BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial, sektor Pajak merupakan pilihan yang sangat tepat, selain karena jumlahnya yang relatif stabil tetapi juga merupakan cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan. Pajak merupakan hal yang terpenting bagi penerimaan Negara yang mengikut sertakan peran dan partisipasi masyarakat atau wajib pajak didalamnya, sehingga dapat dijadikan tumpuan penerimaan Negara. Yang menyebabkan pajak menjadi sebagai tumpuan adalah potensi pajak yang belum sepenuhnya digali dari masyarakat. Dalam pelaksanaan perpajakan di Indonesia, diberlakukan system Self Assessment dimana Wajib Pajak menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya kepada negara. Keberhasilan system self assessment salah satunya bergantung pada penyelenggaraan akuntansi pembukuan yang memadai oleh Wajib Pajak. Pembukuan yang tidak baik akan menimbulkan banyak masalah bagi Wajib Pajak sendiri. Di Negara ini juga terdapat begitu banyak jenis pajak yang tentu saja hal ini dapat menambah pendapatan Negara dan dengan begitu banyak jenis pajak yang ada di Indonesia , salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan
1
salah satu pajak yang menyumbangkan pendapatan Negara yang bisa dikatakan besar bagi Negara. Hal ini dapat dilihat dari data penerimaan negara periode 2007 – 2013, dimana realisasi penerimaan negara dari sektor pajak selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Negara 2007-2013 (Milyar Rupuah)
Sumber : www.bps.go.id (diolah lebih lanjut) Fenomena pajak yang terjadi di indonesia pun sangat beragam, mulai dari halhal yang termasuk kategori yang harus dibayar pajaknya sampai kasus-kasus besar yang mangkir dari pembayaran pajaknya. Padahal bila dihitung nominal pajak yang tidak dibayarkan pajaknya sangatlah besar dan sangat membantu pemerintah di dalam mengalokasikan dana tersebut untuk membuat sarana-sarana untuk kepentingan rakyat banyak.
2
Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, namun dalam hal ini masih saja banyak terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lain melakukan penyelewengan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa saja di sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya dapat merugikan negara. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu contoh pajak yang termasuk pajak tidak langsung, Pajak Pertambahan Nilai tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda. Pembukuan yang benar dan lengkap merupakan syarat mutlak pelaksanaan sistem perpajakan di Indonesia yang berdasarkan “Self assessment” yakni pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri besarnya Pajak Pertambahan Nilai terhutangnya, menyetorkannya ke Bank persepsi dan kemudian melaporkan secara teratur ke Kantor Pelayanan Pajak dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT). PT Astra Daihatsu Motor merupakan salah satu perusahaan automotif terbesar di Indonesia. Dalam memenuhi kebutuhan produksinya, PT Astra Daihatsu Motor banyak melakukan transaksi kepada supplier penyedia, terutama supplier sparepart. Transaksi terhadap supplier lokal berkisar 80% dari total transaksi yang terjadi di PT Astra Daihatsu Motor. Hal ini dilakukan untuk menstimulasi
3
produksi dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk Import. Selain itu juga PT Astra Daihatsu Motor melakukan transaksi penjualan mobil baru. Berkaitan dengan hal diatas, seluruh transaksi tersebut tidak terlepas dari kewajiban perpajakan, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, PT Astra Daihatsu Motor menghitung sendiri besarnya Pajak Pertambahan Nilai terhutangnya, menyetorkannya ke Bank persepsi dan kemudian melaporkan secara teratur ke Kantor Pelayanan Pajak dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT). Berdasarka Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ke tiga atas Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah pasal 7 ayat (1) menyatakan Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%, dan di pasal 8A ayat (1) menjelaskan Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana di maksud dalam pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak. Pada perhitungan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sering terdapat kesalahan, banyak faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan tersebut. Sehingga perusahaan sering sekali salah menentukan besarnya pajak yang harus dibayar, untuk itu perlu diadakan Pembetulan Masa Pajak Pertambahan Nilai agar perusahaan mengetahui berapa besar pajak yang sesungguhnya dibayar. Dalam pasal 9 ayat (8) huruf i menjelaskan Sesuai dengan sistem self assessment, Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan seluruh kegiatan usahanya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu, kepada
4
Pengusaha Kena Pajak juga telah diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, sehingga sudah selayaknya jika Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor : PER – 24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tatacara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak menjelaskan dalam pasal 15 ayat (6) Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan oleh PKP Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan. Guna mengetahui faktor – faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya pembetulan pada laporan STP PPN Atas dasar permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pencarian faktor – faktor tersebut dengan melakukan penelitian berjudul: “ANALISIS PEMBETULAN SPT
MASA
PPN
DALAM
RANGKA
PEMENUHAN
KEWAJIBAN
PERPAJAKANNYA (Studi Kasus Pada PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan terserbut di atas peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
5
1.
Apakah perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan PT Astra Daihatsu Motor telah sesuai dengan peraturan perpajakan?
2.
Kendala apa saja yang dihadapi dalam pemenuhan kewajiban pelaporan SPT Masa PPN?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana cara perhitungan dan pemungutan pajak PPN yang dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor. 2. Untuk
mengidentifikasi
adanya
permasalahan
dalam
pemenuhan
kewajiban perpajakan perusahaan khusunya untuk pelaporan SPT masa PPN. Kegunaan Penelitian ini adalah sebagai berikut : Disamping tujuan, penelitian ini juga memiliki manfaat baik secara akademis maupun praktis, yaitu : 1. Akademis : secara akademis laporan ini diharapkan menghasilkan suatu penelitian yang dapat menambah referensi kepustakaan dibidang perpajakan berupa kajian mengenai pencarian data pembanding dalam transfer pricing. 2. Praktis : penelitian ini memaparkan data dan fakta serta menghasilkan sejumlah kesimpulan dan saran seputar pencarian data terkait pembetulan SPT masa PPN dimanfaatkan oleh pihak DJP dan WP (PT. ASTRA
6
DAIHATSU MOTOR) untuk membantu meningkatkan kinerja dalam menjalankan kegiatannya dibagian perpajakan.
7