BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Islam sebagai sebuah agama ajaran ilahiyah yang berisi tata nilai kehidupan akan hanya
menjadi sebuah konsep yang melangit jika tidak teraplikasikan dalam kehidupan nyata. Manusia akan tenggelam dalam kesesatan dan tetap dalam kegelapan jika tidak disinari oleh cahaya Islam. Manusia akan hidup dalam kebingungan dan kebimbangan jikalau hidup tanpa pengangan yang kokoh dengan ajaran tuhan. Dakwah sebagai suatu ihtiar untuk menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat mutlak diperlukan.Tujuannya agar tercipta individu, keluarga (usra) dan masyarakat (jama’ah) yang menjadikan Islam sebagai pola pikir (way of thinking) dan pola hidup (way of life) agar tercipta kehidupan bahagia dunia akhirat. Pada hakekatnya pesantren memiliki akar budaya yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang beragama Islam. Karena secara historis pesantren tidak hanya identik dengan makna ke-Islaman, terutama dalam kedudukannya sebagai lembaga pendidikan agama Islam sekaligus berfungsi sebagai wahana sosialisasi nilai-nilai ajaran agama Islam, yakni sebagai lembaga sosial.Seiring dengan perkembangan waktu dinamika
didalam pesantren disebut sebagai budaya (structural) yang mempunyai karakteristik sendiri, tetapi juga membuka diri terhadap pengaruh-pengaruh dari luar.1 Pendidikan dipandang sebagai aspek yang berperan dalam membentuk generasi mendatang, melalui pendidikan di pesantren diharapkan dapat menghasilkan santri yang berkualitas dan bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan. Oleh karena itu diperlukan pembenahan dan perbaikan kualitas pendidikan di pesantren untuk mencapai peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dan disini pondok pesantren sangat berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memahami dan mendalami agama Islam itu sendiri.Pondok pesantren menjadi salah satu sarana yang sangat efektif dalam mengatasi masalah tersebut.Kehadiran pondok pesantren pada awalnya tidak hanya sebagai lembaga pendidikan saja, tetapi sebagai lembaga penyiar agama Islam.Pondok pesantren mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal lainnya, karena pondok pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan di Indonesia untuk tadaqquh fiddien, yaitu memahami manusia dalam urusan agama.Pendidikan agama yang dilakukan seutuhnya dalam segala aspek kehidupan, sehingga para kyai tidak hanya mencerdaskan para santrinya tetapi mendidik moral dan spiritual. 2
1 2
43.
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta: LKis, 2001), hal.275-276 Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), hal.
Pesantren mempunyai peran yang sangat menentukan tidak hanya bagi perkembangan suatu bangsa.Pesantren yang mampu mendukung pembangunan adalah pesantren yang mampu mengembangkan potensi santrinya, sehingga mampu menghadapi dan memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya.3Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang bersifat tradisional untuk memahami, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup sehari-hari.Oleh karena itu, dalam pondok pesantren pada umumnya dibuat sebuah peraturan tertulis yang harus dipatuhi oleh setiap santri. Kehidupan dalam pondok pesantren tidak terlepas dari rambu-rambu yang mengatur kegiatan dan batas-batas perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap santri, dengan kata lain semua kegiatan dan aktivitas dalam kehidupan selalu dipandang dengan hukum Islam, lembaga pondok pesantren sangatlah dibutuhkan dalam membina akhlak santri dan harus diterapkan dalam lingkungan pondok pesantren ditengah masyarakat. Berangkat dari kepedulian tentang pentingnya manajemen pelatihan bagi para santri, maka Pondok Pesantren Nurul Iman Al-Islam sebagai salah satu lembaga pendidikan dituntut kontribusinya dalam memajukan dunia pendidikan melalui dakwah. Namun untuk menjadi suatu pesantru bukanlah hal yang mudah sesuai dengan apa yang dicita-citakannya. Dengan adanya pondok pesantren dituntut untuk meningkatkan kualitasnya dalam berdakwah. 3
Mukti Ali, Meninjau Kembali Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Ulama dalam Pesantren, (Jakarta:P3M, 1987), hal. 19.
