BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar adalah pajak.
Setiap wajib pajak diwajibkan untuk ikut berpartisipasi agar laju pertumbuhan dan pelaksanaan
pembangunan
nasional
dapat
berjalan
dengan
baik
demi
kesejahteraan negara. Namun bagi masyarakat, pajak adalah beban karena mengurangi penghasilan mereka, terlebih lagi tidak mendapatkan imbalan secara langsung ketika membayar pajak. Hal inilah yang menyebabkan banyak dari masyarakat bahkan perusahaan yang melakukan penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak (tax avoidance) dapat dikatakan sebagai penghindaran pajak dengan mengikuti peraturan yang ada (Annisa dan kurniasih, 2012), Penghindaran pajak itu sendiri dilakukan dengan cara tidak melaporkan atau melaporkan tetapi tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atas pendapatan yang seharusnya dikenai pajak. Dalam penghindaran pajak, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang atau menafsirkan undangundang namun tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang. Aktivitas penghindaran pajak yang dilakukan oleh manajemen suatu perusahaan dilakukan semata-mata untuk meminimalisasi kewajiban pajak perusahaan (Khurana dan Moser, 2009). Karena tindakan penghindaran pajak ini dianggap legal, membuat perusahaan memiliki kecenderungan untuk melakukan berbagai cara agar dapat mengurangi besaran laba yang dilaporkan pada laporan
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
keuangan, sehingga besar pajaknya pun nantinya juga akan berkurang. Namun, kegiatan penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan dapat menjerumuskan perusahaan itu sendiri jika mereka tidak cermat dalam melakukan perencanaan pajak mereka. Fenomena yang berkaitan dengan tax avoidance yaitu dalam pertengahan 2014, Eropa diguncang dengan polemik fasilitas perpajakan Irlandia yang menyebabkan banyak perusahaan multinasional besar seperti : Amazon, Apple, Facebook, Paypal, Twitter memilih markas di Irlandia guna membayar pajak yang lebih rendah dibandingkan kalau membuka cabang atau gudang di Negara Eropa lainnya. Hal ini tentunya menimbulkan kemarahan Negara sumber penghasilan, seperti : Perancis, Inggris, USA yang merasa kontribusi pajak yang dibayarkan tidak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh dari Negara tersebut. Kasus lain terjadi di Indonesia yaitu banyak perusahaan besar Indonesia memilih kantor pusat di Singapura padahal sumber penghasilan berada di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya corporate tax di Indonesia yaitu sebesar 25%, sedangkan Singapura hanya mematok tarif 17% (www.pajak.go.id). Dampaknya negara Indonesia pendapatan pajaknya lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan pajak di negara Singapura. Tindakan penghindaran pajak (tax avoidance) dapat diminimalisir salah satunya dengan penerapan corporate governance yang baik dalam sebuah perusahaan. Peran dari corporate governance sebagai mekanisme struktur dan sistem dianggap mampu memperkuat posisi daya saing perusahaan secara berkesinambungan, mengelola risiko dan sumber daya secara efektif dan efisien,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
serta dapat meningkatkan kepercayaan investor, selain itu tata kelola yang baik juga dapat mendorong kepatuhan manajemen terhadap pembayaran pajak dianggap sangat diperlukan. Namun disisi lain, perusahaan sebagai wajib pajak tidak ingin membayar pajak yang besar dan berusaha mengurangi beban pajak penghasilan yang mereka miliki agar beban perusahaan semakin berkurang (Annisa dan Kurniasih, 2012) . Penerapan corporate governance diharapkan dapat mendorong beberapa hal, salah satunya untuk mendorong manajemen perusahaan agar berperilaku professional, transparan dan efisien serta mengoptimalkan fungsi kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, komite audit, dan kualitas audit. Keberhasilan penerapan corporate governance akan sangat bergantung pada kuatnya hukum sekuritas dan korporasi, standar akuntansi yang baik, peraturan yang kuat, sistem peradilan yang efisien, dan tekad yang kuat untuk melawan korupsi yang diterapkan oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan di Asia (Barton et al., 2004 dalam Annisa 2011). Indikator untuk mengukur corporate governance salah satunya adalah Kepemilikan institusional memiliki peran penting bagi perusahaan. Jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemegang saham mayoritas dapat mempengaruhi keputusan dari manajer perusahaan. Pengaruh ini dikarenakan pemegang saham mayoritas mempunyai kontrol yang besar terhadap perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh (Puspita dan Harto, 2014) menyatakan bahwa