ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah lembaga internasional yang mengemban sejumlah agenda global dalam bidang ketenagakerjaan, sulit bagi International Labour Organization (selanjutnya akan disebut ILO) untuk mencapai tujuan dan menyukseskan programnya tanpa bermitra dengan banyak pihak. Sama halnya dengan negara, banyak kendala yang harus dihadapi ILO. Mulai keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan infrastruktur, masalah ketenagakerjaan yang kompleks hingga cakupan geografis yang luas. Menyadari keterbatasan dan kompleksitas persoalan yang dihadapi, ILO menjadikan kemitraan sebagai salah satu strategi utama untuk menyukseskan program-programnya. Salah satunya melalui kemitraan dengan mitra lokal. 1 F
Terdapat sejumlah keunggulan yang dimiliki mitra lokal sebagaimana dikemukakan oleh Bryden et al (1998a), di antaranya: (1) memungkinkan memperoleh masukan yang bisa menggambarkan kebutuhan riil di wilayah yang bersangkutan sehingga bisa mendapatkan gambaran pemberian layanan yang lebih efektif, (2) tersedianya kebijakan-kebijakan yang bisa mendukung pencapaian tujuan program, penggunaan bersama atas sumberdaya, dan (3) pendekatan terpadu terhadap pemberian informasi kepada orang-orang setempat. Atas dasar sejumlah keunggulan ini, ILO menjadikan kemitraan dengan mitra 1
Secara umum, mitra lokal ini bisa terdiri dari lembaga-lembaga pemerintah, pihak swasta dan organisasi komersial, lembaga swadaya masyarakat dan juga kelompok-kelompok masyarakat.
1 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
lokal sebagai salah satu strategi utama dalam menyukseskan programprogramnya termasuk dalam Program Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA) 2 atau International Programme on The F
F
Elimination of Child Labour (selanjutnya akan disebut IPEC). IPEC merupakan program khusus ILO untuk penanggulangan masalah pekerja anak di seluruh dunia yang ditujukan untuk memperjuangkan upaya menghapuskan pekerja anak dengan cara memperkuat kapasitas nasional dan menciptakan gerakan aksi dunia untuk memeranginya. 3 F
F
Indonesia termasuk salah satu negara yang mendapat prioritas dalam program IPEC. Ini terjadi karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah pekerja anak sangat tinggi. Bahkan hingga tahun 2010, data ILO mencatat jumlah pekerja anak di Indonesia terbesar ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Terhitung sejak tahun 1992, program IPEC telah dijalankan di Indonesia terutama di sejumlah daerah dengan jumlah pekerja anak cukup tinggi. Salah satunya
adalah
Kabupaten
Jember.
Terdapat
sejumlah
faktor
yang
melatarbelakangi, di antaranya: pertama, fenomena pekerja anak di industri
2
Mengacu pada aturan ILO, pekerja anak adalah anak-anak yang bekerja dengan usia 5-12 tahun tanpa memerhatikan jam kerja, anak-anak yang berusia 13-14 tahun bekerja lebih dari 15 jam per minggu, dan anak-anak yang berusia 15-17 tahun bekerja lebih dari 40 jam per minggu. Adapun sejumlah pekerjaan yang termasuk pekerjaan terburuk/berbahaya bagi anak antara lain meliputi: pelacuran, pertambangan, penyelam mutiara, sektor konstruksi, jermal, pemulung sampah, pekerjaan dengan proses produksi menggunakan bahan peledak, bekerja di jalan dan pembantu rumah tangga. 3 Untuk mendukung agar program IPEC lebih terarah, fokus dan mudah dicapai dalam periode waktu tertentu, ILO meluncurkan proyek pendukung Program Terikat Waktu (Time Bound Program/TBP). TBP adalah sekumpulan kebijakan dan program yang terpadu dan terkoordinir secara ketat untuk mencegah dan menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dalam jangka waktu tertentu. Dalam skala global, TBP pertama dimulai pada 2001 di empat negara yakni El Salvador, Nepal, Tanzania dan Filipina. Indonesia menjadi negara generasi kedua yang menjalankan TBP bersama-sama dengan Turki, Pakistan, Afrika Selatan dan Senegal. Khusus untuk Indonesia, program IPEC TBP telah diselenggarakan selama dua periode yakni TBP-I (periode 2004-2007) dan TBP-II (periode 2007-2011).
2 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tembakau di Kabupaten Jember sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda. 4 Kedua, Kabupaten Jember juga tercatat sebagai daerah dengan tingkat F
F
kemiskinan tertinggi di Jawa Timur, ini bisa menjadi salah satu pemicu munculnya pekerja anak. 5 Dan yang ketiga, Kabupaten Jember memiliki tingkat F
F
migrasi yang tinggi sehingga rentan terhadap perdagangan anak. 6 F
F
Sebagaimana halnya dengan program IPEC di daerah lain, ILO juga menggunakan tiga pendekatan utama untuk menyukseskan program IPEC di Kabupaten Jember yakni pendekatan aborsionis atau penarikan 7 , pendekatan F
F
proteksionis atau pencegahan 8 , dan pendekatan ekonomi atau pemberdayaan. 9 F
F
F
F
Dibandingkankan dua pendekatan sebelumnya, pendekatan ekonomi atau 4
Industri tembakau yang masih eksis hingga sekarang dan bahkan menjadi salah satu mata pencaharian utama masyarakat, dikhawatirkan menjadi salah satu sektor yang berkontribusi besar bagi munculnya pekerja anak di Kabupaten Jember. Untuk data statistik mengenai jumlah pekerja anak di Kabupaten Jember sendiri hingga saat ini belum ada data yang pasti baik oleh ILO maupun sejumlah lembaga terkait seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat. ILO sendiri menyatakan bahwa data mengenai jumlah pekerja anak masih sampai pada tingkat provinsi. 5 Berdasarkan data Pemprov Jawa Timur tahun 2010, Jember merupakan salah satu daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Timur yakni 239.596 KK. Kemiskinan telah berimbas pada kehidupan sosial masyarakat terutama di bidang kesehatan dan pendidikan. Ini terlihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Jember yang hanya 61,75, menempati peringkat ke-32 dari 38 kabupaten di Provinsi Jawa Timur. 6 Jember merupakan salah satu kota/kabupaten pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang utama di Jawa Timur selain arus migrasi lainnya. Kondisi ini dikhawatirkan ILO akan semakin memperbesar potensi perdagangan anak. 7 Pada pendekatan aborsionis, pekerja anak dianggap sebagai suatu masalah yang sama sekali tidak dapat ditoleransi dan karenanya harus dihapuskan sepenuhnya. Dalam praktiknya, pendekatan ini dilakukan dengan menarik anak yang bekerja keluar dari pekerjaannya sesuai UU dan peraturan yang ada dan dikirim ke sekolah atau lembaga pendidikan non formal (kejar paket atau ketrampilan). 8 Inti dari pendekatan proteksionis atau perlindungan adalah melakukan pencegahan pekerja anak, yaitu anak-anak yang beresiko sebagai pekerja anak (misalnya mereka yang tidak naik kelas alasan absensi, nilai tidak mencapai angka ketuntasan belajar dan lokasi jauh dari sekolah), difasilitasi dengan program remedial, konsultasi pendidikan, pendidikan kecakapan hidup personal, dan sebagainya. Pendidikan ini dimaksudkan agar anak betah di sekolah dan dapat mengejar ketertinggalan. 9 Asumsi dasar pendekatan pemberdayaan atau pendekatan ekonomi adalah bahwa pekerja anak menjadi bermasalah ketika mereka tidak mempunyai keberdayaan untuk mengorganisasi diri (self organization) dan membela hak-hak dan kepentingannya. Karena itu yang harus dilakukan adalah dengan memberdayakan anak-anak dan juga orang tuanya melalui pendidikan wirausaha dan ketrampilan. Hal ini didasari oleh pemikiran jika orang tuanya mampu secara ekonomi maka anaknya tidak akan terjun sebagai pekerja anak tetapi tetap tinggal di sekolah.
