BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1.
Permasalahan Perubahan iklim akibat industrialisasi dan modernisasi yang merugikan alam
menjadi topik utama dalam pembahasan ekofeminisme. Pola pembangunan yang diadopsi dari pemikiran modern yang bercorak kapitalisme-patriarki dianggap merugikan perempuan dalam hubungannya dengan alam. Konsekuensi pertama kali menimpa kepada perempuan-perempuan di sebagian besar negara-negara sedang berkembang yang berhubungan langsung dengan alam dalam lingkup lokal atau pedesaan. Kerja produktif perempuan secara langsung berhubungan dengan alam; seperti usaha pertanian, perhutanan, perkebunan dan perairan. Pembangunan tidak hanya merugikan korban yang bersangkutan, lebih mendalam pembangunan oleh negara juga mengakibatkan kerugian pada perempuan. Terdapat pula kesadaran-kesadaran baru bahwa sistem-sistem sosio-teknologis dewasa ini menimbulkan kerugian-kerugian ekologis dan bahwa sistem-sistem pemberi kehidupan dari bumi hanyalah terbatas adanya (Soedjatmoko, 1983: 51). Dominasi terhadap perempuan dan dominasi terhadap alam mempunyai keterkaitan yang sangat penting. Kehancuran ekologi saat ini muncul sebagai akibat pandangan dan praktek yang andosentris. Kaitan antara feminisme dan lingkungan
1
2
hidup adalah historis kausal. Para ekofeminis berpendapat konsep dasar dari dominasi kembar terhadap alam dan perempuan adalah dualisme nilai dan hirarki nilai. Peran etika feminisme dan lingkungan hidup adalah mengekspos dan membongkar dualisme ini serta menyusun kembali gagasan filosofis yang mendasarinya (Darmawati, 2002). Ester Boserup menyatakan bahwa pembangunan seringkali berdampak negatif terhadap perempuan. Pembagian kerja tradisional antara laki-laki dan perempuan dihancurkan karena proses pembangunan dan dalam pembagian kerja yang baru ini perempuan seringkali dirugikan. Boserup mengemukakan bahwa pembangunan kapitalis merupakan jalur utama yang paling umum dilakui oleh sebagian besar negara berkembang cenderung secara progesif memiliki dampak ‘marginalisasi’ terhadap perempuan. Sebelum revolusi hijau perempuan berdaulat atas praktik pertanian yang berupa pemilihan benih, menanam, menyiangi, membuat pupuk alami, memanen hingga menumbuk padi. Semenjak revolusi hijau peran yang dilakukan oleh petani perempuan telah tersingkir (Wulan, 2007: 106). Kerusakan lingkungan mengakibatkan perempuan kehilangan mata pencaharian dan penghasilan perempuan yang menurun. Para perempuan di dunia ketiga bersatu untuk melawan kehancuran dan memburuknya kondisi lingkungan. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan dasar-dasar kehidupan dari belenggu industrialisasi. Karena perempuan percaya bahwa alam merupakan tempat tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari maka perempuan akan melakukan segenap tenaganya untuk mempertahankan kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup di dalamnya.
