BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg dan diastolik melebihi 90 mmHg (Depkes RI, 2008a). Salah satu obat antihipertensi yang populer digunakan yaitu hidroklorotiazid atau 6 chloro-3,4dihydro-2H-1,2,4-benzothiadiazine-7-sulfonilamide 1,1-dioxide. Hidroklorotiazid merupakan antihipertensi golongan diuretik thiazid yang tersedia dalam bentuk tablet konvensional dengan dosis pemakaian 12,5-50 mg per hari (Straka dkk., 2008) Tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang populer digunakan dengan beberapa keunggulan seperti mudah digunakan, praktis, stabilitas yang baik, mudah dalam produksi dan distribusi (Sulaiman, 2007). Sediaan tablet konvensional hidroklorotiazid dapat menimbulkan masalah efektivitas terapi terkait biovailabilitas obat yang rendah (hanya sebesar 65-70%) (Sanphui & Rajput, 2013; Moffat dkk., 2011) serta masalah kepatuhan penggunaan, terkait prevalensi hipertensi terbesar pada geriatri, dengan adanya perubahan fungsi fisiologis terkait usia, seperti kesulitan menelan tablet secara utuh (Zamhir, 2006). Sediaan fast disintegrating tablet (FDT) diharapkan dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. FDT merupakan tablet yang terdisintegrasi secara cepat di rongga mulut sebelum ditelan dan memiliki keuntungan absorpsi pregastric (Department of Health, 2014a). Disintegrasi yang cepat dapat
1
2
meningkatkan kecepatan deagregasi dan disolusi sehingga bioavailabilitas obat dapat meningkat (Fudholi, 2013). Pembuatan FDT perlu memperhatikan pemilihan kombinasi bahan tambahan secara tepat, yang dapat menghasilkan disintegrasi cepat dan daya tahan fisik yang baik (Bala dkk., 2012). Bahan tambahan yang dimaksudkan di sini adalah bahan penghancur (superdisintegrant) dan filler-binder. Superdisintegran merupakan bahan yang efektif pada konsentrasi rendah dan memiliki efisiensi disintegrasi yang baik (Santanu dkk., 2012). Bahan penghancur yang dipilih adalah croscarmellose sodium (Ac-Di-Sol®) yang memiliki kecepatan disintegrasi yang lebih tinggi daripada sodium starch glycolate (Priyanka & Vandana, 2013). Crosscarmellose sodium memiliki aksi ganda yaitu kemampuan menarik air dan
mengembang secara cepat sehingga dapat memfasilitasi FDT hancur secara cepat. (Kumar dkk., 2010). Konsentrasi croscarmellose sodium sebagai bahan penghancur dalam tablet digunakan dalam konsentrasi 0,5-5%, umumnya digunakan sebanyak 2% untuk pembuatan secara kempa langsung, dengan konsentrasi optimum jika dibuat FDT yaitu 1-3% terhadap bobot tablet (Guest, 2009; Panigrahi & Behera, 2010). Metode kempa langsung merupakan metode yang sederhana dan populer digunakan dalam pembuatan FDT (Fu dkk., 2004), metode ini membutuhkan bahan yang memiliki kompresibilitas yang baik untuk menghasilkan tablet yang keras serta tidak rapuh. Salah satu solusi untuk meningkatkan kekerasan tablet adalah dengan menggunakan filler-binder. Filler-binder yang digunakan yaitu microcrystalline cellulose (Avicel®) PH 200 yang memiliki kompresibilitas dan
3
sifat alir yang baik dan dinyatakan dapat mengurangi variasi bobot tablet sehingga cocok digunakan untuk pembuatan FDT secara kempa langsung (FMC Biopolymer, 2005). MCC umum digunakan sebagai filler-binder dalam konsentrasi 20-90% terhadap bobot tablet (Guy, 2009). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan penelitian optimasi formula FDT hidroklorotiazid 12,5 mg dengan metode kempa langsung menggunakan kombinasi bahan penghancur croscarmellose sodium dan fillerbinder MCC PH 200 dengan menggunakan software Design sehingga didapatkan sediaan FDT yang memenuhi persyaratan.
B. Perumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana
pengaruh
variasi
kadar
croscarmellose sodium dan filler-binder
kombinasi
bahan
penghancur
MCC PH 200 pada sifat fisik
kekerasan, kerapuhan, rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi, dan disolusi FDT hidroklorotiazid (HCT)? 2. Pada kombinasi kadar berapakah bahan penghancur croscarmellose sodium dan filler-binder MCC PH 200 memberikan sifat fisik kekerasan, kerapuhan, rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi, dan disolusi yang optimum pada FDT?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar bahan penghancur croscarmellose sodium dan filler-binder MCC PH 200 pada sifat fisik kekerasan, kerapuhan,
4
rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi dan disolusi sediaan FDT HCT. 2. Memperoleh formula yang memberikan sifat fisik kekerasan, kerapuhan, rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi dan disolusi optimum pada sediaan FDT HCT.