3 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pendekatan pemberdayaan relatif baru. Pendekatan ini mulai mengemuka ketika banyak negara terkena imbas krisis ekonomi tahun 1997. Berkembang banyak pendapat yang meyakini bahwa ada kaitan yang erat antara kemiskinan dan pekerja anak. Kemiskinan bahkan dianggap sebagai salah satu pemicu tingginya jumlah pekerja anak. Pendekatan ekonomi semakin populer sebagai salah satu solusi utama ketika sejumlah agenda global menjadikan program pengentasan kemiskinan sebagai target utama seperti yang tertuang dalam program Millenium Development Goals (MDGs). 10 F
F
Pendekatan ekonomi program IPEC di Kabupaten Jember mulai intens dilakukan pada pertengahan program IPEC TBP-II yakni pada tahun 2009-2010. ILO mensinergiskan pendekatan ekonominya dengan program pemberdayaan ekonomi Rumah Tangga Miskin (RTM) yang digagas oleh Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Jember yakni program Pengembangan Usaha Mikro Rumah Tangga Miskin (PUM-RTM) Bank Keluarga Miskin (selanjutnya akan disebut sebagai program PUM-RTM Bank Gakin). PUM-RTM Bank Gakin merupakan sebuah program inovasi Kabupaten Jember untuk mengentaskan kemiskinan yang didesain dengan strategi peningkatan pendapatan rumah tangga miskin (income generating) dengan berbasis pada penguatan institusi dan berorientasi pada keberlanjutan usaha serta menyentuh langsung keluarga miskin. Sasaran utamanya adalah RTM khususnya 10
Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium merupakan hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada September 2000. Kesepakatan ini juga dikenal sebagai Deklarasi Milenium yang berisikan 449 langkah untuk mencapai 18 target dari delapan tujuan MDGs. Yang terdiri dari Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan ekstrem, pencapaian pendidikan dasar yang universal, promosi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, pengurangan tingkat mortalitas anak, peningkatan kesehatan ibu, pemberantasan HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya, pencapaian keberlangsungan lingkungan hidup dan pengembangan kemitraan global untuk pembangunan.
4 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Ibu-Ibu rumah tangga yang berada di wilayah-wilayah marginal dan dikenal sebagai kantong-kantong kemiskinan. 11 F
Sinergisitas program pendekatan ekonomi ILO dengan program pemberdayaan ekonomi pemerintah setempat didasari oleh sejumlah alasan dan latar belakang. Pertama, PUM-RTM Bank Gakin sebagai sebuah lembaga pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah sesuai dengan modul pemberdayaan ekonomi yang ditetapkan ILO di mana salah satunya adalah berbentuk lembaga keuangan mikro masyarakat (LKMM) atau microfinance. 12 Alasan kedua adalah F
F
keberlanjutan (sustainability) program. Sejak digagas pada Oktober 2005, Bank Gakin tidak hanya mampu bertahan namun juga menunjukkan pertumbuhan 11
Secara umum, konsep PUM-RTM Bank Gakin terinspirasi oleh konsep Grameenbank yang dikembangkan oleh Muhammad Yunus dari Bangladesh. Melalui konsep Grameenbank, Muhammad Yunus berhasil membuktikan bahwa gerakan nyata untuk mendayagunakan ekonomi masyarakat bawah bisa berjalan. Dukungan anggota kelompok dalam proses peminjaman kredit menjadi pengganti perlunya agunan di Grameen Bank. Dalam praktik ekonomi kapitalisme yang umum berlaku, setiap peminjam kredit harus mempunyai sejumlah agunan sebagai jaminan bagi bank. Dengan adanya syarat ini, rakyat miskin yang tidak punya apa-apa tidak mungkin mendapat kesempatan mendapatkan modal dalam upayanya meningkatkan penghasilan. Sebagaimana halnya Grameen Bank, Bank Gakin Jember juga menggunakan prinsip tanggung renteng di antara para anggotanya. Kelompok usaha yang terdiri atas 5-10 orang dapat mengajukan kredit usaha tanpa agunan antara Rp 50.000 hingga Rp 1 juta. Masyarakat yang mengajukan kredit tidak perlu menyerahkan proposal usaha, apalagi melalui survei yang berbelit. Dengan kucuran kredit berjangka waktu 10 minggu yang diangsur setiap minggu dengan bunga 0,5 persen, terobosan ini sangat membantu kelompok usaha kecil dan menengah. 12 Ada sejumlah latar belakang dan alasan mengapa ILO memilih microfinance sebagai salah satu sarana pemberdayaan ekonomi yang utama. Pertama, semakin menguatnya wacana mengenai urgensi microfinance dalam pengentasan kemiskinan. Microfinance sering dipandang sebagai salah satu obat yang mujarab untuk mengentaskan kemiskinan karena tidak hanya memberi akses modal bagi masyarakat miskin yang tidak tersentuh akses permodalan dari lembaga keuangan seperti perbankan namun juga sekaligus bisa berfungsi sebagai sarana pemberdayaan bagi masyarakat miskin. Pencanangan tahun 2005 sebagai tahun kredit mikro oleh PBB semakin memperkuat komitmen ILO untuk menjadikan lembaga ini sebagai salah satu strategi yang utama. Definisi microfinance sendiri sebagaimana digunakan dalam Microcredit Summit (1997), adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya; sementara itu menurut Bank Indonesia, kredit mikro merupakan kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun. Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
5 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang cukup mengesankan. Perputaran modal dan jumlah anggotanya terus bertambah. Berdasarkan data Dinas Koperasi UMKM Jember, hingga akhir tahun 2011, hampir 20 ribu warga miskin di Jember telah menjadi anggota dengan omset diperkirakan mencapai Rp 27 miliar dengan rata-rata angka pertumbuhan 260% setiap tahunnya. Ini bisa menjadi indikasi bahwa program PUM-RTM Bank Gakin bisa berjalan dan diterima oleh masyarakat. Dari sisi manfaat, kehadiran Bank Gakin tidak hanya telah memberi akses modal dan menghindarkan orang miskin dari jerat rentenir, tetapi juga mampu mencapai sejumlah keberhasilan dalam pembentukan tatanan sosial yang lebih baik (a new better social order). 13 Atas keberhasilannya ini, Bank Gakin mendapat sejumlah F
F
pengakuan dan penghargaan dari banyak kalangan. Salah satunya, penghargaan sebagai best practises program pengentasan kemiskinan dalam ajang MDGs Awards pada tahun 2008 14 . F
F
Tak hanya bermitra dengan Dinas Koperasi UMKM Jember dan mensinergiskan programnya dengan PUM-RTM Bank Gakin, ILO juga bekerja sama dengan sejumlah mitra lokal lain dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM. 15 Bersama para mitra lokalnya, ILO melakukan F
F
13
Menurut data dari Dinas Koperasi UMKM Jember tahun 2009, sejumlah keberhasilan dalam pembentukan tatanan sosial yang lebih baik (a new better social order) tersebut antara lain: (1) peningkatan pendapatan, (2) peningkatan kreatifitas, (3) modal sosial, (4) kemandirian dan (5) berkembangnya budaya menabung di kalangan masyarakat miskin meski dalam jumlah yang relatif masih sedikit. 14 MDGs Awards adalah sebuah even yang ditujukan untuk mendorong partisipasi yang lebih luas dari daerah, pihak swasta dan masyarakat dalam mengembangkan program-program atau inisiatif-inisiatif lokal yang bisa berkontribusi positif terhadap pencapaian target MDGs. Bagi program yang terpilih sebagai best practices, bisa menjadi role model bagi daerah lain sekaligus berkesempatan mempromosikan program dan daerahnya untuk menjalin kemitraan (partnership) yang luas dalam lingkup nasional maupun internasional. 15 Sejak awal pelaksanaan program IPEC di Indonesia dan Jember khususnya, LSM telah menjadi salah satu mitra utama ILO. Sejumlah alasan yang mendasari antara lain: (1) LSM memiliki bentuk pekerjaan atau organisasi yang fleksibel, (2) bekerja bersifat sukarela dan