Sehubungan dengan hal tersebut, pondok pesantren Nurul Iman Al-Islam telah melakukan perubahan dalam berbagai bidang pendidikan, yaitu pendidikan berdasarkan manajemen pelatihan, dengan adanya manajemen pelatihan yang dilakukan oleh pondok setiap dua kali dalam seminggu ini, diharapkan setelah keluar dari pondok pesantren santri dapat mandiri melanjutkan dakwahnya. Apabila kita cermati lebih jauh, maka sesungguhnya program pelatihan ini bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan santri dalam berdakwah dimasa yang akan datang. Dengan demikian pelatihan ini berorientasi pada memberikan kesempatan kepada santri untuk meningkatkan potensinya, serta memberikan peluang bakat mereka yang dapat dijadikan sumber kehidupan dunia dan akhirat nantinya. Tapi pada kenyataannya, dalam pondok pesantren Nurul Iman Al-Islam masih banyak dijumpai santri yang belum mengerti dan memahami tentang pelatihan yang diadakan di pondok pesantren, sehingga santri masih banyak yang merasa kebingungan serta tidak paham. Hal ini dapat diamati dari gejala-gejala yang ada dalam lingkungan pondok itu sendiri antara lain: 1.
Sebagian santri banyak
tidak
memperhatikan ustadz saat acara berlangsung karena
kurangnya penguasaan seorang ustadz terhadap psikologi santrinya. 2.
Ketika ustadz menerangkan materi dakwah (pesan dakwah) pada umumnya santri membuat kegiatan sendiri seperti berbicara pada orang disampingnya.
3.
Serta kurangnya semangat yang menimbulkan santri kurang serius dalam mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pondok pesantren.
Berdasarkan permasalahan dan fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut yang penulis tuangkan dalam sebuah karya ilmiah dengan judul:“Manajemen Pelatihan Dakwah Dalam Meningkatkan Kualitas Dakwah Santri Di Pondok Pesantren Nurul Iman Al-Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan. Tapung Kabupaten. Kampar “ B. Alasan Pemilihan Judul 1.
Permasalahan ini menarik untuk diteliti karena sesuai dengan jurusan penulis yaitu Manajemen Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN SUSKA) Riau.
2.
Permasalahan yang di bahas dalam penelitian ini menurut kemampuan penulis dapat dilaksanakan baik dari segi biaya maupun waktu.
3.
Permasalahan ini menarik untuk diteliti, karena sepengetahuan penulis masalah ini belum pernah diteliti sebelumnya khusus mengenai manajemen pelatihan dakwah dalam meningkatkan kualitas dakwah santri di pondok pesantren Nurul Iman al-Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan. Tapung Kabupaten. Kampar.
C. Penegasan Istilah
Untuk dapat menghindari kesalah pahaman maka penulis menjelaskan beberapa istilahistilah dalam penelitian ini sebagai berikut. 1.
Manajemen adalah merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efesien. 4
2.
Pelatihan adalah suatu proses pembinaan dalam upaya peningkatan kualitas atau kemampuan seseorang.5
3.
Dakwah menurut Syeh Ali Mahfudz adalah mendorong manusia agar berbuat kebaikan melalui jalan petunjuk, menyeru mereka berbuat kebaikan dan melarang perbuatan munkar agar mereka mendapat kebahagiaan didunia dan diakhirat.6
4.
Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. 7
5.
Pondok Pesantren , berasal dari kata “Pesantren” berasal dari bahasa Tamil yang artinya “guru mengaji”. Sumber lain mengatakan bahwa kata ini berasal dari kata indiashastri
4
H. Munir, S Ag, MA, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006), Hal. 11 Drs. A. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah (Jakarta:Penerbit Bulan Bintang, 2000 ), Hal. 18 6 Fandy Djiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Manajemen.(Yogyakarta: Penerbit Andi, 2003),Hal. 2 7 Tjiptono, Total quality Service, (Jogjakarta: Penerbit Andi offset 2001), Hal. 64 5
yang berarti “buku-buku suci”. Di Indonesia nama lain dari Pesantren adalah surau, dayah, dan pondok.8 Pondok pesantren adalah bagian dari struktur internal pendidikan Islam di Indonesia yang diselenggarakan secara tradisional yang telah menjadikan Islam sebagai cara hidup, di mana seluruh santrinya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan agama dari seorang kyai.9 6.
Santri menurut Profesor Jhon, yang dikutip dalam buku Zamakhsari Dhofier bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji yaitu proses dalam pembangunan baik sebagai produsen yang dikembangkan untuk menaikkan produktifitas dengan pengetahuan sebagai manusia yang diberi rasio untuk mengembangkan diri secara utuh.10
D.
Permasalahan
1.
Identifikasi Masalah Atas dasar latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka penulis dapat
mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana usaha dari pondok pesantren khususnya majelis guru dalam membentuk perilaku para santri di Pesantren Nurul Iman Al-Islam.
