BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sering diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya berbagai kesempatan dan seringkali menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi (Kilbourne dalam Yanuartika, 2009). Perilaku seksual remaja pun seringkali tidak terkontrol dengan baik. Mereka melakukan pacaran, pergaulan ataupun seks bebas dengan pasangannya yang menyebabkan hamil di luar nikah serta timbulnya penyakit menular di kalangan remaja (Dariyo, 2004). Pergaulan ataupun seks bebas yang menyebabkan hamil di luar nikah pada remaja dapat mengakibatkan terjadinya perkawinan dini (Triana, 2010). Perkawinan merupakan salah satu bagian dari masalah kependudukan yang perlu ditangani secara serius karena perkawinan akan menimbulkan kelahiran-kelahiran baru (Hastuti, 2006). Jazimah (2006) mengemukakan bahwa apabila jumlah pasangan yang melakukan perkawinan usia muda semakin banyak, tingkat kesuburan pun akan semakin tinggi sehingga dengan tingginya tingkat kesuburan ini menyebabkan pertambahan penduduk juga tinggi. Perkawinan usia muda tidak hanya memiliki dampak pada pertambahan penduduk yang semakin tinggi tetapi perkawinan di usia muda juga dapat memiliki dampak pada kesehatan wanita yang melakukan perkawinan pada saat usia muda (Zainuri, 1990). Wanita yang melakukan perkawinan di usia muda atau melakukan
hubungan seks secara dini memiliki risiko terkena kanker leher rahim atau kanker serviks (Bustan, 2007). Berdasarkan hasil penelitian, wanita yang paling baik untuk melahirkan adalah usia 20-30 tahun sedangkan melahirkan pada usia muda atau remaja (usia di bawah 20 tahun) dapat menimbulkan akibat buruk tidak saja bagi kesehatan ibu tapi juga bagi bayi yang dilahirkan (BKKBN, 1999). WHO menyatakan bahwa setiap wanita yang melangsungkan perkawinan muda dan mengalami kehamilan di usia muda memiliki korelasi dengan angka kematian ibu. Hal ini disebabkan anatomi tubuhnya belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour serta obstetric fistula. Data UNFPA tahun 2003 memperlihatkan bahwa 15-30% di antara persalinan di usia dini disertai dengan komplikasi kronik berupa kerusakan pada organ kewanitaan yang menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina (Fadlyana dan Larasaty, 2009). Remaja yang berusia di bawah 20 tahun memiliki panggul yang sempit sehingga saat bersalin, remaja tersebut berisiko besar mengalami perdarahan akibat disproporsi antara ukuran kepala bayi dan panggul ibu. Perdarahan dan infeksi tersebut dapat mengakibatkan kematian ibu saat melahirkan (Fatmawati dalam Sukmawati, 2010). UNFPA menemukan bahwa angka kematian ibu yang berusia di bawah 16 tahun di beberapa negara seperti Kamerun, Etiopia, dan Nigeria lebih tinggi hingga enam kali lipat dibandingkan wanita pada kelompok usia 20-24 tahun (Fadlyana dan
Larasaty, 2009). Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut merupakan angka yang masih tergolong tinggi di dunia (Yulianti, 2012). WHO menyatakan bahwa wanita yang melahirkan pada usia remaja juga memiliki risiko buruk bagi bayi yang dilahirkan. Hal ini dikarenakan apabila wanita yang masih dalam pertumbuhan mengalami kehamilan, maka saat itu akan terjadi persaingan nutrisi dengan janin yang dikandungnya sehingga berat badan ibu hamil tersebut seringkali sulit naik. Keadaan seperti ini juga dapat disertai dengan anemia yang disebabkan adanya defisiensi nutrisi pada ibu hamil dan berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Pernikahan muda seringkali menimbulkan risiko kesehatan bagi remaja. Pada umumnya risiko terbesar didapatkan oleh remaja perempuan dari pada remaja lakilaki (Anakunhas, 2011). Oleh sebab itu, pengetahuan tentang masalah kesehatan reproduksi harus diberikan secara optimal kepada semua remaja baik laki-laki maupun perempuan. Orang yang paling tepat untuk menjawab ketidaktahuan remaja adalah orang terdekat mereka, yaitu orang tua (BKKBN, 2004). Hal ini dikarenakan orang tua adalah orang yang seharusnya paling mengenal siapa anaknya, apa kebutuhannya dan bagaimana memenuhinya. Selain itu, orang tua merupakan pendidik utama, pendidik yang pertama serta pendidik yang terakhir bagi anaknya. Menurut Mitra Inti Foundation (2005), sayangnya orang tua terkadang enggan karena mereka tidak tahu cara menyampaikannya atau karena mereka merasa
bahwa masalah pendidikan seksual khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi itu bukan urusan mereka sehingga masalah itu cukup diserahkan kepada guru dan sekolah (Foraida, 2008). Kesehatan reproduksi sebenarnya sudah bukan istilah yang asing lagi untuk dibicarakan namun pada kenyataannya hal ini jarang dibahas secara mendalam dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat cenderung untuk selalu menutupi atau pada umumnya mereka menjadikannya hal yang tabu karena mereka menganggap hal itu dapat membuka aib keluarga (Pray, 2006). Hal ini tentunya mengakibatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Atmoko (2004) mengenai pengetahuan masyarakat tentang kesehatan reproduksi menyimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat termasuk orang tua tentang kesehatan reproduksi secara umum masih rendah. Pengetahuan masyarakat termasuk orang tua tentang kesehatan reproduksi dalam penelitian itu masih terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik atau dapat dilihat dari luar saja sedangkan pengetahuan yang bersifat psikologis (seperti tumbuh kembang anak) dan pengetahuan yang bersifat medis (seperti alat reproduksi dan penyakit seksual menular) masih sangat lemah. Penelitian yang telah dilakukan Atmoko (2004) juga menunjukkan bahwa sikap masyarakat dalam menginformasikan masalah kesehatan reproduksi juga masih rendah. Sementara itu penelitian yang telah dilakukan oleh Astutik (2006) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang rendah disertai pengetahuan
