1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat diperoleh dari air tanah yang diambil langsung dari dalam tanah maupun yang muncul sebagai mata air. Mengingat peranan air tanah yang semakin vital seperti minum, irigasi dan industri, maka pemanfaatan air tanah harus memperhatikan keseimbangan dan pelestarian sumberdaya itu sendiri, atau dengan kata lain pemanfaatan air tanah harus yang berwawasan lingkungan. Melihat air tanah yang merupakan salah satu sumberdaya air utama, saat ini telah menjadi permasalahan nasional yang cukup komplek dimana tidak semua air tanah memiliki kualitas yang baik, sehingga dituntut untuk dilakukannya langkahlangkah nyata untuk memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan eksploitasi air tanah yang tidak terkendali. Kualitas air tanah sendiri dipengaruhi oleh faktor geogen dan antropogen. Faktor geogen adalah faktor yang disebabkan oleh pengaruh geologi yang dimaksud disini adalah kontak batuan dengan air tanah. Sedangkan untuk faktor antropogen adalah faktor yang disebabkan oleh aktifitas manusia seperti pencemaran. Pengelolaan air tanah harus dilakukan secara bijaksana dengan mendasarkan aspek hukum dan aspek teknis, dalam arti luas merupakan segala upaya yang mencakup inventarisasi, pengaturan pemanfaatan, perijinan, pengendalian serta
2
pengawasan dalam rangka konservasi air tanah. Pengelolaan air tanah harus didasarkan pada konsep Pengelolaan Cekungan Air tanah (Groundwater Basin Management). Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Pelaksanaan konservasi ,pengendalian pemanfaatan dan pencemaran air tanah secara umum merupakan pengelolaan air tanah yang berwawasan lingkungan. Perkembangan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan membutuhkan konsep pengelolaan air tanah yang efektif dan efisien serta tepat sasaran. Pada dasarnya pengelolaan air tanah bertujuan untuk menselaraskan kesetimbangan kuantitas dan kualitas yang selaras dengan pertumbuhan kebutuhan akan air yang meningkat dengan tajam. Pengelolaan air tanah sangat diperlukan baik secara teknis maupun non teknis untuk menghindari degradasi air tanah yang serius, dimana pengelolaan ini harus disesuaikan dengan perilaku air tanah meliputi keterdapatan, penyebaran, ketersediaan, dan kualitas air tanah serta lingkungan keberadaannya. Kegiatan pengelolaan air tanah merupakan upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau,
dan
mengevaluasi
penyelenggaraan
kegiatan
konservasi, pendayagunaan air tanah dan pengendalian daya rusak air tanah. Konservasi air tanah merupakan upaya untuk menjaga kelestarian, kesinambungan
ketersediaan,
daya
dukung,
fungsi
air
tanah
serta
mempertahankan keberlanjutan pemanfaatan air tanah. Selain itu juga konservasi air tanah juga merupakan upaya untuk mencegah degradasi kuantitas dan kualitas air tanah yang serius, sehingga konservasi air tanah menjadi salah satu komponen penting dalam pengelolaan air tanah. Pada umumnya kegiatan manusia
3
mempengaruhi kondisi lingkungan, seperti kegiatan industri, daerah permukiman dan kegiatan pertanian yang dapat mempengaruhi sistem hidrolika dan hidrokimia air tanah. Perkembangan budaya manusia selain membawa dampak positif, juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan keairan, seperti terbentuknya sumber pencemar air yang mengakibatkan terjadinya degradasi kualitas air, sehingga sumber air baku tidak akan dapat digunakan lagi sebagai sumber air minum, karena tingginya zat pencemar di dalam air. Sehingga perubahan kualitas air tanah perlu diperhatikan dalam melakukan pengelolaan air yang berkelanjutan. Dampak negatif lain dari perkembangan budaya manusia adalah merosotnya kuantitas (ketersediaan) air tanah. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kawasan tangkapan/resapan air hujan (catchment area) yang akan meresapkan air hujan ke dalam tanah, serta rusaknya kawasan penyimpan air, yaitu hutan atau kawasan yang bervegetasi lebat. Keberadaan hutan dan daerah tangkapan air hujan yang terganggu atau rusak oleh kegiatan manusia akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan sumber air tanah, sehingga dengan berjalannya waktu akan berakibat adanya kelangkaan air (kekeringan). Perlindungan terhadap kawasan tangkapan air hujan dan kawasan penyimpan air hujan (hutan) merupakan suatu program untuk melindungi agar kuantitas air tetap terjaga bagi pemenuhan kebutuhan air secara umum. Sumber air baku lainnya seperti mata air dan sumur bor juga perlu dilakukan perlindungan demi berlangsungnya ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan. Sehingga penentuan daerah imbuhan dan daerah lepasan, daerah perlindungan sumber air baku serta jumlah pemanfaatan air yang digunakan oleh kegiatan manusia menjadi faktor yang berpengaruh dalam pengelolaan air tanah yang berkelanjutan.
