BAB I PENDAHULUAN
Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) merupakan
keganasan
yang berasal dari
prekursor sel limfosit atau limfoblas , yang ditandai dengan adanya peningkatan sel- sel limfoblas yang tidak terkontrol di dalam sumsum tulang, sel sel limfoblas ini mempunyai respon imun yang rendah. .Keganasan ini paling sering ditemukan pada anak anak dengan angka kejadian mendekati 30 % dari semua keganasan pada anak- anak dengan usia kurang dari 15 tahun. 1,2,3,4 ALL mempunyai insiden 3-4 kasus per 100.000 anak dengan puncak insiden pada usia 25 tahun, dengan angka kejadian pada laki laki lebih tinggi dibandingkan pada perempuan dan orang kulit putih lebih tinggi resikonya dibandingkan orang yang berkulit hitam. Angka mortalitas ALL di Amerika sekitar 1,1% dari semua kematian yang berhubungan dengan kanker, 28,9 % dari semua kematian yang berhubungan dengan leukemia. Pada anak anak, ALL menyumbang 16% dari semua kematian yang berhubungan dengan kanker dan menyumbang 50% dari semua kematian yang berhubungan dengan leukemia. 1,2,3,4 Penyebab ALL sampai sekarang belum diketahui secara pasti, namun diduga mempunyai hubungan erat dengan adanya kerusakan kromosom dan mutasi yang berkaitan dengan penyakit –penyakit yang diturunkan sejak dalam kandungan maupun yang diperoleh saat masih bayi maupun pada masa kanak kanak, ALL diduga juga dapat disebabkan oleh adanya paparan bahan bahan kimia tertentu. 2,3
1
Pada ALL kelainan utama terletak pada system proliferasi di sumsum tulang dimana terjadi produksi yang berlebihan sel darah putih yang immature yaitu limfoblas, sel tersebut diproduksi berlebihan pada sumsum tulang sehingga menekan produksi sel sel lainnya. 1,2,3 ALL mempunyai efek sistemik maupun efek hematologis, efek sistemik yaitu demam, fatique dan pucat/anemia sedangkan efek hematologis antara lain Anemia, neutropenia, trombosytopenia dan sebagian kecil (1-2%) mempunyai pancytopenia. 2 Gejala pada ALL sendiri, mengacu pada efek sistemik maupun efek hematologis yang ada, dimana gejala tersebut antara lain : fatique, anemia, infeksi berulang, berat badan menurun, nyeri pada tulang, petechie, limfadenopati. 1,2 Manifestasi ALL pada sistima muskuloskletal seringkali muncul sebagai gejala penyerta, sedangkan ALL dengan gejala utama pada sistima muskuloskeletal merupakan hal yang sangat jarang terjadi, walaupun hal ini pernah dilaporkan dalam beberapa jurnal,. Kelainan muskuloskeletal yang muncul bersamaan dengan gejala ALL lain merupakan hal yang lebih sering terjadi. Davies et al mengatakan bahwa kelainan radiologi pada istima musculoskeletal pada ALL dapat dijumpai pada 69% kasus dimana kelainan yang sering dijumpai adalaha adanya gambaran gambaran pita lusensi pada juktametafisis dan munculnya gambaran osteopenia . bukti adanya osteopenia pada radiologi dapat ditemukan pada 25% kasus, sedangkan adanya fraktur patologis dapat ditemukan pada 10% kasus
5,6,7
Kelainan tulang ini sepintas dapat menyerupai kelainan tuilang pada penyakit yang lain baik primer di tulang maupun sekunder akibat penyakit yang lain, untuk itu dibutuhkan pemahaman yang lebih mendalam supaya kelainan ini tidak luput dari kacamata radiologi, mengingat pada banyak kasus, adanya keterlambatan diagnosis yang ditimbulkan dari 2
ketidaktepatan menginterpretasikan kelainan kelainan tulang yang timbul pada ALL ini terutama pada kasus kasus dimana gejala muskoloskeletal merupakan satu satunya gejala yang muncul tanpa disertai gambaran kelainan hematologis yang signifikan 8,9 , 10 Referat ini ditulis bertujuan menambah wawasan agar radiologist tidak melupakan aspek keganasan hematologis
yaitu ALL yang berdampak sistemik pada seluruh sistima