8
Hasan Muarif Ambari, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Iktiar Baru, 1998), Hal. 73 HM. Amin Headari, Landasan Bimbingan dan konseling islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Hal.23 10 Dhofier, Zamakhsari, Tradisi Tentang Pesantren Study Tentang Kyai, (Jakarta: LP3ES, 2000), Hal. 42 9
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas para santri dalam berdakwah di masyarakat? 3. Bagaimana pelaksanaan bimbingan keagamaan di Pondok Pesantren nurul Iman Al-Islam? 4. Bagaimana pembinaan pondok pesantren terhadap santri? 2.
Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan diatas, maka untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, penulis membatasi masalah yang akan diteliti sehingga peneliti fokuskan pada permasalahan manajemen pelatihan dakwah dalam meningkatkan kualitas dakwah santri di pondok pesantren Nurul Iman Al- Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar. 3.
Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: a.
Bagaimana manajemen pelatihan dakwah dalam meningkatkan kualitas dakwah santri di pondok pesantren Nurul Iman al- Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan. Tapung Kabupaten. Kampar.
b. Bagaimana pembinaan pondok pesantren terhadap santri ? c.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian tersebut adalah :
a. Untuk mengetahui manajemen Pelatihan dakwah terhadap kualitas dakwah santri di Pondok pesantren Nurul Iman Desa Sumber Makmur Al-Islam Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar. b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat manajemen pelatihan dakwah santri di Pondok Pesantren Nurul Iman Al_Islam Desa Sumber Makmur Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar.
2.
Kegunaan Penelitian Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menyempurnakan pelaksanaan dakwah pondok pesantren Nurul Iman al- Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan. Tapung Kabupaten. Kampar. b. Bagi peneliti, sebagai landasan untuk dapat lebih meningkatkan bagi pelatihan terhadap diri peneliti sehingga dapat menyampaikan pesan dakwah secara efektif dan efesien. c. Bagi para santri sebagai bahan masukan untuk lebih giat lagi mengikuti berbagai macam pelatihan dakwah yang dilaksanakan oleh pondok pesantren yang bersangkutan. d. Sebagai salah satu syarat untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana S.Kom.I. padaFakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sultan Syarif Kasim Riau Program Study Manajemen Dakwah (MD).
3.
Kerangka Teoritis dan Konsep Operasional 1. Kerangka Teoritis a. Tinjauan Manajemen Pelatihan Manajemen adalah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama
melalui orang-orang dan sumber daya lainnya.11 Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen diantaranya adalah : 1. Perencanaan adalah memikirkan apa yang dikerjakan dengan sumber yang dimiliki, perencanaan dilakukan untuk memenuhi tujuan tersebut. 2. Pengorganisasian yaitu proses yang dilakukan yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan di desain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh. 3. Pengarahan yaitu suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan yang dilakukan. 4. Pengendalian yaitu proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan.12
11 12
Alex S. Nitisemito, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000) hal. 67 Terry, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal. 32
Pelatihan merupakan aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang penting. Pelatihan adalah proses mengajar yang baru atau yang sekarang, ketrampilan dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan mereka. Pelatihan bertujuan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetisi guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan.13 Dalam pelaksanaan program pelatihan terdapat tiga tahap yang harus dilakukan, tiga tahap tersebut adalah: 1.
Penentuan Kebutuhan Pelatihan Penentuan kebutuhan pelatihan adalah tahapan yang cukup sulit untuk menilai kebutuhankebutuhan pelatihan.Tujuannya adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan/atau menentukan apakah perlu/tidaknya pelatihan dalam orgnisasi tersebut. Jika perlu pelatihan maka pengetahuan khusus yang bagaimana, kemampuan-kemampuan seperti apa, Kecamatan-Kecamatan jenis apa, dan karakteristik lainnya yang bagaimana, yang harus diberikan kepada para peserta selama pelatihan tersebut.
2.
Desain Program Pelatihan
13
Simamora,
Akutansi Manajemen,( Jakarta: UPP AMP YKPN, 2006), hal. 276
Ketepatan metode pelatihan tergantung pada tujuan yang hendak dicapai identifikasi mengenai apa yang diinginkan agar mengetahui apa yang dilakukan.
Metode ini
berhubungan dengan jenis pelatihan, dan metode pelatihan. 3.
