BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wayang atau pewayangan adalah sebuah seni pertunjukan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Wayang merupakan kesenian tradisional yang diwariskan bukan sekedar sebagai sesuatu yang menghibur saja, tetapi syarat akan nilai-nilai falsafah hidup1. Cerita wayang sendiri adalah hasil adaptasi dari tanah India dengan budaya Indonesia. Pada jamannya, semua cerita tersebut bersumber dari Mahabharata, yang kemudian diadaptasi sesuai dengan sejarah pada jamannya dan juga disesuaikan dengan dongeng serta legenda dan cerita rakyat setempat2. Cerita pewayangan yang tersaji sendiri sangat erat dengan kisah-kisah rakyat, termasuk dengan adanya karakter original yang memang dalam cerita asalnya tidak ada, seperti Punakawan, Gatotkaca, Wisanggeni maupun Antasena. Menurut Darmoko dkk. (2010:14), wayang dalam perkembangannya berabad-abad itu ternyata telah mampu bertahan dengan berbagai ujian dan tantangan, sehingga wayang menjadi sebuah budaya intangible (tak benda) yang bermutu sangat tinggi. Akan tetapi, pada kenyataannya dikalangan remaja saat ini, pagelaran wayang atau pewayangan tidak lagi sepopuler seperti dahulu dan hanya segelintir saja yang masih menikmati maupun mengikuti cerita pewayangan. Hal ini bisa mengancam keberlangsungan wayang yang merupakan salah satu budaya Indonesia. Kurangnya minat kalangan remaja terhadap seni pewayangan sendiri disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah modernisasi, pergeseran budaya, pengaruh dari luar, faktor ekonomi dan pergeseran fungsi. Secara detail, ada beberapa kendala yang menyebabkan ketidakpopuleran wayang dikalangan remaja, yaitu bahasa dan durasi yang terlalu panjang3. Dimulai dari bahasa, bahasa yang digunakan dalam pagelaran pewayangan kental dengan bahasa tradisional seperti pada seni pewayangan di Jawa Timur, bahasa yang digunakan biasanya menggunakan bahasa krama4 sehingga kurang terlalu dimengerti oleh kalangan remaja yang cenderung lebih menguasai bahasa asing seperti bahasa Inggris, Korea dan Jepang. Bahasa krama sendiri bukan merupakan bahasa Jawa yang dilakukan sehari-hari, dan hanya diberikan pada pelajaran Bahasa Daerah. Kedua adalah durasi yang terlalu panjang, dimana pagelaran wayang bisa berlangsung selama semalam suntuk hingga pertunjukan selesai yang tidak terlalu cocok dengan kalangan remaja sekarang. 1
Aizid, Rizem, Atlas Tokoh-tokoh Wayang, (Yogjakarta:Diva press, 2012:24) Wahyu Cakraningrat, “Sejarah Seni Pewayangan”, Wayang Indonesia, 2010, https://wayang.wordpress.com/2010/03/06/sejarah-seni-pewayangan. 3 Lusia Arumingtyas, “Wayang Kulitku Kini,” Kompasiana, 2013, http://www.kompasiana.com/lusiaarumingtyas/wayang-kulitkukini_552aeab6f17e617653d6240e. 4 Salah satu jenis bahasa Jawa yang digunakan untuk percakapan secara halus. 2
1
Ditambah dengan masuknya budaya luar negeri yang semakin membuat kalangan remaja berpaling dari wayang. Budaya luar negeri seperti Jepang dan Amerika yang masuk ke Indonesia menyajikan cerita yang tidak kalah menarik dengan pewayangan. Karakter dan cerita dari judul-judul seperti Superman, Batman, Alice in Wonderland, Dragon Ball, Kungfu Kid, Spiderman, Cinderella dan Iron-man sangat lekat dikalangan remaja dibandingkan dengan karakter dan kisah dari cerita pewayangan. Salah satu yang mendukung cerita luar negeri ini berkembang pesat dikalangan remaja adalah kemudahan untuk mendapatkan bahan cerita tersebut karena cara penyampaian yang efektif. Dalam media tersebut menyajikan unsur visual dan cerita yang menarik. Unsur visual inilah yang memudahkan kalangan remaja untuk menangkap cerita yang disajikan. Media juga dirancang untuk memudahan akses bagi para remaja menjangkaunya. Seperti cerita Batman terbitan DC Comics, media yang digunakan berupa komik, graphic novel, TV series, Movie Cinema dan buku. Cara penyampaian seperti inilah yang membuat judul-judul diatas sangat populer dikalangan remaja karena mudahnya media-media tersebut dijangkau oleh kalangan remaja di era yang sudah modern ini terutama dengan merebaknya budaya populer mengalahkan budaya tradisional. Dilihat dari perilaku remaja Indonesia sekarang ini, tentunya mereka lebih tertarik kepada budaya populer daripada budaya tradisional seperti wayang. Budaya berarti “pandangan hidup tertentu dari masyarakat, periode atau kelompok tertentu” (Williams, 1983:90). Selain itu Williams juga mengatakan budaya bisa dirujuk pada karya dan praktik-praktik intelektual, terutama aktivitas artistik (Williams, 1983:90). Sedangkan istilah populer adalah hal yang sedang disukai oleh kebanyakan orang. Berdasarkan pernyataan diatas budaya populer bisa diartikan sebagai budaya yang sedang disukai oleh kebanyakan orang. Berbeda dengan budaya tradisional yang disajikan cara-cara tertentu, budaya populer ini cenderung menggunakan segala macam media untuk mencapai tujuannya. Semakin berkembangnya teknologi bermunculan media-media baru sebut saja graphic novel dan ini semakin memperluas pengaruh budaya populer dari luar negeri terutama di kalangan remaja Indonesia. Wayang sebagai budaya tradisional perlu alternatif dalam cara penyampaiannya, seperti cerita dari luar tersebut jika ingin populer dikalangan remaja. Berdasarkan sejarah, media alternatif juga pernah dicoba untuk memperkenalkan kisah-kisah dalam pewayangan seperti karya dari RA Kosasih yang aktif berkarya pada tahun 1950-an. RA Kosasih membuat komik dengan kisah-kisah pewayangan karena hobinya menonton pagelaran wayang, komik-komiknya antara lain Sri Asih, Sri Gahara, Mahabharata dan Ramayana.
2
Akan tetapi minat masyarakat Indonesia mulai turun lagi pada tahun 1980-an, bersamaan dengan banjirnya komik impor terutama dari Amerika dan Jepang.5 Baru-baru ini Is Yuniarto bersama Garudayana dengan media komik bergaya manga, berhasil memenangkan hati kalangan remaja. Garudayana sendiri bertemakan pewayangan dengan karakter-karater yang terkenal di dunia pewayangan seperti Arjuna, Bima, Punakawan dan Gatotkaca. Dengan membawa gaya manga dari komik Jepang yang sangat familiar di kalangan remaja berhasil membuka mata kalangan remaja terhadap cerita wayang. Enliviena menuturkan, “Is Yuniarno (32) menuturkan bahwa cetakan pertama dari komik Garudayana jilid 1 tahun 2009 berhasil menembus angka 5000 eksemplar, sedangkan cetakan kedua terjual 2000 eksemplar”. Total penjualan 7000 eksemplar termasuk tinggi untuk ukuran komik Indonesia6. Penjualan komik Indonesia dinegeri sendiri memang tidak bisa dibandingkan dengan komik Import dilihat dari penikmatnya. Penikmat komik import sendiri terutama manga dari Jepang, melebihi penikmat komik asli Indonesia. Peran serta media memang sangat berpengaruh didalam proses pengenalan terhadap kisah-kisah baru menjadi sangat efektif di zaman yang serba modern ini, ketika informasi begitu mudah didapat. Tentunya seperti pemilihan media seperti yang dilakukan oleh Garudayana karya Is Yuniarto, menggunakan komik bergaya manga untuk mengenalkan wayang kepada kalangan remaja Indonesia. Pada masanya RA Kosasih juga berhasil melalui media yang sama, DC Comics dan Marvel juga sukses dengan media serupa berupa graphic novel membuat remaja tergila-gila dengan Batman, Superman, Iron-man, Spiderman dan X-Men. Fungsi dari media inilah yang bisa menjadi referensi dalam pewayangan untuk mengenalkan cerita tokoh-tokoh asli dari Indonesia, bukan cerita seperti Mahabaratha, Ramayana, Pandawa dan Kurawa yang berasal dari India akan tetapi cerita seperti Punakawan, Antasena, Antareja dan Wisanggeni. Kisah-kisah karakter asli pewayangan Indonesia ini kurang begitu melekat pada kalangan remaja Indonesia dibanding dengan karakter fiksi dari luar negeri. Padahal keanekaragaman cerita di pewayangan tidak kalah menarik daripada cerita dari luar negeri. Terutama ketika setiap tokoh pewayangan asli Indonesia mempunyai sifat gambaran dari masyarakat Indonesia yang bisa menjadi teladan dalam kehidupan bermasyarakat, contoh kasusnya adalah Wisanggeni. Masyarakat Indonesia sendiri belum terlalu Toekangbunga, “Rriwaya Hidup RA Kosasih”, RA Kosasih, 2009, http://rakosasih.blogspot.com/2009/11/riwayat-hidup-ra-kosasih.html. 6 Enliviena IRM, Dhevi. Gaya Manga dalam Komik Garudayana Karya Is Yuniarto, (Surakarta:Dewa Ruci, 2013:413) 5
3
banyak tahu tentang kisah Wisanggeni dalam pewayangan. Wisanggeni adalah putra Arjuna dengan dewi Dresnala, dan merupakan salah satu karakter pewayangan asli dari Indonesia. Banyak yang bisa diambil pesannya dari kisah Wisanggeni, kisah kehidupannya sangat berbeda dengan kisah-kisah tokoh pewayangan asli Indonesia lainnya membuat karakter ini mempunyai daya tarik tersendiri. 1.2 Permasalahan 1.2.1 Idenfitifikasi Masalah Setelah melihat dari latar belakang diatas maka dapat diperoleh idenfikasi masalah sebagai berikut : 1. Kurang populernya wayang atau pewayangan dikalangan remaja Indonesia karena masuknya cerita-cerita dari budaya luar negeri. 2. Munculnya cerita-cerita dari luar negeri membuat remaja lebih tertarik dengan cerita tersebut daripada cerita pewayangan Indonesia. 3. Pengaruh masuknya budaya populer dari luar negeri dengan menggunakan berbagai macam media membuat kalangan remaja Indonesia semakin mengesampingkan budaya-budaya tradisonal seperti wayang. Hal tersebut dipengaruhi oleh media yang digunakan oleh cerita luar yang sangat lekat dengan perilaku kalangan remaja Indonesia. 4. Perkembangan teknologi mempengaruhi perkembangan media-media baru seperti komik dan graphic novel yang dipergunakan sebagai media bercerita yang populer dikalangan remaja. 5. Pemilihan media alternatif seperti komik dan graphic novel sebagai pengenalan wayang di kalangan remaja terbukti efektif pada beberapa kasus dan membuat kalangan remaja mulai melirik dunia pewayangan. Media ini juga bisa membantu pengenalan karakter pewayangan asli Indonesia, dan bisa menjadi alternatif lain untuk cerita pewayangan selain pagelaran wayang. 6. Pengenalan karakter pewayangan bernama Wisanggeni, salah satu karakter original Indonesia yang belum banyak masyarakat tahu kepada kalangan remaja Indonesia. 1.2.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana mengenalkan Wisanggeni sebagai karakter pewayangan asli Indonesia secara efektif ? 2. Media apa yang tepat untuk menyampaikan kisah pewayangan di kalangan remaja Indonesia khususnya di Kota Kediri?
4
1.3 Ruang Lingkup Untuk mempermudah penulisan Tugas Akhir ini supaya terarah dengan baik, maka dibuatlah sebuah batasan masalah yang digunakan sebagai batasanbatasan atas permasalahan yang dibahas. Batasan ini diharapkan supaya tulisan ini akan fokus terhadap permasalahan yang akan dibahas. Permasalahan yang dibahas sendiri dijelaskan pada rumusan masalah, dengan tujuan yang dijelaskan pula oleh penulis. Adapun ruang lingkup yang membatasi bahasan tema dalam permasalahan yang dibahas ini, yaitu : 1. Apa (What) Kurang populernya budaya wayang dikalangan remaja membuat kisahkisah tentang wayang kurang begitu diketahui oleh kalangan remaja, padahal kisah-kisah tersebut mencerminkan sifat budi luhur masyarakat Indonesia terutama yang dicerminkan pada tokoh-tokoh wayang asli Indonesia. 2. Dimana (Where) Kurang populernya budaya wayang dikalangan remaja ini terjadi di Indonesia terutama penelitian ini dilakukan di daerah Jawa Timur khususnya daerah Kediri. 3. Kapan (When) Kejadian ini sendiri sudah terjadi di kurun 15 tahun terakhir, dimana sekarang kalangan remaja lebih memilih budaya populer dari luar daripada budaya wayang. 