muskuloskleletal terutama pada sistima tulang yang memberikan gambaran berbagai kelainan tulang yang sangat mirip dengan kelainan tulang yang lain . Radiologist juga diharapakan mampu memahami patofisologi kelainan tulang yang terjadi pada kasus ALL sehingga dengan pemahaman yang baik dari aspek patofisiologi dan ujud kelainan tulang pada foto polos diharapkan
tidak akan terjadi keterlambatan diagnosis
sehingga pasien mendapatkan
penanganan yang lebih baik
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Acute Lymphoblastic Leukemia A. Definisi. Acute Lympohoblastic Leukemia (ALL) atau disebut juga sebagai Acute Lymphocitic Leukemia adalah keganasan dari limfoblas, dimana limfoblas akan jumlah limfoblas mengalami penambahan yang tidak terkontrol dimana limfoblas yang ada tidak mempunyai kemampuan respon imun yang normal dan mengakibatkan produksi sel darah lainnya mengalami gangguan sehingga akan mengakibatkan terjadinya anemia, trombositopenia, dan lekosit dari seri non limfosit akan berkurang jumlahnya. 1,2,3 B. Epidemiologi ALL merupakan keganasan paling tinggi pada anak yang mencakup 41 % dari semua keganasan pada anak usia dibawah 15 tahun. ALL menyumbang 77 % kasus leukemia akut yang terjadi pada anak sementara acute myelogenous leukemia (AML) kira kira 11%, chronic myelogenous leukemia (CML kira kira 2–3%, dan juvenile chronic myelogenous leukemia (JCML) sekitar 1–2%. 1 Insidens ALL sekitar 3-4 : 100.000 , di Amerika sekitar 2500-3000 anak terdiagnosis ALL tiap tahunnya dengan puncak insiden pada usia 2-5 tahun. dimana pria lebih banyak terkena daripada wanita dan orang kulit putih lebih tinggi resikonya dibandingkan orang yang berkulit hitam . 2,3
4
Angka mortalitas ALL di Amerika sekitar 1,1% dari semua kematian yang berhubungan dengan kanker, 28,9 % dari semua kematian yang berhubungan dengan leukemia. Pada anak anak, ALL menyumbang 16% dari semua kematian yang berhubungan dengan kanker dan menyumbang 50% dari semua kematian yang berhubungan dengan leukemia. Survival rate ALL berbeda pada dewasa dibandingkan pada anak. Pada dewasa kurang dari 50% yang mampu bertahan dalam 5 tahun pertama setelah diagnosis, sementara pada anak angkanya lebih baik yaitu sekitar tigaperempat atau empatperlima mampu bertahan setelah lima tahun terdiagnosis. 1,3 C. Etiologi Penyebab pasti leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa factor yang penting yang dikaitkan dengan munculnya leukemia, antara lain : 1.) Radiasi pengion 2.) Bahan kimia ( benzene ) 3.) Obat obatan (ankylating agent baik yang dipakai sendiri maupoun kombinasi dengan terapi radiasi ) 4.) Genetik , dimana pada kembar identik, manakala ditemukan leukemia pada salah satu pasangan, maka kemungkinan pasangan kembarnya mengidap leukemia sebesar 20%. Jika pada satu keluarga terdapat kasus leukemia pada satu orang, maka semua sepupunya mempunyai resiko terkana leukemia 4 kali lebih besar disbanding populasi normal.
5
5.) Terdapat peningkatan resiko terkena leukemia pada pasien dengan penyakit berikut ini : -Congenital agammaglobulinemia
- Neurofibromatosis
- Poland syndrome*
- Diamond–Blackfan anemia
- Shwachman–Diamond syndrome
- Kostmann disease
- Ataxia telangiectasia
- Bloom syndrome
- Li–Fraumeni syndrome (mutasi pada germ line p53) .2,3
D. Gejala klinis Gejala klinis pada ALL sangat bervariasi, seringkali tidak khas . Secara umum gejala ALL berupa fatique dan demam, dimana demam ini timbul pada 5060% pasien. Gejala gejala lain berhubungan dengan invasi sel sel leukemia ke sistem organ, pada sistem hematologi, ALL akan memberi gejala : 1). Anemia : menyebabkan kulit pucat, takikardi, dispnoe, kadang gagal jantung kongestif. 2.) Neutropenia : menyebabkan terjadinya demam, ulserasi di daerah bukal dan lebih mudah terjadi infeksi di seluruh tubuh. 3). Trombositopenia : mengakibatkan mudah terjadi petekie, purpura, perdarahan. 4.) Satu hingga dua persen mengalami pansitopenia. Pada infiltrasi di system limfoid akan mengakibatkan adanya limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali.