D. Pentingnya Penelitian Penelitian ini dapat digunakan sebagai usaha untuk memperoleh formula FDT HCT yang mempunyai sifat fisik optimum sehingga dapat membantu meningkatkan efektifitas serta kenyamanan penggunaan HCT sebagai obat antihipertensi.
E. Tinjauan Pustaka 1. Fast Disintegrating Tablet (FDT) Fast Disintegrating Tablet dirancang untuk dapat hancur secara cepat oleh saliva di rongga mulut ketika diletakkan pada lidah tanpa perlu dikunyah atau dengan bantuan air untuk kemudian melepaskan obat (Fu dkk.,2004). Bentuk sediaan ini disebut juga orally disintegrating tablet (ODT), tablet larut mulut (mouth-dissolving tablet), rapid-melt, tablet berpori (porous tablet), orodispersible, quick-dissolving, atau rapidly disintegrating tablet (Sulaiman, 2007). Istilah orally disintegrating tablet diadaptasi dari USP (United States Pharmacopeia), dan ODT adalah singkatan umum untuk suatu sediaan tablet yang hancur (disintegrasi) secara cepat dalam rongga sebelum yang ditelan.
5
British Pharmacopoeia (Department of Health, 2014a) menggunakan istilah orodispersible tablet sebagai suatu tablet yang tidak disalut yang diletakkan di rongga mulut dan akan terdispersi secara cepat sebelum ditelan. Tablet terdisintegrasi cepat berisi bahan tambahan untuk meningkatkan tingkat kehancuran tablet dalam rongga mulut dan dapat berlangsung hingga kurang dari satu menit untuk menghancurkan sepenuhnya (Allen dkk., 2010). Dalam pendapat lain dikemukakan bahwa FDT dimaksudkan untuk mengalami disintegrasi di mulut ketika kontak dengan air ludah/saliva dalam waktu kurang dari 3 menit (Department of Health, 2014a). Kelebihan dari tablet FDT diantaranya adalah (Bhowmik dkk., 2009): a. Dapat dipakai tanpa menggunakan air b. Mudah diberikan kepada pasien yang sulit menelan seperti penderita stroke, pasien geriatri dan pediatri. c. Keuntungan pada beberapa kasus seperti pada saat serangan alergi tibatiba, dan pada saat mabuk perjalanan, dimana onset obat yang sangat cepat dibutuhkan. d. Peningkatan bioavailabilitas pada obat-obat yang sukar larut dan hidrofobik, karena disintegrasi dan disolusi yang cepat dari sediaan FDT. e. Rasa yang enak di mulut sehingga dapat mengurangi persepsi bahwa obat itu pahit untuk anak-anak dan dengan rasa yang enak tersebut dapat pula meningkatkan kepatuhan pasien. f. Absorpsi pra-gastrik akan menghindari zat aktif dari metabolisme lintas pertama di hati, sehingga dapat meningkatan bioavailabilitas obat.
6
Sediaan FDT hendaknya memiliki beberapa karakteristik yang ideal diantaranya yaitu (Fu dkk., 2004): a. Disintegrasi yang cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa disintegrasi FDT harus terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit dan akan lebih disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut. b. Kekerasan dan porositas tablet yang optimum. FDT dirancang memiliki waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat, maka dibutuhkan zat tambahan (excipients) dengan daya pembasahan (wettability) yang tinggi dan struktur tablet dengan porositas yang tinggi guna memastikan absorpsi air yang cepat ke dalam tablet, tanpa mengurangi kekerasan tablet sehingga tidak mudah rusak selama pengemasan dan pendistribusian. c. Memiliki rasa yang menyenangkan karena FDT diaplikasikan di rongga mulut. d. Sensitifitas yang rendah terhadap kelembaban. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan strategi pengemasan yang baik untuk melindungi tablet dari berbagai pengaruh lingkungan. Pembuatan FDT dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya kempa langsung, sublimation, spray drying, moulding, dan freeze drying. a. Kempa langsung (direct compression) Metode kempa langsung merupakan teknik yang populer digunakan dalam membuat sediaan (Taher & Sengupta, 2013). Menurut Gohel dan Jogani (2002) merupakan proses yang sederhana, dimana serbuk yang merupakan campuran bahan aktif dan bahan tambahan yang sesuai dikempa
7
langsung menjadi tablet. Cara ini hanya dilakukan untuk bahan-bahan tertentu saja yang yang mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet yang baik dan memungkinkan untuk dikompresi langsung. Zat aktif dengan sifat aliran buruk tidak mungkin dikempa langsung (Siregar & Wikarsa, 2010). Sifat alir dari material yang akan dikempa sangat penting karena berhubungan dengan keseragaman pengisian ruang cetakan (die) yang akan mempengaruhi keseragaman bobot tablet dan akhirnya akan mempengaruhi keseragaman zat aktif (Sulaiman, 2007; Siregar & Wikarsa, 2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat aliran padat yaitu ukuran partikel, bentuk dan morfologi permukaan, kelembaban dan muatan statik, serta bobot jenis (Agoes, 2012). Salah satu cara pengukuran sifat alir dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan metode pengetapan. Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan yaitu dengan melakukan penghentakan (tapping) terhadap sejumlah serbuk dengan menggunakan alat pengetapan mekanik (Sulaiman, 2007). Sifat aliran berdasarkan uji pengetapan dapat diinterpretasikan seperti pada Tabel I.