6 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pendampingan, pelatihan, edukasi dan sosialisasi pemberdayaan ekonomi kepada RTM. Selain memberi bantuan dalam bentuk bantuan teknis (technical assistance), ILO juga memberikan sejumlah modal usaha bersifat hibah melalui mitra lokalnya. 16 F
Kemitraan yang berlangsung relatif singkat yakni hanya satu tahun (2009-2010) dan tanpa keterlibatan pihak swasta terutama sektor perbankan tersebut ternyata mampu memberi hasil (output) yang cukup signifikan bagi program pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember dan sejumlah manfaat bagi pihak-pihak yang bermitra. Kemitraan telah meningkatkan posisi tawar dan reputasi program baik di mata pemerintah maupun masyarakat. Alhasil, terjadi pertambahan LKMM yang cukup pesat yakni dari hanya 4 LKMM pada tahun 2009 menjadi 177 LKMM pada tahun 2010. 17 Dengan F
F
bertambahnya jumlah LKMM maka semakin banyak RTM yang memiliki akses terhadap modal sehingga memberi kesempatan lebih besar bagi RTM untuk memperbaiki taraf hidupnya. Perbaikan taraf hidup tersebut salah satunya ditandai dengan peningkatan pendapatan RTM. Menurut laporan Dinas Koperasi UMKM berdasarkan informasi dari sejumlah pengurus LKMM, keberadaan LKMM telah berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan sekitar 60 persen anggotanya secara signifikan. Peningkatan pendapatan yang disertai dengan upaya pembinaan secara terus menerus diharapkan bisa turut mereduksi menguntungkan orang miskin, dekat dengan masyarakat, dan (3) bisa menciptakan model pembangunan alternatif. 16 Jumlah yang diberikan beragam, bergantung dari jumlah RTM yang dibina oleh masingmasing mitra. Dana bantuan bagi setiap RTM dianggarkan sebesar Rp 400.000;. Namun dalam teknis penyalurannya disesuaikan dengan kebijakan masing-masing mitra. 17 Berdasarkan data dari Dinas Koperas UMKM Jember, pertambahan LKMM Bank Gakin sebelum periode kemitraan adalah sebagai berikut: 2 LKMM baru pada awal tahun inovasi (2005), 11 LKMM pada 2006, 18 LKMM pada 2007, dan 6 LKMM pada tahun 2008.
7 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sejumlah persoalan lain yang berpotensi dialami RTM di Kabupaten Jember. Salah satunya adalah masalah pekerja anak.
I.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan uraian di atas adalah: mengapa kemitraan ILO dan mitra lokal yang berlangsung tanpa kehadiran sektor swasta bisa memberi hasil (output) yang signifikan terhadap program pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember dan sejumlah manfaat bagi pihak-pihak yang bermitra?
I.3 Tujuan Penelitian Keberhasilan sebuah kemitraan yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat dan tanpa kehadiran salah satu aktor utamanya yakni sektor swasta tentu dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang menarik untuk dikaji labih lanjut karena bisa menjadi rekomendasi baik dalam tataran teoritis maupun praksis. Untuk itu, penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor apa saja yang membuat kemitraan ILO dan mitra lokal yang meski berlangsung cukup singkat dan tanpa keterlibatan sektor swasta ternyata tetap berlangsung baik dan bisa memberi hasil yang signifikan terhadap upaya pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember.
8 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
I.4 Tinjauan Pustaka Berdasarkan kajian pustaka yang penulis lakukan, belum ada penelitian yang secara khusus mengulas tentang kemitraan ILO dan mitra lokal dalam upaya pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember sebagai implementasi dari pendekatan ekonomi ILO dalam program IPEC. Salah satu sebabnya adalah karena kemitraan yang menjadi topik utama dalam tesis ini relatif masih baru. Selain belum pernah dibahas secara ilmiah dan mendalam melalui sebuah kegiatan penelitian, kemitraan antara ILO dan mitra lokalnya dalam upaya pemberdayaan ekonomi RTM juga tidak banyak dipublikasi baik melalui publikasi yang rutin dilakukan ILO, Dinas Koperasi UMKM Jember maupun melalui media massa. Terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah kemitraan, terdapat sejumlah penelitian yang telah mengulas masalah tersebut. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Dade Angga (2006). Dade melakukan pengkajian kemitraan di sektor kehutanan di Kabupaten Pasuruan dengan metode kualitatif dan kombinasi teori kemitraan, teori urban regime dan teori governance. Menurut Dade, terdapat sejumlah prasyarat awal yang menentukan keberhasilan sebuah kemitraan yakni kesiapan badan-badan dan departemen pemerintah serta masyarakat sendiri. Mengacu pada pendapat Bryden et al (1998b), Dade menjelaskan bagaimana proses ini berlangsung, yakni meliputi pelatihan semua yang terlibat, penggunaan bahasa yang berhatihati ketika berinteraksi dengan masyarakat setempat, penggunaan contoh-contoh dan penghubung, akuntabilitas dan pemerintahan yang terbuka, menjabarkan
9 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tujuan-tujuan ke dalam tugas-tugas yang mudah dicapai, menjaga masyarakat setempat sadar informasi dan adaptasi secara terus menerus untuk menghadapi perubahan-perubahan dan kebutuhan-kebutuhan baru. Selain sejumlah prasyarat ini, Dade juga menekankan pentingnya keterlibatan aktif semua pihak termasuk sektor swasta melalui sejumlah kerja yang nyata. Tanpa ini semua, menurut Dade, kemitraan tidak akan berjalan optimal bahkan bisa gagal. Penelitian lain yang juga mengulas tentang keberhasilan sebuah kemitraan adalah penelitian yang dilakukan oleh Zaini Rohmad dkk (2009). Menurut Zaini, salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kemitraan adalah sinergisitas kepentingan para aktor dengan aksi program. Kemitraan tidak akan berjalan optimal jika kepentingan para aktor yang terlibat berjalan sendirisendiri. Zaini dkk juga menemukan fakta bahwa inisiasi kemitraan berpengaruh terhadap posisi para aktor di mana pihak inisiator umumnya akan bersikap lebih dominan. Dengan begitu, pola kemitraan yang terjalin lebih bersifat dominatif oleh salah satu pihak, bukan kemitraan yang berbasis pada hubungan kolaboratif yang sejajar. Dengan pola semacam ini, meski kemitraan berlangsung cukup baik, namun hasilnya biasanya tidak akan terlalu optimal. Berbagai persyaratan yang dikemukakan Dade Angga dalam penelitiannya secara umum terpenuhi dengan baik dalam kasus kemitraan ILO dan mitra lokal kecuali keterlibatan sektor swasta. Faktanya, meski sektor swasta belum terlibat, keberlangsungan dan hasil yang dicapai oleh kemitraan ILO dan mitra lokalnya cukup baik. Sedikit bertolak belakang dengan hasil penelitian Zaini dkk yang menyatakan bahwa inisiatif berpengaruh terhadap pola hubungan kemitraan dan pada akhirnya juga bisa berpengaruh terhadap sinergisitas kepentingan aktor dengan 10 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
aksi program, dalam kasus kemitraan ILO dan mitra lokal dalam program pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember, penulis menemukan fakta bahwa pola hubungan kolaboratif yang sejajar bisa berjalan cukup baik dan tidak terlalu dipengaruhi oleh siapa yang lebih dulu berinisiatif melakukan kemitraan.