6
Pada infiltrasi ke sistim syaraf pusat akan menimbulkan gejala : peningkatan tekanan intra kranial dengan akibat pusing dan , bilateral paralisis nervus 6, sindroma hipothalamik, diabetes insipidus. Pada infiltrasi ke ginjal akan memberi gejala : hematuria, hipertensi dan gagal ginjal.2,3 Disamping pembagian menurut infiltrasi organ, ada pembagian gejala menurut tipe sel yang terlibat yaitu : 1). Pasien dengan ALL B-prekursor : nyeri tulang, arthristis, demam (bisa demam ringan maupun demam tinggi) , fatique, pucat, petekhie dan perdarahan,, limfadenopati dan hepatosplenomegali. 2.) Pasien dengan ALL B-mature : Massa ekstra medular di abdomen atau di leher/kepala dengan keterlibatan SSP (nyeri kepala, muntah, lethargi, kaku kuduk ) 3.) Pasien dengan T-lineage ALL : gejala utama adalah distress pernapasan akibat adanya massa di mediastinum. 2,3 Gejala pada musculoskeletal seringkali muncul baik sebagai gejala penyerta maupun sebagai gejala utama. 11, 12,13
E. Diagnosis Diagnosis ALL didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah rutin, hapusan darah tepi, pemeriksaan sumsum tulang sampai pada immunophenotyping untuk mendeteksi surface immunoglobulin sehingga dapat dibedakan tipenya apakah mature B-cell leukemia atau T-lineage ALL, Cytogenetic studies untuk mendeteksi
7
adanya kerusakan genetic yang spesifik pada sel blast, molecular studies untuk mengidentifikasi adanya translokasi yang tidak dapat dideteksi dengan analisa karyotype rutin, Minimal residual disease studies untuk mendeteksi adanya fusi gen atau adanya clona TCR atau Imunoglobulin Heavy chain (Ig-H). 2 Pemeriksaan imejing yang diperlukan pada kasus ALL adalah foto thorak untuk mendeteksi adanya massa di mediastinum dan USG untuk mendeteksi adanya organomegali akibat infiltrasi sel blast di organ tersebut. CT scan dan MRI dilakukan sesuai dengan indikasi terutama untuk mendeteksi organomegali dan mendetekai infiltrasi sel blast ke sistim organ yang lain termasuk SSP maupun tulang. 9
8
BAB III PEMBAHASAN
A. Manifestasi ALL pada Sistima Muskuloskeletal ALL memberikan manifestasi pada sistima muskuloskeletal dalam beberapa kelainan dan gejala. Gejala yang ada seringkali tidak khas sehingga seringkali luput dari perhatian klinisi yang merawat, hal ini seringkali mengakibatkan adanya keterlambatan penananganan yang berakibat munculnya fraktur, hilangnya mobilitas, adanya deformitas yang pada akhirnya berakibat menurunnya kualitas hidup pasien ALL 7,10,11 Kelainan pada sistima muskuloskeletal pada ALL sendiri dapat merupakan akibat langsung dari pathogenesis penyakit ALL itu sendiri maupun sekunder akibat terapi yang diberikan pada pasien ALL. Kelainan muskuloskeletal yang muncul pada ALL antara lain : 1.) Nyeri tulang 2.) Nyeri Sendi 3.) Chronic Poliarthritis 4.) Fraktur Patologis 5.) Pada vertebra dapat terjadi kollaps corpus vertebra
9
Kelainan radiologi yang dapat muncul pada ALL antara lain : 1.) Osteopenia 2.) Osteoporosis 3.) Osteonekrosis 4.) Osteosklerosis 5.) Periosteal reaction 6.) Metaphyseal Band 7.) Osteomyelitis like 8.) Fraktur Pathologis pada tulang panjang 9.) Fraktur kompresi pada vertebra Kelainan-kelainan yang disebutkan diatas tidak selalu muncul bersamaan, terkadang hanya muncul satu jenis kelainan sehingga hal ini akan menyulitkan klinisi untuk mendeteksinya.