3
Kehancuran lingkungan disebabkan oleh profanasi dan eksploitasi alam secara besar-besaran. Keserakahan dan keangkuhan manusia perlu dikoreksi dengan pola pikir baru, misalnya dengan mengangkat kembali kearifan-kearifan lokal yang menghormati alam (Sunarko dan Eddy, 2008: 189). Shiva mengatakan bahwa masyarakat di negara Selatan (dalam hal ini perempuan) terlibat aktif dalam gerakan penyelamatan lingkungan. Namun dalam relasi pengetahuan dan kekuasaan yang terbentuk, justru masyarakat subordinat dunia ketiga (masyarakat lokal, kelompok miskin dan kaum perempuan) menjadi korban dari kerusakan lingkungan. Masyarakat subordinat dunia ketiga harus menanggung beban penderitaan terbesar menjadi kelompok yang dipersalahkan (blamed to the victim) (Wulan, 2007: 121). Pemerintah Indonesia meletakkan ‘Komunitas Adat Terpencil’ sebagai sasaran pembangunan dewasa ini. Tujuan prinsip dasar konsep pembangunan model ini adalah memajukan masyarakat terpencil. Konsep ini yang kemudian menjadi polemik dan melahirkan praktik marjinalisasi kelompok-kelompok sosial yang dikategorikan sebagai masyarakat terpencil. Proyek pemberdayaan ‘Komunitas Adat Terpencil’ baik untuk memodernisasi suatu komunitas yang dianggap terpencil secara konseptual, namun pada dasarnya konsep pemberdayaan tersebut memaksakan pendefinisian bahwa sebuah komunitas yang ‘belum modern’ patut diintervensi agar menyamai kemajuan kalangan masyarakat umum. Proyek pemberdayaan pada praktiknya membawa ideologi pembangunan dan modernisasi berbenturan dengan pandangan komunitas minoritas lokal di sisi lain (Idhom, 2009: 30-31).
4
Ide tentang pengembangan kearifan lokal berdasarkan atas keyakinan bahwa banyak kegiatan yang sudah berlangsung dari generasi ke generasi mempunyai kearifan tinggi dalam upaya melestarikan hidup. Ide tentang hidup menyatu dengan alam akan banyak membantu mencegah kerusakan lingkungan (Hayadi, 1996: 9). Strong mengatakan kunci untuk memperbaiki bumi terletak pada penghormatan terhadap hukum alam yang dipahami oleh masyarakat asli tradisional. Masyarakat ini berbicara dengan kumpulan instruksi yang asli yang diberikan kepada mereka oleh Sang Pencipta. Masyarakat asli mengetahuinya dan menghidupi hukum yang menuntun relasi manusia dengan empat elemen pemberi ke-hidupan, yakni, tanah, air, udara, dan api (energi); serta mengajarkan penghormatan kepada kesatuan dan kesinambungan dari seluruh kehidupan (Astuti, 2012: 52). Pemikiran inspiratif Vandana Shiva muncul ditengah kondisi kelestarian alam di Indonesia yang semakin memprihatinkan. Shiva merupakan seorang filsof India yang menawarkan konsep keadilan sosial yang berwawasan ekologis sebagai solusi alternatif untuk menghentikan praktek dan kebijakan yang bercorak kapitalispatriarkhi. Gagasan yang dilontarkan bersifat aktual, problematis sekaligus inspiratif. Shiva (1997: 277) menyatakan bahwa pandangan hidup yang diwakili oleh perempuan-perempuan Chipko, alam adalah prakirti. Pencipta serta sumber kekayaan, perempuan desa, petani serta penduduk asli yang tinggal dalam alam yang mendapat kebutuhan hidup dari alam yang memiliki pengetahuan mendalam dan sistematik mengenai proses-proses bagaimana alam memulihkan kekayaannya. Alam dan perempuan tidak mendapat nilai melalui dominasi laki-laki barat modern.
