BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Gagal jantung kronik (GJK) merupakan penyakit yang sering muncul dan menjadi penyebab kematian tertinggi pada pasien rawat inap terutama usia lanjut (Croft et al., 1999). Insidensi dan prevalensi gagal jantung kronik meningkat secara tajam seiring dengan peningkatan usia seperti pada usia diatas 75 tahun merupakan risiko tinggi untuk terjadinya GJK. Dalam dekade terakhir ini menunjukkan peningkatan prevalensi GJK lebih dari 10% pada populasi usia lanjut (Gibbs et al., 1998). Gagal jantung kronik memberikan beban baik secara klinis maupun finansial yang cenderung akan meningkat di masa depan. Disamping prognosis yang buruk dan rerata rawat inap yang tinggi , tata laksana gagal jantung sering suboptimal (Hood et al., 2000). Penelitian Cline et al. (1998), Hood et al. (2000), dan Blue et al. (2001), menunjukkan bahwa terapi yang efektif dan intervensi yang memperbaiki outcome pasien seperti edukasi, konseling psikososial, dan modifikasi gaya hidup belum dilakukan sepenuhnya. Gagal jantung kronik merupakan penyakit dengan prevalensi yang tinggi dan membutuhkan biaya yang tinggi terutama pada usia lanjut (usila), 1 dari 10 usila memiliki kondisi ini. Hampir separuh dari pasien usila dengan GJK mengalami perawatan berulang di rumah sakit dalam 6 bulan setelah perawatan (AHA, 2003)
1
Salah satu gejala utama GJK adalah intoleransi terhadap aktivitas fisik, yang ditunjukkan adanya perasaan lekas lelah dan sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik yang minimal sekalipun (Goldberg et al., 2010). Di samping upaya pengobatan dan penggunaan alat-alat bantu, latihan fisik direkomendasikan sebagai upaya penanganan gagal jantung
untuk memperbaiki prognosis,
meningkatkan toleransi aktivitas fisik dan kualitas hidup penderita gagal jantung (McKelvie, 2008). Pada usila diperlukan pendekatan multidisiplin dikarenakan kompleksitas kondisi polifarmasi, komorbiditas, dan kualitas hidup dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Rehabilitasi jantung, fokus utamanya adalah latihan fisik untuk pasien dengan gagal jantung stabil akhir-akhir ini digunakan sebagai modalitas terapi (Pina et al., 2003). Penelitian berdasar populasi menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, hal ini diasumsikan latihan fisik memberikan efek pada fungsi mitokondria miokard. Bukti yang didapatkan pada penelitian hewan menunjukkan latihan fisik mampu menurunkan produksi reactive oxygen species (ROS) pada jantung mencit umur tua (Judge et al, 2005). Penelitian Safdar et al. (2011) menunjukkan bahwa latihan fisik pada mencit yang telah dilakukan selama 5 bulan dapat merangsang biogenesis mitokondria, mencegah deplesi dan mutasi mitokondria DNA, meningkatkan kapasitas oksidatif, mengembalikan morfologi mitokondria, dan menghambat apoptosis secara patologis pada jaringan termasuk jantung.
2
Penelitian mengenai dampak latihan fisik pada fungsional jantung juga banyak dilakukan pada usila dengan gagal jantung.
Fujimoto et al. (2010)
menunjukkan usila dengan usia diatas 65 tahun dengan diberikan suatu latihan fisik gagal dalam perbaikan kekakuan jantung dan disfungsi diastolik, namun dapat memperbaiki elastisitas arterial dan kapasitas aerobik. Program latihan fisik yang dilakukan selama 24 minggu pada pasien usila dengan gagal jantung stabil menunjukkan keuntungan jangka panjang. Dalam jangka waktu 5 tahun kelompok yang mendapatkan latihan fisik memiliki nilai fungsional, kualitas hidup, dan lama rawat inap yang lebih singkat dibanding dengan kelompok yang hanya mendapat terapi standar (Austin et al., 2008). Program latihan fisik dini pada pasien GJK paska rawat inap aman dilakukan serta mampu meningkatkan kebugaran dan menurunkan kejadian kardiovaskular mayor relatif 56% (Basuni, 2012). Six minute walk test (6MWT) merupakan salah satu tes performa yang simpel, memerlukan area berjalan 100 kaki tetapi tidak memerlukan peralatan dan pelatihan khusus untuk pelaksanaannya. Berjalan merupakan aktivitas harian yang dikerjakan semua orang tetapi menjadi aktivitas yang berat pada beberapa pasien. Tes ini mengukur jarak yang ditempuh pasien untuk berjalan pada area tertentu dalam periode 6 menit (6MWD). Tes ini dapat mengevaluasi respon global dan terpadu dari semua sistem yang terlibat pada saat tes dikerjakan, termasuk sistem kardiopulmonar, sirkulasi sistemik, sirkulasi perifer, darah, neuromuskuler dan metabolisme otot. Dalam tes ini pasien mengatur sendiri kecepatan dan kekuatan berjalan sesuai dengan aktivitas berjalan harian (latihan fisik submaksimal) dan