7, 10, 11, 12,13,14,15,16
B. Lokasi Kelainan Secara umum ALL terutama pada pediatrik akan memberikan gambaran lesi tulang yang tersebar merata pada hampir semua tulang dengan distribusi sebagai berikut : 1.) Femur
: 24%
2.) Humerus
: 11%
3.) Ileum
: 17%
4.) Vertebra
: 14%
5.) Tibia
: 9%
6.) Scapula
: 4% 10
ALL pada pasien dewasa terutama tersebar pada axial skleletons Gambaran penyebaran lokasi ini mengacu pada lokasi lokasi dimana sumsum tulang paling aktif di region tersebut .
7, 10, 11, 12
C. Pathogenesis kelainan muskuloskeletal pada ALL 1). Osteopenia Osteopenia merupakan gejala paling sering dijumpai pada ALL, dapat merupakan gejala primer dari ALL tersebuat maupun sekunder akibat terapi, terutama terapi dengan penggunaan kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka cukup lama pada pasien pasien ALL ini. Gambaran menurunnya matriks tulang ini berbanding lurus dengan dosis kortikosteroid, semakin banyak dosis kortikosteroid yang diterima pasien, semakin menurun gambaran matriks tulang yang ada. Beberapa preparat kemoterapi seperti metotreksat dapat juga menimbulkan osteopenia. 17,18 Insiden osteopenia cenderung meningkat dengan insiden 13% osteopenia saat diagnosis ditegakkan dan meningkat menjadi 83% pada saat pengobatan berjalan 24 bulan dimana 65% pada kasus ini terbukti terdapat penurunan matriks tulang pada pengukuran densitometry yang dilakukan pada vertebra lumbal 17.18
11
2). Osteoporosis Terjadinya Osteoporosis pada ALL dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor yang terutama adalah adanya mediator mediator biologis yang dilepaskan oleh sel sel malignan yang meliputi lymphotoxin, IL-1, IL-8, TNF, OAF yang mengakibatkan terjadinya demineralisasi tulang . Faktor yang lain adalah terapi yang sering dipakai pada ALL yaitu golongan glukokortikoid yang akan menyebabkan penurunan pembentukan tulang dan peningkatan resorbsi tulang. Adanya terapi lain yang menggunakan methotrexat dan doxorubicin maupun radioterapi
juga akan
memperberat terjadinya osteoporosis dengan mekanisme yang hampir sama dengan yang dihasilkan oleh terapi glukokortikoid. 6, 7, 17 Semua mekanisme diatas akan menyebabkan terjadinya osteopenia jika BMD antara 1 - 2,5 SD dibawah harga normal dan terjadinya osteoporosis jika BMD mempunyai nilai lebih dari
2,5 SD dibawah harga normal yang ditetapkan oleh WHO.
Pengukuran yang paling akurat densitas massa tulang ini dengan memakai metode Dual Energy X-ray Absorbtion (DEXA)
17,18
3). Osteonekrosis Osteonekrosis merupakan hal yang sering terjadi di pasien pasien ALL. Angka kejadian osteonecrosis akan meningkat seiring peningkatan usia pasien. Kejadian osteonekrosis
tertinggi
muncul
pada
usia
10-20
tahun.
Osteonekrosis pada pasien ALL dapat terjadi karena adanya proliferasi yang sangat berlebihan pada sumsum tulang, sehingga kepadatan sumsum tulang yang ada akan
12
menganggu vaskularisasi di area tersebut dan menghasilkan iskemik dan menimbulkan osteonekrosis
19, 20
Mekanisme osteonekrosis lain berhubungan dengan penggunaaan terapi glukokortikoid dimana preparat yang sering dipakai adalah dexamethasone. Selain golongan glukokortikoid, penggunaan kemoterapi juga dapat memicu terjadinya osteonekrosis. Kemoterapi yang sering dipakai dan memicuterjadinya osteonekrosis adalah methotrexate dan doxorubicin.19, 22 Pathofisiologi terjadinya osteonekrosis adalah memalui mekanisme vaskuler yaitu penggunaan kortikosteroid akan merangsang proliferasi liposit di sumsum tulang, pada orang dewasa dengan penutupan garis epifise, proliferasi ini akan menyebabkan adanya tekanan yang meningkat dalan rongga sumsum tulang, hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah di intramedular, terjadinya iskemia dan munculnya nekrosis. 19,20,22,23 Pada tulang yang immatur atau pada usia yeng lebih rendah, belum terjadi penutupan epifise ini sehingga masih tekanan intramedular yang meningkat masih dapat disalurkan melewati garis epifise. Hal inilah yang menyebabkan angka kejadia osteonekrosis
pada
anak
lebih
sedikit
dibandingkan
pada
dewasa.