5
Dominasi alam oleh industri barat adalah bagian dari proses devaluasi dan penghancuran. Proses ini dalam sejarah maskulinisme dikenal dengan nama pencerahan. Pengakuan akan pentingnya perspektif gender telah muncul dalam The Hyogo Framework of Action sebagai hasil dari Conference on Reduction States yang diselenggarakan PBB pada tahun 2005 bahwa perspektif gender harus diintegrasikan ke dalam semua kebijakan manajemen resiko bencana, rencana dan proses pengambilan keputusan, termasuk yang terkait dengan penilaian resiko, peringatan dini, pengelolaan informasi, dan pendidikan dan pelatihan (Apriando, 2015: 365). Visi ekologi dan perjuangan pembelaan keadilan gender yang ditawarkan Shiva menarik untuk diteliti, diungkap, digali, dikritisi secara lebih mendalam, serta diimplementasikan secara kontekstual dalam kehidupan orang Samin di Pati, Jawa Tengah. Orang Samin yang mendiami Pegunungan Kendeng menarik dijadikan penelitian mengkontekstualisasikan pemikiran Shiva karena mempunyai kesamaan visi dan juga kekhasan dalam memandang alam. Figur perempuan dan pengetahuan mengenai kearifan lokal orang Samin menjadikan filosofi yang dikembangkan berbeda dengan yang lain. Kasus-kasus pertambangan di Indonesua tidak hanya merugikan masyarakat lokal, tetapi juga memicu kekerasan dan ketidakadilan terhadap perempuan (Indah L.G., 2007: 119). Orang Samin menjadi salah satu kelompok subordinat dunia ketiga yang turut merasakan ganasnya arus pembangunan. Pembangunan pabrik semen yang direncanakan akan dibangun di tempat tinggal Orang Samin (Pegunungan Kendeng)
6
merupakan salah satu pembangunan yang menimbulkan banyak polemik. Orang Samin selaku masyarakat adat yang menempati Pegunungan Kendeng menolak rencana pembangunan pabrik semen karena dianggap dapat merusak alam Kendeng yang sudah menghidupi Orang Samin secara turun temurun. Perempuan Samin bergerak dalam penolakan pembangunan pabrik semen yang dianggap mengancam kelestarian lingkungan dan ruang hidup bagi Orang Samin. Kedekatan orang Samin dengan alam menjadi titik tolak perjuangan orang Samin khususnya perempuan Samin dalam menolak rencana pembangunan pabrik semen. Alam dianggap sebagai ibu sebagai ujung pangkal kehidupan. Pegunungan Kendeng harus dijaga kelestariannya demi keberlangsungan hidup orang Samin. Perjuangan ini juga dianggap sebagai pertanggungjawaban orang Samin terhadap keberlangsungan hidup generasi selanjutnya. Ide-ide besar yang bernilai luhur dapat muncul dari pembelajaran kehidupan Orang Samin. Orang Samin memiliki kearifan lokal dalam menjaga relasi harmoni dengan sesama maupun dengan alam yang dipertahankan secara turun temurun. Pola pikir, cara pandang, sikap maupun perilaku orang Samin dengan alam dapat menjadi sumber pengetahuan yang berharga bagi pengembangan ekofeminisme maupun kebijakan pengelolaan lingkungan di Indonesia.
7
2.
Rumusan masalah a.
Apa pokok pemikiran Vandana Shiva tentang ekofeminisme?
b.
Bagaimana pandangan Orang Samin tentang lingkungan dalam kasus pembangunan pabrik Semen di Pegunungan Karst Kendeng, Pati, Jawa Tengah?
c.
Apa analisis konsep Vandana Shiva dengan pandangan Orang Samin tentang lingkungan dalam kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Karst Kendeng, Pati, Jawa Tengah?
3.
Keaslian Penelitian Penelusuran dilakukan terhadap penelitian-penelitian yang ada, baik berupa skripsi, tesis, maupun disertasi, serta beberapa tulisan dalam bentuk artikel dan buku. Penulis telah menemukan tulisan atau penelitian yang membahas tentang pembangunan pabrik semen di Pegunungan Karst Kendeng. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa penulis atau peneliti lain, adalah: a. Ekofeminisme Sebagai Gerakan Alternatif Pemberdayaan Perempuan di Indonesia; Refleksi Filsafat Sosial atas Gerakan Pemberdayaan Perempuan Oleh Susana Rita Kumalasari dalam Skripsi Fakultas Filsafat UGM pada tahun 2004.