kepemilikan institusional dalam tata kelola perusahaan berfungsi sebagai penghambat penghindaran pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Dewan komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya. Dalam proposinya, jumlah komisaris independen harus sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali (BEI, 2004). BAPEPAM-LK mengatur bahwa sekurang-kurangnya satu orang dalam dewan komisaris adalah pihak independen (BAPEPAM, 2004). Bursa Efek Indonesia mengeluarkan peraturan yang lebih ketat bahwa minimal 30% dari jumlah komisaris adalah independen (BEI, 2004). Dewan komisaris bersama dengan komite audit melakukan fungsi pengawasan kegiatan operasional perusahaan yang berkaitan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan laba perusahaan, keefektifan dari fungsi pengawasan oleh komite audit dilaksanakan melalui rapat komite audit yang dilaksanakan dengan anggota-anggotanya. Dengan terselenggarakannya rapat kordinasi komite audit akan semakin baik sehingga dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan dapat meningkatkan laba suatu perusahaan. Dari laporan keuangan yang di audit oleh auditor KAP The Big Four menurut
dari
beberapa
referensi
dipercaya
lebih
berkualitas
sehingga
menampilkan nilai perusahaan yang sebenarnya, oleh karena itu diduga perusahaan yang di audit oleh KAP The Big Four (PriceWaterhouseCooperPWC. Deloitte Touche Tohmatsu, KPMG, Ernst & Young – E&Y) memiliki
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
tingkat kecurangan yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang di audit oleh KAP non The Big Four. Banyaknya perusahaan yang bangkrut memicu terjadinya krisis ekonomi yang diyakini karena kegagalan sistem tata kelola perusahaan, krisis tersebut juga dialami di Indonesia yang menjadikan corporate governance sebagai sebuah isu penting dikalangan para eksekutif, konsultan korporasi, akademisi dan regulator (pemerintah) di berbagai dunia. Banyak kasus yang terjadi di Indonesia mengenai kegagalan mekanisme good corporate governance. Berdasarkan laporan dari Asian Development Bank yang melakukan survey terhadap penerapan GCG di Negara ASEAN. Perusahaan yang di survey merupakan 100 perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kapitalisasi pasar terbesar pada tanggal 30 Juni 2012. Perusahaan publik di Indonesia rata-rata mendapatkan skor GCG sebesar 43,4% dengan skor tertinggi 75,4% dan skor terendah 20,8% (www.bppk.kemenkeu.go.id). Dengan demikian fenomena diatas menunjukkan bahwa perusahaan publik di Indonesia masih kurang menerapkan praktek-praktek corporate governance berdasarkan prinsip GCG Internasional, karena masih ada perusahaan yang melakukan strategi pajak agresif dalam meminimalkan beban pajak bahkan ada perusahaan yang tidak membayar pajaknya kepada negara. Penelitian yang dilakukan oleh sartori (2010) terkait pengaruh strategi perpajakan terhadap corporate governance menjelaskan bahwa apabila suatu perusahaan memiliki suatu mekanisme corporate governance yang terstruktur dengan baik maka akan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
berbanding lurus dengan kepatuhan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya. Banyak perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang berdiri dengan masing-masing kategori yaitu large firm, medium firm, dan small firm. Tahap kedewasaan perusahaan memiliki prospek baik dalam jangka waktu yang relatif panjang. Hal ini juga menggambarkan bahwa perusahaan lebih stabil dan lebih mampu dalam menghasilkan laba di banding perusahaan dengan total asset yang kecil (Indriyani, 2005). Dalam situs (www.neraca.co.id) Direktur Penyuluhan dan Humas Dirjen Pajak Kismantoro Petrus, menyebutkan bahwa selama ini penerimaan pajak dari yang sudah masuk masih banyak dari perusahaan besar dan menengah. Dari data yang ada sekitar 55% penerimaan pajak tahun 2013 lalu berasal dari perusahaan besar, kemudian sekitar 45% berasal dari perusahaan menengah. Sementara sektor UKM berada dibawah 2% padahal sektor UKM ini tumbuh sangat pesat di Indonesia. Dengan adanya fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan pajak. Perusahaan yang telah melaksanakan corporate governance yang baik sudah seharusnya melaksanakan aktivitas corporate social responsibility (CSR) sebagai wujud kepedulian perusahaan pada lingkungan sosial (Rustiarini, 2010). Besarnya bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungannya, menimbulkan perhatian dan minat para investor menjadi meningkat karena mereka cenderung menyukai perusahaan yang mamiliki citra baik di masyarakat (Putri, Zaitul, Herawati, 2013). corporate social responsibility merupakan faktor