Adanya osteonekrosis pada pasien ALL ini seharusnya dapat diantisipasi oleh klinisi, jika osteonekrosis ini tidak ditangani dengan segera ataupun terlambat diidentifikasi maka resiko yang sering terjadi adalah munculnya fraktur patologis. Fraktur patologis sering muncul di tulang panjang yang menyangga tubuh. Fraktur patologis juga bisa ditemukan pada corpus vertebra.
13
Adanya fraktur kompresi di vertebra akan sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Untuk itu pada pasien ALL
yang menerima terapi kortikosteroid baik
dexamethasone maupun prednison sebaiknya dilakukan screening foto vertebra. 24,25 4) Osteosklerosis Osteosklerosis merupakan hal yang sangat jarang ditemukan pada kasus leukemia. Pada leukemia kondisi yang sering ditemukan adalah osteolitik, sebagai akibat infiltrasi sel tumor ke tulang. Terdapat berapa laporan yang menemukan adanya osteoskerosis pada kasus leukemia 26 Mekanisme bagaimana terjadinya osteoskerosis masih belum diketahui secara pasti. Mengingat kejadian osteoskerosis ini sangat jarang ditemukan, seringkali luput dari perhatian dan diduga sebagai kelainan metabolik lain yang ada hubungannya dengan
metabolisme
kalsium
seperti
hypoparatiroidisme,
hipertiroidisme.
Penyingkiran diagnosa banding bisa dilakukan dengan pemeriksaan CT Scan yang selain dapat untuk melihat adanya osteosklerosism juga dapat menilai adanya organomegali seperti hepatomegali maupun splenomegali, mengingat pada leukemia biasanya ditemukan organomegali, sementara pada kelainan metabolisme seperti hipoparatiroidisme dan hipertiroidisme tidak ditemukan adanya organomegali. 1,3,26 5). Periosteal Reaction Periosteal reaction pada ALL cukup sering terjadi pada anak anak biasanya muncul di tulang panjang, sedangkan pada dewasa biasanya di tulang tulang aksial. Jenis periosteal reaction yang sering muncul adalah lamelar, baik tunggal mupun multiple lamelar, sedangkan jenis hair on end frekwensinya lebih sedikit. 7,27,28 14
6). Metaphyseal Band Metaphyseal Band atau yang dahulu sering disebut Classic Leukemic Band merupakan suatu garis lusen tranversal yang berada di metafise dengan ukuran panjang 2 sampai 15 mm. Ditemukan paling sering di artikulasio genu, terutama di Os femur distal dan Os tibia proximal. Selain ditempat tersebut Leukemic Band dapat juga ditemukan di proximal os humerus dan distal os radius dan ulna. Metaphyseal band ini didapatkan pada 40-53 % dari semua kasus ALL, muncul akibat adanya disfungsi metabolisme yang menganggu osteogenesis pada epiphyseal grow plate Pada awalnya leukemic band ini diduga khas untuk kelainan karena leukemia, namun pada perkembangan selanjutnya ternyata kelainan ini juga didapatkan pada penyakit kronik lain 5,6,7 7). Osteomyelitis like ALL kadang kadang dapat memberikan gambaran radiologis seperti osteomyelitis walaupun jarang. Sitarz et al melaporkan dua kasus ALL dengan gambaran radiologis pada tulang yang mirip dengan osteomyelitis, dengan hasil lab darah yang normal. Diagnosa ALL ditegakkan dengan aspirasi sumsum tulang. Gambaran radiologis osteomyelitis menghilang seiring dengan terapi ALL yang diterima. 27,28
15
8). Fraktur pada tulang panjang Fraktur patologis merupakan puncak dari kelainan pada sistima musculoskeletal pada ALL. ALL biasanya terdiagnosa sebelum fraktur patologis terjadi, namun banyak juga kasus dimana fraktur patologis merupakan petunjuk awal dari kecurigaan adanya ALL. Secara umum fraktur patologis ini akibat adanya osteoporosis maupun osteonekrosis yang mekanismenya dapat terjadi akibat mekanisme patofisiologi ALL pada sistima muskuloskeletal dimana terjadi infiltrasi sel blast pada tulang yang mengakibatkan gambaran osteolitik yang bersifat diffuse maupun sekunder akibat penggunaan terapi ALL seperti prednison,doxorubicin., metothrexate maupun radiasi. 5,6,7,9,,29
Fraktur pada penderita ALL sangat mempengaruhi kualiatas hidup pasien, untuk itu sedapat mungkin kejadian ini harus bisa dideteksi secara dini. Pada terapi kortikosteroid bahkan pengawasan adanya osteoposrosis yang merupakan gejala awal terjadinya fraktur patologis harus dilakukan bertahun tahun setelah pasien dinyatakan sembuh dari ALL. 6,7,9
9). Fraktur pada Vertebra. Sebagai salah satu penopang berat badan, vertebra sangat rawan mengalami fraktur kompresi pada ALL. Adanya osteoporosis baik yang dihasilkan oleh kelainan metabolisme di tulang akibat penyakit ALL itu sendiri maupun akibat terapi . Frekwensi terbanyak yang mengalami kompresi adalah di regio thorakolumbal, disusul daerah lumbal.