I.5 Kerangka Pemikiran 1.5.1 Kemitraan (Partnership) dan Dinamika Bantuan Luar Negeri Konsep kemitraan atau ‘partnership’ sebenarnya bukanlah hal baru. Menurut Fowler (1998) dalam Crawford (2003), kemitraan telah menjadi aspirasi bagi hubungan antara organisasi non pemerintah (NGO) Utara dan Selatan selama lebih dari dua dekade. Namun sebagai ide besar baru dalam wacana pembangunan internasional, kemitraan baru berkembang pesat pada pertengahan tahun 1990-an (Kaziyyi-Mugerwa, 1998). Perkembangan ini sejalan dengan perubahan besar dalam pola pemberian bantuan luar negeri (foreign aid) yang semula didominasi oleh negara, sedikit demi sedikit mulai terkurangi seiring dengan kemunculan dan semakin besarnya peran aktor non negara terutama dari kalangan nongovernanmental organization (NGO) dan sektor swasta. Dalam konteks ini, munculnya kemitraan dalam dinamika kerjasama dan pembangunan internasional saat ini sangat terkait erat dengan sejarah bantuan luar negeri. Sejarah bantuan luar negeri sendiri dimulai pada masa pasca perang dunia kedua. Pada saat itu, bantuan luar negeri dimaksudkan sebagai bentuk bantuan ekonomi dari Amerika kepada Eropa untuk membantu memulihkan
11 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kondisi perekonomian mereka. Bantuan ekonomi dari negara-negara maju kemudian mulai berdatangan di negara-negara berkembang yang tidak memiliki kekuatan yang cukup dalam membangun negaranya akibat perang. Pada awal dekade 1950-an dan 1960-an, banyak negara berkembang yang berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun ternyata hal itu tidak selalu diikuti oleh pertumbuhan atau perbaikan taraf hidup warganegara mereka. Banyak penduduk yang menderita kelaparan dan kemiskinan, ketimpangan pendapatan
yang
mencolok,
juga
pengangguran
melonjak.
Strategi
pembangunan yang dijalankan lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro. Paradigma yang berkembang saat itu, pertumbuhan ekonomi makro diharapkan dapat menetes dengan sendirinya ke bawah sehingga menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lainnya, dan pada akhirnya akan menumbuhkan hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial yang lebih baik dan merata atau atau yang dikenal dengan trickle down effect (Todaro, 2006). Kenyataannya, yang berkembang justru semakin lebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin akibat ketimpangan pendapatan sehingga modal yang dimiliki individu hanya berkutat pada orang-orang kaya saja. Kondisi ini kemudian sering dikaitkan dengan pola pemberian bantuan ekonomi yang lebih bersifat top-down, di mana negara berkembang hanya bertindak sebagai objek yang diberi bantuan. Negara donor seringkali mengabaikan keberadaan mereka sebagai bagian dari pemberi suara. Akibatnya, negara donor tidak memiliki informasi yang cukup terhadap apa yang sebenarnya dibutuhkan negara berkembang untuk membangun negara mereka. Selain itu, negara donor yang
12 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
notabene adalah negara maju seolah-olah juga tidak menghiraukan dampak dari ketergantungan yang telah mereka ciptakan terhadap negara berkembang. Negara berkembang jadi terlena akan ketidakmandirian mereka. Bantuan demi bantuan terus berdatangan tanpa mereka tahu bagaimana mengelolanya dengan baik. Pada tahun 1970-an, para ekonom mulai berpikir kembali terhadap keampuhan strategi pembangunan mereka yang lama dan segera mencari strategi pembangunan yang baru yaitu sebuah bantuan ekonomi asing yang baik bagi negara
berkembang.
John
Williamson
pada
tahun
1989
kemudian
memperkenalkan sebuah kebijakan ekonomi yang dirasa mampu mengeluarkan negara berkembang dari keterpurukan ekonomi dengan sebuah kebijakan ekonomi yang diistilahkan dengan Washington Consensus (Williamson, 1989). 18 F
F
Namun ternyata kebijakan ini tidak pula turut membawa perubahan signifikan terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat di negara berkembang. Justru sebaliknya,
angka
pengangguran
dan
kemiskinan
semakin
meningkat,
kebodohan dan kesenjangan sosial di masyarakat negara berkembang juga semakin besar. Ini karena kebijakan yang ditawarkan dalam Washinton Consensus lebih bersifat ekonomis dan pro pasar yang bergerak bebas. 18
Washington Consensus berisi sepuluh kebijakan ekonomi yang menurutnya perlu menjadi standar reformasi bagi negara berkembang yang baru didera krisis. Sepuluh kebijakan tersebut yaitu, (1) Disiplin anggaran pemerintah; (2) Pengarahan pengeluaran pemerintah dari subsidi ke belanja sektor publik, terutama di sektor pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan, sebagai penunjang pertumbuhan dan pelayanan masyarakat kelas menengah ke bawah; (3) Reformasi pajak, dengan memperluas basis pemungutan pajak; (4) Tingkat bunga yang ditentukan pasar dan harus dijaga positif secara riil; (5) Nilai tukar yang kompetitif; (6) Liberalisasi pasar dengan menghapus restriksi kuantitatif; (7) Penerapan perlakuan yang sama antara investasi asing dan investasi domestik sebagai insentif untuk menarik investasi asing langsung; (8) Privatisasi BUMN; (9) Deregulasi untuk menghilangkan hambatan bagi pelaku ekonomi baru dan mendorong pasar agar lebih kompetitif; (10) Keamanan legal bagi hak kepemilikan. H
H
H
H
H
H
13 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Kebijakan tersebut juga seolah mengecilkan peran pemerintah terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Sejumlah kritik terhadap Washington Consensuspun bermunculan. Di antaranya, kebijakan dalam Washington Consensus dinilai terlalu berorientasi pada pasar, kurangnya intervensi pemerintah, pendekatan pembangunan lebih bersifat ekonomis sehingga kurang adanya pendekatan sosial dan budaya. Selain itu, juga tidak adanya partisipasi pemerintah negara berkembang dan sektor non pemerintah dalam proses pengelolaan bantuan ekonomi pembangunan dari negara donor sehingga mengurangi rasa ownership dari pihak negara penerima. Sejumlah kritik ini kemudian diaktualisasikan dalam sebuah paradigma baru yang dikenal dengan Post Washington Consensus yang mulai berkembang di era 1990-an. Bertolak belakang dengan paradigma Washington Consensus yang terlalu mempercayakan segala sesuatu kepada pasar, Post Washington Consensus menekankan pentingnya keterlibatan negara untuk mengembangkan sistem pasar dan pentingya faktor non-ekonomi dalam menjalankan tatanan sosial. 19 Post Washington Consensus mencoba merumuskan perlunya modal F
F
sosial guna mengentaskan masalah kemiskinan dan mencoba menekankan pada aktivitas non-ekonomi yang tidak hanya menekankan pada permasalahan perekonomian (Stiglitz, 2002). Post Washington Consensus juga menekankan pentingnya peran sektor ketiga selain pemerintah dan pasar, yaitu sektor non
19
Sama halnya dengan Washington Consensus, Post Washington Consensus juga menuai sejumlah kritik. Salah satu kritik yang utama adalah maraknya privatisasi sejumlah asset negara berkembang termasuk di Indonesia. Terhadap tudingan ini, pendukung Post Washington Consensus berpendapat bahwa privatisasi yang dilakukan telah salah arah dari yang dimaksud sebenarnya. Dalam pandangan Post Washington Consensus, kebijakan privatisasi seharusnya diambil ketika regulasi atau kerangka kompetisi yang memadai telah terbentuk.