Evaluasi Program Pelatihan Tujuan dari program ini adalah untuk mengetahui dan menguji apakah pelatihan tersebut efektif dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.Suatu program pelatihan dikatakan berhasil apabila trainee mampu mengikuti pelatihan dengan baik dan dapat menerapkan keahlian barunya dalam tugas-tugasnya sehingga terjadi peningkatan kinerja, baik kinerja individu maupun kinerja organisasi.14 Maka program pelatihan yang efektif dalah program pelatihan yang membawa hasil positif sehingga mampu meningkatkan kinerja, program pelatihan yang positif membawa banyak keuntungan bagi peserta pelatihan, keuntungan tersebut antara lain : peserta akan mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengoprasikan system kerja baru, peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan yang langsung dari sumbernya sehingga mendapat kesempatan untuk berdiskusi. Evaluasi Program Pelatihan adalah pendekatan penilaian yang memperhatikan kelengkapan proses pelatihan atau pembelajaran dan terutama ditekankan pada pengukuran
14
hal. 234.
Hadari Nawawi, Manajemen Strategic, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000),
pengaruh dan dampak dari pelatihan/pembelajaran terhadap praktek individu. 15Evaluasi pada program pelatihan sangat penting untuk memperoleh umpan balik bagi program pelatihan serupa atau lanjutan. Oleh karena itu manajemen pelatihan
adalah suatu proses pembinaan dalam upaya
peningkatan kualitas dan kemampuan da’i dalam rangka menyampaikan pesan berupa menstranpormasikan nilai-nilai kesalehan umat untuk mengajak manusia beramar ma’ruf nahi munkar demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Secara umum pelatihan dakwah bisa juga dikaitkan sebagai suatu proses pengembangan sumberdaya manusia yang dalam hal ini berada dalam ruang lingkup lembaga dakwah yang senantiasa berorientasi melalui pendekatan diri kepada Allah SWT. Dimana ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam menyiapkan tenaga dakwah (da’i) yang professional, yaitu: pertama, peningkatan kualitas iman dan taqwa, kedua, peningkatan kualitas fikir, ketiga, peningkatan kualitas kerja. Dalam kaitannya dengan istilah manajemen, maka pelatihan dakwah tidak dapat dipisahkan dari aspek keseimbangan antar ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai universal Islam yang merupakan rohmatal lil a’lamin . b. Tinjauan tentang Kualitas Dakwah
15
Imam Nurmawan, Manajemen Pemasaran, ( Jakarta: Erlangga, 2000), hal.296
Kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan/bersifat laten.16 Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk/jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi/melebihi harapan. Konsep ini sering dianggap sebagai suatu ukuran relative kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian.17 Sedangkan dakwah dapat diartikan sebagai seruan, ajakan dan panggilan.18Dakwah dapat pula diartikan mengajak, menyeru, memanggil dengan lisan ataupun dengan tingkah laku atau perbuatan nyata.19 Dakwah adalah proses penyampaian ajaran Islam dari seseorang kepada orang lain, baik secara individu maupun secara berkelompok. Penyampaian ajaran itu berupa perintah untuk melakukan kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang dibenci oleh Allah dan Rasulnya (amr ma’ruf nahy al-munkar).Dakwah sebaiknya dilakukan secara sadar dengan tujuan untuk terbentuknya individu yang bahagia (khyar al-usrah) dan masyarakat atau umat yang terbaik (khyar al-ummah), dengan cara taat menjalankan agama Islam yang bisa dilakukan melalui bahasa lisan, tulisan maupun perbuatan/keteladanan.20
16
Lupiyoadi, Manajemen Pemasaran Jasa, (Jakarta: salemba Empat, 2000), hal.78 Tjiptono, Manajemen Strategi, (Yogyakarta: Andi , 2004), hal.45 18 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, 1994, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsiran Al-Qur’an), hal.127 19 Masdar farid Mas’udi, Dakwah Membela Kepentingan Siapa, 1987,(Jakarta: P3M Pesantren), hal.2 20 Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, 2004, (Jakarta: KPP Para Madina), hal. 54 17
C. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pedan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.21Mengenai asal usul kata santri tidak ada kesepakatan di kalangan para peneliti. Sebagian mengatakan bahwa kata santri berasal dari kata sastri, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang artinya melek Menurut Dawam Raharjo, Pondok Pesantren merupakan tempat dimana anak-anak muda dan dewasa belajar secara lebih mendalam dan lebih lanjut agama Islam yang diajarkan secara sistematis, langsung dari bahasa Arab berdasarkan pembacaan kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama besar.22 Menurut Prof. H.Mahmud Yunus, “ Pondok berarti tempat penginapan santri seperti asrama sekarang lebih jauh lagi dikatakan bahwa pondok dijiwai mirip dengan padepokan atau kombingan yaitu perumahan yang petak-petak dalam kamar yang merupakan asrama bagi santri.23 Istilah pondok pesantren di Indonesia pada umumnya dikaitkan dengan kesederhanaan sebagai dasar perkiraan kelompok.Disini guru dan santri setiap hari bertemu dan berkumpul dalam waktu yang lama bersama-sama menempuh di pondok.24
21
Ghazali, M. Bahri, Pendidikan Pesanten berwawasan Lingkungan, (Jakarta: CV. Prasasti, 2004), hal. 53 22 Dawam raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, 1995, (Jakarta: LP3ES),hal.2 23 Mahmud yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, 1979, (Jakarta: Mutiara), hal.231. 24 Soejoko prasadjo, Profil Pesantren, 2000, Jakarta: LP3ES.hal.11
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pondok pesantren adalah gabungan antara pondok pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam yang disediakan pondok atau tempat tinggal kyai.Sebuah pondok pesantren pada dasarnya adalah asrama Islam tradisional dimana para guru lebih dikenal dengan sebutan kyai atau ustadz. Adapun dalam terminologi Islam, M.arifin mendefenisikan pondok pesantren sebagai berikut: “Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar dengan system asrama (kompleks) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui system pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal” 25 Selain pendapatnya di atas, M. Arifin juga menegaskan bahwa: “Sistem pendidikan pesantren harus meliputi infrastruktur maupun suprastruktur penunjang. Infrastruktur dapat meliputi perangkat lunak, seperti kurikulum, metode pembelajaran dan perangkat keras seperti bangunan pondok, masjid, sarana dan prasarana belajar (laboratorium, computer, perpustakaan dan tempat praktikum lainnya.Sedangkan suprastruktur pesantren meliputi yayasan, kyai, santri, ustadz, pengasuh dan para pembantu kyai atau ustadz”.26 Sementara itu Mastuhu mengklasifikasikan perangkat pesantren meliputi: aktor atau pelaku seperti kyai dan santri. Perangkat keras pesantrenmeliputi masjid, asrama, pondok, rumah kyai dan sebagainya, sementara perangkat lunaknya adalah tujuan, kurikulum, metode pengajaran, evaluasi, dan alat-alat penunjang pendidikan lainnya.27 Di samping itu ada juga yang mendefenisikan pesantren sebagai “lembaga pendididkan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan 25 26
Ibid, hal. 67. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum (Jakarta: Bina Aksara, 1995) Cet. Ke-3,
hal.257. 27
Mastuhu, Dinamika Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta : INIS, 1994), hal. 55-56
mengamalkan Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari”28 Sejalan dengan itu, Zamakhsyari Dhofier mengklasifikasikan pesantren berdasarkan kelas-kelas menjadi tiga kelompok yaitu: Pertama, pesantren yang mempunyai santri dibawah seribu dan pengaruhnya hanya terbatas di tingkatan Kabupaten atau kota; kedua, pesantren menengah dengan jumlah santri antara seribu sampai dua ribu orang, mempunyai pengaruh dan menarik santri-santri di beberapa Kabupaten; ketiga, pesantren besar, di samping memiliki popularitas juga menarik simpati para santri di seluruh tanah air, bahkan sampai ke negeri tetangga seperti Malaysia, Thailand, Philipina, Singapura, dan Brunei Darussalam. 29 Sebagai lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren berbeda dengan pendidikan lainnya, baik dari aspek sistem pendidikannya maupun unsure-unsur pendidikan yang dimilikinya. Perbedaan dari segi pendidikannya dapat terlihat dari proses belajar-mengajarnya yang cenderung sederhana dan tradisional, sekalipun terdapat pesantren yang memadukan system pendidikannya dengan pendidikan modern. Karakteristik umum pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah dan lembaga social dapat dilihat dari perangkat-perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software)-nya. Secara umum pondok pesantren memiliki perangkat-perangkat sebagaimana dikemukakan oleh Zamakhsyari Dhofier, meliputi lima unsur yaitu: mesjid, pengajaran kitab klasik, kyai, santri, dan asrama atau pondok.30
Sementara itu menurut Imam Barwani pondok
pesantren ditandai dengan lima elemen pendukung yaitu, pondok, mesjid, santri, pengajaran kitab klasik dan unsur yang terakhir adalah unsur yang paling esensial dalam suatu pesantren
28 29
Ibid, hal. 89. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982). hal.