Tabel I. Skala sifat alir (Department of Health, 2014a)
Sifat Aliran Bagus sekali Bagus Cukup Agak baik Buruk Sangat buruk Sangat-sangat buruk
Indeks pengetapan (%) 1-10 11-15 16-20 21-25 26-31 32-37 >38
8
Metode kempa langsung memberikan beberapa keuntungan diantaranya tahapan produksinya sangat singkat (hanya pencampuran dan pengempaan), peralatan yang dibutuhkan tidak banyak, ruangan yang dibutuhkan kecil dan tenaga yang dibutuhkan juga tidak banyak karena prosesnya singkat (Fu dkk., 2004). Kempa langsung menjadi metode terbaik untuk membuat FDT dengan disintegrasi yang cepat akibat adanya binder dan kandungan kelembaban yang rendah. (Taher & Sengupta, 2013). b. Sublimation Pada metode ini dibutuhkan bahan-bahan yang bersifat sangat mudah menguap. Bahan-bahan yang sangat mudah menguap seperti ammonium bikarbonat, ammonium karbonat, menthol, dan asam benzoat dicampur dengan bahan-bahan lainnya lalu dikempa menjadi tablet. Bahan-bahan yang sangat mudah menguap tersebut dihilangkan dengan proses sublimasi sehingga menghasilkan struktur tablet yang sangat berpori. Tablet yang dihasilkan dengan metode ini biasanya terdisintegrasi dalam waktu 10-20 detik (Gupta dkk., 2012). c. Moulding Moulding dilakukan dengan dua cara, yaitu moulding dengan pemberian tekanan dan moulding dengan pemberian pemanasan. Moulding dengan pemberian tekanan dilakukan dengan cara campuran bahan yang telah dicampur, dibasahkan dengan pelarut (biasanya air atau etanol) di dalam plat sehingga membentuk massa lembab. Moulding dengan pemanasan, obat dilarutkan dengan matriks yang mudah meleleh. Kekurangan metode ini yaitu
9
memiliki kestabilan obat yang rendah, memiliki kekerasan tablet yang rendah, dan membutuhkan banyak biaya (Kundu & Sahoo, 2008). d. Freeze drying / lyophilization Freeze drying adalah proses dimana air disublimasikan dari produk setelah didinginkan sehingga menghasilkan struktur yang sangat berpori dan dapat terdisintegrasi secara cepat. Zat aktif dilarutkan pada cairan yang terdapat di matriks, lalu ditimbang dan dituangkan pada cetakan. Cetakan yang telah terisi dilewatkan pada terowongan pembekuan yang terdiri dari nitrogen cair agar larutan dalam cetakan menjadi beku. Setelah itu cetakan ditempatkan di lemari pendingin untuk melanjutkan proses pengeringan menggunakan udara dingin. Setelah selesai dikeringkan, tablet dilepas dari cetakannya dan dikemas dengan pengemas yang sesuai. Metode freeze drying dapat mempercepat absorpsi dan bioavailibilitas dari obat, namun memiliki kerugian berupa biaya pembuatan yang mahal, waktu pembuatan yang lama, dan stabilitas tablet yang buruk (Nikam dkk., 2011). 2. Parameter Sifat Fisik FDT a. Uji Keseragaman Sediaan Tablet Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode yaitu keragaman bobot atau keseragaman kandungan. Keragaman bobot digunakan untuk sediaan yang mengandung zat aktif ≥25 mg atau ≥25% dari bobot sediaan sedangkan keseragaman kandungan digunakan untuk sediaan yang mempunyai kandungan zat aktif dalam jumlah yang lebih kecil (Depkes RI, 2014). Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa
10
kandungan zat aktif dalam tiap tablet relatif seragam (memiliki variasi yang kecil) (Sulaiman, 2007). Keseragaman
sediaan
memenuhi
persyaratan
apabila
nilai
penerimaan 10 unit sediaan yang dihitung menggunakan persamaan (7) kurang dari atau sama dengan L1. Apabila nilai penerimaan lebih dari L1 maka dilakukan pengujian pada 20 unit sediaan tambahan dan dihitung nilai penerimaannya. Persyaratan keseragaman sediaan memenuhi syarat apabila dari 30 unit sediaan memiliki nilai penerimaan kurang dari L1 dan tidak ada satupun unit sediaan yang memiliki kandungan kurang dari (1 − ((L2 × 0,01))M atau tidak ada satupun lebih dari (1 + ((L2 × 0,01))M. Kecuali dinyatakan lain, L1 adalah 15,0 dan L2 adalah 25,0 (Department of Health, 2014a; Depkes RI , 2014). b. Uji Kekerasan Tablet Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti dalam terhadap goncangan, pengikisan dan ketahanan tabet dipengaruhi oleh tekanan kompresi, porositas, sifat dari bahan yang dikempa, banyaknya bahan pengikat dan metode pengempaan. Kekerasan tablet diukur dengan menggunakan hardness tester dinyatakan dalam kg tenaga yang dibutuhkan untuk memecahkan tablet per cm2 (Lachman dkk., 1987). Kekerasan yang baik untuk tablet secara umum yaitu 4-8 kg/cm2 dan FDT adalah 3-5 kg/cm2 (Panigrahi & Behera, 2010). Kekerasan yang lebih tinggi menghasilkan tablet yang tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan berkurangnya porositas
