BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon hemodinamik pada saat intubasi trakea. Tetapi tindakan ini dapat menyebabkan terjadinya batuk, yang bersifat sementara, tidak berbahaya, dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun merupakan hal yang tidak diinginkan pada beberapa pasien karena dapat menimbulkan masalah pada saat-saat kritis induksi anestesi (Lin, 2004; Dimitriou, 2006). Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa bolus fentanil dapat menyebabkan batuk dalam beberapa detik setelah injeksi. Timbulnya batuk dapat menimbulkan sejumlah efek samping yang tidak diinginkan seperti hipertensi, takikardi, peningkatan tekanan intrakranial, dan peningkatan tekanan intraokuler. Penelitian yang dilakukan Tweed dan Dakin (2001) terjadi batuk hebat setelah bolus fentanil pada seorang anak usia tujuh tahun sehingga menyebabkan lesi konjungtiva dan timbulnya petechia periorbital. (Tweed dan Dakin, 2001; Yu, 2007). Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa insiden timbulnya batuk bervariasi antara 18% - 65%. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Böhrer et al (1990) didapat 45,9% pasien yang batuk setelah mendapat bolus fentanil 7 µg/kg melalui kateter vena sentral dan Phua et al (1991) melaporkan timbulnya batuk setelah injeksi fentanil intravena sebanyak 28% setelah mendapat 1
bolus fentanil 1,5 µg/kg melalui vena perifer. Penelitian lain yang juga dilakukan oleh Shen et al (2008) melaporkan timbulnya batuk setelah bolus fentanil 2µg/kg melalui vena perifer dalam waktu kurang dari 5 detik. Bailey et al (2000) dalam Miller’s Fifth Edition of Anesthesia menyebutkan diduga fentanil, sufentanil dan alfentanil menimbulkan batuk pada 50% pasien ketika injeksi intravena. Terjadinya perbedaan kejadian batuk pada beberapa penelitian ini berhubungan dengan perbedaan dosis, rute pemberian, cara pemberian, dan waktu pemberian (Bailey, 2000; Tweed dan Dakin, 2001; Tang, 2010). Fentanil merupakan opioid agonis sintetik dan analgesia narkotik yang poten dengan onset yang cepat dan durasi aksi yang pendek. Fentanil intravena banyak digunakan sebagai preemptive Analgesia selain sebagai analgesia yang kuat juga stabilisasi kardiovaskular, dan tidak histamine release. Salah satu efek samping dari analgesia opioid adalah menekan reflek batuk (Tweed dan Dakin, 2001; Yu, 2007). Adapun mekanisme yang menjelaskan terjadinya batuk setelah injeksi fentanil intravena adalah adanya kemorefleks paru akibat stimulasi serabut C (yang dikenal juga dengan reseptor J), histamin release yang berasal dari sel mast paru, deformasi dinding trakeobronkial sehingga terjadi konstriksi otot polos trakea, dan terjadinya aduksi yang tiba-tiba dari pita suara atau obstruksi supraglotik mengakibatkan terjadinya kekakuan otot. Berdasarkan mekanisme tersebut banyak usaha yang dilakukan untuk mengurangi insidensi batuk terkait dengan agen opioid ini ( Han, 2011). Walaupun telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengurangi kejadian batuk setelah injeksi fentanil intravena, hingga saat ini belum ditemukan terapi standar dalam mencegah terjadinya batuk. Adapun beberapa hal yang pernah 2
dilakukan untuk mencegah terjadinya batuk adalah sebagai berikut ; premedikasi dengan morfin 1 jam sebelum induksi anestesi, dengan menggunakan terbutalin inhalasi, memberikan lidokain intravena atau ephedrin intravena 1 menit sebelum injeksi fentanil, dengan menggunakan aerosol salbutamol inhalasi, beclomethasone atau sodium chromoglycate 15 menit sebelum masuk kamar operasi, fentanil yang diencerkan, waktu saat injeksi fentanil lebih lama, dengan menggunakan propofol 1 menit sebelum injeksi fentanil intavena, dengan menggunakan pre-emptive oral dexmethorphan, atau dengan menggunakan pre-emptive fentanil 25 µg 1 menit sebelum injeksi fentanil intavena, dan ada juga dengan memberikan perlakuan huffing manoeuvre sebelum premedikasi dengan fentanil (Lin, 2004; Han, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ambesh et al ( 2009) dengan memberikan perlakuan huffing manoeuvre, pasien disuruh inspirasi maksimal kemudian ekspirasi dengan sekali sentakan yang kuat untuk melawan terbukanya glotis segera sebelum pemberian fentanil dibandingkan dengan yang tidak mendapat pelakuan huffing manoeuvre dapat menekan kejadian batuk yang tibatiba dan tidak diinginkan. Huffing manoeuvre dilakukan dalam waktu kurang dari 5 detik dan standar pada semua pasien. Pada penelitian yang akan dilakukan penulis, fentanil 2 µg/KgBB intravena diinjeksikan dalam waktu 10 detik setelah huffing manoeuvre dilaksanakan dan dinilai sampai dengan 120 detik setelah injeksi fentanil (Ambesh, 2009). Perlakuan huffing manoeuvre adalah suatu tindakan dimana pasien kita minta untuk inspirasi maksimal lalu dilepaskan dengan sentakan yang kuat untuk melawan terbukanya glotis yang bertujuan membersihkan sekret dari jalan nafas atas, tutup buka alveoli, menurunkan atelektasis sehingga meningkatkan volume residual paru. Batuk dapat menurunkan volume paru dibawah kapasitas tertutup. 3
Jika ini terjadi selama proses induksi, akan meningkatkan terjadinya pulmonary shunt dan mengakibatkan terjadinya hipoksia. Perlakuan huffing manoeuvre merupakan ekspirasi paksa dari pertengahan ke bawah volume paru yang mencegah menutupnya glotis yang diikuti periode relaksasi diafragma.(McCool, 2006). Berikut ini beberapa peneliti yang pernah melakukan penelitian tentang fentanil induced cough atau fentanil dapat menyebabkan terjadinya batuk : Tabel 1. Penelitian tentang fentanil dapat menyebabkan batuk Peneliti (tahun)
Desain
Hasil
Keterangan
Penelitian Böhrer, et al (1990)
Phua, (1991)
et
RCT
al RCT
Tweed dan Prospektif Dakin (2001) Lin, et al (2004) RCT
Pandey, et al (2004)
RCT
Yu, et al (2007) RCT
Batuk pada 45,9% pasien setelah mendapat fentanil 7 µg/kg via CVC dan 2,7 % pasien terjadi batuk setelah bolus fentany 7 µg/kg via perifer` Batuk pada 28% pasien setelah mendapat fentanil 1,5 µg/kg via perifer dan batuk dapat dicegah dengan morphin 0,2mg/kg IM sebelum bolus fentanil Batuk hebat bolus fentanil 2 µg/kg IV menyebabkan multiple konjungtiva dan petechia periorbita Batuk pada 14% dan 21% pasien setelah mendapat fentanil 2,5 µg/kg IV dan batuk dicegah dengan lidokain 2mg/kg 0,2mg/kg IV dan efedrin 5mg IV 1 menit sebelum bolus fentanil Batuk 34,22% pasien setelah mendapat fentanil 3 µg/kg IV dan batuk dicegah dengan lidokain 1,5mg/kg IV 1 menit sebelum bolus fentanil Batuk 16% pasien setelah mendapat fentanil 3 µg/kg IV dan batuk dicegah dengan fentanil yang diencerkan menjadi 10µg/ml dikombinasi dengan prolong waktu injeksi 4
P< 0,05
P< 0,01
P< 0,05
P< 0,05
P< 0,02
P< 0,05
Shen, (2008)
et
al RCT
Tang, (2009)
et
al RCT
Ambesh, et al (2009)
RCT
Mukherjee, et al RCT (2011)
Siswagama, et al RCT (2013)
Batuk pada 33% pasien setelah mendapat fentanil 2 µg/kg via perifer dalam waktu 5 detik Batuk 6,7% pasien setelah mendapat fentanil 2,5 µg/kg IV dan batuk dicegah dengan propofol 1,5mg/kg IV 1 menit sebelum bolus fentanil Batuk pada 4% pasien setelah mendapat fentanil 2,5 µg/kg iv dalam waktu 5 detik dan batuk dicegah dengan manuver huffing <5 detik sebelum bolus fentanil Batuk pada 3,6% pasien setelah mendapat fentanil 2 µg/kg iv dalam waktu 2 detik dan batuk dicegah dengan pre-emptive oral dexmethorphan 60 menit sebelum pembedahan
P< 0,05
P< 0,05
P< 0,05
P< 0,05
Batuk pada 15% pasien setelah mendapat P< 0,04 pre-emptive fentanil 2 µg/kg iv dalam waktu 2 detik sebelum pemberian fentanil 25 µg
B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah bahwa: a.
Pemberian fentanil dapat menyebabkan batuk.
b.
Perlakuan huffing manoeuvre melawan terbukanya glotis sehingga dapat membersihkan sekret dari jalan nafas atas untuk mengurangi insidensi batuk. C. Pertanyaan penelitian Bagaimana insidensi batuk pada pemberian fentanil 2µg/kgBB IV dengan
perlakuan huffing manoeuvre dibandingkan pemberian fentanil 2µg/kgBB IV tanpa perlakuan?
5
D. Tujuan penelitian Untuk membuktikan insidensi batuk pada pemberian fentanil 2µg/kgBB IV ditambah perlakuan huffing manoeuvre dengan pemberian fentanil 2µg/kgBB IV tanpa perlakuan.
E. Manfaat penelitian 1.
Manfaat untuk pasien Menghindari insidensi batuk akibat pemberian fentanil 2µg/kgBB IV dengan memberikan perlakuan huffing manoeuvre.
2.
Manfaat untuk klinisi Mendapatkan metode yang efektif untuk mengurangi insidensi batuk akibat pemberian fentanil.
F. Keaslian Penelitian Pada penelitian oleh Ambesh, et al (2009), mereka membandingkan antara kelompok yang mendapat perlakuan huffing manoeuvre dengan kelompok yang tidak dapat perlakuan huffing manoeuvre untuk mencegah efek batuk setelah injeksi Fentanil 2 µg/KgBB IV. Sepengetahuan penulis penelitian tentang perbandingan pemberian Fentanil 2 µg/KgBB IV dengan perlakuan huffing manoeuvre dan tanpa perlakuan dalam mencegah efek batuk belum pernah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
6