8
b. Konsep Ekofeminisme Vandana Shiva; Suatu Alternatif Pemecahan Permasalahan Lingkungan Hidup oleh Fatmawati Indah dalam Skripsi Fakultas Filsafat UGM tahun 2006. c. Eksistensi Perempuan dalam Tinjauan Ekofeminsime Vandana Shiva Oleh Koesmawan Shaifullah dalam Skrisi Fakultas Filsafat UGM pada tahun 2013. d. Resistensi Komunitas Sedulur Sikep terhadap Rencana Pembangunan Tambang Semen di Pegunungan Kendeng, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah Oleh Addi Mawahibun Idhom dalam Skripsi Fakultas Usluhiddin UIN pada tahun 2009. e. Srawung: Strategi Advokasi Masyarakat Sedulur Sikep terhadap Rencana Pendirian Pabrik Semen Oleh Lutfi Untung Angga Laksana dalam Skipsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada tahun 2013. f. Ajaran Moral Masyarakat Samin dalam Perspektif Etika: Relevasinya bagi Pengembangan Karakter Bangsa Oleh Syahrul Kirom dalam Tesis Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada pada tahun 2012. Berdasarkan
penelitian
sebelumnya,
peneliti
belum
menemukan
penelitian yang secara khusus membahas perspektif Ekofeminisme Vandana Shiva dalam melihat kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Karst Kendeng.
9
4.
Manfaat Penelitian Penulisan ini diharapkan mampu memberikan manfaat, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari kajian mengenai pandangan Orang Samin tentang lingkungan dalam kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng perspektif ekofeminisme Vandana Shiva adalah: a. Bagi Perkembangan Ilmu dan Pengetahuan Menambah pemahaman penulis mengenai kajian filsafat khususnya pembahasan ekofeminisme serta memperkata metode berfikir sehingga dapat lebih mempertajam kemampuan dalam menganalisis suatu permasalahan khususnya yang aktual. b. Bagi Perkembangan Filsafat Kajian ini diharapkan dapat memberikan corak baru dalam perkembangan ilmu, pengetahuan dan filsafat dan memberi wawasan yang lebih luas tentang tinjauan ekofeminisme Vandana Shiva, serta diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. c. Bagi Bangsa Indonesia Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang lebih luas lagi mengenai lingkungan dan berbagai permasalahan aktual yang ada di dalamnya karena penelitian ini dilakukan lebih filosofis. Sehingga peneliti lingkungan dapat memahami berbagai permasalahan hingga ke akarnya dan menemukan solusi yang tepat berdasarkan permasalahan aktual yang ada di dalam masyarakat.
10
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengungkapkan jawaban dari permasalahan yang telah terangkum dalam rumusan masalah, yaitu: 1.
Memaparkan dan mendeskripsikan tentang konsep ekofeminisme Vandana Shiva.
2.
Menjelaskan secara deskriptif pandangan Orang Samin tentang lingkungan dalam kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan karst Kendeng, Pati, Jawa Tengah.
3.
Menemukan relevansi konsep ekofeminisme Vandana Shiva terhadap kasus penolakan pembangunan pabrik semen di wilayah pegunungan Karst Kendeng, Pati, Jawa Tengah.
C. Tinjauan Pustaka Perempuan di sebagian besar negara dunia ketiga, bertanggungjawab untuk pekerjaan pertanian dan produksi pangan dalam negeri. Alam dan perempuan merupakan simbol dari sumber kehidupan, namun ironisnya penghargaan terhadap perempuan dan alam justru sangat rendah. Ketidakberpihakan terhadap alam dan perempuan tidak hanya menimbulkan penindasan naturalisme dan seksisme, bahkan lebih luas lagi, opresi terhadap alam dan perempuan berpengaruh pada bebagai penindasan lain seperti rasisme, kelasisme dan seksisme (Koesmawan, 2013: 75). Aliran pemikiran ekofeminisme menyatakan bahwa ada hubungan antara perempuan dan alam. Pandangan ini telah menjadi tema utama bagi para pendukung
11
