BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Perkembangan rumah sakit saat ini mengalami transformasi besar dan sedang berada dalam suasana global yang kompetitif. Pada keadaan demikian pelayanan rumah sakit sebaiknya dikelola dengan dasar konsep manajemen yang jelas dan mempunyai etika karena tanpa konsep yang jelas maka akan lambat dalam perkembangannya (Trisnantoro, 2009). Rumah Sakit adalah salah satu jenis industri jasa, dalam hal ini industri jasa kesehatan. Oleh karena itu rumah sakit harus patuh pada kaidah-kaidah bisnis dengan berbagai peran fungsi manajerialnya yang pada kenyataannya mempunyai beberapa ciri khas yang membedakannya dengan industri lainnya sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda pula (Aditama, 2002). Suatu pelayanan kesehatan sekalipun dinilai dapat memuaskan pasien, tetapi apabila penyelenggaraannya tidak sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi, bukanlah pelayanan kesehatan yang bermutu (Azwar, 1994). Reformasi birokrasi di segala bidang sedang gencar dilaksanakan dewasa ini. Paradigma baru birokrasi menurut Soebhan (2000) diantaranya adalah birokrasi yang bertindak profesional terhadap publik, dimana PNS berperan menjadi pelayan masyarakat (public servant) dan juga birokrasi yang saling bersaing antar bagian dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam melayani publik secara kompetitif, bukan minta dilayani. Pada birokrasi pemerintah, para pejabat birokrasi sering tidak mengenal konsep “pelanggan” karena pelanggan sering tidak memiliki kemampuan untuk memberikan sanksi kepada para pejabat birokrasi. Pada saat yang sama nasib para pejabat birokrasi tidak ditentukan oleh pelanggan melainkan oleh keputusan politik. Karena itu, para pejabat birokrasi sering merasa tidak berkepentingan untuk menjalin hubungan dengan warga pengguna. Upaya dan sumber daya yang digunakan untuk mengenali dan menjalin hubungan
1
2
dengan para pelanggan sangat minim, bahkan tidak ada sama sekali (JICA Japan International Cooperation Agency, 2006). Meskipun sebenarnya strategi pelayanan publik sudah dicanangkan sejak lama dalam bentuk pelayanan prima. Pelayanan prima tidak saja diharapkan pada dunia usaha, namun juga pada pemerintahan agar dapat memberikan pelayanan umum yang bermutu pada sektor publik, telah diberikan pedoman oleh MENPAN dalam keputusannya No. 81 tahun 1993 dan dipertegas dalam Instruksi Presiden RI No.1 Tahun 1993 dan ditindaklanjuti dengan Surat Edaran
Menko-Wasbangpan
No.56/MK/WASPAN/6/98.
Sedangkan
Pelayanan Prima Bidang Kesehatan dituangkan dalam Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 828/MENKES/VII/1999 bahwa dalam pelaksanaan pelayanan
prima
bidang
kesehatan
berdasarkan
pada
aspek-aspek
kesederhanaan, kejelasan, kepribadian, keamanan, efisiensi, ekonomis, keadilan, ketepatan waktu, kebersihan, kinerja, dan juga sikap perilaku (Wijono, 2000). Upaya pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi yang berorientasi pada masyarakat berlanjut dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang didalamnya juga mengatur masalah pengelolaan pengaduan (Pasal 36), dimana dalam pasal 36 ayat 1 menyebutkan bahwa: “penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan” (Pemerintah Republik Indonesia, 2009a) Rumah Sakit Pemerintah merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan publik yang seharusnya juga melakukan reformasi birokrasi dengan memberikan pelayanan bermutu bagi masyarakat. Dimana pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang peduli dan terpusat pada pelanggan, kebutuhan, serta harapan dan nilai-nilai pelanggan menjadi titik tolak penyediaan pelayanan kesehatan dan menjadi persyaratan yang harus dipenuhi. Setiap pelanggan memiliki standar pembanding untuk menilai kinerja pelayanan yang akan menghasilkan kepuasan dan ketidakpuasan yang diungkapkan dalam bentuk tindakan untuk membeli kembali, memberikan