3
tidak mendapatkan kapasitas maksimal dari latihan fisik, sehingga tes ini lebih baik dalam menggambarkan tingkat latihan fisik fungsional untuk aktivitas fisik harian (Crapo et al., 2002). Pada penelitian yang dilakukan Austin et al. (2005) 6MWT pada pasien usila dengan GJK yang telah diberikan program
latihan fisik menunjukkan
perbaikan jarak tempuh dari 275,5 meter saat awal menjadi 320,4 meter dibandingkan dengan kelompok kontrol, saat awal 259,4 meter menjadi 252 meter (p<0.001) (Austin et al, 2005). Beragamnya hasil penelitian baik pada ras kaukasia dan asia serta belum adanya latihan fisik aerobik sebagai standar manajemen gagal jantung menjadikan alasan perlunya dilakukan penelitian mengenai pengaruh program latihan fisik terhadap kapasitas fungsional pasien GJK pada usila di Indonesia. B. Pertanyaan penelitian Pertanyaan penelitian ini apakah program latihan fisik aerobik mampu memperbaiki kapasitas fungsional pasien gagal jantung kronik pada usia lanjut? C. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui program latihan fisik aerobik dapat memperbaiki kapasitas fungsional pasien gagal jantung kronik pada usia lanjut. D. Manfaat penelitian 1) Bagi pasien dapat memberikan harapan dengan program latihan fisik aerobik dapat memperbaiki 6MWT sehingga penderita mendapat manfaat
4
menurunkan gejala GJK, risiko kematian, perawatan ulang rumah sakit, perburukan kondisi, meningkatkan kualitas hidup, serta meningkatkan fungsional jantung. 2) Bagi peneliti dan ilmu pengtahuan bermanfaat dalam mendorong penelitian program latihan fisik aerobik lanjutan untuk mengetahui aspek perubahan tingkat organ, jaringan, maupun selular, efek jangka panjang, spektrum penderita, dan prosedur intervensi yang lebih luas. 3) Bagi kebijakan, penelitian ini dapat memberikan salah satu bahan pertimbangan dalam penyusunan dan penerapan tata laksana GJK pada usia lanjut. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh rehabilitasi jantung (exercise, edukasi, self care strategies, psychosocial support) terhadap 6MWT dilakukan oleh Austin et al. (2005) pada 200 usila dengan GJK di Inggris menunjukkan perbaikan jarak tempuh pada 6MWT dari 275,5 meter saat baseline menjadi 320,4 meter pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol, saat baseline 259,4 meter menjadi 252 meter (p<0.001). Penelitian follow up dilakukan Austin et al. (2008) di Inggris menunjukkan 119 usila dengan GJK mengalami kemunduran jarak tempuh 6MWT pada kelompok kontrol dibanding dengan kelompok yang mendapatkan rehabilitasi jantung (latihan fisik, edukasi, strategi perawatan diri, dukungan psikososial) (p<0.05). Penelitian Marcos et al. (2011) di Brazil menunjukkan bahwa tidak didapatkan korelasi signifikan perubahan jarak 6MWT antara sebelum dan
5
sesudah diberikan exercise selama 24 minggu pada 32 usia lanjut yang sehat (r=0,38, p=0.097). Penelitian Ribeiro et al. (2011) pada 38 pasien Portugis dengan serangan pertama sindrom koroner akut diberikan program exercise selama 8 minggu dapat memperbaiki hemodinamik dan kebugaran kardiopulmonar (dari 30.8±7.8 menjadi 33.9±8.3 ml/min/kg, p=0.016) Penelitian Fujimoto et al. (2010) pada 24 usia lanjut di Jepang diberikan exercise menunjukkan perbaikan elastisitas arterial dan VO2 max 19% (22.8 vs 27.2 mL/kg/mL; P<0.001). Penelitian Cacciatore et al. (2011) di Italia menunjukkan bahwa pada pasien CABG usia lanjut dengan ejeksi fraksi >50% dan 6MWT >300m yang dilakukan rehabilitasi jantung secara independen protektif terhadap mortalitas (HR 0.34, 95% CI 0.10–0.79, p=0.033). Desertasi Basuni (2012) menunjukkan program latihan fisik pada penderita GJK pasca rawat inap aman dilakukan dan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular (RR 0,47, 95%CI. p=0,016) dan rerata jarak 6MWT meningkat dari 302,7m menjadi 398,9m (383,8-414,0 m 95% CI. p<0,001). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh program latihan fisik aerobik dalam perbaikan kapasitas fungsional yang diukur dengan six minute walk test pada pasien rawat jalan gagal jantung kronik usia diatas 60 tahun. Data dari berbagai penelitian yang telah dilakukan masih menunjukkan kontroversi dan belum pernah dilakukan publikasi penelitian serupa di Asia dengan ras Asia khususnya di Indonesia.
6
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah ras subyek penelitian dan rehabilitasi jantung yang dilakukan pada penelitian ini lebih fokus pada latihan fisik aerobik.
7