ekofeminisme ke arah usaha untuk memperjuangkan alam. Salah satu tokohnya adalah Vandana Shiva. Shiva mengawali pemikirannya dengan melihat dan merasakan banyaknya permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, di antaranya mengenai hak-hak perempuan, kaum miskin, anak-anak, rakyat Dunia Ketiga (Indah L.G., 2007: 85). Kawasan Karst Sukolilo atau lebih dikenal sebagai Pegunungan Kendeng Utara, merupakan “harta karun” bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Pati. Pasalnya, dalam tubuh Pegunungan Kendeng mengandung banyak sekali sumber daya alam, seperti sumber daya air dan batuan gamping akibat dari proses karstifikasi. Melihat “harta karun” yang berlimpah, PT. Semen Gresik melirik Pegunungan Kendeng sebagai calon pertambangan baru untuk bahan baku semen (Laksana, 2013: 71). Polemik rencana pembangunan tambang PT. Semen Gresik di Sukolilo membuat komunitas sedulur sikep di Kalioso turut aktif mendukung komunitas sedulur sikep Desa Baturejo yang giat menolak rencana itu. Sedulur sikep membantu melakukan riset lapangan bersama sejumlah aktivis peduli lingkungan yang meneliti pengaruh keberadaan sumber air di pegunungan Kendeng terhadap pengairan sawahsawah di Kudus Selatan yang banyak memakai pengairan dari kali Juwana (Idhom, 2009: 77). Organisasi lokal sedulur sikep adalah Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Simbar Wareh. Simber Wareh merupakan kelompok yang beranggotakan perempuan sedulur sikep. Kelompok yang terbentuk dari srawung dan dipelopori
12
oleh Gunarti ini seakan membawa perubahan yang besar bagi perempuan sedulur sikep. Gunarti melawan kebiasaan perempuan sedulur sikep yaitu budaya nrimo. Keberanian Gunarti dalam melawan dominasi budaya patriarki muncul ketika ada kekhawatiran terhadap sumber mata air jika rencana pendirian pabrik terealisasi (Laksana, 2013: 21). Sedulur sikep menyayangkan jika pabrik semen benar-benar berdiri di Pegunungan Kendeng, maka akan mengubah keseimbangan alam yang selama ini ada. Keseimbangan alam tersebut adalah hilangnya sumber mata air yang menjadi komoditas utama bagi pertanian dan kebutuhan masyarakat di sekitar Pegunungan Kendeng. Selain hilangnya sumber mata air, pendirian pabrik semen akan mengganggu habitat flora dan fauna di Pegunungan Kendeng (Laksana, 2013: 140).
D. Landasan Teori Permasalahan ekologi yang diakibatkan oleh pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kars Kendeng akan dianalisis menggunakan konsep ekofeminisme Vandana Shiva. Ekofeminsime dapat mewakili keadaan alam dan perempuan yang harus menanggung resiko pembangunan pabrik semen. Ekofeminisme sendiri pada dasarnya lahir dari gerakan ekologi yang membela kelestarian alam yang berpadu dengan gerakan feminis yang membela hak-hak perempuan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi krisis ekologi dan dampaknya terhadap eksistensi perempuan dalam kesatuannya dengan alam. Pertama adalah dualisme manusia dan alam. Kedua
13
adalah konstruksi pemikiran hierarkhi patriarkal yang sudah mapan dalam tradisi kekristenan yang berat sebelah. Istilah ekofeminisme sendiri muncul pertama kali pada tahun 1974 oleh seorang feminis Perancis Francoise d’Eaubonne dalam bukunya Le Feminisme ou La Mort (Marks & Courtivron, 1981). Francoise berupaya menggugah kesadaran manusia, khususnya kaum perempuan, akan potensi mereka untuk melakukan sebuah revolusi ekologis untuk menyelamatkan lingkungan hidup (Armstrong & Botzler, 1993). Pemikiran ekofeminisme mencoba memahami harmoni yang terjalin antara manusia dengan alam lingkungannya. Manusia menjadikan alam sebagai sahabat bagi dirinya. Manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari alam, dan perkembangan kehidupan manusia menyatu dengan proses evolusi dan perkembangan kehidupan alam semesta