4
Kawasan selatan daerah penelitian saat ini telah berkembang menjadi daerah permukiman yang padat, daerah industri dan akan terus berkembang dengan rencana dibangunnya Bandara Internasional. Perkembangan wilayah bandara ini tentunya akan memicu perkembangan wilayah yang sangat pesat di wilayah ini. Degradasi sumberdaya air tanah tersebut akan bertambah besar apabila penggunaannya tidak terkendali dan tidak dikelola dengan baik. Penataan kawasan dan perancangan tata guna lahan yang tidak tepat akan mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem hidrologi di daerah hilir, yang pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan serius pada penyediaan sumberdaya air bersih. Karakteristik potensi akuifer juga memiliki pengaruh dalam pemenuhan kebutuhan air tanah yang dimanfaatkan oleh manusia sehingga dapat ditentukan daerah yang dapat menyediakan air dengan cukup. Dengan demikian resiko kerusakan kuantitas dan kualitas air tanah akibat tata guna lahan dan karakteristik potensi akuifer memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengelolaan air tanah. Untuk mengurangi dan meminimalisir dapak negatif dari pemanfaatan air tanah yang tidak terkendali tersebut perlu dilaksanakan Pengelolaan Air tanah secara bijaksana dan nyata yang berbasis cekungan air tanah dengan menentukan Zona Konservasi Air tanah. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diberikan parameter-parameter yang penting dalam penentuan zona konservasi sebagai berikut :
Karakteristik potensi akuifer
Kedudukan muka air tanah
Kualitas air tanah
5
Daerah penelitian yang berada di Daerah Kulon Progo terdiri dari daerah Cekungan Air Tanah (CAT) Wates dan daerah CAT yang belum ditetapkan. Cekungan Air Tanah Wates yang berada di Kabupaten Kulon Progo merupakan cekungan air tanah yang tersusun oleh Subsistem Alluvial Pantai dan Subsistem Gumuk Pasir. Subsistem Alluvial – Pantai dan Gumuk Pasir berada di atas batugamping Formasi Sentolo (basement CAT Wates). Aliran air tanah cekungan ini berasal dari Perbukitan Sentolo dan Perbukitan Kulon Progo yang kemudian masuk ke dalam CAT Wates dan berhenti di sebelah utara satuan bentuk lahan gumuk pasir. Pada perbatasan antara satuan bentuklahan dataran fluvial-pantai dengan gumuk pasir, air tanah bergerak membelok di bawah Subsistem Gumuk Pasir, yang besarnya tergantung musim (Fitriany dan Suharyadi, 1999). Identifikasi dan penentuan batas cekungan air tanah merupakan salah satu aspek teknis terpenting sebagai pedoman dan pendukung pada pelaksanaan program dan kebijakan pengelolaan air tanah. ldentifikasi cekungan air tanah merupakan tahap awal dalam penyusunan rancangan penetapan cekungan air tanah. Tujuan identifikasi cekungan air tanah adalah untuk mengetahui keberadaan cekungan air tanah di suatu daerah. Selanjutnya, penentuan batas cekungan air tanah merupakan tahap kedua setelah tahap identifikasi cekungan air tanah. Cekungan air tanah mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh kondisi geologi dan atau kondisi hidraulika air tanah. Batas cekungan air tanah pada umumnya tidak sama dengan batas administrasi pemerintahan, mempunyai daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah dalam satu sistem pembentukan air tanah, dan memiliki satu kesatuan sistem akuifer. Tujuan penentuan batas cekungan air tanah adalah untuk menentukan geometri serta luas
6
penyebaran cekungan air tanah sebagai dasar kewenangan pengelolaan air tanah. Maksud penentuan Zona Konservasi Air tanah agar dapat dijadikan acuan bagi pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam menentukan langkah perlindungan air tanah melalui konservasi air tanah, khususnya di wilayah-wilayah yang perlu dilakukan pembatasan dalam pengambilan, serta wilayah-wilayah yang perlu dilakukan tindakan pemulihan. Terlebih lagi belum pernah dilakukan penelitian mengenai zona konservasi di daerah penelitian sebelumnya, sehingga dirasa sangat penting untuk melakukan penelitian ini. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui zona-zona konservasi air tanah yang didasarkan pada kondisi sistem air tanah di Kabupaten Kulon Progo menyangkut kuantitas dan kualitas air tanah dan lingkungan air tanah menurut analisa dan evaluasi data/informasi geologi maupun hidrogeologinya. Dengan demikian, maka perlu dilaksanakan penelitian Penentuan Zona Konservasi Air Tanah di Kabupaten Kulon Progo, yang dapat dipakai sebagai acuan dan dasar kewenangan pelaksanaan program-program maupun kebijakan pengelolaan air tanah di wilayah Kabupaten Kulon Progo. I.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kondisi hidrogeologi secara lateral dan vertikal di daerah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Bagaimana zona konservasi air tanah di daerah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta?