3
pujian, komplain atau akan menceritakan apa yang dialaminya kepada orang lain (Koentjoro, 2011). Tax dan Brown (1998) dalam Power & Lyon (2002) menyatakan bahwa konsumen dalam industri pelayanan kesehatan enggan untuk mengemukakan keluhannya karena takut mereka akan memperoleh pelayanan yang tidak baik jika mereka membutuhkannya di waktu yang akan datang.Meskipun begitu masih terdengar adanya keluhan sehubungan dengan pelayanan rumah sakit yang tentunya keluhan tersebut perlu dihilangkan untuk memberi pelayanan yang memuaskan konsumen (Aditama, 2002). Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Propinsi DIY yang terbagi menjadi 18 kecamatan dan 144 desa. Ada 1 rumah sakit pemerintah yaitu RSUD Wonosari, 2 Rumah Sakit Swasta, dan 30 Puskesmas. Jarak Puskesmas ke ibukota kabupaten rata-rata 15 km, sedangkan jarak rata-rata ke ibukota propinsi 55 km. Sementara RSUD Wonosari adalah satu-satunya rumah sakit pemerintah dan paling lengkap jenis pelayanannya di Kabupaten Gunungkidul, sehingga masyarakat menaruh harapan yang besar kepada RSUD Wonosari dalam memberikan layanan yang bermutu termasuk pasien miskin/tidak mampu yang pada tahun 2011 jumlah kunjungan pasien dengan Jamkesmas/Jamkesos sebanyak 18.256, lebih tinggi dibanding pasien umum sebanyak 15.415 kunjungan. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang PPKBLU maka pada tanggal 27 Juli 2010 Bupati Gunungkidul mengeluarkan keputusan bahwa secara bertahap Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari ditetapkan menjadi bentuk PPK–BLUD. RSUD Wonosari berfungsi sebagai rumah sakit rujukan di wilayah Kabupaten Gunungkidul, sehingga dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat (RSUD Wonosari, 2012). RSUD
Wonosaridiharapkan
akan
lebih
mudah
dalam
memenuhi
kebutuhannya sesuai yang diharapkan jika dikeloladalam bentuk PPK–BLUD sehingga pada akhirnya berdampak pada mutu layanan.
4
RSUD Wonosari memiliki 157 Tempat tidur dengan 108 tempat tidur diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang/tidak mampu, dan hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit, dimana rumah sakit memiliki kewajiban untuk menjalankan fungsi sosial (Pemerintah Republik Indonesia, 2009b). Data kepegawaian dalam Profil RSUD Wonosari 2011 mencatat SDM sejumlah 394 orang dengan distribusi per jenis ketenagaan sebagai berikut: Tabel 1 Jenis dan Jumlah SDM di RSUD Wonosari per 31 Desember 2011 No Jenis SDM 1. Medik Dokter Spesialis Dokter Umum Dokter Gigi 2. Perawat dan Bidan Ners Ahli Madya Keperawatan Perawat (SPK) Perawat Gigi Pembantu Perawat Ahli Madya Kebidanan Bidan 3. Teknis Medik Laboran Radiografer Ahli Gizi Fisiterapis Apoteker Asisten Apoteker Sanitarian Perekam Medik Elektromedik 4. Administrasi 5. Manajemen/Struktural Sumber: RSUD Wonosari 2012
Jumlah 23 13 8 2 174 1 141 5 2 5 10 11 59 17 6 5 2 3 13 4 7 2 125 14
5
Tabel 2 Indikator Pemanfaatan Rawat Inap RSUD Wonosari Tahun 2007-2011 No 1. 2. 3. 4. 5.