seluruhnya. Hubungan manusia dengan alam adalah hubungan yang didasarkan pada kekerabatan, sikap hormat dan hidup layak sebagai manusia dalam arti yang seluas-luasnya dan sepenuhnya, manusia bergantung pada alam, bukan hanya pada sesama manusia (Keraf, 2002: 285). Ekofeminisme ialah pandangan yang mendasarkan diri pada dua pemikiran penting ekologi dan feminisme, oleh karena itu pandangan ini dikenal sebagai “the ecology of feminism and the feminism of ecology” yang menawarkan jalan keluar masalah kehidupan manusia dan alam (Shiva, 1997: xviii). Putnam Tong (1998: 283), menyatakan bahwa penindasan terhadap perempuan bersumber pada pemikiran dualisme yang dikembangkan oleh paradigma berfikir barat, antara lain: dualisme alam-manusia, dualisme jiwa-tubuh, dualisme rasional-
14
emosional, dan dualisme feminin-maskulin. Dualisme tersebut menyiratkan makna adanya hierarki dan inferioritas salah satu komponen. Pada prinsipnya, ekofeminisme cenderung mempercayai kesamaan derajat masing-masing unsur. Hal tersebut menjadi alasan utama ekofeminisme menolak segala bentuk dualisme. Putnam Tong (1998: 285) melihat hasil dari merajalelamya prinsip maskulinitas adalah kekerasan terhadap kaum miskin dan perempuan, penghancuran alam dan lingkungan, penghancuran terhadap sistem pengetahuan non-rasionalisme. Lebih lanjut menurut Putnam Tong, memulihkan prinsip feminin adalah tantangan intelektual dan politik untuk menghadapi pembangunan yang timpang sebagai proyek patriarki yang melibatkan dominasi, perusakan, kekerasan dan penundukan, perampasan serta pengabaian perempuan dan alam. Mies dan Shiva juga menolak gagasan “universalisme identitas” yang dianut oleh dunia barat. Mies dan Shiva berpendapat bahwa patriarki dan kapitalisme tidak memiliki kedekatan dengan alam, keduanya hanya mencari alam yang bisa dieksploitasi dan dijajah untuk kepentingan industri. Begitu pula pada perempuan, patriarki dan kapitalisme hanya mencari perempuan yang dianggap masih bodoh dan terbelakang agar dapar dijadikan objek seksual dan komoditas penjualan produk industri (Mies, 1997: 203). Alam disimbolkan sebagai pengejawantahan prinsip feminin dan pada sisi lain, perempuan dipelihara oleh sifat-sifat feminin agar mampu menciptakan kehidupan dan menyediakan makanan (Shiva, 1997: 49). Alam sebagai ekspresi kreatif dari prinsip feminin terletak di dalam kontinuitas ontologis dengan manusia dan “di atas”
15
manusia (Shiva, 1997: 52). Nilai-nilai feminitas seperti memelihara, menjaga, merawat, berbagi, kerjasama, relasional, cinta, solidaritas dijadikan landasan bagi pengembangan epistemologi ekofeminisme Vandana Shiva (Hidayat, 2006: 31). Shiva mencoba mengembalikan peran perempuan yang merawat, menjaga dan mengayomi. Alam sebagai representasi ibu pertiwi dijadikan landasan untuk melawan balik hegemoni maskulinitas. Konsep ini memfokuskan gagasannya pada dua ideologi yang berlawanan, yakni prinsip ‘maskulinitas’ dan prinsip ‘feminitas’ sebagai the sustenance perspective; prinsip yang diperlukan bagi kehidupan. Prinsip tersebut berciri kedamaian, keselamatan, kasih dan kebersamaan, sebaliknya prinsip maskulinitas bercirikan persaingan, dominasi, eksploitasi dan penindasan yaitu prinsip penghancuran (Dhany, 2013).
E. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Objek material yang dibahas adalah kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Karst Kendeng, Pati, Jawa Tengah. Objek formal yang digunakan untuk menganalisis persoalan fundamental yang ada di dalam kasus pembangunan pabrik adalah konsep ekofeminisme Vandana Shiva. Penelitian ini berjenis penelitian kepustakaan, dengan menelaah objek material dari sebuah kasus, beserta pemaparan objek formal yang diperoleh dari berbagai literatur.