44 30
Dhofier, Zamakhsyari, Relevansi Pesantren dan Pengembangan Ilmu di Masa Datang, Majalah Pesantren, (Jakarta:P3M, 2000), hal. 44-45
dalam
karena dalam unsur perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin dan terkadang pemilik tinggal di pesantren.31 Dari semua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap pesantren memiliki elemen-elemen berbeda-beda, tergantung pada tingkat besar ataupun kecil, program pendidikan yang dijalankan pesantren. Pada pesantren
serta program-
elemen-elemennya cukup
dengan kyai, santri, asrama/pondok, kitab-kitab klasik (kuning), dan metode pengajaran. Sedangkan untuk pesantren besar, perlu ditambah lagi dengan unsur-unsur lain seperti para ustadz sebagai pembantu kyai dalam pengajaran, bangunan (gedung ) sekolah atau madrasah, pengurus, manajemen, organisasi, tata tertib, dan lain sebagainya disesuaikan dengan kebutuhan pesantren.Komponen yang ada dalam pondok pesantren antara lain adalah: 1. Masjid Secara etimologis, masjid berasal sari bahasa arab“sajada” yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takdzim. Sedangkan secara terminologis, mesjid merupakan tempat aktifitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah. 32Mesjid dianggap sebagai tempat yang tepat dan strategis untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat berjamaah, sholat jum’at, kegiatan ritual, dan tempat pengajian.Masjid merupakan sentral kegiatan dalam tradisi pesantren. Pengajaran kitab klasik, terutama di pesantren-pesantren salafiyah merupakan
satu-satunya pengajian formal yang diberikan
dilingkungan pesantren. Tujuan utamanya adalah mendidik para santri sebagai calon-calon kyai merupakan elemen yang paling esensial dalam suatu pesantren. 31 32
Imam Barwani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam,(Surabaya:Al-Ikhlas,2000), .hal 90. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1996), hal. 459
2. Kyai Kyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang paling pokok dan esensial dari suatu lembaga yang bernama pondok pesantren.Sosok kyai begitu sangat berpengaruh, kharismatik dan berwibawa, sehingga sosok kyai amat disegani oleh masyarakat di lingkungan pesantren.Seorang kyai bahkan seringkali merupakan penggagas dan pendirinya, sudah sewajarnya pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Menurut asal muasalnya, kyai mengacu kepada pengertian bahwa gelar kyai diberikan kepada para pemimpin agama Islam atau pondok pesantren dalam mengajarkan berbagai jenis kitab-kitab klasik (kuning) kepada santrinya. 3. Santri Santri adalah siswa atau murid yang belajar di pesantren, santri merupakan elemen paling penting dalam suatu lembaga pesantren, karena sebuah lembaga tidak bisa disebut pesantren manakala tidak ada santri yang belajar di lembaga tersebut. Pada umumnya santri terbagi dalam dua kategori yaitu : - Santri mukim yaitu santri yang berasal dari daerahyang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal (santri senior) di pesanten biasanya
merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab dan
mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari.
- Santri kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa disekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren untuk mengikuti pelajarannya, mereka pulang pergi dari rumahnya sendiri.33 4. Pondok
atau
asrama
merupakan
elemen
lanjutan
setelah
pesantren
mengalami
perkembangan, santri yang belajar semakin bertambah, bahkan banyak yang berasal dari luar daerah. Kesederhanaan para santri didukung oleh kesederhanaan sarana dan prasarana yang tersedia bahkan kepemilikan para santri dibatasi dalam kesederhanaan.Secara umum keberadaan pondok pesantren. Adapun secara spesifik, karakteristik pondok pesantren dalam bentuknya yang masih murni adalah sebagai berikut: a. adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kyainya. b. Adanya kepatuhan santri yang sangat tinggi kepada kyainya c. Adanya pembiasaan hidup hematdan sikap sederhana dalam kehidupan duniawi. d. Adanya penanaman sikap kemandirian yang sangat terasa dalam memenuhi segala keperluan. e. Adanya jiwa tolong menolong dan persaudaraan yang sangat mewarnai di pondok pesantren.
33
Zamakhari dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta:LP3ES, 2000) hal.51-52
f. Adanya penekanan dan penanaman kedisiplinan dalam ketepatan waktu sholat, kegiatan pendidikan, kegiatan pelatihan dan sebagainya.