4. Siapa (Who) Karya ini ditujukan kepada kalangan remaja, batas usia 15-18 tahun dimana mereka menyukai karya-karya yang memiliki visual yang menarik dan fenomena kurang populernya wayang terjadi dikalangan remaja. 5. Kenapa (Why) Wayang merupakan budaya asli Indonesia dan akhir-akhir ini hanya beberapa kalangan yang menikmatinya saja sedangkan di beberapa kalangan, wayang sendiri kurang begitu populer, contoh kasusnya pada kalangan remaja. Perlunya memunculkan ketertarikan kalanga remaja terhadap cerita dan karater dalam pewayangan seperti Wisanggeni sebagai upaya melestarikan budaya asli Indonesia. 6. Bagaimana (How) Masuknya budaya populer dari luar negeri memberikan daya tarik baru kepada kalangan remaja dan mempengaruhi perilaku mereka. Setelah sekian lama waktu berlalu perilaku remaja pun berubah dan lebih condong ke budaya populer dari luar negeri daripada budaya tradisional asli Indonesia. Budaya wayang yang dulunya populer menjadi kurang populer di kalangan remaja. Kalangan remaja lebih menyukai cerita dari luar negeri daripada kisah pewayangan. Salah satu penyebabnya adalah berubahnya perilaku lebih suka membaca cerita luar negeri berupa komik atau graphic novel daripada menonton pagelaran wayang yang memakan waktu lama. Seperti tokoh Wisanggeni yang dulunya menjadi idola remaja sekarang mereka lebih mengidolakan Superman dan Batman.
5
1.4 Tujuan 1. Mengenalkan Wisanggeni sebagai karakter pewayangan asli Indonesia secara efektif. 2. Mengetahui media yang tepat untuk menyampaikan kisah pewayangan di kalangan remaja Indonesia khususnya Kota Kediri. 1.5 Metode Penelitian Kaitannya dengan wayang yang merupakan salah satu budaya asli Indonesia metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Pemilihan metode penelitian kualitatif sendiri didasrkan pada tema dari karya ilmiah ini yang merupakan sebuah kajian budaya. Menurut Ratna (2010:51) dalam kajian budaya dan kajian-kajian kebudayaan pada umumnya, misalnya, satu-satunya metode adalah kualitatif. Secara etimologis kualitatif (qualitative) berasal dari kata kualitas (quality) yang memiliki arti nilai, jadi bisa dikatakan metode ini lebih mementingkan pencarian nilai. Menurut Ratna (2010:94) penelitian kualitatif tidak semata-mata mendeskripsikan tetapi yang lebih penting adalah menemukan makna yang terkandung di baliknya, sebagai makna tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan, seperti mengapa kesadaran itu kurang, cukup dan sebagainya. Sedangkan metode penelitian kualitatif menurut Lexy J. Moleong berdasar pada pondasi penelitian, paradigma penelitian, perumusan masalah, tahap-tahap penelitian, teknik penelitian, kriteria dan teknik pemeriksaan data dan analisis dan penafsiran data7. Dari kedua pernyataan diatas, metode kualitatif ini sangat sesuai dengan fenomena yang dibahas. Metode penelitian kualitatif ini akan digunakan untuk meneliti kenapa wayang kurang begitu populer di kalangan remaja Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan hubungan apa yang terjadi antara wayang dan minat remaja terhadap pewayangan saat ini. Kaitannya dengan masuknya pengaruh asing terutama kisah-kisah luar yang masuk ke Indonesia yang membuat kalangan remaja berpaling dari wayang. Penelitian terhadap media juga dinilai penting karena media dapat mengubah perilaku remaja dan mengarahkan mereka untuk menyukai sesuatu. Hal ini terbukti pada kasus masuknya budaya asing dengan cerita-ceritanya yang menguasai pasaran di Indonesia sampai membuat cerita-cerita tradisional tidak begitu lagi diminati. Pemakaian media juga terbukti membuat beberapa pelaku seni di Indonesia berhasil memperkenalkan kembali wayang. Oleh karena itu media ini termasuk dalam hal yang perlu di teliti karena berpengaruh besar terhadap dampak yang dihasilkan dalam karya penulis. Beberapa metode yang digunakan untuk mengumpulkan data untuk membuat karya ini adalah sebagai berikut.
7
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), 63-64
6
1.