16
Fraktur pada corpus vertebra seringkali dirasakan sebagai gambaran nyeri punggung , gejala ini meliputi sepertiga kasus fraktur vertebra yang diakibatkan karena osteoporosis. 9,11, Efek langsung dari fraktur vertebra ini termasuk gamnbaran nyeri punggung, berkurangnya range of motion, menurunnya pergerakan anggota gerak
terutama
ektremitas bawah, menurunnya kemampuan inspirasi dan ekspirasi di pulmo yang kesemuanya
itu
akan
mengakibatkan
menurunnya
kualitas
hidup
pasien,
mempengaruhi activity daily life/ADL serta menimbulkan isolasi social pada pasien 25,30
Mengingat pentingnya mendeteksi adanya kelainan pada vertebra ,pada beberapa literatur menuliskan bahwa pengamatan akan terjadinya osteoporosis dan fraktur patologis tetap dilakukan sampai beberapa tahun . 7, 25
17
D. Gambaran foto polos pada ALL Gambaran foto polos pada ALL pada sistima musculoskeletal sangat bermacam macam , berbagai kelainan dapat ditemukan dari yang lesi yang bersifat litik yang minimal sampai terjadinya fraktur patologis maupun fraktur kompresi pada vertebra. 1). Osteopenia Merupakan kelainan paling umum yang dijumpau pada ALL dimana matriks tulang Osteopenia dapat muncul di hampir semua tulang, terutama tulang panjang, tulang pipih dan di vertebra. Secara radiologis, osteopenia ini dapat memberikan gambaran normal sehingga kadang terlewatkan, dapat pula memberikan gambaran trabekulasi yang kasar dan spongiosa.. Gambaran radiologi osteopenia pada ALL dapat dilihat pada gambar 1. 5,6.7,8 2). Osteoporosis Osteoporosis merupakan kelanjutan dari osteopenia dimana osteopenia jika BMD antara 1 - 2,5 SD dibawah harga normal dan terjadinya osteoporosis jika BMD mempunyai nilai lebih dari 2,5 SD dibawah harga normal yang ditetapkan oleh WHO dengan metode pengukuran memakai DEXA. 17 Osteoporosis dapat juga dinilai menggunakan metode semikuantitatif menggunakan foto rontgent. Foto tulang yang dapat dipakai untuk menentukan derajat osteoporosis yaitu foto caput dan colum Os Femur, dapat pula dipakai menggunakan Os Calcaneus. Penilaian osteoporosis secara semi kuantitatif menggunakan foto Os Calcaneus dengan menilai trabekulasi lebih sering dipakai, dengan alasan lebih mudah mendapatkan foto dengan kualitas bagus pada Os Calcaneus ini dibandingkan pada caput atau pada colum Os femur.31.
