I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronis paling umum di dunia dengan prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk., 2002). Di Indonesia, penyakit ini adalah penyakit yang sering diderita oleh hampir semua penduduk (Bilitbang Kemenkes RI, 2007). Prevalensi terjadinya karies gigi pada penduduk Indonesia meningkat dari 43,4% (2007) menjadi 53,2% (2013) (Bilitbang Kemenkes RI, 2013). Karies gigi adalah lesi yang terbentuk akibat larutnya struktur kimia permukaan gigi secara lokal oleh aktivitas metabolik bakteri plak gigi yang melapisinya. Tahap awal lesi karies tampak sebagai perubahan email menjadi lebih putih dan opak, yang disebut dengan white spot atau incipient caries (Fejerskov dkk., 2008). Pada tahap ini, email masih keras dan tidak terdapat kavitas. Jika lesi white spot berkembang, maka permukaan intak email akan rusak dan terbentuk defek pada permukaan email berupa kavitas. Pembentukan plak akan berlanjut di dalam kavitas sehingga sulit dijangkau oleh alat pembersih seperti sikat gigi atau dental floss. Akibatnya proses kavitasi akan berlanjut dan karies dapat meluas sampai dentin atau bahkan menembus pulpa (Kidd dkk., 2003). White spot adalah tanda awal demineralisasi email yang mengawali proses karies email. Lesi ini berupa area kecil demineralisasi permukaan di bawah plak gigi (Capelli dan Mobley, 2008). White spot biasanya terletak pada permukaan
facial dan lingual gigi, berwarna chalky-white, dan tampak sebagai area opak. Area ini kehilangan translusensinya akibat adanya peningkatan porositas hasil dari proses demineralisasi (Roberson dkk., 2002). Secara mikroskopis, akan tampak lesi berbentuk segitiga pada penampang melintang dengan ujung mendekati dentin. Tampak lapisan luar yang utuh dengan ketebalan 20 µm dan bagian dalam dengan volume porositas yang meningkat (Ireland, 2006). Proses white spot dapat dihentikan melalui proses remineralisasi. Secara alami, remineralisasi berlangsung di dalam rongga mulut melalui proses presipitasi garam mineral dari saliva untuk menjaga integritas permukaan gigi (Rajendram dan Sivapathasundaram, 2012). Garam mineral berupa ion kalsium dan fosfat akan mengalami redeposisi ke dalam area email yang mengalami demineralisasi (Xuedong, 2016). Contoh bahan remineralisasi white spot adalah Casein Phosphopeptides Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) yang mengandung kalsium dan fosfat tinggi namun tidak mengandung fluor. Bahan ini mampu meningkatkan remineralisasi pada gigi tanpa menimbulkan fluorosis (Reynolds dkk., 1995). Gigi tersusun oleh email, dentin dan pulpa. Email merupakan struktur tubuh paling keras yang mengandung 95-98% komponen anorganik berupa mineral hidroksiapatit, 1-2% komponen organik, dan 4% air. Komposisi dentin adalah 75% komponen anorganik, 20% komponen organik, dan 5% air serta material lain. Pulpa adalah jaringan yang mengisi kavitas pulpa, tersusun oleh syaraf, pembuluh darah, pembuluh limfatik, sel jaringan ikat, substansi interseluler, odontoblast, fibroblast, makrofag, kolagen dan serabut jaringan ikat (Roberson
dkk., 2002). Ditinjau dari kandungan kalsium dan fosfatnya, email gigi mengandung 16,99%-17,74% kalsium dan 10,46%-10,86% fosfat. Dentin terdiri dari 5,19%-9,50% kalsium dan 4,41%-6,32% fosfat (Salzar dan Gasga, 2003). Ion kalsium dan fosfat akan terlepas ketika terjadi proses demineralisasi dan akan terdeposisi kembali ketika terjadi proses remineralisasi (Ireland, 2006; Xuedong, 2016). Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan jenis ikan air tawar yang paling unggul dari segi tingginya permintaan dan kestabilan harga (Him 2007). Ikan ini banyak dikonsumsi karena rasanya yang enak (Pandey dan Shukla, 2007). Ikan gurami termasuk golongan ikan labyrinthici, yaitu ikan yang memiliki alat pernafasan tambahan berupa labyrinth yaitu selaput tambahan berbentuk tonjolan pada tepi atas lapisan insang pertama. Gurami mempunyai bentuk badan yang agak panjang, pipih dan tertutup sisik yang berukuran besar, kasar dan kuat (Romero, 2002). Gurami memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur dan sirip ekor (Kotellat dkk., 2005). Sisik ikan sebagian besar dibentuk oleh komponen organik (kolagen), komponen mineral (hidroksiapatit yang tersusun dari kalsium dan fosfor) serta air (Torres dkk., 2007; Suryadi, 2011). Menurut Nurjanah dkk. (2010), kalsium yang terkandung dalam sisik ikan gurami adalah 5,0-8,6%. Komponen kolagen pada sisik telah dimanfaatkan sebagai sumber alternatif kolagen di bidang kosmetik dan kesehatan (Nagai dkk., 2004), sedangkan komponen mineralnya belum dimanfaatkan secara optimal.
Dewasa ini, nanoteknologi telah diterapkan dalam bidang kesehatan guna meningkatkan efektivitas administrasi obat. Obat-obatan menggunakan partikel atau molekul nano dengan tujuan untuk meningkatkan bioavailibilitas obat, sehingga obat menjadi lebih efektif dalam terapi (Fulekar, 2010). Teknologi ini kemungkinan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sediaan agen remineralisasi untuk meningkatkan kemampuan deposisi ion ke dalam white spot. Dari rumusan masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk memanfaatkan dan mengolah limbah sisik ikan gurami menjadi pasta nanokalsium sebagai agen remineralisasi white spot. Ion kalsium dan fosfat dari sisik ikan gurami kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai sumber eksternal deposisi ion ke dalam white spot. Dengan pemakaian sediaan pasta nanokalsium, diharapkan kemampuan deposisi ion akan meningkat sehingga kadar kalsium dan fosfat pada lesi yang teremineralisasi akan meningkat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh aplikasi pasta nanokalsium dari sisik ikan gurami terhadap kadar kalsium dan fosfat gigi dengan white spot?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi pasta nanokalsium dari sisik ikan gurami terhadap kadar kalsium dan fosfat gigi dengan white spot.
D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai pengaruh aplikasi pasta nanokalsium sisik ikan gurami terhadap kadar kalsium dan fosfat gigi dengan white spot. 2. Memberikan informasi awal mengenai bahan alternatif untuk meningkatkan remineralisasi email gigi dengan white spot. 3. Sebagai sumber informasi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan ilmu, khususnya mengenai bahan alami remineralisasi gigi dan pengaruhnya terhadap unsur anorganik gigi.
E. Keaslian Penelitian Penelitian serupa pernah dilakukan sebelumnya oleh Hasanah dkk. (2014) yang bertujuan untuk menganalisa kadar ion fosfat dalam saliva buatan setelah aplikasi CPP-ACP pada hari ke-1, 3 dan 7, dengan hasil berupa terdapat peningkatan kadar ion fosfat dalam saliva buatan pada gigi yang diaplikasikan CPP-ACP. Selain itu, penelitian oleh Andriani (2012) menunjukkan hasil bahwa semakin sering aplikasi CPP-ACP pada gigi desidui dengan white spot, maka kadar kalsium, fosfat dan pH saliva akan meningkat. Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut karena penelitian ini menggunakan bahan remineralisasi berupa pasta nanokalsium dari limbah sisik ikan gurami. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui peneliti, penelitian tentang pengaruh aplikasi pasta nanokalsium sisik ikan gurami terhadap kadar kalsium dan fosfat gigi dengan white spot ini belum pernah diteliti.