yang rendah tentang makna perkawinan merupakan salah satu faktor penyebab orang tua mengawinkan anak perempuan di usia remaja. Tindakan orang tua mengawinkan puterinya di usia remaja dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap yang dimiliki tentang perkawinan muda. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang dan sikap merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan orang tua yang mengawinkan puterinya di usia remaja dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Mantra (2003) menyatakan bahwa pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi proses belajar. Pendidikan seseorang semakin tinggi maka semakin mudah orang tersebut menerima informasi. Informasi yang masuk semakin banyak maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat termasuk pengetahuan tentang kesehatan. Keluarga yang mempunyai remaja harus didorong untuk memberikan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi dan makna perkawinan kepada remaja agar para remaja sudah mempunyai kematangan berfikir, kematangan fisik (biologis), kematangan ekonomis dan kematangan mental dikala remaja akan memasuki usia perkawinan nantinya. Oleh sebab itu BPPKB menciptakan program Bina Keluarga Remaja (BKR) dan PIK-R. Program BKR merupakan suatu wadah kegiatan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki remaja. Kegiatan dalam program BKR ini adalah kader terlatih memberikan penyuluhan kepada orang tua yang berupaya untuk meningkatkan bimbingan tumbuh kembang anak dan remaja dengan baik dan terarah.
Selain itu program BKR memiliki tujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak dan remaja, kesehatan reproduksi dan pendewasaan usia perkawinan. Sementara itu program PIKR adalah program yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling kesehatan reproduksi serta penyiapan kehidupan berkeluarga (BPPKB NAD, 2014). Pernikahan usia dini memang telah banyak berkurang di berbagai belahan negara dalam tiga puluh tahun terakhir namun pada kenyataannya masih banyak terjadi di negara berkembang terutama di pelosok terpencil (Pambudy dalam Fadlyana dan Larasaty, 2009). Survei Data Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menemukan bahwa jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia perkawinan 19,1 tahun (Fadlyana dan Larasaty, 2009). Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan angka kejadian pernikahan dini mencapai 49,4 persen. Perkawinan muda yang terjadi dengan rata-rata usia saat perkawinan masih di bawah 20 tahun. Berdasarkan wawancara kepada 10 orang tua diperoleh bahwa sebanyak 6 (60,0%) orang tua tidak menikahkan putrinya di usia remaja dan 4 orang (40,0%) menikahkan putrinya di usia remaja. Orang tua menikahkan putrinya di usia remaja terkait dengan orang tua yang sebagian besar belum mengetahui dan mengerti tentang kesehatan reproduksi khususnya dampak pernikahan dini.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik ingin meneliti dengan judul “Hubungan pengetahuan dan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk melihat secara umum hubungan pengetahuan dan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan.
2.
Untuk mengetahui hubungan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Responden Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi remaja dalam mengurangi tindakan orang tua menikahkan putrinya di usia remaja. 1.4.2. Bagi Masyarakat Sebagai masukkan bagi masyarakat khususnya kepada orang tua agar meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi. 1.4.3. Bagi Akbid Audi Husada Medan Memberikan informasi terhadap hasil penelitian yang diperoleh sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai bahan penelitian selanjutnya. 1.4.4. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
2.1.2. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan 2.1.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek
2.2. Sikap 2.2.1. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak langsung dapat
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. 2.2.2. Tingkatan Sikap 1. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. 2. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005). 2.2.3. Komponen Pokok Sikap Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (Affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang
dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2005). 2.2.4. Interaksi Komponen-Komponen Sikap Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapan dengan satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan sikap yang beragam. Dan apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive, affective, conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain, yaitu dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi antara komponen-komponen sikap pada diri seseorang. 2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, sebagaimana yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:
1. Pengalaman pribadi Hal-hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang memberik kesan kuat merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar, 2005). 2. Pengaruh lingkungan sosial Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang yang berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk bergabung dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting (Azwar, 2005). 3. Pengaruh kebudayaan Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar (Azwar, 2005). 4. Media massa Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang disampaikan memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar, 2005). Media audiovisual secara psikis dapat menggelorakan dorongan seksual (Sakti dan Kusuma, 2006). 5. Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara
sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar, 2005). 6. Jenis kelamin Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi dan hormonal berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh. Kadar hormon testosteron laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi wanita lebih sensitif terhadap hormon testosteron (Sakti dan Kusuma, 2006). 7. Pengetahuan Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003). 8. Faktor emosi dalam individu (Azwar, 2005). 2.2.6. Ciri-ciri Sikap 1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari. 2. Sikap dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu. 3. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. 4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan suatu hal. 5. Sikap mempunyai segi-Segi motivasi dan segi-segi perasaan (Azwar, 2005).
2.2.7. Sifat Sikap Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005). 1. Sikap
positif
kecenderungan
tindakan
adalah
mendekati,
menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu. 2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. 2.2.8. Cara Pengukuran Sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).
