BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama Budha lahir dibagian Timur Laut India sekitar abad ke-6 SM. Setelah lebih dari 2500 tahun hingga saat ini, agama Budha berkembang keluar India hingga sampai ke China. Penyebarannya ke berbagai wilayah dapat diterima oleh berbagai budaya setempat walaupun tidak sedikit variasi oleh karena agama Budha tidak terlalu terikat pada dogma sebab yang ingin disampaikan bukan keselamatan, melainkan suatu kebenaran universal yang dapat dicapai oleh manusia sendiri (Djam‟annuri, 2000:65). Dengan menghilangkan penderitaan untuk mencapai pencerahan yang juga mengakhiri eksistensi manusia dalam penderitaan (Mudzi Sutrisno, 1993:113). Setelah Parinibbana (Mircea, 1987 448-449)Budha Gautama, hingga saat ini terdapat dua mazhab besar dalam agama Budha yang diantut oleh masyarakat Budhis diseluruh dunia, yaitu : Mazhab Theravada, yang cenderung mempertahankan kemurnian ajaran Budha, menggunakan kitab Tipitaka berbahasa Pali. Aliran ini sering kali disebut agama Budha aliran selatan, sebab pada umumnya berkembang di negaranegara Asia Selatan dan Asia Tenggara. Mazhab Mahayana, yang cenderung mempertahankan makna-makna hakiki ajaran Budha, menggunakan kitab suci Tipitaka berbahasa Sansekerta. Pengaruh adat istiadat dan kepercayaan masyarakat diterima dalam mazhab ini. Aliran ini sering kali disebut agama Budha aliran Utara karena pada umumnya berkembang di negara-negara Asia Timur dan Asia Tengah (Widyantoro, 2003:219). Selain kedua mazhab diatas ada juga Tantrayana yang merupakan cabang khusus dari Mahayana (Djam‟annuri, 2000:65). Tantra ini ada dua macam yaitu Tantra Timur dan Tantra Tibet. Tantra Timur seperti yang terdapat dalam aliran Thien Thai di 1
China (yang dikembangkan oleh guru-guru dari India, antara lain Subhakarasinha, Vajrabodhi serta Amonghavajra). Sedangkan Tantra Tibet adalah Tantra yang di terapkan di Tibet, Mongolia, Bhutan dan Nepal (GMCBP : 2002:4). Mitologi China sudah ada pada abad ke-12 sebelum masehi. Mitologi adalah ilmu tentang penjelasan orang tak ilmiah tentang apa yang kita sebut dunia lain (otherworld), yaitu dunia lain itu sendiri dan para penghuninya, kebiasaan mereka yang misterius dan tindakan mereka yang mencengangkan disana sini, biasanya juga termasuk penciptaan dunia ini (Werner E.T.C 2008 : 47). Dengan istilah dunia lain, orang tak ilmiah itu tidak selalu memaksdkan segala sesuatu yang jauh atau bahkan yang tidak tampak, walaupun banyak hal yang dia jelaskan tercakup dalam istilah itu. Mitos dan legenda disampaikan turun-temurun dengan cara lisan lebih dari ribuan tahun, sebelum banyak dicatat dalam buku pada Dinasti Wei Utara and Dinasti Jin (220-420). Mitologi ini kemudian berkembang menjadi Kepercayaan tradisional Tionghoa setelah mendapat pengaruh ajaran konfusius, Taoisme serta Agama Buddha. Sebagian orang percaya isi Mitologi China adalah catatan sejarah yang nyata karena memiliki nilai pembentukkan tradisi atau sejarah China. Makna dari mitos itu sendiri adalah suatu cerita, pendapat atau anggapan dalam konteks sebuah kebudayaan yang dianggap memiliki kebenaran mengenai suatu ihwal yang pernah ada pada masa dahulu namun “kebenaran” itu sendiri masih diragukan atau belum tentu benarnya. Mitos berasal dari kata mutos (Yunani) yang berarti cerita atau sejarah berisi dongeng yang dibentuk serta diriwayatkan mengenai masa lalu. Dalam hal ini dapat berupa cerita dewa, pahlawan di masa lalu, kejayaan orang masa lampau, mengenai asal usul alam semesta dan sebagainya (Alkatiri, 1998: 2-6).