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
yang sangat menentukan dalam tindakan penghindaran pajak, meningkatkan ketaatan dalam pembayaran pajak tanpa melakukan tindakan agresivitas pajak guna menjalin hubungan baik dengan pemerintah merupakan salah satu wujud perhatian perusahaan terhadap kepentingan stakeholder-nya. Jika pajak yang dibayarkan oleh perusahaan memiliki dampak bagi masyarakat luas, maka pajak tersebut dapat di kaitkan dengan corporate social responsibility. Salah satu contoh bagaimana CSR belum menjawab konteks sosial yang berkembang di masyarakat adalah CSR sektor properti. Ciputra, salah satu konglomerasi yang bergerak disektor property, bahkan memprediksi Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi sektor property terbesar di dunia. Seiring dengan pesatnya investasi, salah satu kontributor terhadap berkurangnya fungsi resapan air di Jakarta adalah pembangunan mal baru tanpa berwawasan lingkungan. Sayangnya, tumbuhnya sektor property ini tidak didukung dengan kebijakan CSR yang berfungsi memulihkan daya dukung lingkungan. Misalnya, salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta tidak mengalokasikan CSR untuk pembuatan sumur resapan dan mengembangkan daerah resapan air di Jakarta. Mal justru memberikan CSR berupa donasi buku untuk anak. Persoalan berkurangnya serapan air di pusat kota, yang kemudian ikut menyebabkan banjir, justru tidak dilihat penting oleh investor dan pengelola mal. Ke depan, pemangku kepentingan hendaknya dapat bekerjasama secara lebih baik dan terencana untuk menanggapi kebijakan dan program CSR yang tepat serta jelas. (www.kompasiana.com). Penelitian ini menggunakan perusahaan property dan real estate sebagai objek penelitian mulai dari tahun 2012-2014. Alasan peneliti memilih perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
property dan real estate menurut uji silang data Real Estate Indonesia (REI) yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak pada tahun 2011-2012, terdapat potensi pajak penghasilan sebesar Rp 30 triliun. Dari data diatas mengungkapkan bahwa perkembangan sektor property, real estate, dan building construction yang sangat pesat namun tidak diimbangi dengan kenaikan effective taxes rate, effective taxes rate mengalami penurunan sebesar 2 persen dari tahun 2010 sebesar 29% menjadi 27% pada tahun 2012. Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas maka penulis ingin mengetahui pengaruh antara variabel tersebut dengan judul penelitian yang akan dilakukan adalah “Pengaruh Mekanisme Penerapan Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tax Avoidance” Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 - 2014.
B.
Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian adalah sebagai berikut : 1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap tax avoidance ? 2. Apakah dewan komisari independen berpengaruh terhadap tax avoidance ? 3. Apakah komite audit berpengaruh terhadap tax avoidance ? 4. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap tax avoidance ? 5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance ? 6. Apakah corporate social responsibility berpengaruh terhadap tax avoidance ?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
C.
Tujuan dan Kontribusi Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, penelitian ini bertujuan untuk : a. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap tax avoidance. b. Untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris indepnden terhadap tax avoidance. c. Untuk mengetahui pengaruh komite audit terhadap tax avoidance. d. Untuk mengetahui pengaruh kualitas audit terhadap tax avoidance. e. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap tax avoidance. f. Untuk mengetahui pengaruh pengungkapan corporate social responsibilty terhadap tax avoidance.
2.
Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak, diantaranya : a.
Kontribusi Praktik Memberikan pengetahuan mengenai Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan, Corporate Social Responsibility terhadap Tax Avoidance, dan diharapkan perusahaan dapat terus meningkatkan laba tanpa menurunkan effectivitas taxes rate atau meminimumkan pajak namun masih dalam lingkup undang-undang pajak yang dibenarkan bukan dengan cara yang illegal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
b.
Kontribusi Akademik Diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang tax avoidance agar tidak
melakukan tindakan yang curang dengan cara meminimumkan beban pajak, dan diharapkan pula dapat menjadi referensi dan sumbangan konseptual bagi peneliti berikutnya akan meneruskan penelitian yang berhubungan dengan tax avoidance.
http://digilib.mercubuana.ac.id/