2.3. Kesehatan Reproduksi 2.3.1. Pengertian Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Fatimah, 2006).
2.3.2. Alat Reproduksi 1. Alat reproduksi wanita Alat reproduksi wanita terdiri dari bagian luar (dapat dilihat karena di permukaan tubuh) dan bagian dalam (tidak terlihat karena di dalam panggul). Alat reproduksi wanita bagian luar terdiri dari : b. Bibir kemaluan/labia mayora c. Bibir dalam kemaluan/labia minora d. Kelentit/clitoris dan e. Vulva. Sedangkan alat reproduksi wanita bagian dalam terdiri atas a. Vagina b. Leher rahim/cervik c. Rahim/uterus d. Saluran telur/tuba falopii e. Dua buah indung telur/ ovarium. 2. Alat reproduksi laki-laki Sedangkan alat reproduksi laki-laki terdiri dari penis dan kantung zakar, urethtra, kelenjar prostat dan saluran vas deference (Depkes RI dan WHO, 2003).
2.4.3. Fisiologi Alat Reproduksi. Fungsi alat reproduksi menurut Manuaba (2009): 1. Alat reproduksi wanita a. Labia mayora Labiya mayora berbentuk lonjong menjurus ke bawah dan bersatu di bagian bawah. Fungsi labia mayora untuk menutupi lubang vagina. b. Labia minora Labia minora merupakan lipatan kecil di bagian dalam labia mayora. Labia ini analog dari kulit skrotum pria. c. Klitoris Merupakan bagain yang erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan sangat sensitif. d. Himen (Selaput dara) Merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina. Pada umumnya himen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi. Pada hubungan seks pertama himen akan robek dan mengeluarkan darah. e. Vagina Merupakan saluran yang menghubungkan rahim dengan dunia luar. f. Rahim Bentuk rahim seperti buah pir dengan berat sekitar 30 gram. Rahim merupakan tempat berkembangnya janin.
g. Tuba fallopii Merupakan saluran lurus, yang ujungnya berbentuk seperti rumbai-rumbai. Disini tempat terjadinya pembuahan sperma dan ovum. h. Ovarium Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai dampak pengatur proses menstruasi. Ovarium mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan. Pada saat telur dikeluarkan wanita mengalami masa subur. 2. Alat reproduksi laki-laki a. Penis Penis merupakan jaringan erektil yang berfungsi untuk deposit sperma dalam hubungan seksual sehingga dapat ditampung dalam liang senggama. b. Testis Testis disebut juga buah zakar. Testis berada di luar yang dibungkus dengan skrotum yang longgar. Testis merupakan alat penting yang untuk membentuk hormon pria yaitu testosteron dan membentuk spermatozoa. Spermatozoa yang telah dibentuk disimpan pada saluran testis. Spermatozoa tidak tahan panas dan tidak tahan suhu dingan. Kulit skrotum yang lingggar berguna untuk mengatur suhu sehingga panasnya relatif tetap.
c. Epididimis Epididimis merupakan saluran dengan panjang 45-50 cm, tempat bertumbuh dan berkembangnya spermatozoa, sehingga siap untuk melakukan pembuahan d. Kelenjar prostat Kelenjar prostat merupakan pembentuk cairan yang akan bersama-sama keluar saat ejakulasi dalam hubungan seksual. e. Vas deferens Vas deferens merupakan kelanjutan dari saluran epididimis yang dapat diraba dari luar. 2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi Menurut Harahap (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi adalah : 1. Faktor sosial ekonomi Kemiskinan, tingkat pengetahuan yang rendah, ketidaktahuan tentang kesehatan reproduksi dan lokasi tempat tinggal yang terpencil. 2. Faktor budaya dan lingkungan Informasi tentang kesehatan reproduksi yang diperoleh. 3. Faktor Psikologis Remaja dengan kondisi Broken home (keretakan pada orang tua, depresi karena ketidak seimbangan hormon dan lain-lain).
4. Faktor Biologis Cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit seksual, dan lainlain. 2.3.5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Hal-hal yang perlu diperhatikan pada remaja menurut Depkes dan WHO (2003) antara lain : 1. Selaput dara/ hymen 2. Tanda-tanda kematangan alat-alat reproduksi wanita. Seperti membesarnya payudara, tekstur kulit yang halus, dan bentuk tubuh menjadi indah 3. Haid/ menstruasi hal-hal lain yang perlu diperhatikan saat haid. Seperti haid pertama (menarche), lamanya menstruasi, siklus menstruasi, keluhan menstruasi dan jumlah darah yang dikeluarkan 4. Ereksi Ereksi merupakan membesarnya ukuran penis karena vaskularisasi daerah penis yang disebabkan adanya rangsangan 5. Onani Onani adalah aktivitas menyentuh/ meraba bagian tubuh dengan tujuan untuk merangsang secara seksual dirinya sendiri (Manuaba, 2009).
6. Mimpi basah Mimpi basah (emisi noktural) adalah pengeluaran cairan semen pada laki-laki saat tidur. Mimpi basah biasa dialami oleh remaja laki-laki, sekaligus menandakan bahwa telah memasuki masa pubertas. 7. Bahaya kehamilan di luar nikah Dampak paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja (Syarif, 2008). 8. Penyakit menular seksual (PMS) Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual. Penularan tersebut dapat terjadi pada perilaku seks bebas (seks pra-nikah, berganti-ganti pasangan atau dengan penjaja seks, serta hubungan seksual berisiko). Jenis PMS diantaranya adalah gonorrhea, sifilis (raja singa), herpes genetalis, trikomoniasis vaginalis, klamidia, dan sebagainya. Adapun cara pencegahannya adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, bagi remaja yang sudah menikah harus saling setia. Wanita perlu diketahui bahwa risiko tertular PMS lebih besar dari laki- laki, sebab bentuk alat reproduksinya lebih rentan (Depkes RI dan WHO, 2003). Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja sebagai dasar penentuan sikap dan perilaku kesehatan reproduksi yang positif. Pengetahuan
yang tepat, benar dan terarah akan membantu siswa memiliki sikap dan perilaku positif (Rauf, 2008).