14 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pemerintah yang terdiri dari masyarakat, NGO dan pengusaha. 20 Semua sektor F
F
ini harus bekerja sama untuk memaksimalkan pembangunan. Kemitraan atau partnership kemudian menjadi buzzword dalam dinamika kerjasama dan pembangunan internasional. Kemitraan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat ini dikenal dengan istilah Public Private Partnerships atau PPP. 21 F
F
Semakin maraknya penggunaan istilah kemitraan di kalangan agen pembangunan resmi khususnya donor, menurut Crawford (2003), telah memunculkan sebuah tanda tanya besar yakni apakah kehadirannya merupakan penanda sebuah perubahan nyata dalam perubahan pola bantuan luar negeri sebagai antitesis dari eksploitasi kolonial dan distorsi perang dingin menuju era baru kerjasama internasional ataukah justru bentuk baru dari penggunaan kekuasaan negara/lembaga donor melalui bantuan luar negeri. Menurut Crawford, ada dua penjelasan yang bisa digunakan. Pertama, sebagai respon pragmatis lembaga donor yang merasa kekurangan dalam pemberian bantuan, kemitraan diharapkan memungkinkan bagi penggunaan sejumlah sumberdaya yang terbatas secara lebih efisien, berkelanjutan dan meningkatkan partisipasi penerima (Lister, 2000). Pendapat yang kedua lebih menekankan pada motivasi
20
Pemerintah disebut sebagai sektor pertama yakni sektor yang berkewajiban menjamin pelayanan bagi warga negaranya dan menyediakan kebutuhan sosial dasar, sedangkan sektor kedua atau pasar adalah sektor swasta yang terdiri dari kalangan bisnis dan industrial yang bertujuan mencari penghidupan dan menciptakan kekayaan. 21 Penulis dalam penelitian ini memilih menggunakan istilah Partnership dan Public Private Partnership (PPP) karena mengacu pada definisi PPP sebagaimana dikemukakan Jean-Etiene de Bettignies dan Thomas W. Ross (2004) adalah kesepakatan kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta untuk menyediakan asset dan layanan yang secara tradisional telah disediakan oleh sektor publik. Ketiadaan sektor swasta dalam kemitraan ILO dan mitra lokalnya dalam program pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember menjadi alasan mengapa penulis lebih memilih menggunakan istilah Partnership daripada PPP.
15 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
donor. 22 Di satu sisi, kemitraan merupakan strategi pertahanan lembaga donor F
F
terhadap kritik yang ditujukan pada aktivitas mereka baik dari dalam maupun luar negeri. Menurut Fowler (2000) mengutip dari Hudock (2000), kemitraan merupakan upaya donor untuk mengurangi jumlah bantuan pasca perang dingin sekaligus
membantu
perkembangan
dukungan
domestik.
Fowler
juga
menyebutkan hubungan kemitraan lebih sebagai ilusi daripada realitas. Sementara Lister (2000) lebih menekankan pada kebutuhan lembaga donor untuk melegitimasi pendekatan pembangunan mereka terutama sebagai respon terhadap kritik dari kelompok Selatan. Di sisi lain, Fowler dalam Crawford (2003) mengatakan meski kemitraan nampak tidak berbahaya namun bisa menjadi seperti terminologi Kuda Troya23 yakni sebuah instrumen bagi penetrasi F
F
yang lebih dalam, lebih luas dan lebih efektif ke dalam pilihan dan jalan pembangunan sebuah negara dengan penampakan yang jinak, inklusif, terbuka, merangkul semua dan harmonis (Fowler, 2000: 7). Karenanya, kehadirannya bisa jadi tidak melepaskan kontrol donor terhadap aktor lokal namun justru bisa menjadi sebuah ketidakseimbangan kekuasaan yang membingungkan (2000: 3) dan sebuah bentuk gangguan kekuasaan eksternal yang tidak kentara (2000: 7). 22
Sebagai bagian dari interaksi internasional antar bangsa, ada motif yang melatarbelakangi negara donor dalam memberikan bantuan. Ada dua motif yang utama yaitu motif dan tujuan ekonomi serta motif dan tujuan politik. Sementara itu dari sisi negara penerima (resipient), ada sejumlah alasan mengapa mereka mau dan bahkan sangat ingin menerima bantuan luar negeri sekalipun dalam bentuk-bentuk yang sangat mengikat dan restriktif. Salah satu alasan yang utama adalah masalah ekonomi di mana banyak negara berkembang membutuhkan bantuan dana dan juga bantuan teknis guna melangsungkan pembangunan. 23 Strategi Trojan Horse atau Kuda Troya yang marak diperbincangkan dan digunakan sebagai salah satu strategi utama untuk meraih kemenangan dalam berbagai bidang kehidupan saat ini berasal dari suatu cerita rakyat Yunani kuno tentang Perang Troya yang sangat terkenal. Dengan strategi Kuda Troya (Trojan Horse) di mana di dalam patung ‘kuda’ yang nampaknya indah tersebut disusupkan prajurit-prajurit yang siap bertempur masuk ke dalam kota. Dengan strategi ini, Kerajaan Troy yang dikenal sangat susah ditaklukkan oleh kerajaan-kerajaan di Yunani lainnya akhirnya bisa ditaklukkan.
16 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Terdapat sejumlah definisi kemitraan yang berkembang dalam wacana pembangunan kontemporer. Menurut Crawford (2003: 142) mengutip dari Pugh et al dalam Buchanan (1994: 9), kemitraan memiliki pengertian utama sebagai hubungan kerjasama yang ditandai dengan rasa ingin berbagi untuk mencapai tujuan, saling menghargai dan keinginan untuk bernegosiasi. Sementara itu menurut Presiden Bank Dunia, James W Wolfenson, mendeskripsikan kemitraan sebagai sebuah peran pemerintah dan parlemen sebuah negara yang dipengaruhi oleh peran masyarakat sipil dan bekerja sama dengan lembaga swasta baik dalam maupun luar negeri serta lembaga donor multilateral (Wolfensohn, 1998). Lister (2000: 228) dalam Crawford (2003: 142) melengkapi dua definisi sebelumnya dengan mengidentifikasi sejumlah elemen yang dibutuhkan untuk tercapainya sebuah kemitraan yang berhasil yakni saling percaya, saling mendukung, membuat keputusan secara bersama-sama, akuntabilitas timbal balik, transparansi keuangan dan komitmen jangka panjang. Kemitraan yang ideal melibatkan semua komponen penting dalam kemitraan yakni pemerintah (baik pusat maupun daerah), masyarakat dan sektor swasta baik dalam maupun luar negeri. Dalam kasus kemitraan program pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember, pihak-pihak yang bermitra hanya terdiri dari Dinas Koperasi UMKM setempat sebagai representasi pemerintah daerah, masyarakat, lembaga internasional ILO dan sejumlah LSM. Sementara itu sektor swasta terutama lembaga keuangan perbankan, belum ambil bagian dalam kemitraan. Dalam konteks kemitraan yang kurang lengkap
17 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
seperti ini, peran pemerintah sebagai aktor utama menjadi sangat menentukan untuk mengisi kekosongan peran sektor swasta.
1.5.2 Comparative Advantage dalam Kemitraan Menurut Linton (1997), ada beberapa alasan mengapa negara/kelompok harus bermitra, salah satunya yakni agar bisa mencapai tujuan bersama (kesejahteraan ekonomi, sosial dan menjaga keamanan bersama), karena beberapa pihak seringkali tidak bisa melakukannya sendiri-sendiri. Keterbatasan sumber daya (fisik-geografis, sosial, ekonomi) yang dimiliki oleh masingmasing kelompok telah ‘memaksa’ untuk saling berbagi sumber daya yang dimiliki dan melakukan kerjasama. Bertolak dari berbagai keterbatasan yang dihadapi, masing-masing pihak dalam kemitraan yang umumnya terdiri dari aktor eksternal (organisasi multilateral dan bilateral) dan aktor internal (pemerintah dan organisasi non pemerintah) berharap dapat saling berbagi sumber daya yang terbatas secara lebih efisien sehingga dapat mengakselerasi pencapaian tujuan bersama. Dalam konteks ini, masing-masing pihak bisa memaksimalkan keunggulan komparatifnya sehingga bisa menjadi kekuatan untuk menyelesaikan masalah. Istilah keunggulan komparatif atau comparative advantage bermula dari teori keunggulan komparatif yang dikemukan oleh David Ricardo saat memasuki Revolusi Industri di Inggris pada tahun 1830-an. Prinsip dasar dari teori ini adalah setiap negara sebaiknya melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang-barang sehingga bisa lebih efisien. Perbandingan biaya jika sebuah negara memproduksi sendiri sejumlah barang dengan biaya di
18 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
negara lain menjadi penentu ada tidaknya keunggulan komparatif (Isaak, 1995). Prinsip keunggulan komparatif dalam konteks perdagangan internasional ini kemudian berkembang menjadi salah satu prinsip utama untuk menyukseskan sebuah kemitraan. Dalam konteks kemitraan, prinsip keunggulan komparatif bisa dimaknai sebagai upaya saling memanfaatkan keunggulan baik yang dimilikinya dan juga mitra sehingga bisa menjadi solusi untuk mengantisipasi berbagai keterbatasan yang dihadapi guna memaksimalkan pencapaian tujuan. 24 Alasan negara, F
F
kelompok atau bahkan individu memanfaatkan keunggulan komparatif hampir sama dengan alasan mengapa orang, kelompok dan negara melakukan kemitraan. Seseorang, sebuah keluarga, masyarakat bahkan negara, tidak mungkin membuat sendiri segala sesuatu yang dibutuhkannya, sekadar untuk menjalani kehidupan yang paling sederhana sekalipun. Untuk itu setiap pihak akan memperoleh keuntungan dengan terlibat dalam transaksi atau kegiatankegiatan di mana mereka bisa memanfaatkan keunggulan komparatif yang mereka miliki, baik dalam bentuk kekayaan sumber daya tertentu atau kemampuan ilmiah (Todaro dan Smith, 2006). Jika konsep ini diterapkan dalam 24
Istilah competitive advantage saat ini banyak digunakan dalam kemitraan di dunia bisnis yang lebih dikenal dengan istilah aliansi strategis. Menurut Spekman et al (2007), aktivitas aliansi dapat menstimulasi sebuah pertumbuhan antara lain dengan: (1) memfokuskan perhatian perusahaan pada aktivitas yang menjadi inti bisnis perusahaan; (2) meleverage kemampuan partner untuk mengembangkan dan mengenalkan produk atau jasa baru, (3) memasuki segmen pasar baru, memasuki daerah pasar baru; dan (4) mempercepat kesempatan-kesempatan revenue dengan mendapatkan return dari pelanggan, channel, dan produk yang sudah ada melalui penambahan kelengkapan skill dan keahlian. Dengan memanfaatkan aliansi strategis, maka sangat memungkinkan bagi perusahaan dalam mengembangkan competitive advantage melalui leveraging kemampuan dan kapabilitas partner-nya untuk meningkatkan performan dari nilai perusahaan. Perusahaan tidak lagi berkompetisi sebagai individual companies, tetapi mereka berkompetisi sebagai sekelompok perusahaan yang bekerjasama dalam memberikan nilai yang terbaik kepada pelanggannya. Intinya, konsep aliansi strategis adalah saling menguntungkan dengan memanfaatkan keunggulan partner, sehingga tujuan bersama bisa dicapai secara berkesinambungan.
19 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sebuah kemitraan, pemanfaatan keunggulan komparatif akan memungkinkan masing-masing
pihak
memperoleh
sejumlah
manfaat
yang
signifikan.