7
I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian penentuan zona konservasi air tanah di Kabupaten Kulon Progo adalah untuk menentukan langkah penyelamatan air tanah melalui konservasi air tanah, khususnya di wilayah-wilayah yang
perlu dilakukan
pembatasan dalam pengambilan, serta wilayah-wilayah yang perlu dilakukan konservasi sehingga dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam pengelolaan air tanah di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari penelitian penentuan zona konservasi air tanah di Kabupaten Kulon Progo ini meliputi : 1. Mengetahui konfigurasi dan sistem akuifer di daerah penelitan. 2. Menentukan batas-batas cekungan air tanah secara lateral dan vertikal pada daerah penelitian. 3. Menentukan nilai dari parameter-parameter yang digunakan dalam penentuan zona konservasi. 4. Menentukan persebaran zona konservasi pada daerah penelitian. I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan baik untuk pemerintah maupun penelitianpenelitian selanjutnya. Penelitian ini diharapkan menjadi data penting bagi pemerintah untuk mengambil keputusan berkaitan dengan pengelolaan air tanah terutama dalam hal konservasi di daerah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terlebih lagi karena belum pernah dilakukan penelitian mengenai zona konservasi sebelumnya di daerah ini maka dirasa sangat bermanfaat untuk pemerintah di setempat untuk dijadikan acuan dalam
8
pengelolaan air tanah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memacu timbulnya penelitian lain dengan tema yang berbeda namun masih memiliki keterkaitan. I.5. Ruang Lingkup Penelitian I.5.1. Lingkup Wilayah Penelitian Lokasi penelitian Penentuan Zona Konservasi Air Tanah di Kabupaten Kulon Progo meliputi wilayah administrasi Kabupaten Kulon Progo. Batas-batas geografis untuk daerah penelitian adalah : Timur
: Kabupaten Sleman dan Bantul, DIY
Barat
: Kabupaten Purworejo, DIY
Utara
: Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
Selatan : Samudera Hindia Batas-batas topografi daerah penelitian adalah sebagai berikut: Barat
: 110 derajat Bujur Timur 1’ 37”
Timur
: 110 derajat Bujur Timur 16’ 26”
Utara
: 7 derajat Lintang Selatan 38’ 42”
Selatan : 7 derajat Lintang Selatan 59’ 3” Untuk melihat lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta Indeks lokasi penelitian yang terdapat pada Gambar 1.1.
9
Gambar 1.1 Peta Indeks lokasi penelitian
I.5.2. Lingkup Kegiatan Penelitian Dalam rangka untuk melaksanakan penelitian penentuan zona konservasi air tanah di Kabupaten Kulon Progo ini, perlu dipahami lingkup kegiatan dari pekerjaan ini, yaitu sebagai berikut :
10
1. Geometri Cekungan Air Tanah, meliputi : a. Penentuan batas lateral CAT, dilakukan untuk mengetahui batas wilayah pengelolaan air tanah secara lateral. b. Penentuan batas vertikal CAT, dilakukan untuk mengetahui batas, sebaran dan dimensi cekungan air tanah pada arah vertikal c. Ploting lokasi pengukuran muka air tanah dari sumber data sumur gali, sumur bor, dan mata air d. Pengukuran geolistrik. e. Pengambilan data geologi dan hidrogeologi detil di batas CAT. f. Melakukan Analisis :
Analisis pola aliran air tanah dan fluktuasinya.
Analisis data geolistrik.
Analisis data log bor bawah permukaan.