Metode Pengumpulan data Primer a. Wawancara Menurut Ratna (2010:222) wawancara adalah caraicara memperoleh data dengan berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Wawancara dilakukan kepada informan yang memliki informasi tentang data yang dicari. Informan yang baik adalah informan yang memiliki atau menguasai permasalahan yang sedang diteliti. Dalam hal ini permasalahan tersebut adalah fenoma kurang populernya pewayangan di kalangan remaja Indonesia. Wawancara ini dilakukan untuk mencari informasi mengenai hal tersebut sehingga penulis bisa mencari solusi atas fenomena tersebut. Wawancara juga dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai cerita pewayangan Indonesia terutama yang berkaitan dengan contoh kasus yang diambil oleh penulis. Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan akan menjurus pada permasalahan yang dibahas, sedangkan pertanyaan tidak dipersiapkan sebelumnya, pertanyaan utama akan diberikan pada awal wawancara dan pertanyaan selanjutnya akan bersifat improvisasi berdasarkan jawaban dari informan supaya memberikan kesempatan kepada informan untuk mengutarakan informasi baru sebagai yang nantinya bisa digunakan sebagai data pendukung untuk bahan karya ilmiah selain informasi utama sebagai data utama. b. Observasi Observasi dilakukan sebagai sumber pengumpulan data dengan peneliti sebagai instrumen utama dalam kajian yang dibahas. Observasi ini dilakukan dalam lingkup fenomena yang terjadi, terutama terhadap berita-berita yang muncul yang berkaitan dengan wayang, pengaruh budaya luar terhadap wayang, pengaruh media terhadap wayang, perilaku remaja saat ini terhadap media dan wayang. Hal ini akan menjadi data sebagai dasar untuk pembuatan karya ilmiah. Metode ini diperlukan karena fenomena kurang populernya wayang dikalangan remaja bukanlah perihal yang baru di Indonesia. Bisa diamati dari kegiatan kalangan remaja yang terjadi disekitar masyarakat, bisa menjadi bukti bahwa media alternatif diperlukan sebagai alat bantu untuk memperkenalkan wayang terhadap remaja. c. Kuesioner Kuesioner merupakan pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006:151). Kuesioner diharapkan bisa menjadi salah satu sumber untuk mengungkapkan fenomena dan mencari solusi dalam karya ilmiah ini. Kuesioner akan dilakukan terhadap kalangan remaja khususnya daerah jawa timur.
7
2.
Metode Pengumpulan data Sekunder a. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan menggali informasi yang terdapat dalam buku, artikel, jurnal ilmiah, dan tulisan terkait dengan fenomena yang diangkat oleh penulis. Karena fenomena yang diangkat adalah sebuah permasalah yang memiliki keterkaitan antara budaya tradisional dan budaya populer maka teori tentang visual, budaya, perilaku remaja Indonesia dan media akan menjadi fokus utama dalam studi pustaka ini.
1.6 Kerangka Perancangan Kerangka perancangan berikut merupakan alur dari proses perancangan karya graphic novel berjudul Wisanggeni sebagai pengenalan tokoh wayang asli Indonesia kepada kalangan remaja.
Kurang populernya wayang dikalangan remaja terutama saat masuknya budaya populer dari luar negeri yang menyebabkan adanya pergeseran perilaku kalangan remaja Indonesia terhadap budaya tradisional, dalam hal ini adalah wayang
Sponsor Kementrian Pendidikan Gramedia
Bagan 1.1 Kerangka Perancangan
8
1.7 Pembabakan Untuk memudahkan dalam memahami karya ilmiah ini, maka disusunlah pembabakan menjadi beberapa bab dan penjelasannya adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Memaparkan tentang garis besar perancangan media untuk memopulerkan wayang dikalangan remaja, meliputi latar belakang, permasalahan, ruang lingkup, tujuan perancangan, cara pengumpulan data, analisis, metode penelitian, kerangka perancangan dan pembabakan Bab II Dasar Pemikiran Pada bab ini dasar pemikiran dan teori-teori relevan berdasarkan dari sumber yang jelas mengenai permasalah yang muncul akan dijelaskan secara rinci sebagai pijakan dalam membuat karya. Bab III Data dan Analisis Masalah Berisi tentang data yang diperoleh dari sumber data primer dan sekunder, data ini akan menjadi dasar dan reverensi dalam perancangan karya. Bab IV Konsep dan Hasil Perancangan Dalam bab ini akan dijelaskan tentang konsep pesan (ide besar), konsep kreatif (pendekatan), konsep media (media apa saja yang akan digunakan, perancangan media, biaya media, dll), dan konsep visual (jenis-jenis huruf, bentuk, warna, gaya visual). Secara garis besar merupakan hasil rancangan perpaduan dari dasar pemikiran dan data yang didapat. Bab V Penutup Berisi tentang kesimpulan, saran yang didapat saat sidang.
9