Indikator BOR (%) ALOS (hari) TOI (hari) Kunjungan Rawat Jalan Kunjungan Rawat Inap
Tahun Pelayanan 2007 2008 2009 2010 2011 70,85 63,23 67,95 76,04 81,38 3,70 3,55 3,63 3,93 4,16 1,52 2,07 1,71 1,24 0,93 59.421 58.135 56.690 62.565 60.806 9.201 7.860 7.992 10.314 10.294
Sumber: RSUD Wonosari 2012
Dari tabel diatas diketahui bahwa pemanfaatan tempat tidur (BOR) di RSUD Wonosari dalam dua tahun terakhir sudah sesuai dengan standar nasional (75%-85%). Sedangkan jumlah kunjungan baik rawat inap maupun rawat jalan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Peningkatan kunjungan ini seharusnya disertai dengan semakin meningkatnya mutu layanan sehingga cita-cita RSUD Wonosari untuk menjadi rumah sakit pilihan utama bisa terwujud. Mulai dari motto (Cepat Bersih Simpatik), visi (rumah sakit pilihan utama, unggul dalam pelayanan, terjangkau oleh semua), dan misinya (meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau) dapat dilihat bahwa komitmen pelayanan di RSUD Wonosari seharusnya sudah berorientasi kepada pelanggan. Upaya RSUD Wonosari untuk memperbaiki layanan sebenarnya telah dilakukan. Motto layanan “CepatBersihSimpatik” terpampang di pintu masuk pelayanan rawat inap dan motto ini dibangkitkan kembalipada tanggal 1 Juni 2009 dalam bentuk “Gerakan Cepat Bersih Simpatik”. Gerakan ini berlaku mulai direktur, jajaran dokter, sampai dengan tukang sapu sebagai upaya untuk mengembalikan citra rumah sakit. Dalam Harian Jogja edisi Selasa, 2 Juni 2009 termuat komitmen RSUD Wonosari dalam upaya perbaikan mutu layanannya : “.......Pihak RSUD Wonosari berjanji akan membuka diri untuk berbagai saran, kritik, bagi masyarakat luas yang membangun dan mewujudkan RSUD Wonosari yang diharapkan mengalami peningkatan kualitas pelayanan sebagaimana menjadi dambaan masyarakat......”
6
Namun Keluhan mengenai pelayanan di RSUD Wonosari disampaikan Lembaga kajian dan studi sosial Gunungkidul dalam Kedaulatan Rakyat edisi Rabu, 28 Oktober 2009 : “ ........Diakui, buruknya pelayanan bidang kesehatan yang menyangkut RSUD Wonosari sejak lama dikeluhkan banyak pihak. Tapi Upaya pemerintah menanggapi keluhan masyarakat belum sepenuhnya dilakukan secara optimal. Karena Rumah Sakit tersebut adalah merupakan perusahaan daerah, maka Bupati Gunungkidul harus segera mengambil langkah-langkah pembenahan agar pusat layanan kesehatan tingkat kabupaten itu menjadi satu-satunya harapan masyarakat dalam memperoleh layanan ..... “ Dari keluhan di atas diketahui bahwa pemerintah dianggap belum optimal dalam memanfaatkan keluhan pelanggan dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa dan tidak digunakan sebagai upaya perbaikan kualitas layanan. Hal yang sama disampaikan Kurniawan (2007) dalam hasil penelitiannya di RSUD Kota Pangkalpinang yang menganggap keluhan sebagai suatu hal yang wajar. Harrington et.al (2000) dalam Powers & Lyon (2002) bahwa organisasi pelayanan kesehatan dapat belajar banyak tentang hal-hal yang diperlukan dalam perbaikan kualitas dengan bertanya kepada pelanggan termasuk pasien, keluarga, pekerja, dan penjamin mereka. Keluhan formal kepada layanan kesehatan merupakan indikator penting dari perspektif pelanggan tentang kualitas. Jika keluhan merupakan hal yang penting dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan maka manajemen harus memiliki gambaran yang luas tentang semua jenis keluhan (Gal & Doron, 2007). Rumah sakit sebagai industri jasa harus menempatkan konsumennya sebagai acuan utama kegiatannya. Pekerja rumah sakit yang merupakan ujung tombak pelayanan harus mampu menyenangkan pasien dan keluarganya. Tugas utama para birokrat di rumah sakit adalah mengupayakan agar para petugas ujung tombak dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pasien(Aditama, 2002). Salah satu dimensi kegagalan pelayanan di Indonesia adalah kegagalan dalam menangani komplain atau keluhan pelanggan, dimana dimensi ini bisa
7
digunakan oleh rumah sakit di Indonesia untuk memperbaiki proses pelayanannya (Alfansi & Atmaja, 2009). Keluhan merupakan hal yang potensial yang menyediakan informasi yang bermanfaat untuk upaya pencegahan dan perbaikan kualitas layanan yang bisa membantu kita dalam mengidentifikasi kesenjangan pelayanan dan upaya yang diperlukan untuk memperbaiki kebijakan atau prosedur (Moghadam et al., 2010) Atas latar belakang diatas peneliti ingin mempelajari lebih jauh mengenai manajemen keluhan pelanggan di RSUD Wonosari dalam upaya perbaikan kualitas layanan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan penelitian adalah: Bagaimana manajemen keluhan pelanggan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Kabupaten Gunungkidul? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum : Mengetahui Manajemen Keluhan Pelanggan di RSUD Wonosari Gunungkidul 2. Tujuan Khusus : a. Mempelajari upaya perbaikan kualitas pelayanan karena keluhan b. Mengetahui penanganan keluhan pelanggan D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi: Pemerintah Daerah sebagai pemilik RSUD Wonosari dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan, RSUD Wonosari dalam mengelola rumah sakit pada upaya pelayanan yang lebih berorientasi kepada
pelanggan
dalam
rangka
meningkatkan
mutu
pelayanan.