Analisis penyebaran hidrostratigrafi; akuifer, non akuifer.
Analisis tipe dan penyebaran batas CAT secara lateral dan vertikal
Analisis data karakteristik akuifer (K, T, S, dll)
Analisis potensi air tanah
2. Peta Zona Konservasi Air Tanah Lingkup kegiatan penentuan zona konservasi air tanah meliputi : i.
Penentuan zona atau wilayah-wilayah rawan, kritis dan rusak terhadap pengambilan air tanahnya
ii.
Pemeriksaan kualitas air tanah pada wilayah-wilayah yang dilakukan penelitian.
iii.
Informasi wilayah-wilayah yang kritis kualitas air tanah di akuifer utama.
11
iv.
Penggambaran peta konservasi air tanah
I.6. Batasan Penelitian Batasan penelitian mencakup batasan waktu, batasan data dan batasan metode. Batasan penelitian ini bertujuan agar bahasan pada tulisan lebih terfokus dan menghindari terjadinya pelebaran masalah. Batasan waktu penelitian yang diambil adalah waktu pengambilan data primer berupa data hidrogeologi dan litologi yang dilakukan pada bulan Maret dan Mei 2016. Batasan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa peta pola aliran air tanah, peta kedalaman muka air tanah, peta kualitas air tanah yang didapatkan dari pengukuran dilapangan dan pengujian laboratorium, data pengujian pumping pada sumur gali, data geolistrik yang didapatkan dari survey geolistrik, data pemanfaatan air tanah yang didapatkan dari pengambilan data dilapangan. Data sekunder yang digunakan adalah data geologi, geomorfologi dan hidrogeologi regional, data log bor, data geolistrik, data kedalaman muka air tanah tahun 2007, data geokimia, dan data pumping test. Batasan metode yang digunakan selama penelitian adalah metode observasi langsung dilapangan dan pengujian laboratorium. I.7. Peneliti Terdahulu Beberapa penelitian geologi terkait yang pernah dilakukan pada daerah penelitian antara lain adalah : 1. Van Bemellen (1949) melakukan penelitian pada daerah Jawa Tengah meliputi fisiografi, stratigrafi dan struktur geologi. Van Bemmelen membagi
12
fisiografi Jawa Tengah menjadi empat yaitu Dataran Pantai Utara Jawa, Jalur Pegunungan Serayu Utara, Jalur Pegunungan
Selatan.
Lokasi
Pegunungan Serayu Selatan,
penelitian
termasuk
kedalam
Jalur Jalur
Pegunungan Serayu Selatan bagian timur dan merupakan bagian dari lereng kubah Kulon Progo. 2. MacDonald
&
Partners
(1984)
melakukan
penelitian
mengenai
hidrogeologi di daerah Yogyakarta. MacDonald & Partners menyatakan bahwa air tanah pada Formasi Sentolo yang terdapat di daerah Kulon Progo berhubungan dengan aliran air tanah dari Formasi Andesit Tua yang mengalir melalui zona retakan. 3. Fitriany dan Suharyadi (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Air tanah di Daerah Gumuk Pasir Pantai, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta” menjelaskan bahwa aliran air tanah di daerah gumuk pasir pantai terbagi menjadi dua yakni aliran air tanah yang mengalir ke utara dan ke selatan. 4. Siregar dan Suharyadi (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemanfaatan dan Pengembangan Air tanah untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Lahan Pertanian di Kawasan Gumuk Pasir Pantai Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta” menerangkan kualitas air tanah di Daerah Gumuk Pasir belum terpengaruh intrusi air laut. Cadangan dinamis optimal air tanah di Daerah Gumuk Pasir Pantai Glagah bagian selatan dapat dikembangkan untuk lapangan golf sedangkan di bagian utara dapat dikembangkan untuk lahan cabe.
13
5. Kusumayudha (2010) menyatakan bahwa akuifer pada batuan vulkanik di daerah Kulon Progo merupakan akuifer retakan tidak tertekan. Pada batuan tersebut terdapat kekar-kekar yang relatif rapat sehingga membentuk retakan-retakan. Celah-celah retakan terisi oleh air tanah sehingga dapat diklasifikasikan sebagai akuifer retakan. 6. Santosa (2010) menjelaskan tentang perubahan kondisi hidrogeokimia dan hidrostratigrafi akuifer daerah Cekungan Air Tanah Wates berdasarkan pengaruh perubahan bentuk lahan yang terjadi.