18
Penilaian semikuantitatif osteoporosis menggunakan Os Calcaneus dengan menilai pola kerapatan trabecular pada tulang dapat dilihat pada lampiran gambar no 2 Osteoporosis yang hebat dapat memicu adanya fraktur patologis terutama pada tulang tulang yang menyangga berat badan. Gambaran Osteoporosis pada Vertebra dan ekstremitas dapat dilihat pada lampiran gambar 3 dan 4 3). Osteonekrosis Osteonekrosis pada ALL dapat sebagai salah satu symptom pada ALL namun dapat juga sebagai akibat terapi anti kanker terutama terapi dengan glukokortikoid, ONFH (Osteonecrosis of Femoral Head ) merupakan bentuk osteonekrosis paling umum dijumpai pada keganasan hematologi. Pada kasus anak relatif jarang dijumpai dibandingkan pada dewasa .20,21,22,23 Untuk menilai AVN pada caput femur perlu dilakukan foto AP dan lateral. Foto lateral perlu dibuat untuk melihat adanya kelainan di capit femur aspek superior dan melihat adanya kelainan subchondral seperti adanya gambaran kista subchondral. Penilaian paling baik untuk menilai derajat AVN yaitu memakai modalitas MRI. 20,22 ONFH telah membuat klasifikasi AVN di caput femur ini menggunakan foto polos sebagai acuannya. Derajat 1
: Tampak gambaran area sklerotik di sekitar area tulang yang mengalami
osteopenia. Gambaran sklerotik rim ini merupakan hasil remodeling di area tulang yang pernah mengalami nekrosis. Pada staging menurut Ficat-Arlet, Steinberg dan ARCO, kondisi ini dibaca sebagai stage II
19
Derajat 2
: Tampak gambaran garis lusen berbentuk crescent di subchondral yang
disebabbkan oleh adanya fraktur di subchondral tersebut. Adanya tanda crescent yang tidak diikuti gambaran pendataran segmental dibaca sebagai stage III di klasifikasi AVN menurut Ficat-Arlet, Steinberg dan ARCO Derajat 3
: Pendataran segmental dari caput femur dengan ataupun tanpa penyempitan
ruang sendi maupun osteoarthritis sekunder Gambaran AVN pada caput femoris dapat dilihat pada lampiran gambar 5 4). Gambaran menyerupai Osteomyelitis Kelaianan tulang pada ALL dapat juga menyerupai gambaran osteomyelitis , walaupun gambaran ini tidak sering ditemukan pada pasien ALL, namun beberapa laporan menyatakan adanya gambaran osteomyelitis ini. Hal ini dipersulit dengan adanya kenyataan bahwa keluhan pada musculoskeletal merupakan salah satu keluhan utama pada ALL dimana keluhan ini mencakup 14-20% dari keluhan yang ada, sehingga seringkali pasien pertama kali dirujuk ke orthopedic.
7,27,28
Pada kasus seperti ini, dapat ditemukan gambaran lesi litik dan sklerotik secara bersamaan dan dapat juga dijumpai gambaran periosteal reaction yang kesemuanya dapat menyerupai gambaran osteomyelitis. Gambaran ini paling sering ditemukan pada tulang panjang walaupun terdapat juga laporan adanya gambaran Osteomyelitis pada sternum. 27 Gambaran menyerupai osteomyelitis pada ALL dapat dilihat pada lampiran gambar 6,7
20
5) Gambaran menyerupai Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) Pada beberapa kasus dapat dijumpai kelainan tulang dengan gambaran radiologis mirip juvenile rheumatoid dimana dimana kelainan seperti ini mencakup 15-30% dari kasus ALL pada pediatric. Faktor penyulit lain yang sering muncul adalah gambaran laboratorium yang menyokong adanya ALL seringkali tidak didapatkan, sehingga pada kasus kasus seperti ini seringkali terjadi kesalahan diagnosis. 32,33,34 Pada ALL gejala klinis yang sering muncul seringkali sama dengan JRA, yaitu gambaran soft tissue swelling , adanya demam disertai nyeri sendi terutama pada malam hari dengan gambaran fatique ..Hasil laboratorium seringkali tidak begitu banyak membantu karena pada banyak kasus ALL seringkali memberi angka laboratorium normal, kecuali adanya Rheumatoid Factor yang hnaya ditemukan pada JRA dan tidak ditemukan adanya kenaikan pada ALL. Gambaran radiologis pada ALL yang menyerupai juvenile rheumaotoid antara lain tampak adanya soft tissue swelling, adanya gambaran osteopenia maupun osteoporosis, penyempitan joint space, pada kasus yang lebih berat kadang ditemukan adanya erosi pada tulang. Kelainan ini juga paling sering muncul di tulang tulang panjang. Pada JRA dapat juga ditemukan gambaran hepatosplenomegali . 32,33,34,35 Gambaran mirip Juvenile Rheumatoid Arthritis pada ALL dapat dilihat pada lampiran gambar 8.
21
6). Gambaran Leukemic Band Adanya gambaran area radiolusens yang berjalan tranversal pada metafisis tulang panjang pertamakali dilaporkan oleh Baty dan Vogt pada tahun 1935 dimana mereka menyebutkan adanya gambaran leukemic band ini pada 70% pasien ALL yang mereka amati.