8
E. Keaslian Penelitian Penelitian serupa yaitu mengenai pengelolaan keluhan pelanggan sudah pernah dilakukan oleh beberapa orang, yaitu: Tabel 3 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Peneliti (tahun) Syaifudin (2005)
Judul
Lokasi
Tujuan
Kepuasan Pasien dan Efektifitas Sistem Manajemen Keluhan
Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Mengukur kepuasan dan identifikasi keluhan, penyebab keluhan, cara menyampaikan, mendiskripsikan efektifitas penerapan prosedur penanganan keluhan
Kurniawan Manajemen (2007) Keluhan Pelanggan
Jenis & Rancangan Studi kasus, dengan kuesioner
Rawat Inap Mempelajari TQM Studi RSUD Kota (manajemen keluhan): kasus Pangkalpinang Bagaimana keluhan dikelola, disampaikan, dan tekanan media massa terhadap RS
Hasil Ketidakpuasan terhadap kualitas pelayanan pada dimensi berwujud, keandalan, ketanggapan, empati. Yang terbesar pada dimensi empati
RS hanya memberikan feedback kepada keluhan yang berdampak pada tuntutan hukum, keluhan dianggap suatu hal yang wajar. Manajemen mutu baru dilaksanakan pada level direktur, kepala bidang, dan kepala seksi.
9
Indah (2008)
Efektifitas Sistem Manajemen Keluhan
RS Maharani (bukan nama sebenarnya) Jakarta
Menggambarkan pelaksanaan Deskriptif manajemen keluhan: Eksploratif mendiskripsikan komponen dalam sistem manajemen mutu, menilai efektifitas sistem penanganan keluhan
Sistem manajemen keluhan masih terbatas pada komitmen manajemen puncak, penanganan bersifat umum dan terpusat pada keluhan yang serius
Wijayanti (2008)
Strategi Pengelolaan Keluhan Pelanggan Rawat Jalan di Puskesmas menurut Sudut Pandang Clinical, Manajerial dan Governance Strategi Pengelolaan Keluhan Pelanggan
Rawat Jalan Puskesmas di Kota Palangkaraya
Menilai penanganan keluhan pelanggan dan meningkatkan pengelolaan keluhan pelanggan rawat jalan puskesmas
Deskriptif, Studi kasus, dengan kuesioner
Sistem penanganan keluhan melalui mekanisme sms jauh lebih efektif dibanding yang lain. Pengelolaan keluhan pelanggan telah mencerminkan TQM, Puskesmas telah melaksanakan reformasi dan mempunyai strategi dalam meningkatkan kegiatan pelayanan.
RSUD Panembahan Senopati Bantul
Mengetahui strategi penanganan keluhan dalam pelaksanaan manajemen mutu total: Kejelasan alur, ketegasan, dan responsiveness
Deskriptif eksploratif (kualitatif), studi kasus
Sarana penyampaian keluhan yang paling diminati: sms center, belum ada SOP dalam penanganan keluhan, komitmen dari pemerintah dan jajarannya dalam merespon keluhan telah dilaksanakan secara nyata.
Suryati (2011)