16
Data kepustakaan akan diolah dengan analisis hasil yang mengacu pada kerangka berfikir yang mengaitkan antara objek material dan objek formal.
2.
Bahan Penelitian dan Materi Penelitian Bahan penelitian diambil dari beberapa sumber yang terkait dengan materi penelitian, data yang diambil berasal dari studi pustaka. Pustaka yang digunakan yaitu: a. Pustaka Primer Pustaka primer adalah buku-buku yang membahas tentang pemikiran
ekofeminisme
Vandana
Shiva,
kajian-kajian
ekofeminisme dan buku yang mendukung konsep tersebut. Pustaka yang digunakan adalah: i. Shiva, Vandana, 1998, Bebas dari Pembangunan ii. Shiva, Vandana dan Maria Mies, 1993, Ecofeminism iii. Shiva, Vandana, 2002, Buku Water and Wars: Privatization, Pollutionand Profit iv. Idhom, Addi Mawahibun, 2009, Resistensi Komunitas Sedulur Sikep terhadap Rencana Pembangunan Tambang Semen di Pegunungan Kendeng, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah dalam Skripsi Fakultas Usluhiddin UIN v. Laksana, Untung Angga, 2013, Srawung: Strategi Advokasi Masyarakat Sedulur Sikep terhadap Rencana Pendirian Pabrik
17
Semen Oleh Lutfi Untung Angga Laksana dalam Skipsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
b. Data Sekunder i. Tong, Rosemarie Putnam, 1999, “Ecofeminism” Feminism Thought: A More Comprehensive Introduction ii. Candraningrum, Dewi dan Arianti Ina Restiani (editor), 2015, Ekofeminisme III: Tambang, Perubahan Iklim & Memori Rahim iii. Khaeroni, Cahaya, 2009, Konsep Ekofeminisme Vandana Shiva dan Implikasinya pada Perkembangan Paradigma Pendidikan Agama Islam Inklusif Gender, Skripsi Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta iv. Shaifullah, Koesmawan, 2013, Eksistensi Perempuan dalam Tinjauan Ekofeminsime Vandana Shiva, Skripsi Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta v. Prabadipta, Herda, 2012, Analisis Kasus Pembangunan Pabrik Semen di Pati, Jawa Tengah, Tugas Mata Kuliah Universitas Brawijaya vi. Sunadi, Ahmad, 2013, Interaksi Sosial Mayarakat Samin di Tengah Modernisasi, Skripsi Fakultas Usluhuddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
18
vii. Purnaweni, Hartuti, 2014, Kebijakan Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Kendeng Utara Provinsi Jawa Tengah, Jurnal Ilmu Lingkungan, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pacasarjana, UNDIP viii. Nurmeida, Avid dkk, Tanpa Tahun, Konflik Corporate vs. Society: Analisis terhadap Konflik dalam Kasus Pendirian Pabrik Semen di Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati, Fakultas Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro.
3.
Jalan Penelitian Langkah yang diambil dalam penelitian ini berjalan berdasarkan tahap demi tahap sebagai berikut: a.
Inventarisasi
bahan
data:
pengumpulan
data
dilakukan
dengan
mengumpulkan referensi pustaka yang sesuai dengan tema penulisan yang membahas tentang kasus penolakan pembangunan pabrik oleh orang Samin dan ekofeminisme Vandana Shiva. b.
Klasifikasi data: referensi pustaka yang telah diperoleh akan menjadi bahan penelitian, sehingga akan dipisahkan menjadi bahan primer dan bahan sekunder.
c.
Pengolahan dan sistematisasi data: mengolah dan menyusun secara sistematis data juga dilaksanakan guna diolah dan disistematisasi berdasarkan kerangka berfikir.
19
d.
Analisis hasil dan refleksi hasil penelitian: setelah data diolah baru kemudian dilakukan analisis dan diberikan interpretasi atas konsep ekofeminisme Vandana Shiva. Setelah itu akan direfleksikan terhadap kondisi masyarakat Samin yang mendiami wilayah Pegunungan Karst Kendeng dalam menghadapi kasus pembangunan pabrik semen.