11
dari tablet sehingga sukar dimasuki cairan yang mengakibatkan lamanya waktu hancur (Marais dkk., 2003). c. Uji Kerapuhan Tablet Kerapuhan menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik akibat goncangan dan pengikisan selama proses pengemasan maupun transportasi. Adanya tekanan dapat membuat tablet menjadi rusak dan menimbulkan variasi pada berat serta keseragaman isi tablet. Untuk dapat memprediksi kerapuhan dari suatu tablet dilakukanlah pengujian kerapuhan untuk 20 tablet menggunakan friability tester. Kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil 1%. (Allen dkk., 2011). d. Uji Rasio Absorpsi Air Tablet Rasio absorpsi air merupakan parameter untuk mengetahui kemampuan tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya. Semakin besar rasio absorpsi air suatu tablet, maka semakin besar jumlah air yang dapat ditampung dalam matriks tablet sehingga dapat membuat tablet hancur lebih cepat (Battu dkk., 2007). Perhitungan rasio absorpsi air (R) dilakukan dengan cara melihat perbedaan bobot sebelum (Wa) dan sesudah (Wb) pembasahan e. Uji Waktu Pembasahan Tablet Uji waktu pembasahan sangat berkaitan dengan struktur dalam suatu tablet dan hidrofilisitas dari eksipien sehingga dapat dilihat seberapa cepat FDT dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air ini akan
12
mempengaruhi kemampuan dan kecepatan disintegrasi dari tablet. Semakin cepat waktu pembasahan, maka suatu tablet akan memiliki kemampuan disintegrasi yang semakin cepat pula (Bhowmik dkk., 2009). f. Uji Waktu Disintegrasi Tablet Uji waktu disintegrasi dilakukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh tablet untuk dapat terdisintegrasi menjadi fine particle. Prosedur standar yang biasa dilakukan untuk pengujian waktu disintegrasi pada tablet konvensional mempunyai beberapa keterbatasan, terutama untuk obat yang mempunyai waktu disintegrasi cepat seperti FDT. Uji waktu disintegrasi yang dilakukan untuk FDT harusnya disesuaikan dengan kecepatan disintegrasinya dan dilakukan tanpa air dan meniru disintegrasi di cairan saliva (Prajapati & Patel, 2010). Allen dkk. (2011), menyebutkan bahwa FDT setidaknya memiliki waktu hancur kurang dari 1 menit. g. Uji Disolusi Tablet secara In-vitro Disolusi mengacu pada proses fase padatan menuju fase larutan. Uji disolusi merupakan uji pelarutan suatu obat ke dalam medium tertentu. Uji ini dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa tablet mampu terlarut dalam medium dalam jumlah dan kecepatan tertentu. Tablet akan mengalami disintegrasi terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan deagregasi menjadi partikel-partikel halus termasuk partikel halus zat aktif yang terkandung dalam sediaan tablet sangat ditentukan oleh kecepatan disintegrasi, deagregasi, dan kecepatan disolusinya (Fudholi, 2013). Uji
13
disolusi in vitro untuk sediaan FDT telah dianjurkan dilakukan dengan USP apparatus 2 atau paddle apparatus dengan kecepatan 50 rpm (Hirani dkk., 2009). Medium yang digunakan adalah medium dapar fosfat pH 6,8 sebanyak 900 mL (Bhowmik dkk., 2009). 3. Superdisintegrant Superdisintegrant ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet saat kontak dengan air, yang akan mempermudah lepasnya obat dari tablet. Daya mengembang superdisintegrant sangat tinggi dan cepat sehingga mampu mendesak kearah luar secara cepat. Superdisintegrant atau bahan penghancur merupakan bahan yang dapat memecah tablet menjadi bentuk granul atau serbuk sehingga lebih mudah terlarut (Priyanka & Vandana, 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi aksi superdisintegran yaitu, persentase jumlah superdisintegran, komponen eksipien yang terdapat dalam tablet, kombinasi disintegran, adanya surfaktan, kekerasan tablet dan pencampuran (Bala dkk., 2012). Peningkatan kadar superdisintegrant akan
meningkatkan
superdisintegrant
kerapuhan
digunakan
tablet
dalam
yang
dihasilkan,
konsentrasi
rendah
sehingga (Marais
dkk.,2003). Beberapa aksi superdisintegrant dalam mendisintegrasikan tablet, antara lain: a. Aksi Kapiler (capillary action)/wicking Tablet yang merupakan hasil pengempaan dari granul, memiliki pori-pori kapiler (Sulaiman, 2007). Pada saat tablet bersinggungan dengan
14
medium air, maka air akan berpenetrasi masuk ke dalam pori-pori tablet menggantikan udara yang diadsorbsi oleh partikel. Akibatnya ikatan antar partikel menjadi lemah dan pada akhirnya tablet akan pecah (Mangal dkk., 2012). Mekanisme aksi kapiler seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
tablet kontak dengan air
air masuk melalui pori-pori kapiler
ikatan antar partikel menjadi lemah
tablet pecah
Gambar 1. Aksi kapiler disintegran dalam tablet FDT (Bhowmik dkk.,2009)
Mekanisme aksi kapiler selalu menjadi awalan pada proses disintegrasi (Bhowmik dkk.,2009). Penyerapan cairan oleh tablet tergantung dari hidrofilisitas zat aktif atau eksipien yang digunakan, serta kondisi pentabletan. Struktur pori-pori dan tegangan muka pada partikel terhadap medium cairan juga penting untuk membantu proses disintegrasi (Deepak dkk., 2012). Contoh disintegran yang bekerja dengan mekanisme wicking adalah crospovidone dan croscarmellosa. b. Pengembangan (Swelling) Swelling atau mengembang merupakan mekanisme umum bahan penghancur tablet seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 (Deepak dkk., 2012).
Bahan
penghancur
apabila
terkena
air
maka
akan
15
mengembang,akibatnya partikel penyusun tablet akan terdesak dan pecah. Hancurnya tablet dengan mekanisme ini dipengaruhi oleh struktur poripori tablet. Semakin kecil pori-pori granul yang ada di dalam tablet, maka semakin besar tenaga untuk menghancurkan tablet (Zimmer dkk., 2011).
tablet kontak dengan air
superdisintegran mengembang dan berdesakkan
tablet pecah
Gambar 2. Mekanisme swelling dari superdisintegrant (Bhowmik dkk., 2009)
c. Perubahan Bentuk (Deformation)
partikel yang mengalami proses pengempaan berubah bentuk
partikel kembali ke ukuran semula ketika kontak dengan air
tablet pecah
Gambar 3. Mekanisme deformation dari superdisintegrant (Bhowmik dkk.,2009)
Partikel yang mengalami penekanan pada proses pengempaan akan berubah bentuknya. Apabila tablet terkena air maka partikel yang
16
membentuk tablet akan kembali ke bentuk asalnya, maka partikel tablet akan berdesakan sehingga tablet dapat hancur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 (Mangal dkk., 2012). d. Perenggangan (Repulsion)
partikel tolak menolak ketika kontak dengan air
tablet terdisintegrasi
Gambar 4. Mekanisme peregangan dari superdisintegrant (Bhowmik dkk.,2009)
Teori ini menerangkan bahwa partikel tidak mengembang tetapi dengan adanya air yang masuk melalui jaringan kapiler yang tersusun di dalam tablet maka partikel akan tolak menolak sehingga akan saling memisahkan diri kemudian lepas dari susunannya di dalam tablet (Mangal dkk., 2012). Proses ini akan menyebabkan tablet terdisintegrasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. 4. Filler-binder Filler-binder merupakan eksipien tablet yang dapat berfungsi sebagai bahan pengisi sekaligus bahan pengikat. Karakteristik ini dapat diperoleh dengan memodifikasi suatu bahan pengisi (filler) untuk bisa memiliki kompresibilitas yang baik sehingga dengan pengempaan akan mampu
17
berfungsi sebagai pengikat. Filler-binder merupakan bahan pengisi yang dapat ditambahkan untuk memberikan granul yang dibutuhkan pada pembuatan tablet. Penambahan filler-binder pada formula dapat meningkatkan sifat alir dan kompresibilitas campuran bahan (Kanojia dkk., 2013) sehingga cocok ditambahkan pada formula tablet yang dibuat dengan metode kempa langsung. Suatu filler-binder pada umumnya merupakan suatu bahan pengisi yang memiliki deformasi plastis, yaitu suatu bahan yang ketika dilakukan pengempaan atau pengepresan maka konformasi partikel dari filler-binder akan mengikuti celah atau ruang dan tidak akan kembali ke bentuk semula, hal inilah yag menyebabkan suatu filler-binder akan meningkatkan kompresibilitas bahan penyusun tablet (Gohel, 2005). Penggunaan filler-binder juga berpengaruh terhadap sifat fisik tablet yang dihasilkan, diantaranya kekerasan, kerapuhan dan jumlah obat yang dilepaskan dari sediaan (Bastos dkk., 2008). Filler-binder yang ideal memiliki sifat-sifat inert, tidak menghambat disolusi zat aktif, dan memiliki rasa enak di mulut. Filler-binder pada FDT harus diberikan dalam jumlah optimal untuk menghasilkan tablet yang cukup keras, namun cepat hancur ketika FDT diletakkan pada lidah. Filler-binder yang biasa digunakan antara lain polimer selulosa, pirolidon, polivinil alkohol, kombinasi starch dan laktosa. 5. Simplex Lattice Design (SLD) Salah satu metode yang dapat digunakan untuk optimasi adalah SLD. Metode tersebut dapat digunakan untuk optimasi formula pada berbagai
18
jumlah komposisi bahan yang berbeda. Metode ini mempunyai keuntungan praktis dan cepat karena tidak merupakan penentuan formula dengan cobacoba (trial and error) (Armstrong & James, 1996). Implementasi dari SLD dengan menyiapkan berbagai macam formula yang mengandung konsentrasi berbeda dari beberapa bahan. Kombinasi disiapkan dengan suatu cara yang mudah dan efisien sehingga data percobaan dapat digunakan untuk memprediksi respon yang berada dalam ruang simplex (simplex space). Walaupun konsentrasi komponen-komponen penyusun berbeda, namun jumlah totalnya harus sama untuk tiap formula. Hasil ekperimen digunakan untuk membuat persamaan polynomial, dimana persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton & Bon, 2010). Persamaan simplex lattice design dapat dilihat pada persamaan (1).
Y = a(A) + b(B) + ab(A)(B) ........................................................................ (1) Keterangan dari persamaan (1): Y = respon atau efek yang dihasilkan a, b, ab = koefisien yang dapat dihitung dari percobaan (A) dan (B) = fraksi komponen, dengan jumlah (A) + (B) harus satu bagian
Hasil dari percobaan merupakan suatu persamaan empiris yang dapat menggambarkan pola respon dalam suatu ruang simplex (Bolton & Bon, 2010). Gambar 5 merupakan gambar dari kurva simplex lattice design 2 komponen. Kurva 1 pada gambar di atas menunjukkan adanya interaksi yang
19
positif (beneficial effects), yaitu masing-masing komponen saling mendukung, kurva 2 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yaitu masing-masing komponen tidak saling mempengaruhi, sedangkan kurva 3 menunjukkan bahwa adanya interaksi negative (detrimental effects), yaitu masing-masing komponen saling meniadakan respon (Armstrong & James, 1996).
Gambar 5. Simplex lattice design model dua komponen (Armstrong & James, 1996) keterangan dari Gambar 5: kurva 1 = kurva melengkung ke atas kurva 2 = kurva linier kurva 3 = kurva melengkung ke bawah A dan B = fraksi komponen; angka 50% menunjukkan pada titik tersebut fraksi komponen A sebesar 50% dan komponen B sebesar 50%
Analisis SLD dapat dilakukan dengan software Design Expert® 9.0.3.1. Software tersebut akan mengolah data dan memberikan formula dengan sifat optimum yang perlu diverifikasi. Hasil verifikasi selanjutnya dibandingkan apakah sifat hasil verifikasi berbeda secara bermakna dengan hasil prediksi atau tidak. 6. Monografi Bahan a. Hidroklorotiazid Hidroklorotiazid dengan nama IUPAC 6-Chloro-3,4-dihydro-2H1,2,4-benzothiadiazine-7-sulfonamide
1,1-dioxide
memiliki
rumus
molekul C7H6ClN3O4S2 dengan berat molekul sebesar 297,74 ditunjukkan
20
pada Gambar 6. Tablet hidroklorotiazid mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% hidroklorotiazid (Depkes RI, 2014). Berupa serbuk hablur putih atau hampir putih, sangat sedikit larut dalam air yaitu 0.7 g/L (Sanphui & Rajput, 2013); memiliki bioavailabilitas sebesar 65-70% (Moffat dkk., 2011); mudah larut dalam NaOH, dalam nbutil amina, dalam dimetilformamida; larut dalam aseton, agak larut dalam etanol 96% ; tidak larut dalam eter, dalam kloroform dan asam mineral encer (Department of Health, 2014a). Hidroklorotiazid dianalisis menggunakan metode spektrofotometri UV pada panjang gelombang 272 nm dalam lingkungan asam (Department of Health, 2014b).
H N
Cl O
NH S
S
H2N O
O
O
Gambar 6. Struktur molekul hidroklorotiazid (Department of Health, 2014b)
Hidroklorotiazid merupakan golongan diuretik tiazid yang dapat meningkatkan ekskresi air dan elektrolit, termasuk natrium, kalium, klorida, dan magnesium dengan mereduksi reabsorbsi dari tubulus distal. Telah digunakan sebagai pengobatan beberapa penyakit seperti edema, hipertensi, diabetes insipidus, dan hipotiroid dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Diuretik tiazid merupakan obat yang banyak diresepkan untuk monoterapi awal pasien hipertensi karena efikasi yang
21
tinggi, relatif rendah efek samping, dan harga yang relatif rendah (Alsharif,
2010).
Menurut
Departemen
Kesehatan
RI
(2006),
hidroklorotiazid digunakan pada dosis lazim 12,5-50 mg per hari (Depkes RI, 2008b). Menurut JNC 7, golongan diuretik digunakan sebagai terapi awal hipertensi tingkat I dan II dengan efek samping hipokalemia dan tidak menyebabkan batuk kering (Straka dkk., 2008). Sediaan hidroklorotiazid yang ada dipasaran masih berupa tablet konvensional.
Toleransi
hasil
uji
disolusi
tablet
konvensional
hidroklorotiazid menggunakan volume media sebesar 900 mL selama 60 menit harus tidak boleh kurang dari 60% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 2014). b. Microcrystalline Cellulose PH 200 Microcrystalline cellulose (MCC) merupakan bubuk yang diperoleh melalui proses depolimerisasi dan pemurnian selulosa sehingga diperoleh serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Microcrystalline cellulose memiliki beberapa sinonim seperti Avicel PH, Cellets, Celex, cellulose gel dan Vivapur. MCC tersedia secara komersial dalam ukuran partikel, kelembaban, sifat dan penggunaan yang berbeda-beda (Guy, 2009). Struktur molekul MCC ditunjukkan pada Gambar 7. MCC memiliki berbagai jenis dengan perbedaan ukuran partikel, bentuk partikel, dan kandungan kelembaban (Khan dkk., 2002). MCC PH 200 memiliki diameter ukuran partikel rata-rata sebesar 180 µm, lebih besar dibandingkan MCC PH 102 (100 µm). Bahan ini dapat
22
meningkatkan sifat alir dan mengurangi variasi bobot tablet, dengan meningkatkan sifat alir maka dapat mempercepat produksi dan meningkatkan efisiensi sehingga dapat mengurangi biaya produksi (FMC Biopolymer, 2005).
HO
O
HO
OH OH
O
O
OH
H
OH
O
n/2
Gambar 7. Struktur molekul microcrystalline cellulose (Guy, 2009) keterangan dari Gambar 7: MCC memiliki rumus empirik kimia (C6H10O5)n, bobot molekul sebesar 36000 (n=220)
MCC umumnya digunakan dengan konsentrasi 20-90% b/b sebagai bahan pengikat atau pengisi tablet dan kapsul (Guy, 2009). Dalam penggunaannya, bahan ini juga memiliki sifat sebagai pelicin dan penghancur
sehingga
sangat
berguna
dalam
formulasi
tablet.
Microcrystalline cellulose dapat digunakan baik pada metode kempa langsung atau granulasi basah. MCC merupakan bahan yang stabil namun bersifat higroskopis, harus disimpan pada wadah yang tertutup rapat, dengan suhu yang sejuk di tempat kering. Konsentrasi filler-binder optimum yang digunakan secara spesifik sebesar 35% dan memiliki respon kekerasan yang semakin baik dengan meningkatnya konsentrasi
23
(Mattsson, 2000). MCC merupakan pengikat yang sangat baik dan dapat memperbaiki kekuatan mekanik secara signifikan yaitu sekitar 3-5%, serta mampu menahan lebih dari 50% zat aktif (Siregar & Wikarsa, 2010). c. Croscarmellose Sodium
O ONa O
O ONa
O
OH
O
OH
OH O
O OH
OH
O OH
OH
OH
O
O OH
O
O O
O
ONa
O O NaO
O O
O
OH
OH
OH O OH
OH
O
O OH
O OH
O
O
OH
OH OH
O NaO O
n
Gambar 8. Struktur molekul croscarmellose sodium (Guest, 2009) keterangan dari Gambar 8 : ikatan silang internal berupa ester karboksilat
Ac-Di-Sol® merupakan merek dagang dari croscarmellose sodium. Croscarmellose sodium merupakan senyawa carboxymethylcellulose yang mengikat garam natrium dengan ikatan silang (cross linked) yang mampu memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam air. Croscarmellose sodium mempunyai mekanisme ganda, yaitu penyerapan air (water wicking) dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling), yang akan menyebabkan
24
suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat (Department of Health, 2014a). Penyerapan air adalah kemampuan untuk menarik air masuk ke dalam matriks tablet. Paparan atau kontak dengan air dapat menyebabkan disintegran untuk mengembang dan mendesak tablet untuk pecah (FMC Biopolymer, 2009). Struktur molekul croscarmellose sodium ditunjukkan pada Gambar 8. Croscarmellose sodium efektif digunakan dengan metode kempa langsung untuk menghindari adanya air berlebih. Croscarmellose sodium sebagai disintegrant umumnya digunakan dalam kadar yang sangat kecil dihitung terhadap bobot tablet yaitu berkisar pada kadar 0,5-5%, umumnya sebanyak 2% jika digunakan secara kempa langsung (Guest, 2009). Dalam penelitian lain dikatakan bahwa croscarmellose sodium umumnya digunakan dalam konsentrasi 1-3%, memiliki disintegrasi yang cepat pada konsentrasi lebih dari 1,25% (Marais dkk., 2003; Kumar dkk., 2010). Croscarmellose sodium merupakan superdisintegran tidak larut air, memiliki struktur berserat yang memberikan kemampuan menarik air dengan baik (FMC Biopolymer, 2009).
F. Landasan Teori Pembuatan FDT HCT lebih menguntungkan dalam pengobatan hipertensi pada pasien geriatri, karena akan memudahkan dan meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan serta meningkatkan efektivitas terapi. FDT mampu terdisintegrasi secara cepat pada rongga mulut (Department of Health, 2014a).
25
Penambahan superdisintegrant/bahan penghancur merupakan salah satu teknik pembuatan FDT yang paling umum dan mudah dilakukan karena tidak membutuhkan alat khusus. Salah satu bahan penghancur yang digunakan dalam pembuatan FDT adalah croscarmellose sodium. Penggunaan croscarmellose sodium sebagai bahan penghancur diharapkan mampu memfasilitasi disintegrasi secara cepat dengan mekanisme pengembangan (swelling) dan penarikan air secara cepat, dikombinasikan dengan filler-binder microcrystalline cellulose yang dapat meningkatkan kekerasan tablet sehingga diharapkan dapat lebih baik dalam disintegrasinya dan tablet tidak rapuh. Metode kempa langsung dipilih karena memberikan beberapa keuntungan diantaranya merupakan metode yang sederhana, tahapan produksinya sangat singkat (hanya pencampuran dan pengempaan), peralatan yang dibutuhkan tidak banyak (Fu dkk., 2004). Kempa langsung menjadi metode terbaik untuk membuat FDT dengan disintegrasi yang cepat dengan adanya binder (Taher & Sengupta, 2013). MCC PH 200 ini memiliki ukuran partikel 180 µm dan memiliki sifat alir yang baik sehingga cocok digunakan dalam metode kempa langsung (FMC Biopolymer, 2005). Superdisintegran umumnya digunakan pada konsentrasi rendah yaitu 110% terhadap bobot tablet. Croscarmellose sodium sebagai bahan penghancur pada tablet memiliki konsentrasi optimum berada pada rentang 1-3% (Guest, 2009; Panigrahi & Behera, 2010). Menurut Marais dkk. (2003), konsentrasi bahan penghancur lebih dari 1,25% dapat memberikan disintegrasi secara cepat. Croscarmellose
sodium
dapat
membentuk
lapisan
seperti
gel
seiring
26
meningkatnya kemampuan penarikan air. Pada konsentrasi bahan penghancur di luar batas optimum, pembentukan struktur seperti gel dapat menghambat disolusi karena obat harus berdifusi menembus lapisan gel. Konsentrasi MCC sebagai filler-binder umumnya digunakan dalam rentang 20-90% (Guy, 2009). MCC memberikan respon kekerasan semakin baik dengan meningkatnya konsentrasi, namun penggunaan lebih dari 80% dapat memperlama disolusi obat (Mattsson, 2000; Siregar & Wikarsa, 2010). Oleh karena itu, konsentrasi keduanya perlu dioptimasi untuk mendapatkan sifat fisik kekerasan, kerapuhan, rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi, dan disolusi yang optimum dengan menggunakan metode SLD.
G. Hipotesis 1.
Penggunaan kombinasi bahan penghancur croscarmellose sodium sebesar 110% dan filler-binder MCC PH 200 sebesar 20-90% terhadap bobot tablet dapat mempengaruhi sifat fisik FDT. Peningkatan proporsi crosscarmellose sodium
dalam
tablet
dapat
berpengaruh
meningkatkan
kerapuhan,
meningkatkan rasio absorpsi air, meningkatkan waktu pembasahan, meningkatkan waktu disintegrasi, dan menurunkan disolusi FDT HCT. 2.
Pada kombinasi croscarmellose sodium konsentrasi rendah antara 1-3% dan filler-binder MCC PH 200 pada konsentrasi tinggi terhadap bobot tablet akan memberikan sifat fisik kekerasan, kerapuhan, rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi, dan disolusi optimum FDT HCT.