2.4. Remaja Menurut definisi yang dirumuskan WHO, remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan saat individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri (Fatimah, 2006). Menurut ciri perkembangannya masa remaja dibagi tiga tahap yaitu masa remaja awal 10-12 tahun, masa remaja tengah 13-15 tahun dan masa remaja akhir 1619 tahun. Ciri-ciri perkembangan remaja perlu dipahami, agar penanganan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya dapat dilakukan lebih baik (Depkes RI, 2001). Ciri khas remaja awal lebih dekat dengan teman sebayanya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak. Ciri khas tahap remaja tengah, yaitu mencari identitas diri, timbul keinginan berkencan mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks. Ciri khas taraf akhir, yaitu pengungkapan kebebasan diri, lebih sensitif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berfikir abstrak (Depkes RI, 2001).
Perubahan psikis yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan keinginan untuk menyendiri, keengganan untuk bekerja, merasa bosan, kegelisahan yang menguasai diri, emosional, kurang percaya diri, mengkhayal dan berfantasi, mengalami rasa malu yang berlebihan, keinginan untuk mencoba hal yang belum diketahui, keinginan untuk menjelajah dan suka akan aktivitas kelompok (Fatimah, 2006). Perubahan kelamin primer dimulai dengan berfungsinya organ-organ genetalia yang ada. Perubahan ini terjadi pada laki-laki ditandai dengan mulai keluarnya mani (sperma) saat mimpi basah. Sedangkan pada wanita ditandai dengan menarche atau haid pertama kali (Soetjiningsih, 2004) Perubahan organ kelamin sekunder pada laki-laki ditandai dengan perubahan suara, bidang bahu melebar sering mimpi basah, tumbuh rambut pada organ tertentu (dada dan sekitar kemaluan), perubahan penis jika ada rangsangan (Soetjiningsih, 2004). Perubahan organ sekunder pada wanita antara lain suara lebih bagus, kulit muka dan badan halus, bidang bahu mengecil, bidang pinggul melebar, payudara membesar, tumbuh rambut di sekitar ketiak dan kemaluan, alat kelamin membesar dan mulai berfungsi (Soetjiningsih, 2004). Berbagai perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan kadar gonadotropin yatau Folikel stimulating hormon (FSH) dan Leuteanezing hormone (LH) yang akan mematangkan sel leidig dan mengeluarkan hormon testosterone serta hormon estrogen pada wanita sebelum menstruasi. Selama
pubertas pada anak laki-laki kadar hormon testosteron meingkat melebihi 20 ng/dl, yang sebelumnya selama anak-anak lebih kecil dari 10 ng/dl (Soetjiningsih, 2004).
2.5. Kerangka Konsep Variabel Independent
Variabel Dependent
Pengetahuan Orang Tua
Tindakan Orang Tua
Sikap Orang Tua
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.7. Hipotesis Penelitian 1.
Ada hubungan pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan.
2.
Ada hubungan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. JenisPenelitian Jenis penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat analitik yaitu bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan. 1.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orang tua yang memiliki anak remaja baik yang sudah menikah dan belum menikah di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan sebanyak 85 orang. 3.3.2. Sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel (total sampling) yaitu 85 orang.
26
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Data primer yang meliputi pengetahuan dan sikap orang tua. Data ini bersumber dari responden dengan cara wawancara langsung menggunakan kuesioner b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data demografi dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Kota Fajar Kabupaten Aceh selatan.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independent 1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang tua tentang tentang kesehatan reproduksi, meliputi pertumbuhan dan perkembangan, anatomi dan fisiologi alat reproduksi, kehamilan, pengetahuan seksual dan penyakit menular seksual. Kategori Tingkat Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk Pengukuran variabel tingkat pengetahuan disusun 7 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1 )” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu: 0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 4-7
1. Buruk, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-3 2. Sikap adalah suatu reaksi atau respon responden yang masih tertutup tentang kesehatan reproduksi, perkawinan dan syarat perkawinan, perkawinan usia muda (remaja) dan dampaknya pada kesehatan reproduksi remaja puteri, organ/alat reproduksi remaja puteri, hak kesehatan reproduksi bagi remaja puteri dan penyakit yang mengganggu kesehatan reproduksi seperti kanker serviks, IMS dan HIV-AIDS Kategori Sikap: 0. Negati Positif, jika sikap responden yang menolak perkawinan usia muda dan menyetujui bahwa informasi tentang masalah kesehatan reproduksi harus diberikan kepada remaja. 1. Negatif, jika sikap responden yang menyetujui perkawinan usia muda dan menganggap bahwa informasi tentang masalah kesehatan reproduksi remaja tidak harus diberikan kepada remaja Pengukuran variabel sikap disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1 )” dan ” tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu: 0. Positif, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 5-8 1. Negatif, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-4
3.5.2. Variabel Dependent Tindakan orang tua menikahkan putrinya adalah keputusan yang diambil oleh responden dalam mengijinkan puterinya melakukan perkawinan untuk pertama kalinya yaitu antara usia 10-19 tahun. Kategori Tingkat Orang Tua : 0. Tindakan Mengawinkan 1. Tindakan Tidak Mengawinkan
3.6. Metode Pengukuran Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Variabel Bebas Pengetahuan Sikap Variabel Terikat Tindakan Menikahkan Putrinya
Cara dan Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
Wawancara (kuesioner) Wawancara (kuesioner)
Ordinal 0. 1. Ordinal 0. 1.