5. Pengajaran Kitab Kuning Pengajaran kitab-kitab kuning berbahasa Arab dan tanpa harakat atau sering disebut dengan kitab gundul.Kitab ini merupakan satu-satunya metode yang secara formal diajarkan dalam komunitas pesantren di Indonesia. Selain beberapa alasan di atas, kedudukan pondok pesantren juga sangat besar manfaatnya.Dengan sistem pondok santri dapat konsentrasi belajar sepanjang hari. Kehidupan dengan model pondok/asrama juga sangat mendukung bagi pembentukan kepribadian santri, baik dalam tata cara bergaul dan bermasyarakat dengan sesame santri lainnya. Pelajaran yang di kelas, dapat sekaligus diimplementasikan di dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan pesantren.34 Pendidikan pesantren ditekankan padapenguasaan ilmu-ilmu syari’ah, dengan kitab-kitab kuning sebagai literature dasar, dengan system dan metode kajian tradisional yaitu menghafal, mengenal makna-makna harfiah dan menterjemahkan dengan menguasai I’rabnya.Kadangkadang juga system diskusi dan musyawarah. 34
Ahmad Supeno dkk, Pembelajaran Pesantren; Suatu Kajian Komparatif, Proyek Pelapontren Depag RI (tidak disebutkan tahun terbit), hal.12.
2. Konsep Operasional Konsep operasional adalah konsep yang digunakan untuk menjabarkan kerangka teoritis, karena kerangka teoritis ini masih bersifat abstrak maka perlu dioperasionalkan lagi agar lebih terarah.35Agar tidak terjadi salah pengertian, maka penulis terlebih dahulu menentukan konsep operasional.Manajemen pelatihan dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut : 1. Para pembimbing atau ustadz merencanakan dan menentukan jenis pelatihan dakwah bagi santri seperti pelatihan umum dan pelatihan khusus, ketrempilan umum seperti pelatihan ketrampilan komunikasi, pengetahuan dan pengembangan diri. Sedangkan pelatihan ketrampilan khusus seperti, kemampuan presentase/berbicara didepan public, etika. 2. Para pembimbing atau ustadz membuat strategi dengan mendesain program pelatihan dengan metode pelatihan yaitu metode pelatihan tradisional dan metode berbasis teknologi. 3. Para pembimbing atau ustadz mengadakan evaluasi program pelatihan, dengan tujuan untuk mengendalikan menguji apakah pelatihan tersebut efektif atau tidak. 4. Para pembimbing atau ustadz mengawasi semua pelatihan dakwah yang dilakukan santri menghindarkan santri agar tidak bermain-main. Adapun untuk mengetahuiindikator kualitas dakwah santri adalah sebagai berikut:
35
Masri Singarimbun, Metode Penelitian, (Jakarta:LP3ES, 1999), Hal.36
a. Santri mengikuti program-program pelatihan dakwah yang ada di Pondok Pesantren Nurul Iman Al-Islami. b. Santri aktif mengikuti kegiatan pengkajian tafsir Al-Qur’an/ Al-Hadits c. Santri selalu menegakkan disiplin, bertanggung jawab dan amanah d. santri berani dan tidak canggung tampil dimuka umum e. Santri dapat berkomunikasi dengan baik dan santun kepada siapapun f. Santri siap berkompetisi dan tidak takut gagal g. Santri haus pengetahuan dan teknologi yaitu tanggap dengan ilmu dan teknologi. h. Santri ikut berpartisipasi dalam kegiatan dakwah baik didalam pondok maupun diluar pondok. i. Santri dapat mengembangkan potensi santri dengan pelatihan dakwah di masyarakat.
4. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada pondok pesantren Nurul Iman al-Islami Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar. Yang beralamat di Desa Sumber Makmur, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar. 2. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian
Adapun sebagai subjek dalam penelitian ini adalah pengurus sekaligus guru (ustadz) di Pondok Pesantren Nurul Iman Al-Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar. b. Objek Penelitian Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah
Manajemen pelatihan dakwah
dalam meningkatkan kualitas dakwah santri pondok pesantren Nurul Iman al-Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan, Tapung Kabupaten, Kampar. 3. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi adalah keseluruhan gejala/kesatuan yang ingin diteliti, oleh karena itu untuk membuat batasan populasi terdapat tiga kriteria yang harus terpenuhi, yaitu isi, cakupan dan waktu.36 Sebagai populasinya dalam penelitian ini adalah pengasuh pondok pesantren yang sekaligus merupakan pengajar serta santri yang belajar di pondok pesantren yang berjumlah 300 orang santri. b. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dari suatu penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah pengurus pondok pesantren yang sekaligus sebagai tenaga pengajar yang berjumlah 7 orang dan untuk santri penulis dalam menentukan sampel menetapkan 10% dari jumlah populasi yaitu 30 orang 36
Bambang Prasetyo, Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 2007), hal. 119
santri sebagai sampelnya. Sedangkan teknik yang digunakan untuk menetapkan sampel santri adalah teknik random sampling.37
4. Sumber Data a. Sumber primer, yaitu data yang penulis dapatkan dengan cara memberikan angket kepada responden. b. Sumber sekunder, yaitu data tambahan penulis dapatkan dari berbagai bentuk laporan-laporan pendukung atau dokumentasi tertulis yang sangat membantu dalam penelitian ini. 5. Teknik Pengumpulan Data a. Study kepustakaan,penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh pengertianpengertian dari teori-teori yang terdapat dalam buku-buku kuliah yang erat hubungannya dengan pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Selain itu penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang erat kaitannya dengan manajemen pelatihan dakwah santri. b. Observasi langsung, yaitu merupakan kegiatan penelitian dengan cara pencatatan sistematis terhadap gejala-gejala yang tepat terdapat pada objek penelitian. c. angket, yaitu
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi tentang aspek-aspek atau karakteristk yang meleka pada responden.38 d. Dokumentasi, yaitu pencatatan dan pengumpulan dokumen atau berkas-berkas yang membantu dalam penelitian ini yang berkaitan dengan profil dan kepengurusan pondok pesantren. 37
Sarafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: ajawali Press, 2010) hal.63 38 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006) hal.32
6. Teknik Analisis Data Teknik analisa data bertujuan untuk menganalisa data yang telah terkumpul dalam penelitian ini, setelah data dari lapangan terkumpul dan tersusun secara sistematis, maka langkah selanjutnya penulis akan menganalisa data tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif berwujud angka dapat diperoleh dengan dijumlahkan kemudian dipersentasekan. 39 Secara kuantitatif
manajemen pelatihan dalam meningkatkan kualitas dakwah santri diPondok
Pesantren Nurul Iman dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Manajemen pelatihan dakwah santri dikatakan tinggi apabila akumulasi
dari
persentase jawaban responden berkisar antara 76 - 100% 2. Manajemen pelatihan dakwah santri dikatakan sedang apabila akumulasi dari persentase jawaban responden berkisan antara 56 – 75 % 3. Manajemen pelatihan dakwah santri dikatakan rendah apabila akumulasi dari persentase jawaban responden berkisar antara 40 – 55 %
Adapun rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
P = x 100 % Dengan keterangan sebagai berikut : P = Persentase jawaban F = Frekuensi Jumlah N = Total Jumlah Responden40 7. Sistematika Penulisan 39
Suharsimi Arikunto, Opcit, Hal. 59 40 Hartono, Statistik Untuk Penelitian, ( Pekanbaru: Unri Press, 2004) hal. 17
Untuk mempermudah pembaca dalam menelaah serta memahami penelitian ini, maka penulis menyusun laporan penelitian ini dalam lima bab: BAB I : PENDAHULUAN Berisikan tentang latar belakang, alas an pemilihan judul, penegasan istilah, permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konsep operasional, metode penelitian, sistematika penulisan BAB II : TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN Berisikan tentang sejarah singkat
Pondok Pesantren Nurul Iman al-Islami Desa
Sumber Makmur Kecamatan, Tapung Kabupaten, Kampar, visi dan misi Pondok Pesantren Nurul Iman al-Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan, Tapung Kabupaten, Kampar, struktur organisasi Pondok Pesantren Nurul Iman al-Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan, Tapung Kabupaten, Kampar, draf pedoman organisasi Pondok Pesantren Nurul Iman al-Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan, Tapung Kabupaten, Kampar, program kerja Pondok Pesantren Nurul Iman al-Islami Desa Sumber Makmur Kecamatan, Tapung Kabupaten, Kampar . BAB III : PENYAJIAN DATA Bagaimana fungsi Pondok Pesantren Dalam Pelatihan dakwah Santri, dan apafaktor penghambat pelatihan dakwah santri terhadap kualitas dakwah santri di Pondok Pesantren Nurul Iman Al-Islami
BAB IV : ANALISIS DATA Terdiri dari analisa data bab III BAB V : PENUTUP Dalam bab penutup ini berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN