BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Kabo, 2011). Penyakit ini merupakan suatu jenis penyakit yang mematikan di dunia, karena sebanyak 1 miliar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini dan telah membunuh 9,4 juta warga dunia tiap tahunnya. WHO memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi (WHO, 2011). Hasil Survei Kesehatan Daerah (Surkesda) tahun 2010, menunjukkan bahwa provinsi DIY masuk dalam lima besar provinsi dengan kasus hipertensi terbanyak. Penyakit jantung dan stroke dalam sepuluh tahun terakhir selalu masuk dalam 10 penyakit penyebab kematian tertinggi. Analisa tiga tahun terakhir data di seluruh rumah sakit di DIY menunjukkan, penyakit kardiovaskuler seperti jantung, stroke, hipertensi atau dikenal juga sebagai penyakit Cardiovasculer disease (CVD) menempati urutan paling tinggi penyebab kematian (Dinkes DIY, 2012). Hipertensi menjadi urutan kedua tertinggi penyakit di Puskesmas se-Kabupaten Bantul dengan jumlah 26.117 jiwa yang tercatat di dalam profil kesehatan Kabupaten Bantul pada tahun 2012. Dari tiap Puskesmas yang ada Kabupaten Bantul, dilaporkan Puskesmas
1
Bambanglipuro termasuk Puskesmas dengan angka kejadian hipertensi yang tinggi, yaitu sejumlah 7.547 jiwa, atau sekitar 20% dari total kunjungan pasien rawat jalan di Puskesmas tersebut (Dinkes DIY, 2012). Penyakit ini telah mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat mengingat dampak yang timbul baik jangka pendek maupun jangka panjang (WHO, 2011). Data WHO tahun 2010 menyebutkan dari total penderita hipertensi yang diketahui hanya seperempatnya (25%) yang mendapat pengobatan. Sementara hipertensi yang diobati dengan baik hanya 12,5%. Diketahui hipertensi dapat menyebabkan rusaknya organ-organ tubuh seperti ginjal, jantung, hati, mata hingga kelumpuhan organ-organ gerak, sehingga evaluasi penggunaan obatnya perlu dilakukan (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Algoritma terapi untuk pasien hipertensi Stage 1 dan 2 menurut JNC 7 umumnya diberikan obat diuretik (golongan thiazid).Diuretik tipe thiazid sudah menjadi terapi utama antihipertensi pada kebanyakan penelitian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Antihypertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT), diuretik tidak tertandingi dalam mencegah komplikasi kardiovaskuler akibat hipertensi, kecuali pada penelitian the Second Australian National Blood Pressure Trial, dimana dilaporkan hasil lebih baik dengan menggunakan ACE inhibitor dibanding dengan diuretik pada laki-laki kulit putih (Depkes, 2006), dan ACE inhibitor merupakan salah satu antihipertensi yang efektif dan efek sampingnya dapat ditoleransi dengan baik (Anderson et al, 2002).