Baik Tidak baik Positif Negatif
Wawancara (kuesioner)
Ordinal 0. Tindakan tidak mengawinkan 1. Tindakan mengawinkan
3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran variabel independen pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel dependen yaitu tindakan menikahkan putrinya
3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan pengetahuan dan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Fajar terdapat di Kabupaten Aceh Selatan. Kota Fajar ini merupakan salah satu kota yang terletak di daerah dataran rendah dipesisir pantai. Secara geografis Kota Fajar mempunyai luas wilayah 18.461 km2 .
4.2. Analisis Univariat Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: tingkat pengetahuan, sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dan tindakan orang tua menikahkan putrinya. 4.2.1. Pengetahuan Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan Untuk melihat pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.1 : Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan No Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi 1 Baik 2 Tidak Baik Jumlah
f 50 35 85
% 58,8 41,2 100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan mayoritas dengan baik sebanyak 50 orang (58,8%) dan minoritas tidak baik sebanyak 35 orang (41,2%).
31
4.2.2. Sikap Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan Untuk melihat sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.2 : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan No Sikap tentang Kesehatan Reproduksi 1 Positif 2 Negatif Jumlah
f 53 32 85
% 62,4 41,2 100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan mayoritas dengan bersikap positif sebanyak 53 orang (62,4%) dan minoritas bersikap negatif sebanyak 32 orang (41,2%). 4.2.3. Tindakan Orang Tua Menikahkan Putrinya pada Usia Remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan Untuk melihat tindakan orang tua menikahkan putrinya pada usia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.3 : Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Tindakan Orang Tua Menikahkan Putrinya pada Usia Remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan No Tindakan Orang Tua Menikahkan Putrinya 1 Tindakan tidak mengawinkan 2 Tindakan mengawinkan Jumlah
f 49 36 85
% 57,6 42,4 100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tindakan orang tua menikahkan putrinya pada usia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan
mayoritas dengan tindakan tidak mengawinkan sebanyak 49 orang (57,6%) dan minoritas tindakan mengawinkan sebanyak 36 orang (42,4%).
4.3. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan. Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel hubungan pengetahuan dan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat dibawah ini : 4.3.1. Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi dengan Tindakan Orang Tua Menikahkan Putrinya Diusia Remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan Untuk melihat hubungan pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.4 : Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi dengan Tindakan Orang Tua Menikahkan Putrinya Diusia Remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan No
1 2
Pengetahuan
Baik Tidak Baik
Tindakan Menikahkan Putrinya Tidak Mengawinkan Mengawinkan n % n % 37 74,0 13 26,0 12 34,3 23 65,7
Total n % 50 100 35 100
P value 0,001
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan menikahkan putrinya di usia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 50 orang (74,0%) dengan pengetahuan baik terdapat tidak mengawinkan putrinya di usia remaja dan tindakan mengawinkan putrinya sebanyak 13 orang (26,0%). Sedangkan diantara pengetahuan tidak baik ada 12 dari 35 orang (34,3%) terdapat tidak mengawinkan putrinya di usia remaja dan tindakan mengawinkan putrinya sebanyak 23 orang (65,7%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,001 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan menikahkan putrinya di usia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan 4.3.2. Hubungan Sikap Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi dengan Tindakan Orang Tua Menikahkan Putrinya Diusia Remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan Untuk melihat hubungan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.5 : Tabel 4.5. Hubungan Sikap Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi dengan Tindakan Orang Tua Menikahkan Putrinya Diusia Remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan No
1 2
Sikap
Positif Negatif
Tindakan Menikahkan Putrinya Tidak Mengawinkan Mengawinkan n % n % 37 69,8 16 30,2 12 37,5 20 62,5
Total n % 53 100 32 100
P value 0,003
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan menikahkan putrinya di usia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan diperoleh bahwa ada sebanyak 37 dari 53 orang (69,8%) dengan sikap positif terdapat tidak mengawinkan putrinya di usia remaja dan tindakan mengawinkan putrinya sebanyak 16 orang (30,2%). Sedangkan diantara sikap negatif ada 12 dari 35 orang (34,3%) terdapat tidak mengawinkan putrinya di usia remaja dan tindakan mengawinkan putrinya sebanyak 20 orang (62,5%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,003 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan menikahkan putrinya di usia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan
BAB V PEMBAHASAN
4.1. Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi dengan Tindakan Orang Tua Menikahkan Putrinya Diusia Remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan kategori baik lebih banyak dengan tindakan tidak mengawinkan putrinya sebesar 74,0%. Uji statistik Chi Square menunjukkan variabel pengetahuan nilai p < 0,05 berhubungan dengan tindakan orag tua mengawinkan putrinya di usia remaja. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi akan menurunkan tindakan orang tua untuk mengawinkan putrinya di usia remaja. Pada penelitian ini masih perlu pelaksanaan penyuluhan kepada orang tua bahwa perlu peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi untuk mengurangi tindakan mengawinkan putrinya di usia remaja. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai kesehatan reproduksi dan bahayanya perkawinan usia muda pada kesehatan reproduksi remaja puteri mengakibatkan terbentuknya perilaku atau tindakan responden yang tidak mengawinkan puterinya di usia remaja. Pemahaman yang cukup yang dimiliki sebagian besar responden ini dapat disebabkan adanya pemberian informasi atau penyuluhan tentang kesehatan reproduksi.