7
Gambaran area lusen ini pada jaman dahulu disebut sebagai classic leukemic band yang mempunyai lebar 2 mm- 15 mm yang berlokasi di metafisis tulang panjang , dan biasanya bilateral . Tulang yang paling sering terkena adalah tibia bagian proksimal dan femur bagian distal . 5. 6.7,8,16 Gambaran leukemic band ini sebelumnya dianggap khas pada kasus leukemia sehingga dianggap sebagai patognomonik untuk leukemia, tetapi pada literatur yang lebih mutakhir dinyatakan bahwa leukemic band ini tidak patognomonik untuk leukemia karena dapat muncul pada kasus penyakit kronis lain pada pasien pediatric. 7.16 Leukemic Band ini terjadi akibat adanya disfungsi metabolic yang menganggu proses osteogenesis di epiphyseal growth plate, pada pemeriksaan histologis akan tampak sebagai gambaran menurunnya trabekula baik jumlah maupun ukuran . 5,7 Gambaran leukemic Band dapat dilihat pada lampiran gambar 9 dan 10
22
7). Gambaran fraktur patologis Pada ALL ditemukan adanya demineralisasi pada matriks tulang dimana pada fase yang lanjut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. Fraktur patologis sering dijumpai pada tulang tulang yang sering dipakai untuk menyangga tubuh seperti os femur , os tibia maupun pada vertebra. Adanya fraktur pada vertebra dapat mengubah kualitas hidup pasien, untuk itu penilaian dini akan adanya tanda tanda kelainan pada vertebra akan sangat penting bagi pasien 6,7,10.11
Pada pasien ALL adanya fraktur patologis dapat disebabkan karena infiltrasi sel malignan ke matrix tulang dan juga dapat diakibatkan karena perubahan matrix tulang akibat terapi kortikosteroid dosis tinggi. Fraktur patologis pada vertebra dinilai dari foto polos vertebra, lateral view. Penilaian derajat fraktur memakai klasifikasi dari Genant
dimana Genant membagi
menjadi 3 tipe yaitu wedge, biconcave dan crush dengan masing masing dibagi lagi menjadi derajat I, II, dan III. 24. Pada beberapa kasus , sering dijumpai gambaran fraktur patologis sebagai tanda awal dari ALL , dimana gambaran kelainan musculoskeletal merupakan satu satunya gejala awal dari penyakit ini dimana hasil pemeriksaan hematologi masih menujukkan nilai normal, sehingga hal ini akan mempersulit penegakan diagnosis ALL ini. 11,12,13 Pada anak anak, kelainan pada tulang akan lebih banyak dijumpai dibandingkan pada pasin ALL dewasa dengan berbagai bentuk kelainan tulang termasuk yang paling fatal adalah fraktur patologis ini, dimana ditemukan fraktur patologis multipel . Aliglou et al mengatakan hal ini disebabkan karena pada anak anak mempunyai cadangan sel sel tulang yang tidak banyak, sehingga dapat secara cepat digantikan oleh sel sel leukemik saat terjadi infiltrasi ke tulang.
13
23
Klasifikasi fraktur vertebra menurut Genant dapat dilihat pada lampiran gambar 11 dan gambaran fraktur vertebra pada ALL dapat dilihat pada lampiran gambar 12 sedangkan gambar fraktur patologis pada ekstremitas dapat dilihat pada lampiran gambar 13
24
BAB IV KESIMPULAN Gambaran kelainan pada tulang yang muncul pada kasus ALL sangat bervariasi dan memberikan gambaran yang berbeda dari mulai osteopenia sampai terjadinya osteoporosis, gambaran menyerupai tumor tulang primer maupun sekunder, gambaran menyerupai osteomyelitis, gambaran osteonekrosis dengan berbagai tingkatannya sampai pada munculnya fraktur patologis baik pada sistema tulang panjang maupun pada vertebra. Adanya gambaran radiologis pada foto polos yang bervariasi ini akan menyulitkan radiologist dalam menentukan diagnosis kelaianan yang ada, terutama apabila gejala klinis ALL tidak khas. Dengan memahami patofisologi dan gambaran foto polos tulang pada kasus ALL yang bervariasi diharapkan radiologist tidak akan melakukan keterlambatanm maupun kesalahan diagnosis yang akan merugikan penanganan pasien.
25
26
27