2
Senada dengan Alkatiri, J.A. Coleman dalam The Dictionary of Mythology (2007) mengungkapkan bahwa mitos dapat berarti suatu kata, cerita, pembicaraan dan sebagainya. Biasanya cerita yang dimaksud bergulir secara lisan dari satu orang ke orang lain, dari generasi ke generasi, berkisah mengenai pahlawan, tentang dewa-dewa atau pun berkaitan dengan ide penciptaan. Beberapa dari mitos terekam dalam catatan tertulis sehingga dapat diketahui hingga saat ini (Coleman, 2007: 7). Sementara itu, W.J.S. Poerwadarminta merinci bahwa legenda (legend) merupakan cerita dari zaman dahulu yang bertalian dengan peristiwa-peristiwa sejarah (Poerwadarminta, 1995: 578). Beberapa kalangan tertentu menganggap bahwa legenda lebih dari sekedar cerita sejarah masa lampau karena hal tersebut dinilai mempunyai suatu kesakralan berkaitan dengan suatu pantangan, larangan, kewajiban dan sebagainya. Sebagian besar legenda memang menceritakan sejarah. Dimana dapat berubah asal muasal suatu hal, tempat, peristiwa atau mengenai kejayaan seseorang yang hidup di masa lalu. Proses penyebaran secara lisan atau word of mouth ini memungkinkan adanya suatu distorsi berupa penambahan dalam cerita yang ada bahkan dapat berbeda sama sekali dengan cerita pada awalnya karena adanya penambahan unsur ataupun karakter dalam jalan cerita seriring dengan perubahan zaman yang bergulir baik dalam mitos ataupun legenda. Namun walau bagaimana pun, mitos dan legenda tersebut tetap dapat tersampaikan dari generasi ke generasi karena adanya suatu alat yakni bahasa. Oleh karena itu, mitos dan legenda dapat dikatakan sama tuanya dengan bahasa. Tercatat manusia mulai mengenal bahasa kira-kira sejak 300.000 sampai 200.000 tahun Sebelum Masehi (SM). Sementara bahasa secara lengkap mulai digunakan kira-kira 35.000 tahun 3
SM (Nurudin, 2007: 45). Beberapa mitos maupun legenda senantiasa dipertahankan karena memiliki nilai-nilai yang mampu memberikan suatu pelajaran atau pesan teladan yang baik bagi kehidupan sehari-hari. Beberapa pandangan menjelaskan bahwa antara mitos dan legenda harus dibedakan. Akan tetapi dalam konteks budaya yang senantiasa dinamis, kedua hal tersebut sering bersilang satu dengan lainnya dalam artian dalam mitos terdapat legenda demikian pula sebaliknya. Banyak sekali cerita rakyat yang terdapat dalam legenda dan mitos China yang sampai sekarang masih menjadi misteri yang keberadaannya sulit untuk diterima dengan akal sehat. Tetapi jika dicermati, sebenarnya isi dari cerita adalah interpretasi dari mitos dan legenda yang tidak sulit dan sederhana. Untuk memudahkan dan tidak mengurangi arti keseluruhan dari novel tersebut, ada juga dari beberapa novel tersebut yang dijadikan film yang dapat dinikmati dalam bentuk hiburan. Disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana yang ceritanya dapat dicerna oleh anak kecil dan sungguh sangat menyenangkan. Chusmeru pernah mengungkapkan bahwa proses bergulirnya suatu pesan melalui lisan atau dari mulut ke mulut yang dikenal sebagai komunikasi lisan/gethok tular/word of mouth dalam terminologi komunikasi termasuk dalam bentuk komunikasi non media (Alkhajar, 2010). Oleh sebab itu tidak banyak mitos dan legenda China yang memiliki nilai historis yang dapat dicari tau kebenarannya secara detail dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Walaupun beberapa dari mitos terekam dalam catatan tertulis sehingga dapat diketahui hingga saat ini (Coleman, 2007: 7). Tetapi Derrida yang terkenal dengan teori Dekonstruksinya mengatakan bahwa : “Sesuatu yang ada bersifat majemuk, tak berstruktur, dan tak bersistem, hingga tak bisa dibenarkan