Tindakan tidak mengawinkan remaja puteri dari 12 responden yang memiliki pengetahuan rendah dalam penelitian ini bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain, baik faktor intern maupun faktor ekstern selain pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2003), faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Faktor eksternal meliputi objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya sedangkan faktor internal meliputi persepsi, motivasi, dan emosi, serta belajar. Jadi tindakan responden yang berpengetahuan rendah dan tidak mengawinkan remaja puteri dimungkinkan berhubungan dengan beberapa faktor intern dan ekstern tersebut yang saling mempengaruhi dan kompleks sehingga tindakan yang baik tidak selalu disebabkan oleh pengetahuan seseorang yang tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Dewi dan Kamidah (2012) yang menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya dengan nilai Zhitung (12,002) > Z tabel (1,96) sehingga H0 ditolak. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa untuk meningkatkan upaya mempersiapkan masa pubertas harus dilakukan bersamaan dengan meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan mengawinkan remaja puteri, yang berarti bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang cukup
dapat membentuk perilaku atau tindakan responden tidak mengawinkan puterinya di usia remaja. Hal ini didukung oleh pernyataan Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (overt behaviour). Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2012) yang juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan masyarakat dengan tindakan masyarakat mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan masyarakat akan makna sebuah perkawinan mengakibatkan masyarakat memiliki tindakan mengawinkan anak mereka di usia remaja. Sedangkan dalam penelitian ini pengetahuan responden yang tergolong sedang atau cukup menyebabkan responden memiliki perilaku atau tindakan tidak mengawinkan puterinya di usia remaja. Kedua hasil penelitian tersebut didukung oleh pernyataan Notoatmodjo (2003) yang menjelaskan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (overt behaviour). Berdasarkan uraian hasil penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang semakin tinggi dapat menyebabkan terbentuknya perilaku seseorang yang semakin baik pula. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap seseorang atau kelompok untuk bertindak dan dari beberapa penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003). Hasil analisis yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan tindakan responden dalam mengawinkan puteri mereka di usia remaja merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan oleh lembaga kesehatan di Kabupaten Aceh Selatan. Pengetahuan responden yang sedang atau tidak baik tentang kesehatan reproduksi perlu ditingkatkan lagi agar tindakan responden yang tidak mengawinkan puteri mereka di usia remaja bisa menjadi semakin baik dan lebih langgeng. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan program BKR yang sudah diadakan oleh BPPKB Kabupaten Aceh Selatan melalui UPTB Kecamatan Kota Fajar, yakni bisa dengan cara jumlah kader terlatih diperbanyak jumlahnya untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi dan bahayanya perkawinan usia remaja pada kesehatan reproduksi remaja puteri. Peningkatan pengetahuan ini diharapkan dapat membentuk tindakan responden menjadi semakin baik dan lebih langgeng atau berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini didukung pernyataan Notoatmodjo (2003) yang menjelaskan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka akan berlangsung lama.
5.2. Hubungan Sikap Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi dengan Tindakan Orang Tua Menikahkan Putrinya Diusia Remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan kategori positif lebih banyak dengan tindakan tidak mengawinkan putrinya sebesar 69,8%. Uji statistik Chi Square menunjukkan variabel sikap nilai p < 0,05 berhubungan dengan tindakan orag tua mengawinkan putrinya di usia remaja. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin positif sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi akan dapat menurunkan tindakan orang tua untuk mengawinkan putrinya di usia remaja. Pada penelitian ini masih perlu pelaksanaan penyuluhan kepada orang tua bahwa perlu peningkatan sikap tentang kesehatan reproduksi untuk mengurangi tindakan mengawinkan putrinya di usia remaja. Menurut Wawan dan Dewi (2010), pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Sebaliknya apabila semakin banyak aspek negatif dan obyek tidak diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin negatif terhadap obyek tertentu. Faktor lain penyebab sebagian responden memiliki sikap negatif adalah sebagian kecil responden tersebut belum menerima pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi melalui program BKR dari BPPKB Kabupaten Aceh Selatan melalui UPTB Kecamatan Kota Fajar sehingga responden tidak menyadari bahwa
pemberian penjelasan kesehatan reproduksi kepada remaja sangat penting. Akhirnya responden menganggap bahwa responden tidak perlu memberikan penjelasan kesehatan reproduksi kepada remaja. Hal ini didukung oleh pernyataan Mitra Inti Foundation (2005) yang menyatakan bahwa orang tua terkadang enggan memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada remaja karena mereka tidak tahu cara menyampaikannya. Hal ini juga bisa disebabkan mereka merasa bahwa masalah pendidikan seksual yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi bukan urusan mereka sehingga masalah itu cukup diserahkan kepada guru dan sekolah (Foraida, 2008). Tindakan tidak mengawinkan remaja puteri dari 21 responden yang memiliki sikap negatif dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain, baik faktor intern maupun faktor ekstern selain sikap responden. Menurut Notoatmodjo (2003), faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Faktor internal meliputi persepsi, motivasi, dan emosi, serta belajar sedangkan faktor eksternal meliputi objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Jadi tindakan yang baik dari responden dimungkinkan berhubungan dengan beberapa faktor intern dan ekstern tersebut yang saling mempengaruhi dan kompleks sehingga tindakan yang baik tidak selalu disebabkan oleh sikap seseorang yang positif.