2
Kaptopril merupakan salah satu obat antihipertensi golongan ACE inhibitor yang paling sering digunakan di Indonesia terutama di pusat-pusat kesehatan masyarakat, karena obat ini telah masuk ke dalam Fornas Puskesmas (dosis 12,5 mg dan 25 mg) untuk terapi antihipertensi pada masyarakat yang menggunakan sistem jaminan kesehatan (Depkes, 2013). Dosis umum kaptopril yang dianjurkan untuk hipertensi berkisar dari 12,5 mg sampai dengan 150 mg 2-3 kali sehari. Pendosisan awal kaptopril direkomendasikan sekecil mungkin dengan tujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek samping obat yang terjadi (Depkes, 2013).Akan tetapi, dalam prakteknya, dokter di Puskesmas dalam penggunaan dosis kaptopril tidak berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Depkes, tetapi hanya berdasarkan tekanan darah yang terpantau saat pengukuran. Menurut Richer et al. (1984) setelah 6 jam peminuman obat, konsentrasi kaptopril di dalam plasma sudah tidak terdeteksi lagi, akantetapi efek antihipertensi yang panjang masih dapat dirasakan oleh pasien. Sehingga pemantauan konsentrasi kaptopril dalam plasma darah bukan merupakan suatu indikator yang memadai dalam melihat potensi respon kaptopril dalam menurunkan tekanan darah.Penelitian yang dilakukan oleh Campbell et al. (1982), menemukan korelasi yang kuat antara penurunan tekanan darah dengan penghambatan PCEA (Plasma Converting Enzyme Activity) hanya pada penggunaan dosis rendah kaptopril.Artinya bahwa kaptopril bersifat dose dependenthanya pada dosis kecil. Akan tetapi,penelitian yang dilakukan oleh Veterans Administration Cooperative Study Group (1982), menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan penurunan tekanan darah sistol dan diastolnya 3
antara dosis 12,5mg dengan dosis 25 mg, 37,5mg dan 50 mg, sehingga dapat disimpulkan bahwa dosis kecil kaptopril dapat diberikan pada pasien hipertensi untuk terapi awal pada pasien yang terkena hipertensi. Pada penggunaan kaptopril kejadian efek samping yang terjadi lebih banyak terjadi pada pasien yang berkulit hitam sebanyak 15 dari 384 (3,9%) dan 2,4% kejadian efek samping pada dosis kecil kaptopril (10 dari 384 pasien). Batuk merupakan efek samping yang paling sering terjadi pada penggunaan kaptopril, dimana kejadian efek samping batuk tejadi lebih banyak pada wanita (20%) dibandingkan dengan pria (10%) (Maliniet al., 1997).Efek samping obat dapat menyebabkan kehilangan motivasi dan mengurangi kerelaan atau kesadaran pasien dalam menjalani terapi pengobatan yang berkaitan dengan ketidakpatuhan pasien serta dapat menurunkan kualitas hidup dari pasien tersebut (Fahmiruddin, 2011). Dari permasalahan di atas, perlu dilakukan penelitian lebih spesifik mengenai perbedaanfrekuensi pemberian kaptopril dosis rendah untuk mengetahui frekuensi yang efektif dalam menurunkan tekanan darah dengan kejadian efek samping yang minimalpada pasien hipertensi, karena keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan manfaat dan risiko. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan penurunan tekanan darah dan pencapaian target, kejadian efek samping (batuk) berdasarkan perbedaan frekuensi pemberian kaptopril dosis 12,5 mg, serta menilai kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner MINICHAL pada pasien baru yang terdiagnosa hipertensi.
4
B. Perumusan Masalah Penelitian ini untuk mengevaluasi frekuensi penggunaan kaptopril 12,5 mg 2 dan 3 kali sehari dalam penurunan dan pencapaian target tekanan pendarah sistol dan diastol, persentase kejadian efek samping (batuk), serta menilai peningkatan kualitas hidup pasien di Puskesmas Bambanglipuro, dengan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah dosis kaptopril 12,5 mg dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari dapat menghasilkan penurunan tekanan darah sistol dan diastol yang lebih baik dibandingkan dengan dosis 12,5mg frekuensi pemberian 2 kali sehari. 2. Apakah dosis kaptopril 12,5 mg dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari dapat menghasilkan pencapaian target tekanan darah lebih baik dibandingkan dengan dosis 12,5 mg frekuensi pemberian 2 kali sehari. 3. Apakah dosis kaptopril 12,5 mg dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari memilikiangka kejadian efek samping (batuk) yang lebih besar dibandingkan dengan dosis 12,5mg frekuensi pemberian 2 kali sehari. 4. Apakah dosis pemberian kaptopril 12,5mg dengan frekuensi 3 kali sehari, dapat meningkatan kualitas hidup pasien yang lebih baik dibandingkan dengan dosis 12,5mg frekuensi 2 kali sehari.
C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang efektivitas dan efek samping obat antihipertensi sudah banyak dilakukan, namun untuk membandingkan perbedan frekuensi pemberian monoterapi antihipertensi dengan dosis kecil terhadap penurunan tekanan 5
darah,kejadian efek samping serta menilai peningkatan kualitas hidup yang diukur dengan kuesioner spesifik (MINICHAL). Penelitian terkait yang pernah dilakukan di Indonesia maupun di dunia, yaitu: Tabel 1. Penelitian Sebelumnya yang Terkait Dengan Penelitian yang Dilakukan Keterangan Tujuan
Obat yang digunakan Alat Jumlah Subjek Kesimpulan
Baharuddin dkk
Luigi
Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping Obat Antihipertensi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi Hidroklortiazid VS kaptopril VS amlodipin
Perbandingan penggunaan kaptopril 2 kali sehari dan 3 kali sehari
Hu Yu dan ZHU Junren Mengetahui pengaruh kaptopril dan plecebo terhadap kualitas hidup pasien
Kaptopril VS Plasebo
Kaptopril VS Placebo
208
18
SF-36 278
Penurunan tekanan darah : Hidroklortiazid 27,05/9,35 mmHg, kaptopril 29,16/11.83 mmHg, amlodipin 32,94/16,38
Tidak terdapat perbedaan dalam penggunaan kaptopril dalam 2 kali sehari dan 3 kali sehari
Kejadian efek samping batuk antara dua kelompok menunjukkan kelompok kaptopril lebih tinggi (15,11%) dibandingkan dengan kelompok placebo (2,16%).
Penelitian kali ini Mengetahui efek kaptopril terhadap teknan darah, kejadian efek samping dan kualitas hidup pasien Kaptopril 12,5 mg 2 kali sehari VS 3 kali sehari MINICHAL 80 Tidak terdapat pengaruh pemberian kaptopril dalam penurunan tekanan darah, kejadian efek samping. Akan tetapi berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup pasien
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: 1. Memberikan informasi pada pihak Puskesmas Bambanglipuro mengenai efektivitas kaptopril 12,5 mg dalam menurunkan tekanan darah sistol dan diastol denganperbedaan frekuensi pemberian 2 kali dan 3 kali sehari.
6
2. Memberikan informasi pada pihak Puskesmas Bambanglipuro mengenai efektivitas kaptopril 12,5 mg dalam pencapaian tekanan darah sistol dan diastol dengan perbedaan frekuensi pemberian 2 kali dan 3 kali sehari. 3. Memberikan gambaran mengenai kejadian efek samping (batuk) pada penggunaan kaptopril 12,5 mg berdasarkan perbedaan frekuensi pemberian 2 kali dan 3 kali sehari. 4. Memberikan gambaran kepada petugas kesehatan berupa perubahan kualitas hidup pasien setelah mengkonsumsi kaptopril 12,5 mg berdasarkan perbedaan frekuensi pemberian 2 dan 3 kali sehari. 5. Menjadi salah satu acuan untuk melanjutkan penelitian farmasi klinik di bidang hipertensi
E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1
Mengetahui besarnya penurunan tekanan darah sistol dan diastol pada penggunaan kaptopril 12,5mg dengan frekuensi 2 kali dan 3 kali sehari di Puskesmas Bambanglipuro.
2
Mengetahui besarnya pencapaian target tekanan darah sistol dan diastol sampai batas normal pada penggunaan kaptopril 12,5 mg dengan frekuensi 2 kali dan 3 kali sehari di Puskesmas Bambanglipuro.
7
3
Mengetahui persentase angka kejadian efek samping (batuk) pada penggunaan kaptopril 12,5 mg berdasarkan perbedaan frekuensi pemberian 2 kali dan 3 kali sehari di Puskesmas Bambanglipuro.
4
Mengetahui perubahan kualitas hidup pasien setelah dosis pemberian kaptopril 12,5 mg berdasarkan perbedaan frekuensi pemberian 2 kali dan 3 kali sehari di Puskesmas Bambanglipuro.
8