4
melalui kata, tanda, dan konsep tunggal. Metafisika modern tersebut harus dibongkar (dekonstruksi) untuk menemukan solusi atas permasalahan modernitas”. Ini mengartikan bahwa, Filsafat modern (pemikiran) Barat identik dengan kebenaran yang tunggal, mutlak, dan absolut. Melalui dekonstruksinya, Derrida ingin menyampaikan bahwa kebenaran lama bisa dibongkar dan hal-hal alternatif lainnya bisa menjadi kebenaran baru. Dekonstruksi tidak berarti menjurus pada penghancuran suatu konsep tanpa solusi. Tapi dekonstruksi juga bisa menawarkan konsep baru untuk menggantikan konsep lama. Inilah yang membedakan konsep dekonstruksi dengan nihilisme (ketiadaan). Terkadang mitos dan legenda China ini mampu memberikan fakta-fakta menarik yang dapat diperbincangkan dan dapat diterima oleh sebagian orang. Inilah yang menjadi pro-kontra terhadap penafsiran dalam mitos dan legenda China. Mungkin hal ini jugalah yang mengakibatkan cerita rakyat yang berasal dari mitos dan legenda China dapat berkembang dari waktu ke waktu. Disatu sisi, karena mitos dan legenda ini merupakan bagian dari mitologi yang pada dasarnya tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah tetapi didalam mitos dan legenda China sarat akan makna dan nilai-nilai kehidupan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan seharihari. Inilah keunikan dari setiap cerita rakyat yang berasal dari legenda dan mitos China. Sebagi contoh ialah Reinkarnasi, Kata reinkarnasi berasal dari dua kata Latin: re (lagi) dan incarnere (dalam daging). Secara harafiah istilah ini berarti “kembali ke dalam daging.” Seorang ahli agama-agama dunia Geoffrey Parrinder, mendefinisikan istilah reinkarnasi sebagai “Keyakinan bahwa jiwa atau suatu kekuatan keluar sesudah kematian dan masuk ke tubuh lain”. Bisa dari manusia bayi yang lahir pada saat kematian atau sesudah kematian, atau pada tubuh yang lain yang bukan manusia (bisa
5
binatang atau tumbuhan) atau sebaliknya yang bukan manusia pada manusia. Pandangan dunia dan pengharapan itu bahkan mempunyai nuansa kosmik dan supranatural, yang menjadikan ajaran ini mempunyai kekuatan yang mengikat para penganutnya (Norman Geisler, 1986:23). Orang-orang Tionghoa sangat mempercayai adanya Reinkarnasi, salah seorang Lama yaitu Thubten Yeshe yang wafat di tahun 1984 di California pernah berkata bahwa “ sebagai penganut sejati Budha, bila meninggal nanti, ia akan kembali lagi ke dunia ini sampai semua makhluk yang berakal budi ditolongnya mencapai penerangan sempurna”. Hal ini dipengaruhi praktek keagamaan Budha yang didalam ajarannya menyebutkan adanya karma dan reinkarnasi. Ajaran karma dan reinkarnasi dalam Budha termasuk dalam inti dasar-dasar ajaran agama Budha dimana setiap orang yang hidup pada masa ini bergantung pada karma yang dilakukannya pada masa lampau dan perbuatannya pada saat ini mempengaruhi manifestasi kelahirannya kembali dikehidupan masa yang akan datang (Lany Kristono (terj), 1990 : 3). Banyak orang yang sudah tidak asing lagi mendengar kata reinkarnasi. Di dalam mitos dan legenda China ada yang menceritakan tentang Reinkarnasi, itu sebabnya sering sekali reinkarnasi dikaitkan dengan kebudayaan China. Seperti pada tahun 20022004 ada film yang terkenal yang mengisi layar kaca di Indonesia yang berjudul Sun Go Kong yang diadopsi melalui novel Perjalanan Ke Barat, yang menceritakan perjalanan Seorang Guru Tong San Chong dan ke 3 orang muridnya untuk mencari kitab suci, mereka melakukan perjalanan dari timur ke barat. Disana menceritakan riwayat salah seorang murid Tong San Chong yang bernama Ti Pat Kai yang merupakan reinkarnasi dari seorang Pangeran Tian Feng yang memiliki pasukan perang di khayangan. Diceritakan pada saat itu bahwa, Pangeran Tian Feng melanggar aturan yang ada dalam 6
