adalah bahaya yang bukan diakibatkan oleh perils of the sea atau bukan diakibatkan oleh keganasan gelombang atau angin topan tetapi bahaya yang ditimbulkan pada saat kapal diatas laut, yaitu kebakaran, pembajakan, pencurian, pemberontakan awak kapal, pembuangan muatan dan bahaya dilaut lainnya.
8
Selanjutnya Marine Insurance Act 1906 menyebutkan Maritime Perils adalah “Maritime Perils means the perils cconsequent on, or incidental to, the navigation of the sea, that is to say, perils of the seas, fire, war perils, pirates, rovers, thieves, captures, seisures, restraints, and detainments of princes and people, jettisons, barratry, and any other perils, either of the like kind or which may be designated by the policy”.2 Pernyataan tersebut menjabarkan adanya gabungan risiko-risiko dilaut, baik risiko yang terdapat pada perils of the sea dan perils on the sea yang dapat merugikan pemilik kapal pada saat berlayar.
Sedangkan terhadap risiko-risiko lain yang tidak mendapatkan jaminan perlindungan asuransi dari asuransi rangka kapal (Hull and Machinery), dalam hal ini risiko kerugian yang dialami oleh pihak ketiga, akan dijamin melalui asuransi Protection and Indemnity (P&I) dimana asuransi P&I memberikan jaminan perlindungan atas kerugian yang timbul dan diderita oleh pihak ketiga (third party liability). Oleh karena risiko yang tidak ditanggung oleh penanggung/asuransi, maka para pemilik kapal membentuk perkumpulan atau klub antara sesama mereka, yang tujuannya akan menanggung kerugian yang diderita oleh para anggota, selama kerugian itu tidak mendapat ganti rugi atau kurang mendapat ganti rugi dari Penanggung/Underwriters. Perkumpulan tersebut di namakan P&I Club atau P&I saja. Jadi sesuai dengan namanya perkumpulan ini memberi tanggungan kepada anggotanya terhadap dua segi, yaitu segi perlindungan
2
J. Kenneth Goodacre, 1996, Marine Insurance Claims 3rd Edition, Witherby & Co. Ltd., hal. 221
9
(protection) dan segi jaminan (indemnity) sehingga dinamakan Protection & Indemnity Club.3 Risiko-risiko yang timbul antara lain tanggung jawab pemilik kapal terhadap pemilik muatan apabila muatan tersebut mengalami kerusakan, tanggung jawab pemilik kapal apabila kapal mereka menabrak kapal lain, menabrak pelabuhan atau benda lain yang berada diatas air seperti jembatan, pencemaran minyak dan anak buah kapal (ABK). Dari uraian gambaran secara umum mengenai bagaimana pemilik kapal dalam usaha menjalankan usaha angkutan laut melalui kapal laut yang mereka miliki, ternyata usaha tersebut selalu diikuti oleh potensi risiko kerugian yang cukup besar yang diakibatkan oleh kapal itu.Dan apabila risiko tersebut benarbenar terjadi tentunya dapat merugikan pemilik kapal. Oleh karena itu untuk menghindari
atau
meminimalisir
kerugian
yang
akan
timbul,
jaminan
perlindungan asuransi rangka kapal dan Protection and Indemnity (P&I) dapat dijadikan sebagai bentuk perlindungan bagi pemilik kapal. Hanya saja sampai saat ini belum begitu banyak pemilik kapal yang menyadari betapa pentingnya perlindungan asuransi ini dan belum begitu banyak pemilik kapal yang menyadari bahwa risiko kerugian yang timbul akibat dari pengoperasian kapal, sudah diwajibkan oleh pemerintah untuk diasuransikan. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan tesis ini yang diberikan judul: Asuransi Kapal Laut Dan Protection and Indemnity (P&I) Sebagai Bentuk 3
Ridjani Noer, Protection & Indemnity Club, makalah dalam workshop Pembahasan Asuransi Rangka Kapal, Klaim GA dan P & I Club, Jakarta, 2004. Makalah tidak diterbitkan
10
Perlindungan Menyeluruh Terhadap Kapal Atas Risiko Kecelakaan Yang Ditimbulkannya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hal-hal yang menjadi fokus dalam kegiatan penelitian ini dirumuskan dalam masalah-masalah sebagai berikut: 1. Mengapa masih banyak pemilik kapal yang belum mengasuransikan risiko-risiko seperti yang terdapat di UU No.17 Tahun 2008 tentang pelayaran? 2. Apa manfaat asuransi rangka kapal dan protection and Indemnity bagi pemilik kapal? 3. Bagaimana pelaksanaan ketentuan wajib asuransi bagi pemilik kapal sebagaimana yang terdapat di dalam UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif Tujuan obyektif penelitian ini adalah untuk melihat dan membuktikan apa sebenarnya yang dikatakan para pemilik kapal terhadap kemungkinan risiko yang akan mereka hadapi dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan baik yang mengatur mengenai usaha asuransi maupun yang mengatur mengenai pelayaran di Indonesia dan bagaimana jalan keluar yang terbaik bagi pemilik kapal untuk menghindari potensi kerugian yang besar akibat dari kapal yang mereka operasikan. 2. Tujuan Subyektif
11
Tujuan subyektifnya adalah untuk mengumpulkan bahan-bahan penulisan tesis guna memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, dalam Program Studi Magister Hukum bidang Hukum Bisnis. D. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis 1) Untuk mengetahui alasan mengapa masih banyak perusahaan pelayaran belum mengasuransikan risiko yang mungkin dialami oleh kapal ke perusahaan asuransi. 2) Untuk menjelaskan apa manfaat asuransi rangka kapal dan Protection and Indemnity (P&I) bagi pemilik kapal. 3) Untuk mengetahui sampai sejauh mana pelaksanaan ketentuan kewajiban asuransi bagi pemilik kapal sebagaimana yang terdapat di dalam UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. b. Kegunaan Praktis 1) Dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan baik itu dalam bidang usaha pelayaran maupun perasuransian di Indonesia. 2) Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi para pemilik kapal untuk melindungi kapal mereka dari kemungkinan musibah yang akan mereka hadapi.
12
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Asuransi Kapal Laut dan Protection and Indemnity (P&I) Sebagai Bentuk Perlindungan Menyeluruh Terhadap Kapal Atas Risiko Kecelakaan Yang Ditimbulkannya belum pernah dilakukan.
13