Hal ini serupa dengan hasil penelitian Dewi dan Kamidah (2012) yang menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar responden (70%) yang memiliki sikap negatif terhadap kesehatan reproduksi, responden tetap mempunyai tindakan atau upaya yang baik dalam menyiapkan masa pubertas pada anak. Sikap negatif dalam penelitian itu memiliki arti bahwa orang tua tidak memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada anaknya. Sementara itu hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 36 responden yang memiliki tindakan mengawinkan remaja puteri, terdapat 16 responden dengan persentase 30,2% mempunyai sikap positif. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor lain seperti faktor eksternal, yaitu hasil kebudayaan yang terjadi di masyarakat maupun faktor internal, yakni ketakutan orang tua akan pergaulan bebas remaja sehingga walaupun responden memiliki sikap positif tentang kesehatan reproduksi, responden tetap memiliki perilaku atau tindakan mengawinkan puterinya di usia remaja. Hal ini didukung oleh Azwar (2003) yang menyatakan bahwa tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh berbagai faktor lainnya baik faktor eksternal maupun internal. Menurut Notoatmodjo (2003), faktor eksternal meliputi objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya sedangkan faktor internal meliputi persepsi, motivasi, dan emosi, serta belajar. Hasil penelitian Kamban (2011) juga menjelaskan bahwa orang tua mengawinkan puterinya di usia remaja karena faktor
eksternal berupa kebiasaan yang telah turun temurun. Selain itu hasil penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa faktor internal seperti ketakutan orang tua akan anak gadisnya yang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam berpacaran yang dapat mencemarkan nama baik keluarga juga menyebabkan orang tua mengawinkan puterinya di usia muda. Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas, yang merupakan hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam gejala seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan dan fantasi. Tiap gejala kejiwaan tersebut jarang berdiri sendiri. Gejala itu muncul bersama-sama dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu perilaku manusia selalu kompleks (Notoatmodjo, 2003). Pada penelitian ini adanya beberapa responden yang memiliki sikap positif tetapi tindakannya mengawinkan remaja puteri dan ada juga beberapa responden yang memiliki sikap negatif tetapi tindakannya tidak mengawinkan remaja puteri. Hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian Astutik (2006) yang menunjukkan bahwa sikap negatif masyarakat berhubungan dengan tindakan orang tua yang tidak baik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sikap masyarakat yang menganggap bahwa seorang anak perempuan akan menjadi perawan tua dan tidak laku jika tidak segera dinikahkan mengakibatkan orang tua mengawinkan puterinya di usia muda atau di usia remaja. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003). Semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang ikut menjadi
pertimbangan dalam bertindak, maka semakin sulitlah memprediksikan perilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya sebagai indikator sikap seseorang. Hal inilah yang dijelaskan oleh model theory of reasoned action (Ajzen dan Fishben, 1980) bahwa respon perilaku ditentukan tidak saja oleh sikap individu tetapi juga oleh norma subjektif yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Lewin (1951) menjelaskan bahwa perilaku merupakan fungsi dari faktor kepribadian individual dan faktor lingkungan (Azwar, 2003). Memang sikap seharusnya dipandang sebagai suatu predisposisi untuk berperilaku yang akan tampak aktual hanya bila kesempatan untuk menyatakannya terbuka luas. Mann (1969) mengatakan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh berbagai faktor lainnya baik faktor eksternal maupun internal (Azwar, 2003). Begitu juga dengan tindakan sebagian responden yang tidak mengawinkan remaja puteri di Kecamatan Sukowono bisa saja disebabkan oleh berbagai faktor internal lainnya seperti tingkat kecerdasan atau faktor pengetahuan responden selain sikap responden. Hal ini didukung oleh pernyataan Notoatmodjo (2003) yang menjelaskan bahwa faktor internal yang mempengaruhi perilaku seseorang meliputi tingkat kecerdasan, tingkat emosional, belajar, persepsi dan sebagainya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki tindakan tidak mengawinkan puterinya di usia remaja. Tindakan responden yang baik ini dapat disebabkan oleh adanya tingkat pengetahuan sebagian besar responden yang tergolong dalam kategori sedang. Hal ini terbukti dari hasil uji dalam penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan tindakan responden. Hal ini memiliki arti bahwa sebagian besar responden sudah mempunyai pemahaman yang cukup mengenai kesehatan reproduksi sehingga responden cenderung memiliki perilaku atau tindakan tidak mengawinkan puterinya di usia remaja. Pengetahuan responden yang cukup ini dapat disebabkan responden mendapatkan informasi dari berbagai sumber lain seperti radio, televisi, dan koran. Selain itu pengetahuan yang cukup ini juga disebabkan adanya pemberian informasi kesehatan reproduksi dan tumbuh kembang remaja melalui program BKR yang dilaksanakan BPPKB Kabupaten Aceh Selatan dan UPTB Kecamatan Kota Fajar sehingga sebagian besar responden sudah tahu dan paham tentang kesehatan reproduksi dan dampak perkawinan muda pada kesehatan reproduksi remaja puteri mereka sehingga mereka memiliki perilaku atau tindakan tidak mengawinkan puterinya di usia remaja. Hal ini didukung oleh pernyataan Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1.
Terdapat hubungan pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan
2.
Terdapat hubungan sikap orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan tindakan orang tua menikahkan putrinya diusia remaja di Kota Fajar Kabupaten Aceh Selatan
6.2. Saran 1. Kepada orang tua diharapkan aktif mengikuti kegiatan pengajian dan PKK sebagai bagian dari program BKR. Selain itu, orang tua juga diharapkan dapat menggali informasi tentang kesehatan reproduksi dan pendewasaan usia perkawinan melalui berbagai media seperti radio, televisi dan lain sebagainya, tidak bersikap negatif terhadap kesehatan reproduksi serta memberikan penjelasan kesehatan reproduksi kepada remaja sesuai dengan usia anak remaja dan tidak mengawinkan puteri mereka di usia remaja, yakni antara usia 10-19 tahun. 2. Kepada Petugas kesehatan Kota fajar agar meningkatkan pelaksanaan penyuluhan melalui program Bina Keluarga Remaja dengan melibatkan seluruh pihak yang terkait dan semua masyarakat seperti memanfaatkan kegiatan
pengajian dan PKK. Pada pengajian dan kegiatan PKK tersebut diselipkan himbauan kepada orang tua akan pentingnya pemberian penjelasan tentang kesehatan reproduksi kepada remaja dan pentingnya pendewasaan usia perkawinan karena perkawinan usia muda dapat membahayakan kesehatan reproduksi remaja khususnya remaja puteri.
Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN TINDAKAN ORANG TUA MENIKAHKAN PUTRINYA DIUSIA REMAJA DI KOTA FAJAR KABUPATEN ACEH SELATAN
A. Indentitas Responden 1. Nama : ……………. 2. Kelas : ……………. B. Persepsi Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping. Ya (1) Tidak (0) Tidak tahu (0) Pernyataan 1. Alat reproduksi merupakan alat untuk membuat anak (keturunan). 2. Alat reproduksi seorang perempuan telah siap dan matang pada usia 17 tahun. 3. Usia 18 tahun adalah usia yang tepat untuk menikah bagi seorang perempuan. 4. Kehamilan adalah peristiwa tumbuhnya bayi dalam kandungan seorang perempuan. 5. Haid atau menstruasi yang pertama menandai bahwa seorang anak perempuan sudah boleh hamil. 6. Orang tua mempunyai hak untuk menentukan kapan anaknya menikah. 7. Kehamilan yang tidak diinginkan juga merupakan bagian dari masalah kesehatan reproduksi remaja. 8. Remaja putri yang menikah muda dapat meningkatkan banyaknya jumlah bayi yang mati 9. Remaja putri yang hamil di usia muda akan lebih mudah mengalami keguguran
Ya
Tidak
10. Remaja putri yang melahirkan bayi di usia muda memiliki risiko mengalami kematian.
Pernyataan
Ya
Tidak
1. Penjelasan tentang kesehatan reproduksi dan masalahmasalahnya harus diberikan secara lengkap kepada seorang remaja 2. Remaja putri yang usianya di diatas 20 tahun memiliki rahim yang 3. 4. 5. 6. 7.
telah siap mengalami kehamilan. Remaja putri yang menikah di usia kurang dari 20 tahun dapat mengalami keguguran. Remaja putri yang menikah di usia muda belum memiliki tubuh yang sesuai untuk proses melahirkan Remaja putri tidak memiliki hak untuk menentukan kapan dirinya menikah dan mempunyai anak Umur seorang anak harus diperhatikan saat anak akan menikah. Perkawinan usia muda dapat meningkatkan angka kematian ibu
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul, Aziz. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Rineka Cipta. 2. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. 3. Ahmad. (2009). Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama. http://pa-bantul.net. Diakses 29 Maret 2010.
4. Alfiyah. (2010). Faktor-faktor Pernikahan Dini. http://alfiyah23.student.um.ac.id. Diakses 28 Maret 2010. 5. Budiarto, Eko (2003) Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC. 6. Effendy, N. (2004). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC. 7. Ihsan. (2008). Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia. Surabaya. BP-4 Jatim. 8. Lutfiati. (2008). Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 tahun). http://nyna0626.blogspot.com. Diakses 4 April 2010. 9. Lany. (2008). Mengatasi Masalah Pernikahan Dini. http://www.solutionexchange.or.id. Diakses 5 April 2010. 10. Lubis. (2008). Keputusan Menikah Dini. http://wargasos08yess.blogspot.com. Diakses 3 April 2010. 11. Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta. Graha Ilmu. 12. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 13. Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 14. Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta. EGC. 15. Nukman. (2009). Yang Dimaksud Pernikahan Dini. http://www.ilhamuddin.co.cc. Akses 28 Maret 2010. 16. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika. 17. Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung. 18. Utsaimin. (2009). Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Surabaya. Risalah Hati. 19. FETRI INAYAH (2012) tentang Hubungan antara Persepsi Remaja Putri tentang Pernikahan dengan Keinginan Menikah Dini di Desa Siremeng Kecamatan Pulosari Kabupaten Pemalang, Stikes Harapan Bangsa, Purwokerto.
Frequencies pe1 Frequency Valid
0
10
Percent 11.8
Valid Percent Cumulative Percent 11.8 11.8
1 Total
75 85
88.2 100.0
88.2 100.0
100.0
pe2 Frequency Valid
0 1 Total
30 55 85
Percent 35.3 64.7 100.0
Valid Percent Cumulative Percent 35.3 35.3 64.7 100.0 100.0
pe3 Frequency Valid
0 1 Total
31 54 85
Percent 36.5 63.5 100.0
Valid Percent Cumulative Percent 36.5 36.5 63.5 100.0 100.0
pe4 Frequency Valid
0 1 Total
33 52 85
Percent 38.8 61.2 100.0
Valid Percent Cumulative Percent 38.8 38.8 61.2 100.0 100.0
pe5 Frequency Valid
0 1 Total
28 57 85
Percent 32.9 67.1 100.0
Valid Percent Cumulative Percent 32.9 32.9 67.1 100.0 100.0
pe6 Frequency Valid
0 1 Total
29 56 85
Percent 34.1 65.9 100.0
pe7
Valid Percent Cumulative Percent 34.1 34.1 65.9 100.0 100.0
Valid
0 1 Total
Frequency 29 56 85
Percent 34.1 65.9 100.0
Valid Percent Cumulative Percent 34.1 34.1 65.9 100.0 100.0
p8
Valid
0 1 Total
Frequency 29 56 85
Percent 34.1 65.9 100.0
Valid Percent Cumulative Percent 34.1 34.1 65.9 100.0 100.0
Persepsi
Valid
Baik Buruk Total
Frequency 31 54 85
Percent 36.5 63.5 100.0
Valid Percent Cumulative Percent 36.5 36.5 63.5 100.0 100.0