Pemerintah memiliki keunggulan dalam hal program dan regulasi. Pemerintah juga memiliki anggaran yang besar namun bagaimanapun, pemerintah tidak dapat melakukannya sendiri. Sementara itu sektor swasta memiliki keunggulan komparatif dalam hal teknis, finansial dan manajerial yang umumnya lebih baik dari sektor publik. Yang mereka butuhkan adalah iklim dan regulasi investasi yang mendukung dan ini tidak mungkin mereka penuhi sendiri. Sementara masyarakat sipil umumnya memiliki keunggulan dalam hal modal sosial dan SDM namun lemah dalam hal manajerial dan anggaran. Dalam kondisi seperti ini, kemitraan akan memberi peluang bagi masing-masing pihak untuk memanfaatkan keunggulan komparatifnya sehingga keterbatasan dan kendala yang mereka hadapi dapat diatasi atau paling tidak dapat diminimalisir. Berikut sejumlah manfaat yang akan diperoleh oleh masing-masing pihak (pemerintah, sektor swasta dan masyarakat) dari kemitraan yang mereka jalankan sebagaimana kemukakan oleh Syahrir (2004) dalam Zaini dkk (2009):
20 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar I.1 Kemitraan Pemerintah, Masyarakat dan Swasta
Dalam kemitraan 3 (tiga) pihak di atas, Syahrir menunjukkan bahwa kemitraan terjalin karena masing-masing pihak akan mendapatkan keuntungan. Untuk itu, mereka menjalankan peran dengan keunggulan komparatif yang dimiliki sehingga bisa memperoleh sejumlah keuntungan sekaligus memberi manfaat bagi pembangunan ekonomi daerah. Berikut peran dan manfaat dari masing-masing aktor dalam kemitraan sebagaimana digambarkan Syahrir di atas: a. Dalam hubungan kemitraan pemerintah dan swasta maka pemerintah berperan menyusun kebijakan dan aturan main serta menyediakan pelayanan perizinan, dan pengembangan kerjasama antara daerah dimana memungkinkan pelaku bisnis di daerah masing-masing bisa saling mengembangkan investasi. Sedangkan dari pihak swasta, kemitraan akan
21 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
mendorong peran swasta untuk memberikan lingkungan kondusif daerah sebagai daerah tujuan investasi, pelibatan departemen terkait (industri, tenaga kerja, dan sebagainya), serta kebutuhan untuk transparansi dalam hubungan perizinan dan nilai tambah yang dapat diperoleh dari kegiatan ekonomi lokal. b. Dalam hubungan kemitraan pemerintah dan komunitas (masyarakat) maka pemerintah berperan menyusun kebijakan yang memihak kepada kepentingan masyarakat, serta melakukan transparansi dan akuntabilitas publik. Sedangkan bagi masyarakat sendiri kemitraan menjadi peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan kesempatan usaha, dan memperoleh ruang untuk melakukan negosiasi kepada pemerintah dalam memperoleh keadilan dan kesetaraan.
Pemanfaatan keunggulan komparatif di atas bisa diterapkan hampir dalam semua bentuk kemitraan termasuk dalam kemitraan ILO dan mitra lokalnya dalam upaya pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember. Masing-masing pihak memiliki sejumlah keterbatasan atau kendala untuk memaksimalkan pencapaian tujuan. Kemitraan yang mereka jalin akan memberi peluang untuk memanfaatkan keunggulan komparatif masing-masing guna mengantisipasi dan meminimalisir kendala yang mereka yang hadapi sehingga pencapaian tujuan bersama bisa diakselerasi.
1.5.3 Pola Hubungan Kolaboratif Sejajar Meski kemitraan bisa menjadi solusi bagi sejumlah keterbatasan yang dihadapi oleh negara maupun kelompok untuk mencapai tujuannya, tidak semua model hubungan kemitraan bisa memberi kontribusi yang maksimal terlebih ketika salah satu aktor utama tidak hadir seperti dalam kasus kemitraan ILO dan mitra lokal dalam upaya pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember. Dalam tataran praksis, terdapat dua konsep utama kemitraan yang berkembang
22 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yakni kemitraan sebagai ‘instrument’ dan kemitraan sebagai ‘genuine’ (Brohman, 1996: 252, dalam Crawford, 2003: 143). Istilah yang pertama mengacu pada arus utama organisasi pembangunan yang menganggap kemitraan sebagai alat atau tujuan yang ingin dicapai oleh donor, di mana donor melakukan kontrol terhadap semua aktivitas komunitas lokal. Sebaliknya, ‘genuine’ memerlukan peranan kelompok-kelompok lokal untuk pengaturan agenda pembangunan sejak awal dan selama kemitraan berlangsung. Dengan kalimat lain, kemitraan sebagai ‘genuine’ dimaknai sebagai tujuan dan proses transformasi jelas, sementara kemitraan sebagai sebuah instrumen lebih mendekati status quo (Crawford, 2003: 143). Selanjutnya, Crawford menguraikan empat dimensi yang bisa digunakan untuk menandai ‘genuine partnership’ yakni: (1) kesamaan tujuan dan kerjasama antar pihak yang bermitra yang umumnya terdiri dari aktor eksternal dan aktor internal; (2) penghormatan terhadap kedaulatan dan hak-hak aktor nasional untuk menentukan pilihan kebijakan mereka sendiri; (3) hubungan yang sejajar dan penuh arti; dan (4) dibutuhkan waktu dan komitmen untuk membangun dan memelihara sebuah kemitraan yang kuat. Sementara itu menurut Eisler et al (2001), ada beberapa model hubungan yang umum terbangun dalam kemitraan, yaitu: pertama, hubungan dominasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak pertama menguasai pihak kedua. Kedua, hubungan subordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua menguasai pihak pertama, atau pihak pertama dengan sengaja menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak kedua. Dan ketiga,
23 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
hubungan kemitraan artinya pihak pertama dan kedua selevel di mana mereka bertumpu pada kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai. Selain pola hubungan kemitraan yang umum di atas, ada pula pola hubungan kemitraan yang lebih khusus/spesifik yakni antara lembaga donor dan LSM sebagai penerima (resipient). Menurut Wiratmadinata (2006), ada dua pola hubungan atau relasi yang umum terjadi yakni pertama, relasi yang tidak adil atau tidak fair, yaitu ketika donor menempatkan dirinya sebagai “Tuan” atau “Master” yang memberi dukungan dana, sedang LSM atau NGO hanya sebagai “worker” atau “pekerja” yang menjalankan kepentingan donor. Pola kedua adalah relasi yang ideal atau adil, di mana donor bertindak sebagai sahabat atau kawan sejati yang datang membantu dengan tujuan-tujuan ideal dengan mekanisme yang setara. Dalam pola hubungan ini, donor mempersepsikan dirinya sebagai “partner”. 25 F
Dari uraian mengenai kemitraan di atas dikaitkan dengan objek penelitian tesis, penulis berpendapat bahwa kemitraan yang terjalin antara ILO dan mitra lokal dalam program pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember lebih cenderung pada ‘genuine partnership’ mengacu pada pendapat Crawford (2003), pola hubungan kemitraan menurut Eisler et al (2001) dan relasi yang adil atau ideal menurut Wiratmadinata (2006). Selain telah memenuhi sejumlah besar dimensi yang disebutkan Crawford sebagai penanda 25
Pola hubungan kemitraan yang sejajar atau ideal adalah harapan semua pihak namun dalam tataran praksisnya pola hubungan semacam ini sulit untuk dibangun. Terutama jika hubungan di antara donor dan penerima hanya dilihat sebagai pemberi dan penerima, karena pemilik uang tentu lebih berkuasa. Karenanya, pola hubungan yang setara ini sering disebut sebagai kesetaraan dalam tanda kutip, atau dalam konteks tertentu. Beberapa indikator yang bisa digunakan untuk melihat apakah pola hubungan yang terbangun adalah equal partnership antara lain dibuktikan oleh kontrak yang adil, mekanisme kerja yang menempatkan kedua pihak sebagai dua unsur yang saling mengisi.
24 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
‘genuine partnership’, kemitraan yang terjalin di antara ILO dan mitra lokalnya tidak hanya menjadi cara namun sekaligus menjadi tujuan sehingga keterlibatan dan peran kelompok-kelompok lokal menjadi satu hal yang penting dan harus ada sejak awal dan selama kemitraan berlangsung. Posisi antar mitra juga cenderung selevel dengan bertumpu pada sikap saling percaya, bekerjasama dan saling menghargai. ILO sebagai lembaga donor juga relatif menempatkan dirinya sebagai ‘partner’ yang datang membantu dengan tujuan-tujuan ideal dengan mekanisme yang setara. Sikap ILO ini bisa ditelusuri melalui sejumlah kajian mengenai prinsip kemitraan aktif yang dilakukan ILO hampir dalam semua kemitraan yang dijalankannya. ILO merupakan salah satu organisasi internasional yang memiliki sejumlah karakteristik unik dalam menjalankan program-programnya. Keunikan tersebut antara lain: pertama, menjadikan kemitraan lokal sebagai salah satu ujung tombak keberhasilan programnya sehingga ILO berusaha merangkul sebanyak mungkin eleman masyarakat dan negara hingga unsur terkecil yakni masyarakat di wilayah di mana ILO menjalankan program. Dan yang kedua, ILO menggunakan konsep tripartit dalam menjalin kerjasama dengan para mitra lokalnya. 26 Konsep tripartit yang F
F
mengedepankan musyawarah antar berbagai pihak yang terlibat berdasarkan asas 26
Konsep ini bermula dari ciri khas ILO yang mengadopsi struktur tripartit yang terdiri dari perwakilan pemerintah, pekerja, dan pengusaha. Dalam konsep ini, ILO menempatkan pengusaha dan buruh/pekerja, dua pihak yang menjadi “partner sosial” dalam proses ekonomi, duduk sejajar dan berpartisipasi dengan pihak pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan program. Secara bersama-sama, ketiga unsur dalam tripartit bertugas menentukan strategi dan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan ILO. Prinsip ini merupakan bagian dari implementasi kebijakan kemitraan aktif (active partnership) yang diperkenalkan ILO sejak tahun 1994 lalu. Tujuannya adalah untuk makin mendekatkan ILO dengan unsur-unsur tripartit di negara anggota dan terus meningkatkan pelayanan teknis yang diprogramkan. Unsur penting dalam konsep kemitraan aktif ini adalah dibentuknya 16 tim multidisiplin regional yang memungkinkan ILO merespon kebutuhan-kebutuhan akan bantuan teknis secara lebih cepat.
25 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
saling menghargai satu sama lain sebagai mitra yang sejajar memungkinkan kerjasama berjalan lebih optimal dan menguntungkan semua pihak. Dari berbagai macam bentuk/model kemitraan di atas, mengutip istilah yang digunakan oleh Zaini dkk (2009), penulis menyebut pola kemitraan yang terjalin antara ILO dan mitra lokalnya dengan istilah pola hubungan kolaboratif sejajar. Maksudnya, hubungan yang terjalin di antara para mitra cenderung pada hubungan yang sejajar (meski tidak benar-benar sejajar karena dalam hubungan antara donor dan penerima, pemberi bantuan atau pemilik uang tentu memiliki posisi lebih berkuasa) di mana masing-masing pihak berupaya mengolaborasikan keunggulan komparatif yang dimilikinya dengan keunggulan komparatif para mitranya sehingga pencapaian tujuan bersama dapat diakselerasi.
I.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, penulis berhipotesis bahwa kemitraan ILO dan mitra lokal dalam program pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember bisa berhasil dan menghasilkan output yang cukup baik meski tanpa keterlibatan sektor swasta adalah karena peran dan kehadiran pemerintah masih cukup besar terutama dalam hal anggaran sehingga bisa menggantikan ketidakhadiran dan peran sektor swasta. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah pola hubungan kemitraan yang bersifat kolaboratif sejajar antar mitra sehingga memungkinkan masing-masing pihak mengoptimalkan keunggulan komparatifnya untuk mengatasi kendala yang dihadapi sekaligus memaksimalkan pencapaian tujuan program.
26 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
I.7 Metodologi 1.7.1 Pendekatan Penelitian Berdasarkan pertimbangan bahwa fenomena yang diamati merupakan fenomena sosial serta tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan data dan informasi mengenai kemitraan antara ILO dan mitra lokalnya dalam upaya pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember, maka sifat penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Yin (1989), penelitian studi kasus cocok digunakan untuk situasi di mana bentuk pertanyaan penelitian berkenaan dengan “bagaimana” atau “mengapa”, dan bila penelitian hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa yang akan diselidiki. Selain itu, penelitian studi kasus juga cocok diaplikasikan pada penelitian yang fokus pada fenomena kontemporer (Silalahi, 2006). Penelitian mengenai kemitraan antara ILO dan mitra lokal dapat disebut sebagai penelitian studi kasus karena kasus yang menjadi obyek penelitian telah memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai kasus yakni program yang terikat dengan waktu dan tempat kejadian obyek. 27 Dari segi proses, studi yang F
F
dilakukan terhadap obyek penelitian dilakukan secara mendalam, menyeluruh dengan menggunakan berbagai macam sumber data.
27
Menurut Jhon W.Creswell (2002), suatu obyek dapat diangkat sebagai kasus apabila obyek tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dibatasi yang terikat dengan waktu dan tempat kejadian obyek. Mengacu pada kriteria tersebut, beberapa obyek yang dapat diangkat sebagai kasus dalam penelitian studi kasus adalah kejadian atau peristiwa (event), situasi, proses, program, dan kegiatan.
27 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
1.7.2 Jangkauan Penelitian Periode kerjasama paling intens yang terjalin antara ILO dan dan mitra lokal dalam upaya pemberdayaan ekonomi RTM di Kabupaten Jember adalah pada rentang waktu 2009-2010, dengan demikian periode tersebut menjadi batasan waktu untuk penelitian ini.
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini akan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dengan sejumlah pihak terkait (informan). Informan dalam penelitian ini terbagi dua yakni informan utama dan informan tambahan. Informan utama terdiri dari perwakilan Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Jember, Perwakilan ILO untuk program IPEC TBP-II di Kabupaten Jember, perwakilan dari LSM yang menjadi mitra ILO. Adapun untuk informan tambahan adalah pengurus LKMM yang mendapat bantuan dalam program kemitraan. Selain wawancara, penelitian juga dilengkapi dengan studi kepustakaan, mengumpulkan data-data sekunder dari berbagai bahan, seperti buku teks, terbitan berkala, jurnal, majalah, surat kabar, dokumen, makalah, dan bahan-bahan lainnya.
1.7.4 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang berupa informasi atau uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga
28 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang telah ada dan sebaliknya (Subagyo, 2008).
1.7.5 Sistematika Penulisan Laporan Penelitian Laporan penelitian sebagai hasil dari proses pengumpulan data dan analisis ini disusun sebagai berikut: bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, serta metodologi penelitian; bab kedua berisi uraian mengenai peran pemerintah di tengah ketidakhadiran sektor swasta dalam kemitraan; bab ketiga mengulas tentang implementasi pola hubungan kolaboratif sejajar di lapangan; bab keempat mengulas tentang sinergisitas keunggulan komparatif ILO dan mitra lokal untuk memaksimalkan tujuan kemitraan; dan pada bab terakhir atau bab keempat akan didapat kesimpulan atas keseluruhan penelitian.
29 Tesis
KEMITRAAN INTERNATIONAL LABOUR .....
RIRIN HANDAYANI