khayangan, sehingga penguasa langit murka dan menghukum sang pangeran untuk menjalani kehidupannya di bumi dengan menjadi seorang manusia babi.Sang Penguasa langit memberikan kehidupan di dunia binatang agar sang pangeran dapat membayar kesalahannya, agar suatu saat ketika sang pangeran menjalankan dan patuh terhadap aturan dan dharma Budha dia akan kembali lagi menjadi seorang Dewa.Disini sangat jelas diceritakan bahwa adanya reinkarnasi yang dikenal pada masyarakat Tionghoa. Walau terkadang yang menjadi tanda tanya besar adalah apakah reinkarnasi itu memang ada dan benar-benar terjadi atau hanya cerita fiktif yang dibuat hanya untuk hiburan semata. Berdasarkan uraian diatas, Saya sangat tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan berniat untuk melakukan suatu penelitian yang memfokuskan tentang Reinkarnasi Pada Mitos dan Legenda China. 1.2 Rumusan Masalah Adapun masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konsepterjadinya Reinkarnasi yang dikenal dalam mitos dan legenda China 2. Apa penyebab Reinkarnasi yang dikenal dalam mitos dan legenda China
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan bagaimana proses Reinkarnasi yang dikenal dalam mitos dan legenda China. 2. Mendeskripsikan penyebab Reinkarnasi pada mitos dan legenda China.
7
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis, adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan dan masukan untuk penelitian selanjutnya dalam studi kebudayaan khususnya budaya China, serta dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian-penelitian yang akan datang. Penulis juga berharap penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang terkait dengan budaya etnis Tionghoa yang menjadi salah satu suku di Indonesia. 2.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah menambah pengetahuan penulis serta masyarakat Indonesia tentang Reinkarnasi sehingga mampu menarik perhatian masyarakat luas untuk lebih tertarik mengenal kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia, baik kebudayaan asli dari Indonesia maupun kebudayaan etnis Tionghoa. Dan juga penulis berharap penelitian dapat dijadikan rujukan untuk penelitian-penelitian yang akan datang ataupun sebagai bahan pelajaran muatan lokal. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu masyarakat untuk menerapkan kembali dimasyarakat sehingga kelestariannya tetap terjaga.
8
1.5 Batasan Masalah Masyarakat Tionghoa memiliki banyak kebudayaan yang sudah dikenal oleh masyarakat dunia. Mitos dan legenda China, merupakan salah satu dari sekian banyak kebudayaan yang dikenal di Indonesia. Dalam hal ini penulis mengambil judul yang berisi kajian tentang Reinkarnasi, dimana buku-buku yang menceritakan tentang Reinkarnasi sudah banyak dijumpai. Maka untuk menghindari batasan yang terlalu luas, peneliti mencoba membatasi ruang lingkup penelitianhanya pada kajian reinkarnasi dalam mitos dan legenda China pada masyarakat Tionghoa di Medan.
9