4.
Analisis Hasil 1.
Inventarisasi, mengumpulkan bahan pertimbangan historis yang dapat ditemukan dalam kepustakaan tentang kasus pembangunan pabrik semen di wilayah Pegunungan Karst Kendeng, Pati, Jawa Tengah; serta data mengenai konsep ekofeminisme Vandana Shiva
2.
Deskripsi, memberikan data yang terkait dengan konsep kasus penolakan pembangunan pabrik semen di wilayah Pegunungan Karst Kendeng, Pati, Jawa Tengah oleh orang Samin dengan menggunakan perspektif ekofeminisme Vandana Shiva
3.
Interpretasi, semua bahan dari data yang telah ada mengenai masalah fundamental dalam kasus pembangunan pabrik semen, termasuk hal yang melatarbelakangi penolakan Orang Samin dalam penolakan pembangunan pabrik semen, kondisi alam Orang Samin dan pengaruhnya kepada perilaku hidup Orang Samin. Data tersebut diselami dan dipahami untuk memahami arti dan makna dengan sejelas mungkin. Gambaran yang jelas
20
dan
mendalam
dari
data
yang
diperoleh
selanjutnya
ditinjau
menggunakan perspektif Ekofeminisme Vandana Shiva. 4.
Holistika: melihat data secara keseluruhan terutama tentang pandangan filosofis Orang Samin tentang lingkungan serta analisa konsep ekofeminisme Vandana Shiva dalam memandang kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng lalu dilakukan penyimpulan.
F. Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut; a.
Konsep ekofeminisme Vandana Shiva, terutama hubungannya antara perempuan, alam dan pembangunan.
b.
Pandangan Orang Samin tentang lingkungan dalam kasus pembangunan pabrik semen di wilayah pegunungan Karst Kendeng, Pati, Jawa Tengah.
c.
Analisis pandangan Orang Samin tentang lingkungan dalam kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Karst Kendeng, Pati, Jawa Tengah ditinjau dari pemikiran ekofeminisme Vandana Shiva.
G. Sistematika Penulisan Pembahasan dan penulisan dalam penelitian ini agar menjadi utuh dan terpadu, maka sistematika pembahasan yang diusulkan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan, rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, tinjauan
21
pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang ingin dicapai, dan sistematika penulisan. Bab II : Membahas tentang objek formal penelitian, yaitu pandangan ekofeminisme Vandana Shiva. Shiva berpendapat bahwa terdapat keterikatan antara perempuan dan alam yaitu perempuan dan alam yang dipelihara oleh sifat-sifat feminin. Pemulihan sifat Feminin diperlukan sebagai senjata untuk melawan balik hegemoni maskulinitas. Bab III : Pandangan Orang Samin tentang lingkungan dalam kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah menjadi topik utama di dalam bab III. Pembahasan dalam bab III berisi tentang Sejarah Orang Samin, Kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah dan Alasan yang mendasari penolakan Orang Samin terhadap pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng. Bab IV : Melihat kasus pembangunan pabrik semen di wilayah pegunungan karst, Kendeng Utara dengan menggunakan kacamata Vandana Shiva. Bagaimana Vandana Shiva melihat kasus tersebut melalui pemikirannya. Vandana Shiva menyatakan bahwa terdapat jelas keterkaitan antara perempuan dan alam sehingga perempuan dijadikan sebagai garda terdepan dalam rangka kegiatan penyelamatan lingkungan. Perempuan berhadapan dengan pemenuhan kebutuhan manusia seharihari, terutama keluarga. Hal ini harus dilakukan guna menjaga kelestarian lingkungan demi masa depan dan generasi selanjutnya.
22
Bab V : Bab terakhir dalam penelitian ini yang berisi penutup dari rangkaian keseluruhan penelitian ini, yang memuat kesimpulan serta saran yang dimaksudkan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya.