BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dibidang pelayanan langsung seperti Rumah sakit, bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatansecara terpadu serta meningkatkan dan memantapkan manajemen pelayanan kesehatanyang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian. Sejalan dengan perubahan sosial budaya masyarakat
dan
perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perkembanganinformasi yang demikian cepat dan diikuti oleh tuntutan masyarakat akanpelayanan kesehatan yang lebih baik mengharuskan sarana pelayanan kesehatanuntuk mengembangkan diri secara terus menerus seiring dengan perkembangan yangada pada masyarakat tersebut. Pengembangan yang dilaksanakan tahap demi tahap berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit tetap dapat mengikuti perubahan yang ada. Apabila rumah sakit tidak mempersiapkan diri secara lebih baik dalam upaya peningkatanmutu pelayanan, maka sarana tersebut akan dijauhi masyarakat dan masyarakat akan mencari sarana kesehatan alternatif. Untuk itu setiap rumah sakit harus meningkatkan penampilannya secara terencana sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat agar dapat terus berkembang. Salah satu usaha peningkatan penampilan dari masing masing sarana pelayanan seperti rumah sakit adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan
1
di semua unit pelayanan, baik pada unit pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, ataupun pada unit pelayanan administrasi dan manajemen melalui program jaminan mutu. Kegiatan peningkatan mutu tersebut di atas dapat dilaksanakan dengan berbagai pendekatan atau kegiatan mutu, diantaranya dengan mengembangkan Gugus Kendali Mutu, Pengendalian Mutu Terpadu, Penyusunan/Penerapan standar pelayanan ataupenyediaan pelayanan prima di rumah sakit. Seperti diketahui Mutu Pelayanan Rumah Sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan profesi dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakitsecara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskansesuai norma, etika, hukum dan sosio budaya, dengan memper-hatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat sebagai konsumen. Di dalam mencapai mutu tersebut diatas, maka upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit disusun berupa kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan output/outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut, memantau dan menilai mutu serta kewajaran
pelayanan
meningkatkan
tehadap
pelayanan
pasien,
pasien
dan
menggunakan
peluang
untuk
memecahkan
masalah
yang
terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakitber daya guna dan berhasil guna. Upaya peningkatan mutu di rumah sakit bertujuan untuk memberikan asuhan atau pelayanan sebaik baiknya kepada pasien.
2
Adapun strategi upaya peningkatan mutu rumah sakit adalah sebagai berikut : a. Rumah Sakit harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu pelayanan rumah sakit sehingga dapat menyusun langkah langkah upaya peningkatanmutu masing masing rumah sakit. b. Memberi prioritas pada peningkatan sumberdaya manusia di rumah sakit termasuk kesejahteraan karyawan, memberikan imbalan yang layak, programkeselamatan dan kesehatan kerja, program pendidikan dan pelatihan , dll. c. Menciptakan budaya mutu di rumah sakit, termasuk didalamnya menyusun program mutu rumah sakit, menyusun tema yang akan dipakai sebagai pedoman, memilih pendekatan yang akan dipakai dalam penggunaan standar prosedur serta menetapkan mekanisme monitoring dan evaluasi. Dari hasil pengamatan yang dilakukan dibeberapa rumah sakit, menunjukkan bahwa sebagian besar Rumah Sakit terutama yang berada diluar pulau Jawa belum atau sedikit sekali tersentuh oleh pelatihan yang berwawasan mutu. Walaupun sebagian rumah sakit sudah tersentuh, tetapi hanya dalam penyebarluasan informasi tentang mutu saja, belum sampai pada tingkat konsepataupun aplikasinya. Pelatihanpeningkatan mutu yang sekarang ini dilakukan di rumah sakit diantaranya : a. PelatihanTotal Quality Manajemen. b. Pelatihan Fasilitator Gugus Kendali Mutu. c. Pelatihan Manajemen Strateji RS d. Pelatihan Teknik Dokumentasi Standar Pelayanan Mutu RS e. Pelatihan Standar Asuhan Keperawatan. f. Pelatihan Akreditasi Rumah Sakit. g. Pelatihan Sumber Daya Manusia. h. Pelatihan Manajemen Pimpinan RSUD i. Dll
3
Untuk memperoleh keseragaman dalam penyelenggaran pendidikan dan pelatihan mutu tersebut di atas, maka perlu disusun suatu pedoman yang merupakan petunjuk umumdalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan mutu tersebut.
4
BAB II QUALITY ASSURANCE
Rumah sakit dan puskesmas sebagai unit tempat pelayanan kesehatan, bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care. Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tersedia (available) Wajar (appropriate) Berkesinambungan (continue) Dapat diterima (acceptable) Dapat dicapai (accesible) Dapat dijangkau (affordable) Efisien (efficient) Bermutu (quality)
Kedelapan syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya, namun dengan semakin majunya ilmu dan teknologi kesehatan serta semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja dapat memperkecil timbulnya berbagai risiko karena penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi, tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat.
5
Untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality Assurance Program). A. Mutu Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999). Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986). Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984). 1. PROGRAM MENJAGA MUTU Pengertian program menjaga mutu antara lain : a) Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989). b) Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank, 1988).
6
c) Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital Association, 1988). d) Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk
meningkatkan
pelayanan
yang
diselenggarakan
serta
menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988). e) Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut: a) Tujuan antara Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan. b) Tujuan akhir
7
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi. Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah: a) Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan. b) Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar. c) Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan. d) Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah. e) Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. f) Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat
sebagai
pemakai
jasa
pelayanan.
Apabila
peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan
8
berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan. g) Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum. h) Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan . Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah: a) Bersifat khas Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu. b) Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
9
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik. c) Fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik. d) Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik. e) Mudah dilaksanakan. Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan . f) Mudah dimengerti. Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik. Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor penting dan fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholder, sebab dampak dari QA menentukan hidup matinya sebuah rumah
10
sakit. Bagi Rumah Sakit, adanya QA yang baik membuat RS mampu bersaing dan tetap eksis di masyarakat. Bagi Pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati2 dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah, adanya QA dapat menjadikan standar dalam memutuskan kebenaran suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit. Dalam konsep quality assurance penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit dapat dilihat dari empat komponen yang mempengaruhinya yaitu : 1. Aspek Klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis. 2. Efisiensi dan efektivitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan. 3. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dll. 4. Kepuasan Pasien, yaitu yang berhubungan dengan kenyaman, keramahan, dan kecepatan pelayanan. Untuk kepuasan pasien, umumnya indikator yang digunakan sebagai objektif adalah jumlah keluhan pasien atau keluarga, kritik dalam kolom surat pembaca, pengaduan mal praktek, laporan dari staf medik dan perawatan dsb. Bagaimana bentuk kongret untuk mengukur kepuasan pasien rumah sakit, dalam seminar survai kepuasan pasien di RS, ada empat aspek yang dapat diukur yaitu: 1. Kenyamanan
11
Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dll. 2. Hubungan pasien dengan petugas Rumah Sakit Dapat dijabarkan dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa tanggap dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat, pengukuran suhu dsb. 3. Kompetensi teknis petugas Dapat
dijabarkan
dalam
pertanyaan
kecepatan
pelayanan
pendaftaran, ketrampilan dalam penggunaan teknologi, pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal, keberanian mengambil tindakan, dsb. 4. Biaya Dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarat yang berobat, ada tidaknya keringan bagi masyarakat miskin. dsb.
Tentu saja faktor diatas bisa dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi rumah sakit sepanjang itu dapat didefinisikan dan diukur. Kepuasan pasien memang merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang
12
diberikan, oleh karenanya subyektifitas pasien diperngaruhi oleh pengalaman pasien di masa lalu, pendidikan, situasi psikhis saat itu, dan pengaruh lingkungan. Dengan adanya informasi kepuasan pasien, bagi manajemen rumah sakit akan memberikan gambaran seberapa bermutu pelayanan yang diberikan kepada pasien, selain itu dari sisi marketing pasien yang puas dapat menjadi tool marketing yang ampuh dengan mouth to mouthnya, dan terakhir manajemen dapat memberikan prioritas untuk peningkatan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
13
BAB III PROGRAM JAMINAN MUTU A. PRINSIP-PRINSIP JAMINAN MUTU Mutu tidak akan pernah dicapai dalam jangka waktu yang singkat. Hal tersebut memerlukan waktu yang sangat bervariasi tergantung dari pada standar mutu yang dinginkan. Pengertian tentang program jaminan mutu mungkin sudah sering kita ketahui dari berbagai sumber yang sangat bervariasi. Secara singkat disebutkan bahwa program jaminan mutu melibatkan setiap orang yang berada dalam organisasi untuk peningkatan pelayanan yang terus menerus dimana mereka akan memenuhi kebutuhan standar dan harapan dari pada pelanggan, baik pelanggan intern ataupun ekstern. Hal ini adalah suatu metode yang mengkombinasikan teknik manajemen, keterampilan teknik, dan pemanfaatan penuh potensi sumber daya manusia dalam organisasi rumah sakit. Program Jaminan Mutu dapat dibedakan dengan bentuk manajemen yang lain, dimana jaminan mutu didasarkan pada prinsip prinsip sebagai berikut : 1. Setiap orang didalam organisasi harus dilibatkan dalam penentuan, pengertian dan peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masingmasing mengontrol dan bertanggung jawab dalam setiap mutu yang dihasilkan oleh masing-masing orang. 2. Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan masing masing pelanggan baik pelanggan eksternal maupun pelanggan internal. 3. Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah yaitu dengan menggunakan data untuk pengambilan keputusan, penggunaan alat-alat statistik dan keterlibatan setiap orang yang terkait.
14
4. Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang alami. 5. Pembentukan teamwork. Baik itu dalam part time teamwork, full time teamwork ataupun cross functionalteam . 6. Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan (development of employees) melalui keterlibatan di dalam pengambilan keputusan. 7. Partisipasi setiap orang dalam merupakan dorongan yang positif dan harus dilaksanakan. 8. Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investment/ modal dalam rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan pegawai untuk mencapai potensi yang mereka harapkan. 9. Supliers dan customer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu.
B. PENAHAPAN PROGRAM JAMINAN MUTU 1. Orientasi pada Pelanggan Dalam pandangan tradisional, pelanggan berarti orang yang membeli dan menggunakan produk suatu perusahaan/ organisasi. Dalam hal ini pelanggan tersebut berinteraksi dengan perusahaan setelah proses menghasilkan produk. Sedangkan pihak yang berhubungan dengan organisasi/ perusahaan sebelum tahap proses disebut sebagai pemasok. Dalam konsep quality manajemen, pelanggan dan pemasok ada di dalam dan di luar organisasi. Pelanggan dikenal sebagai pelanggan eksternal dan pelanggan internal. Pelanggan eksternal adalah orang yang menggunakan produk atau jasa perusahaan. Pemasok eksternal adalah orang diluar organisasi yang menjual bahan mentah/ bahan baku, informasi atau jasa lain kepada organisasi. Sedangkan di dalam organisasi juga ada pelanggan internal dan pemasok internal. Misalnya dalam pelayanan pasien dirumah sakit. Dalam pemeriksaan laboratorium misalnya, dokter dan tenaga paramedis merupakan pelanggan internal dari
15
pada petugas laboratorium, sedangkan bagian logistik yang menyediakan bahan bahan pemeriksaan dan peralatan lainnya merupakan pemasok internal. Oleh karena itu kualitas pekerjaan dari bagian logistik akan mempengaruhi kualitas pekerjaan petugas laboratorium sekaligus akan mempengaruhi kualitas pekerjaan daripada tenaga medis. Pada hakikatnya, tujuan dari bisnis adalah untuk menciptakan dan mempertahankan para pelanggan. Demikian pula dalam kegiatan pelayanan kesehatan, target utamanya adalah untuk kepuasan pelanggan dalam hal ini kesembuhan dari penyakit. Oleh karena itu, hanya dengan memahami proses dan pelanggan maka organisasi dapat memahami dan menghargai makna dari kualitas. Semua usaha manajemen dalam jaminan mutu diarahkan pada satu tujuan utama yaitu terciptanya kepuasan pelanggan. Apapun yang dilakukan manajemen tidak akan ada gunanya bila akhirnya tidak menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan. Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor penting dan fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholdernya. Pasalnya dampak dari QA menentukan hidup matinya sebuah rumah sakit. Bagi Rumah Sakit, adanya QA yang baik tentu saja membuat RS mampu untuk bersaing dan tetap eksis di masyarakat. Bagi pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati- hati dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah sendiri, adanya QA dapat menjadikan standar dalam memutuskan salah benarnya suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit.
16
Di dalam konsep quality assurance penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit dapat dilihat dari empat komponen yang mempengaruhinya yaitu : a) Aspek Klinis Yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis. b) Efisiensi dan Efektivitas Yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan. c) Keselamatan Pasien Yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dll. d) Kepuasan Pasien Yaitu yang berhubungan dengan kenyamanan, keramahan, dan kecepatan pelayanan Indikator yang sering dapat digunakan sebagai objektif dalam kepuasan paien adalah jumlah keluhan pasien atau keluarga, kritik dalam kolom surat pembaca, pengaduan mal praktek, laporan dari staf medik dan perawatan, dsb. Junadi P mengemukan ada empat aspek yang dapat diukur yaitu : a)
Kenyamanan Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan
b)
WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dll. Hubungan Pasien dengan Petugas Rumah Sakit Dapat dijabarkan dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa tanggap dokter/perawat di
17
ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat, pengukuran suhu dsb. c) Kompetensi Teknis Petugas Dapat dijabarkan dalam pertanyaan kecepatan pelayanan pendaftaran,
ketrampilan
dalam
penggunaan
teknologi,
pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal, d)
keberanian mengambil tindakan, dsb. Biaya Dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarat yang berobat, ada tidaknya keringan bagi masyarakat miskin. dsb. Tentu saja faktor diatas bisa dikembangkan dan disesuaikan dengan
kondisi rumah sakit sepanjang itu dapat didefinisikan dan diukur. Kepuasan pasien memang merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan
yang
diberikan,
oleh
karenanya
subyektifitas
pasien
diperngaruhi oleh pengalaman pasien di masa lalu, pendidikan, situasi psikis saat itu, dan pengaruh lingkungan. Adanya kepuasan pelanggan dapat memberikan manfaat diantaranya : a)
Hubungan antara Rumah Sakit dengan para pasien menjadi
b) c)
harmonis. Memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut ( word of
d)
mouth ) yang menguntungkan bagi rumah sakit. Reputasi rumah sakit menjadi baik dimata pelanggan / pasien dan
e)
keluarga. Penghasilan rumah sakit meningkat
18
C. CONTINOUS IMPROVEMENT Persaingan global dan perubahan yang terjadi pada setiap pelanggan merupakan alasan perlunya dilakukan perbaikan yang berkesinambungan. Untuk mencapai perbaikan yang berkesinambungan, para manajer rumah sakit tidak cukup hanya menerima ide perbaikan, melainkan juga secara aktif mendorong setiap orang untuk mengidentifikasi dan menggunakan kesempatan perbaikan. Pelaksanaan proses berkesinambungan ini meliputi penentuan dan pemecahan masalah yang memungkinkan pemilihan dan implementasi pemecahan yang paling efektif dan efisien, serta evaluasi ulang, standarisasi dan pengulangan proses. Proses pembelajaran merupakan elemen yang penting dalam perbaikan. Pembelajaran memberikan dasar rasional untuk bertindak dan merupakan elemen penting kedua dalam perbaikan. Tingkat dan luasnya perbaikan dapat ditingkatkan dengan membuatperbaikan proses dan sistem sebagai bagian dari strategi organisasi, serta menciptakan suatu sistem untuk perbaikan. Sistem tersebut haruslah mendukung pengembangan keterampilan dan pengetahuan anggota organisasi untuk melaksanakan perbaikan. Hal hal yang harus diperhatikandalam merancang sistem perbaikan antara lain: pendidikan, keteladanan manajer, tanggung jawab yang jelas, identifikasi perbaikan sebagai strategi yang penting, identifikasi dan prioritas tindakan perbaikan, metode sistematis untuk perbaikan, dan lain lain. Perbaikan terhadap mutu yang berkesinambungan memerlukan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan diantaranya adalah : 1. Berdasarkan Visi dan Misi Rumah Sakit
19
Didalam implementasi jaminan mutu di rumah sakit, visi dan misi harus ditentukan dan merupakan dasar serta sentra yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan seluruh kegiatan. Visi dan Misi rumah sakit harus diinformasikankepada semua karyawan mulai dari tingkat Manajer Puncak sampai dengan pelaksana di tingkat Front Line. Dengan harapan apabila setiap orang yang terlibat di rumah sakit sudah mengetahui visi dan misi rumah sakit maka mereka akan bekerja dengan suatu arah yang dan terencana dengan baik. 2. Mengikuti Tahap Strategi Perbaikan Dalam menerapkan perbaikan, dikenal berbagai proses. Tidak ada satupun cara yang paling tepat untuk memperbaiki proses perbaikan, baik itu dalam bidang manufaktur ataupun dalam bidang jasa. Meskipun demikian ada beberapa strategi standar yang biasanya digunakan. Strategi tersebut antara lain : a) Menggambarkan proses yang ada b) Membakukan proses c) Menghilangkan kesalahan pada proses d) Merampingkan proses e) Mengurangi sumber sumber terjadinya variasi f)Menerapkan pengendalian proses statistikal g) Memperbaiki rancangan
D. SCIENTIFIC APPROACH Pendekatan ilmiah merupakan langkah sistematis bagi setiap individu maupun Tim dalam proses pemecahan masalah dan perbaikan proses. Hal ini berarti bahwa dalam pengambilan keputusan harus selalu berdasarkan pada data, dan bukan merupakan perkiraan saja. Disamping itu harus pula melihat pada akar permasalahan dan bukan hanya berdasarkan gejala-gejala yang
20
terlihat pada permukaan. Demikian juga dengan pemilihan alternatif pemecahan masalah yang dipilih haruslah betul merupakanalternatif solusi yang baik, janganmerupakan solusi yang setiap saat harus diperbaiki. Fokus pada pendekatan ilmiah adalah pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan data. Dalam proses pengumpulan dan pemanfaatan data tersebut tidak dianjurkan untuk menggunakan ilmu statistik yang rumit. Dengan hanya menggunakan alat-alat statistik yang sederhana seperti Grafik, Bar Chart, Peren-canaan waktu (TimePlot) dapat membantu para manajer atau petugas kesehatan untuk menghasilkansuatu peningkatan mutu secara terus menerus dan dengan demikian selanjutnya akan mengatasi seluruh permasalahan yang ada. Banyak diantara kita telah bekerja selama bertahun tahun tanpa menggunakan data. Kita datang dengan berbagai ide untuk meningkatkan kinerja organisasi, akan tetapi kita hanya berangkat hanya berdasarkan pengalaman yang diterapkandalam pekerjaan sehari hari atau hanya berdasarkan pembicaraan informal denganpara pasien atau pelanggan lainnya. Akibatnya adalah apabila terjadi masalah dikemudian hari, kita akan menggunakan pengalaman tersebut untuk mencari pemecahan masalahnya, maka kemungkinannya adalah bahwa masalah tersebut mungkinteratasi atau sama sekali tidak teratasi. Tidak ada yang menyalahkan pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan pengalaman, pengetahuan, perkiraan ataupun dengan intuisi seperti diatas. Pemanfaatan data adalah alat yang sangat tangguh yang dapat diikutkan atau diperhitungkan dalamproses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pemanfaatan data tidak dapat menggantikan pengalaman ataupun pengetahuan dalam peningkatan proses ataupun dalam
21
pengambilan keputusan, akan tetapi pengalaman dan pengetahuan tidaklah cukup untuk menghasilkan suatu keputusan yang tepat. Apabila dihadapkan dengan masalah-masalah yang baru, biasanya terbentuk suatu teori tentang apa yang telah terjadi berdasarkan pengalaman. Hal ini adalah suatu keadaaan yang normal. Akan tetapi kecenderungan yang sering terjadi adalah sering kali hanya melihat terhadap kesamaan dari pada kedua kejadian tersebutdan kita tidak melihat terhadapperbedaannya. Dengan menggunakan data, kita dapat menghindarkan perangkap yang demikian. Penggunaan data dapat menolong kita untuk mengerti lebih dalam apa yang telah terjadi pada proses, service maupun produk. Dengan menggunakan data akan membantu kita dalam memfokuskan permasalahan terhadap faktor yang benar- benar membuat suatu perbedaan atau variasi. Disamping itu, pemanfaatan data dapat membantu kita menghemat waktu, energi dan penggunaan sumber daya yang lebih efektif.
E. PEMBENTUKAN TIM Sekarang ini kita sudah memasuki lingkungan atau keadaan dimana goncangan-goncangan atau gangguan menjadi sesuatu hal yang biasa dan perubahan merupakan suatu yang tetap terjadi. Banyak faktor yang memaksa pengelola suatu rumah sakit mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan pasar/ pelanggan dengan cara efektif dan efisien. Faktor-faktor ini diantaranya adalah termasuk kebutuhan untuk merespon perubahan teknologi yang begitu cepat dan luas, kecenderungan globalisasi disemua sektor dan tekanantekanan pengertian pasar termasuk keinginan daripada pasien.Untuk menghadapi
kondisi
tersebut
dibutuhkan
pengetahuan,
ketrampilan,
22
pengalaman dan perspektif yang luas dandilakukan secara bersama-sama dengan orang orang yang bekerja atau berkaitandengan rumah sakit. Dengan demikian setiap rumah sakit diharapkan dapatmengatasi masalah yang dihadapi, membuatkeputusan yang baik dan menyampaikan solusi tersebut terhadap para costumer (pelanggan). Dengan perkataan lain dibutuhkan kerja sama dalam bentuk tim. Tim akan menciptakan suatu kondisi dimana para anggota akan tetap mempertahankan perubahan, mempelajari lebih banyak tentang kebutuhan dan memperoleh ketrampilan dalam kerjasama. Dalam suatu organisasi, tim dibutuhkan apabila : 1. Tugas-tugas yang diemban sangat kompleks 2. Kreatifitas dibutuhkan 3. Jalan yang harus ditempuh belum jelas 4. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien dibutuhkan 5. Dibutuhkan pembelajaran yang lebih cepat 6. Mengerjakan komitmen yang tinggi 7. Pelaksanaan dari rencana membutuhkan kerjasama dengan orang lain 8. Tugas atau proses bersifat cross fungsional Semakin banyak tugas yang berhubungan dengan hal di atas, maka organisasi akan membentuk tim untuk mengatasi tantangan tersebut. Perusahaan/ Organisasi akan lebih tergantung pada tim. Bila mereka menemukan
bahwa
metode
pemecahan
masalah
yang
tradisional,
pengambilan keputusan, komunikasi dan kompetensi tidak cepat atau cukup fleksibel untuk merespon terhadap perubahan yang ada. Tim yang dibentuk akan digunakan untuk bentuk, seperti Manajemen Team On Going Work Team, Improvement Team, Gugus Kendali Mutu, Forum Manajemen Menengah dll. Rumah sakit menggunakan/ memanfaatkan team untuk mencapai tujuan dengan perbedaan yang luas, mengurangi penggunaan waktu yang
23
tidak perlu, menambah siklus, mengurangi kesalahan pelayanan pada pasien dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari, meningkatkan transaksi, merancang kembali sistem yang ada, lebih mengerti tentang kebutuhan pasien dan pelanggan lainnya.
24
BAB IV PENAHAPAN PROGRAM JAMINAN MUTU A. FASE INISIASI 1. TrainingNeed Assessment (TNA) Perbaikan mutu yang diberikan terburu buru sering menyebabkan pengambilan
keputusan tentang jenis pelatihan yang akan diberikan
menjadi salah. Kesalahan yang umum terjadi adalah sebagai berikut : a) Seorang petugas mengatakan kepada administrator rumah sakit bahwa ia mempunyai
keterampilan
baru.
Mendapat
informasi
demikian,
manajemen rumah sakit yang bersangkutan segera memberikan keterampilan tersebut kepada karyawannya tanpa mengetahui apakah karyawannya telah siap untuk mempelajarinya. b) Sebuah rumah sakit membeli peralatan baru untuk produk jasa pelayanan yang baru tanpa mempertimbangkan aspek pelatihan terlebih dahulu. c) Rumah sakit melaksanakan pelatihan umum mengenai konsep kualitas secara luas
tanpa menghiraukan bagaimana karyawannya akan
menerapkan konsep tersebut dalam pekerjaannya sehari hari agar kualitasnya menjadi lebih baik. d) Suatu rumah sakit mengetahui bahwa pesaingnya sedang menerapkan teknik kualitas tertentu atau manajer rumah sakit membaca dari majalah atau surat kabar bahwa teknik tersebut sedang populer, sehingga dengan segera manajer tersebut memutuskan untuk melaksanakan pelatihan mengenai penerapan teknik kualitas tanpa memikirkan apakah hal tersebut cocok bagi rumah sakitnya. Pelatihan yang baik dalm prosesnya dimulai dengan pengumpulan data dan informasi yang dapat menggambarkan jenis keterampilan yang dimiliki karyawan saat ini, dan keterampilan apa yang mereka perlukan untuk mencapai rencana jangka pendek dan jangka panjang yang telah
25
ditetapkan, memuaskan pelanggan dan memperbaiki kualitas. Setelah data tersebut terkumpul, kemudian diolah dan dianalisis sehingga kebutuhan akan pelatihan dapat ditentukan. Pendekatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan sebagai berikut : a) Menentukan keterampilan karyawan yang diperlukan untuk mencapai strategi kualitas yang ditentukan oleh rumah sakit. Ada beberapa metode yang digunakan oleh para manajer untuk menentukan kebutuhan pelatihan,diantaranya adalah : (1) Observasi Manajer rumah sakit dapat melakukan observasi terhadap beberapa aspek pokok, misalnya merumuskan masalah yang spesifik dalam masing masing bagian. Apakah karyawan menghadapi masalah dalam melaksanakan tugas tertentu dan apakah pekerjaan yang ada secara konsisten mendukung proses ? (2) Wawancara Manajer dapat mewawancarai para karyawan agar mereka mengungkapkan
kebutuhannya
berdasarkan
ketrampilan
dan
pengetahuan yang dimiliki. Karyawan mengetahui tugas yang harus mereka kerjakan setiap hari. Mereka juga harus mengetahui tugas yang dapat mereka kerjakan dengan baik maupun tidak, dan mana yang tidak dapat dikerjakan sama sekali. Brainstorming merupakan cara efektif dalam proses perbaikan yang berkesinambungan apabila karyawan bersedia mengemukakan pikiran dan pendapatnya. (3) Survei Job - Task Analysis Dalam tahap ini analisis dilakukan terhadap dua aspek utama. Pertama terhadap aspek pekerjaan secara keseluruhan dan kedua
26
terhadap aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Berdasarkan informasi dari hasil analisis tersebut, maka instrumen survei dikembangkan dan disebarkan kepada para karyawan yang akan diteliti. Dalam mengembangkan instrumen, ada baiknya melibatkan karyawan yang akan disurvei agar informasi yang diperoleh lengkap dan tidak mengabaikan kriteria seperti kerjasama tim, sensitivitas terhadap umpan balik pelanggan terutama pelanggan internal dan keterampilan interpersonal. (4) Focus Group Diskusi (FGD) Dalam metode ini kelompok karyawan tertentu diminta untuk membicarakan siklus mutu yang berkaitan dengan pelatihan. Rapat yang dilakukan tanpa manajer tersebut akan menjadi lebih terbuka untuk menyadari bahwa mereka memerlukan pelatihan. (5) Sistem Saran Sistem saran organisasi ( baik melalui kotak saran, maupun saran yang diajukan secara langsung) juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan : (a) Melakukan penilaian kebutuhan pelatihan secara periodik untuk mengidentifikasi topik topik yang baru. (b) Menggunakan proses identifikasi kebutuhan berkelanjutan yang meliputi evaluasi terhadap pelatihan yang telah diikuti karyawan dan saran dari unit bisnis maupun para manajer akan diperlukannya suatu pelatihan baru. (c) Melakukan Benchmarking (patok duga ) terhadap rumah sakit lain untuk menentukan apa yang mereka lakukan dan dimana mereka melakukan program pelatihan bagi para karyawannya. 2. SEMINAR SADAR MUTU a) (Quality Awareness Workshop )
27
Kegiatan ini penting dilaksanakan sebelum kegiatan program jaminan mutu dilakukan pada suatu tempat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membangun suatu komitmen yang tinggi dari petugas kesehatan terutama petugas rumah sakit beserta instansi terkait dari tingkat manajemen atas sampai dengan tingkat pelaksana mutu itu sendiri. Topik yang diberikan dalam seminar ini antara lain pengertian mutu, jaminan mutu, budaya mutu, konsep pelanggan, manfaat mutu, tergantung dari waktu yang disediakan dalam workshop tersebut. 3. PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN MUTU Kepemimpinan yang berwawasan mutu merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab menyeluruh terhadap usaha mencapai suatu tujuan. Fungsi kepemimpinan mutu adalah sebagai berikut : a) Perencanaan Mutu Fungsi ini meliputi identifikasi pelanggan dan kebutuhannya, mengembangkan produk sesuai kebutuhan pelanggan, mengembangkan metode dan proses kerja serta mengubah hasil perencanaan ke dalam tindakan. b) Pengendalian Mutu Fungsi ini mencakup
langkah
evaluasi
kinerja
aktual,
membandingkan kinerja dengan tujuan, dan melakukan tindakan perbaikan untuk mengatasi perbedaan kinerja yang ada. c) Perbaikan Mutu Fungsi ini meliputi penyediaan prasarana untuk perbaikan mutu secara berkesinambungan, identifikasi proses satu metode yang membutuhkan perbaikan, membentuk tim yang bertanggung jawab atas
28
program perbaikan mutu, menyediakan sumber daya serta pelatihan yang dibutuhkan oleh tim dalam memecahkan masalah. 4. MENETAPKAN TUJUAN PENINGKATAN MUTU Pada langkah ini tingkat kesenjangan kinerja yang terjadi perlu dirumuskan secara tepat dan benar, sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam peningkatan mutu akan semakin jelas dan tepat. Tujuan digambarkan dalam bentuk kuantitas yang harus dicapai ketika program sudah selesai. Beberapa petunjuk yang perlu untuk menuliskan tujuan adalah sebagai berikut : a) Spesifik Tujuan harus bersifat spesifik, dan tidak mengambang. Spesifik memiliki makna bahwa target yang akan kita capai itu sudah menjurus atau fokus pada suatu topik. b) Measurable Tujuan yang akan dicapai harus dapat diukur melalui indikator tertentu. c) Achievable Tujuan yang telah ditetapkan harus dapat dicapai semaksimal mungkin. d) Realistis Tujuan yang diinginkan sifatnya realis, dan tidak muluk muluk. e) Time Bound Untuk mencapai tujuan tersebut haruslah dalam batas waktu tertentu. 5. MENYUSUN RENCANA STRATEJIK DAN OPERASIONAL Penyusunan rencana stratejik dan rencana operasional rumah sakit sebaiknya berdasarkan pada analisa SWOT dengan memperhitungkan faktor faktor eksternal dan internal rumah sakit tersebut. Kesenjangan nilai yang ditemukan berdasarkan analisa tersebut, digunakan untuk menyusun suatu
29
rencana aksi yang kegiatannya berfokus pada visi dan misi organisasi. Jenis pelatihan pada fase ini antara lain : a) Pelatihan / orientasi tentang mutu. b) Pelatihan pengkajian kebutuhan pelatihan ( TNA ). c) Pelatihan kepemimpinan mutu. B. FASE TRANSFORMASI Pada fase ini beberapa strategi yang disarankan adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan proses prioritas yang akan ditingkatkan dalam bentuk proyek percontohan. 2. Pembentukan kelompok kerja yang kompeten terhadap proses tersebut. 3. Identifikasi anggota untuk masing masing kelompok kerja. 4. Proses dalam kelompok kerja untuk melakukan perbaikan yang 5. 6. 7. 8.
berkesinambungan dengan siklus PDCA atau PDSA. Pelatihan penyusunan standar dan dokumentasi mutu. Pelatihan internal audit mutu and corective action. Pelatihan manajemen stratejik. Evaluasi. Jenis-jenisPelatihan dalam fase ini antara lain :
1. 2. 3. 4. 5.
Pelatihan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Tim building. Analisa tugas dan analisa jabatan. Supervisi. Management and statistic tools.
C. FASE INTEGRASI Pada fase ini strategi yang disarankan adalah : 1. Mengintegrasikan pelaksanaan CQI pada seluruh jajaran organisasi. 2. Membentuk dan mempertahankan komitmen terhadap mutu melalui 3. 4. 5. 6.
optimalisasi dan proses perbaikan yang berkesinambungan. Pelatihan pada seluruh karyawan. Penetapan indikator mutu. Pengembangan sistem surveilance dan evaluasi mutu yang tepat. Penerapan proses perbaikan mutu yang berkesinambungan pada semua unit dan lintas unit dengan membentuk kelompok kerja yang mandiri.
30
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis pelatihan pada fase ini antara lain : Pelatihan team based. Pelatihan GKM, PKM, BPI Asuhan keperawatan Standar pelayanan medis Manajemen review Penyusunan indikator Monitoring dan evaluasi
1. GUGUS KENDALI MUTU (GKM) Upaya untuk meningkatkan mutu dan produktivitas serta kinerja suatu satuan kerja baik dunia usaha maupun birokrasi perlu dilaksanakan terus menerus sedemikian sehingga dapat berfungsi dan mencapai tujuannya secara optimal. Sejak
dahulu,
terutama
di
Eropa
dan
Amerika
Serikat
dikembangkan konsep manajemen dan organisasi yang bertujuan meningkatkan kinerja organisasi. Antara lain dapat dikemukakan adalah konsep Max Weber tentang Birokrasi, Konsep Taylor tentang Manajemen ilmiah, Fayol dengan 14 prinsip-prinsip, serta konsep perilaku manusia yang mengutamakan motivasi dan pendekatan demokrasi. Konsep serta prinsip organisasi dan manajemen ini, telah mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi baik pada perusahaan, pemerintahan dan organisasi social. Total Quality Control (Pengendalian Mutu Terpadu) diprakarsai oleh Dr. J.M. Juran dan Dr. E.W. deming dan dikembangkan di Jepang oleh Kaoru Ishitawa dengan menerapkan Quality Control Circle (QCC) atau gugus Kendali Mutu (GKM). GKM adalah salah satu konsep baru untuk meningkatkan mutu dan produktivitas kerja industri/jasa. Terbukti
31
bahwa salah satu factor keberhasilan industrialisasi di Jepang adalah penerapan GKM secara efektif. Karena keberhasilan ini, sejumlah negara industri maju dan sedang berkembang termasuk Indonesia, menerapkan GKM diperusahaan-perusahaan industri guna meningkatkan mutu, produktivitas dan daya saing. GKM adalah sekelompok kecil karyawan yang terdiri dar 3 – 8 orang dari unit kerja yang sama, yang dengan sukarela secara berkala dan berkesinambungan mengadakan pertemuan untuk melakukan kegiatan pengendalian mutu di tempat kerjanya dengan menggunakan alat kendali mutu dan proses pemecahan masalah. GKM merupakan bagian integral dari PMT dalam suatu organisasi. Tujuan GKM ini adalah untuk mendayagunakan seluruh asset yang dimiliki perusahaan / instansi terutama sumber daya manusianya secara lebih baik, guna meningkatkan mutu dalam arti luas. Objek perbaikan (tema) GKM sangat luas meliputi bahan, proses, produk, lingkungan dan lain-lain. Tema perbaikan / objek dapat berasal dari anggota gugus, fasilitator, ketua GKM atau pimpinan perusahaan / organisasi. Maksud pelatihan GKM adalah untuk menghasilkan suatu konsep baru untuk meningkatkan mutu dan dan produktivitas kerja industri/jasa. Pengertian GKM di dalam perusahaan adalah sekelompok kecil karyawan yang terdiri 3 - 8 orang dari unit kerja yang sama dengan sukarela secara berkala dan berkesinambungan mengadakan pertemuan untuk melakukan alat kendali mutu dan proses pemecahan masalah. GKM ini adalah untuk
32
mendaya gunakan seluruh asset yang dimiliki perusahaan/instansi terutama sumber daya manusianya secara lebih baik, guna meningkatkan mutu dan produktivitas, nilai tambah serta meningkatkan keuntungan semua
pihak
termasuk
produsen,
karyawan,
konsumen
maupun
pemerintah. a) Tujuan GKM Tujuan GKM adalah untuk mendayagunakan seluruh aset yang dimiliki perusahaan/instansi terutama sumber daya manusianya secara lebih baik, guna meningkatkan mutu dalam arti luas. Tujuan penerapan GKM, antara lain untuk : 1. Peningkatan mutu dan peningkatan nilai tambah. 2. Peningkatan produktivitas sekaligus penurunan biaya. 3. Peningkatan kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai target. 4. Peningkatan moral kerja dengan mengubah tingkah laku. 5. Peningkatan hubungan yang secara antara atasan dan bawahan. 6. Peningkatan ketrampilan dan keselamatan kerja. 7. Peningkatan kepuasan kerja. 8. Pengembangan tim (Gugus Kendali Mutu).
33
BAB V STUDI KASUS Quality Assurance Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum” Akreditasi / ISO 9001:2008 di rumah sakit Salah satu bentuk pelaksanaan quality assurance rumah sakit adalah Akreditasi/ISO 9001:2008 di RS. Panti Wilasa “Citarum”. RS. Panti Wilasa "Citarum" saat ini telah memperoleh sertifikasi Akreditasi Tingkat Lanjut 12 bidang pelayanan dan terus dipersiapkan untuk Akreditasi Tingkat Lengkap 16 bidang pelayanan. RS. Panti Wilasa "Citarum" telah memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 untuk bidang layanan Farmasi, Radiologi dan Laboratorium terhitung mulai tanggal 18 Mei 2005. Dan mulai tanggal 18 Mei 2009, sertifikasi ISO 9001:2008 telah diperoleh oleh rumah sakit ini. Analisis : Berdasarkan sertifikasai yang telah diperoleh oleh RS. Panti Wilasa "Citarum" , dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan quality assurance di rumah sakit tersebut sudah cukup baik. Berikut adalah proses akreditasi yang dijalani rumah sakit untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2008
1. Akreditasi Rumah Sakit
34
Akreditasi Rumah Sakit yang dilakukan oleh RS. Panti Wilasa "Citarum" adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada rumah sakit karena telah memenuhi standar mutu yang ditentukan. Akreditasi pada dasarnya adalah proses menilai RS sejauh mana telah menerapkan standar. 2. Standar Mutu Standar akreditasi rumah sakit yang dilakukan terdiri dari elemen struktur, proses dan hasil (outcome). Struktur adalah fasilitas fisik, organisasi, sumber daya manusia, sistem daya keuangan, peralatan medis dan non-medis, AD/ART, kebijakan, SOP/Protap, program, dan sebagainya. Proses adalah semua pelaksanaan
operasional
dari
staf/unit/bagian
RS
kepada
pasien/keluarga/masyarakat pengguna jasa RS tersebut. Hasil (outcome) adalah perubahan status kesehatan pasien, perubahan pengetahuan/pemahaman serta perilaku yang mempengaruhi status kesehatannya di masa depan, dan kepuasan pasien. 3. Persiapan Akreditasi Persiapan Akreditasi yang dilakukan oleh rumah sakit dimulai dengan membentuk Pokja (Kelompok Kerja) untuk masing-masing bidang pelayanan, misalnya: Pokja Yan Gawat Darurat, Pokja Yan Medis, Pokja Keperawatan, dsb. Pokjapokja ini akan mempersiapkan berbagai standar untuk diterapkan unit/bagiannya, mendorong penerapannya dan kemudian melakukan penilaian, yang disebut sebagai self assessment.
35
Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen ini terdapat pada satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk 16 pelayanan. Judul buku adalah Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya berisi Pedoman Khusus/Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman ini tidak lain adalah instrumen yang digunakan untuk menilai atau ”mengukur” sejauh mana RS sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk masing-masing pelayanan berisi tujuh standar, terdapat parameter yang masing-masing jumlahnya berbedabeda, kemudian ada skor, dan keterangan DO (Definisi Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar Pokja mempelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan penilaian masing-masing pelayanannya. 4. Jenis Pelayanan yang Diakreditasi Jenis pelayanan yang diakreditasi di RS. Panti Wilasa "Citarum" adalah (beserta jumlah parameternya): Lima (5) Pelayanan: 1. Administrasi & Manajemen (24), 2. Pelayanan Medis (18), 3. Pelayanan Gawat Darurat (31), 4. Pelayanan Keperawatan (23), 5. Rekam Medis (16) Dengan Total = 112 Parameter.
36
Duabelas (12) Pelayanan (Lima Pelayanan tersebut diatas) di tambah : 1. Pelayanan Farmasi (16), 2. Keselamatan Kerja, Kebakaran Kewaspadaan bencana-K3- (27), 3. Pelayanan Radiologi (18), 4. Pelayanan Laboratorium (23), 5. Pelayanan Kamar Operasi (25), 6. Pelayanan Pengendalian Infeksi ( 17), 7. Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi (16), Total untuk 12 pelayanan =254 parameter. Enambelas (16) Pelayanan meliputi 12 pelayanan di atas ditambah : 1. Pelayananan Rehablitasi Medis (16), 2. Pelayanan Gizi (17), 3. Pelayanan Intensif (17), 4. Pelayanan Darah (15) Untuk 16 pelayanan total =319 parameter. Akreditasi pada sesuatu Rumah Sakit wajib dilakukan untuk lima pelayanan, disebut Akreditasi Tingkat Dasar yaitu pelayanan nomor 1 s/d 5. Tiga tahun
37
kemudian Rumah Sakit meningkatkan diri dan diakreditasi untuk 12 pelayanan, disebut Akreditasi Tingkat Lanjut (pelayanan nomor 1 s/d 12). Dan tiga tahun kemudian RS dapat diakreditasi untuk total 16 pelayanan (Akreditasi Tingkat Lengkap). Bila upaya penerapan standar, perbaikan elemen-elemen standar struktur, proses dan hasil sudah cukup baik, yaitu melalui Penilaian Self Assessment, misalnya nilai yang diperoleh sudah mencapai 80-85 %, maka sudah dapat mengajukan permohonan untuk disurvei oleh KARS. 5. Akreditasi/ISO 9001:2008
Penerapann Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001:2008 yang efektif. SMM ISO 9001:2008, didesain untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisian untuk memberikan pelayanan terbaik yang melampaui harapan pelanggan. Untuk memberikan kepuasan pelanggan-baik pelanggan internal maupun eksternal, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami persyaratannya. Oleh karenanya setiap orang harus tahu siapa pelanggannya dan apa persyaratannya. Persyaratan yang telah diketahui tersebut kemudian diupayakan agar dapat dipenuhi. Dalam penerapannya, ada dua hal harus mendapat perhatian, yaitu konsisten dan peningkatan berkelanjutan. Untuk menjamin penerapan system secara konsisten, maka proses pemenuhan persyaratan pelanggan diatur dalam system yang terdokumentasi, berupa Kebijakan Mutu, Sasaran Mutu, Pedoman Mutu, Prosedur Mutu dan lain-lain. Karen dokumen yang disusun akan menjadi pedoman kerja,
38
maka penyusunannya harus mengacu pada praktek terbaik, apa yang seharusnya dilakukan, meskipun kita tahu sekarang belum melakukannya. Ini akan jauh lebih bermanfaat ketimbang sekedar menuliskan kebiasaan yang sudah kita kerjakan, tanpa mau tahu apakah yang dikerjakan tersebut benar. Sesuatu yang sudah konsisten dijalankan kemudian menemukan metode yang lebih baik, lebih efektif tentunya juga harus disesuaikan, Karena acuan kita adalah praktek terbaik dan peningkatan berkelanjutan. Untuk menerapkan dengan baik, setiap pelaku proses pelayanan harus melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Membaca dan memahami dokumen yang terkait dengan proses yang dilakukan, mulai dari Kebijakan mutu samapi dengan petunjuk teknis pekerjaannya. Pastikan bahwa dokumen telah memuat informasi yang diperlukan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. 2. Periksa, apakah pelaksanaan proses sudah sesuai dengan dokumen yang disusun. Karena dokumen disusun mengacu pada praktek terbaik, bisa jadi pada awalnya kita harus menjalankan secara paksarela, sebelum sukarela. 3. Periksa, apakah tersedia bukti bahwa pelaksanaan proses sesuai dokumen. Kita tidak bisa menganggap yang penting pelayanan memuaskan pelanggan, catat-mencatat itu tidak penting. Hal ini terutama harus menjadi perhatian pada proses-proses penunjang, karena untuk proses utama –pelayanan kesehatan- secara natural pencatatan mutlak dilakukan. Tergelincir bukan karena batu besar.
39
4. Periksa apakah bukti tersebut mudah ditemukan ketika diperlukan. Dengan banyaknya catatan yang dimiliki, pengelolaannya harus dilakukan dengan baik. Sehingga setiap catatan harus dirawat, ditetapkan masa simpan, cara simpan, tempat simpan dan penanggungjawabnya. Penerapan SMM ISO 9001:2008 akan lebih terasa manfaatnya jika dapat ‘memaksa’ untuk melakukan peningkatan berkelanjutan. Oleh karenanya sarana yang disediakan untuk peningkatan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. 1. Kebijakan mutu dan sasaran mutu. Setiap level yang sesuai harus menetapkan sasaran mutu yang relevan dengan sasaran mtu rumah sakit, membuat rencana kerja sebagai upaya untuk mencapai sasaran mutu. Kemudian menganalisa, memeperbaiki pencpaiannya dan melaporkan kepada manajemen secara berkala. 2. Dengan kegiatan pencatatan, kita mempunyai banyak sekali data, kita apakan data tersebut. Data mengenai pelayanan, persediaan, kinerja pemasok, kepuasan pelanggan, keluhan pelanggan dan lain-lain tidak banyak manfaatnya jika tidak dianalisa, tidak memberikan informasi apapun untuk ditindaklanjuti. 3. Tindakan perbikan dan pencegahan harus menjadi budaya kerja, tidak boleh membiarkan penyimpangan sekecil apaupun terjadi begitu saja, tanpa membuat kita lebih mampu dalam mengantisipasinya. 4. Masih banyak lagi sarana yang disediakan, misalnya audit mutu internal dan tinjauan manajemen.
40
Jika hal-hal tersebut sudah kita lakukan dengan baik, manfaat penerapan ISO 9001:2008 akan dapat dirasakan dan mampu menghadapi proses audit dengan percaya diri. Auditor bukan polisi atau jaksa, tetapi seseorang yang meluangkan waktunya untuk membantu kita menerapkan system manajemen mutu dengan lebih baik.
SELASA, 29 MARET 2011 20:12 Dokter RSUD Mogok, Pasien Kecewa BATAM - Mogoknya tiga dokter spesialis Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Batuaji berpengaruh pada pelayanan masyarakat. Akibat Poli penyakit dalam di rumah sakit itu tutup banyak pasien merasa kecewa dan memilih pulang. Sementara di pelayanan Poli Pathologi dan Laboratorium yang dokter spesialisnya mogok tetap buka dan digantikan dengan dua dokter spesialis lain.
Pantuan Batamtimes, Selasa (29/3/2011), suasana pelayanan di poli pelayanan Penyakit Dalam di RSUD Batuaji yang bertuliskan nama Dokter Ganda Hidayat tampak tertutup rapat. Beberapa pasien wanita dewasa tampak antre di depan pintu pelayanan penyakit dalam itu. Namun mereka tak bisa berobat karena dokternya tak ada ditempat.
Petugas medis yang berjaga di dalam ruang poli beralasan dokternya sedang sakit. "Maaf Bu, dokter Gandanya lagi sakit, gak masuk," katanya dari balik loket antrean.
41
Jawaban tersebut membuat kecewa warga yang sudah antre sejak pagi. Mereka antre berjam-jam, tapi tak bisa dilayani karena dokternya tak ada. "Dari tadi pagi kami tunggu, dokter spesialis penyakit dalam tapi gak muncul-muncul dokternya," ungkap Sita.
Lama menunggu tanpa kepastian, pasien banyak pulang. Mereka berharap aktifitas di RSUD konsisten, terutama poli Penyakit Dalam segera beroperasi lagi.
Dihubungi terpisah, Direktur RSUD Batam, Asmodji mengaku operasional RSUD dalam melayani masyarakat sampai saat ini masih lancar dan tak ada hambatan.
"Tak ada itu yang namanya pasien terlantar karena menunggu kehadiran dokter spesialis. Memang sih, ada tiga dokter spesialis yang saat ini memilih keluar dari RSUD karena tiga bulan tunjangannya belum keluar juga. Tapi keluarnya tiga dokter spesialis itu masih ada lagi 17 dokter spesialis yang dapat menggantikan," ujar Asmoji.
Namun ia mengakui, pelayanan Poli Penyakit Dalam terkendala karena dokter spesialis penyakit dalam RSUD hanya satu. Dengan mogoknya satu dokter itu, otomatis Poli Penyakit Dalam tutup.
Untuk menutupi kekosongan Poli Penyakit Dalam, Asmodji akan mengganti pelayanan sementara dengan tenaga dokter umum. Namun kalau penyakitnya
42
sudah sangat spesifik mengenai penyakit dalam, Asmodji mengatakan, akan dikonsultasikan dan dirujuk kerumah sakit lain yang ada dokter spesialisnya. (Dedy)
Analisis : Dari studi kasus diatas dapat diketahui bahwa RSUD tersebut mengalami kendala pada poli penyakit dalam dan spesialis. Pada poli spesialis tidak dipasang papan pengumuman yang memberitahukan bahwa dokter yang bersangkutan sedang tidak dapat bertugas, sehingga pasien yang sudah lama mengantre merasa kecewa dan merugi sehingga mereka lebih memilih pulang. dan juga pada poli pathologi tanpa pemberitahuan sebelumnya tiba-tiba digantikan dokter spesialis yang lain. Seharusnya rumah sakit juga memberi pengumuman perihal penggantian dokter spesialis yang lain karena, sebagian pasien pasti memiliki preferensi dalam hal pemilihan dokter, dan bila ini tidak dipublikasikan, dikhawatirkan pasien yang sudah merasa cocok dengan dokter tertentu akan merasa sulit beradaptasi bila digantikan dokter yang lain. Dalam konsep quality assurance penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit dapat dilihat dari empat komponen yang mempengaruhi diantaranya Aspek Klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait
43
dengan teknis medis. Bila poin tersebut tidak terpenuhi, maka dapat dikatakan konsep quality assurance belum secara menyeluruh terdapat pada rumah sakit tersebut. Dokter atau teknis medis merupakan hal mendasar yang harus ada untuk memberikan pelayanan kesehatan secara teknis (medis/pengobatan). Bila terjadi masalah pada hal ini, akan berdampak pada tingkat kepuasan pelanggan dalam hal ini pasien/masyarakat. Salah satu dari delapan syarat pelayanan kesehatan yang optimal adalah ketersediaan (available). Sehingga menjadi poin penting berjalannya pelayanan kesehatan yang baik. Penerapan pengendalian mutu rumah sakit patut diterapkan dan dievaluasi lebih dalam pada rumah sakit tersebut agar tercapai kualitas yang maksimal sehingga terwujud kepuasan masyarakat terhadap kinerja serta kelancaran pelayanan kesehatan.
44
Higiene Sanitasi Makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta
45
46
Analisis : Dari empat komponen yang mempengaruhi konsep Quality Assurance, dalam kasus ini yang paling bisa diangkat mengenai keselamatan pasien. Keselamatan pasien seharusnya menjadi perhatian utama namun dalam artikel di atas menjelaskan bahwa kurang memperhatikan hiegine sanitasi alat persiapan dan pengelolaan serta pegawai yang terlibat kurang diperhatikan sehingga tejadi kontaminasi silang dari pegawai pada makanan yang dikonsumsi pasien. Bisa dilihat dari tidak semua pegawai menggunakan sarung tangan, penutup kepala, penutup muka dan bahkan dari rectal swab menunjukkan banyak pegawai yang terinfeksi bakteri E. Coli dan E. Aerogenase. Bila bakteri ini berpindah ke pasien memungkinkan terjadi komplikasi penyakit dengan diawali diare yang berkelanjutan menjadi penyakit yang lebih serius dan berbahaya dari sini keselamatan pasien akibat mengkonsumsi makanan jadi dipertaruhkan. Studi kasus di Rumah Sakit Haji Jakarta menunjukkan bahwa tindakan Quality Assurance / Pengendalian mutu rumah sakit serta higiene sanitasi makanan cukup baik, namun pada kondisi penyimpanan bahan makanan itu kurang baik. Mulai dari fasilitas tempat cuci tangan dan toilet tidak disediakan khusus di sub unit gizi. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya diadakan pengawasan kualitas lingkungan rumah sakit, pengendalian dampak resiko lingkungan rumah sakit, peningkatan pelayanan kesehatan rujukan, pembangunan sarana prasarana di sub unit gizi rumah sakit, serta penyediaan peralatan dan
47
perbekalan rumah sakit dalam upaya pengembangan kesehatan yang bersumber dari rumah sakit tersebut, gunanya untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat.
48
FENOMENA PONARI : MENGUAK REALITA KUALITAS DAN KUANTITAS DUNIA PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA Fenomena tentang dukun cilik yang bernama Muhammad Ponari. Bocah berumur sepuluh tahun tersebut menjadi serbuan oleh puluhan ribu warga yang ingin berobat ke Ponari. Dengan bermodalkan batu kuning yang didapat saat Ponari tersambar petir, dan setelah dilempar ternyata batu itu kembali lagi. Tanpa jampijampi atau obat yang macam-macam, pengobatan yang dilakukan Ponari hanyalah dengan menyelupkan batu ajaibnya itu ke dalam segelas air putih. Praktik Ponari yang telah memakan korban sempat ditutup selama beberapa hari. Bahkan dari pihak kepolisian dan Pemerintah Kabupaten Jombang melarang warga untuk kembali berobat karena masih ditutup. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan yang lebih buruk. Namun penutupan itu tidak membuat masyarakat menyerah untuk mendapat air celupan batu Ponari, mereka tetap bertahan di rumah Ponari dengan harapan praktik itu dibuka kembali. Bahkan masyarakat yang belum mendapat air dari Ponari rela mengambil air yang biasa digunakan Ponari mandi. Tidak hanya itu, tanah yang ada di sekitar rumahnya pun juga menjadi sasaran untuk diambil masyarakat. Tentu saja itu merupakan fenomena yang memprihatinkan. Yang menarik adalah pengobatan yang dilakukan oleh Ponari tidak dipungut biaya, sehingga mayoritas masyarakat miskin rela berdesak-desakan dengan ribuan orang demi mendapatkan kesembuhan. Inilah fenomena yang terjadi, namun yang akan kita bahas disini bukan kesaktian dari Ponari dan berapa jumlah pasien yang telah terobati, melainkan apa yang
49
menyebabkan banyak masyarakat datang ke Ponari dalam jumlah besar dengan berbagai penyakit. Hal ini seharusnya menjadi tamparan keras terhadap penyedia pelayanan kesehatan khusunya pemrintah. Dari fenomena dukun cilik tersebut, terungkap beberapa fakta dan realita wajah dunia kesahatan di negeri ini. Yang pertama adalah mahalnya untuk mendapat kesehatan. Seperti yang kita ketahui bahwa kesehatan rakyat merupakan salah satu tugas pokok pemerintah di suatu Negara. Belajar pada praktik Ponari, sebagian besar masyarakat yang datang adalah masyarakat kurang mampu atau miskin. Memang pemerintah telah mengeluarkan berbagai program untuk rakyat miskin, namun kenyataan yang ada masih berkata lain. Biaya kesehatan masih terlalu berat bagi rakyat miskin. Lalu ke manakah rakyat miskin harus berobat dengan layak? Tidak salah bila Ponari menjadi serbuan warga. Analisis : Bila kita melihat fenomena di atas, lebih merujuk pada kualitas organisasi kesehatan yang cenderung kurang memberikan kepuasaan pelanggan, dalam hal ini masyarakat. Terlebih mengarah pada masyarakat kelas bawah / miskin. Masyarakat miskin identik dengan persoalan biaya pengobatan. Baik di rumah sakit baik swasta maupun pemerintah, rakyat miskin harus berpikir ulang. Mulai biaya rawat inap, biaya obat, belum lagi jika dibutuhkan operasi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan patologi dan pemeriksaan yang menunjang lainnya. Untuk rumah sakit pemerintah sebagian telah memberi keringanan biaya, namun terkesan kurang menghargai pasien dan menangani
50
dengan seadanya. Sementara itu rumah sakit swasta dengan fasilitas yang lebih baik namun biaya masih mahal. Di sini penerapan kualitas dalam pelayanan organisasi kesehatan terhadap rakyat miskin masih minim. Mutu pelayanan rumah sakit dinilai kurang baik di mata masyarakat. Untuk mendapat fasilitas yang memadai dan pelayanan yang layak, uang adalah yang utama. Itulah kondisi di rumah sakit saat ini. Yang pertama dilakukan oleh pihak rumah sakit adalah menanyakan biaya pengobatan yang akan dilakukan terhadap pasien, apabila pasien sanggup untuk membayarnya maka pelayanan akan diberikan, jika tidak rakyat miskin harus meratapi nasibnya yang dilarang sehat. Sehingga yang dilakukan oleh rumah sakit bukan langkah terbaik yang harus diambil untuk mengobati pasien, namun langkah yang bergantung uang yang mampu dibayar. Dapat dikatakan bahwa program pengendalian mutu belum sepenuhnya diterapkan dengan baik di rumah sakit setempat. Padahal, seiring dengan perkembangan teknologi, di dunia kesehatan juga semakin dilengakapi dengan fasilitas yang canggih. Dan semakin lama pemerintah seharusnya juga menambah fasilitas tersebut sehingga fasiltas yang canggih bukanlah barang mewah dan bisa merata di seluruh pelosok rumah sakit. Namun ditengah kemajuan dan kecanggihan fasilitas medis lagi-lagi rakyat miskin harus bermimpi untuk merasakannya. Sebab kenyataan yang ada adalah semakin maju dan canggih fasilitas medis, semakin tinggi biayanya. Berikutnya yang ketiga, untuk mendapatkan surat keterangan miskin harus dengan proses yang berbeli-belit dan terkadang pungutan juga mengahadang. Seperti yang
51
kita ketahui pemerintah memberikan berbagai program untuk meringankan beban rakyat miskin, tentu dengan bukti surat keterangan miskin. Namun untuk mendapat surat keterangan itu saja juga masih ada kendala. Proses yang panjang dari ketua RT, ketua RW, kepala desa dan prosedur lainnya serta terlebih lagi berbagai pungutan yang ada di sana-sini. Tentu saja keadaan itu membuat masyarakat malas untuk mengurusi hal seperti ini. Sehingga tidak jarang diantara rakyat miskin harus menjual harta yang dimiliknya dan bahkan hutang ke berbagai pihak. Di samping bebas biaya, pemerintah juga diharapkan tidak setengah-setengah dalam melayani masyarakat, terlebih lagi masyarakat miskin. Semua pelaku di bidang kesehatan, mulai perawat, dokter dan lainnya harus selalu ramah tanpa membedakan pasien yang kaya atau miskin. Sehingga di samping memberikan pelayanan kesehatan, pelaku kesehatan juga bisa memberi sugesti kepada pasien agar bisa cepat sembuh. Masyarakat miskin juga punya hak untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang memuaskan. Peralatan-peralatan medis yang canggih juga bisa dirasakan oleh mereka sehingga kesehatan bisa diperoleh dengan pengobatan yang semakin baik. Dan kualitas pelayanan itu tidak lagi bergantung terhadap biaya yang dikeluarkan, namun pelayanan terbaik yang diberikan. Memang masalah kepercayaan atau pemahaman masyarakat terhadap hal yang gaib juga mempengaruhi, namun sikap masyarakat juga tidak terlepas dari ketidakpercayaan masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah. Sehingga mereka merasa enggan untuk berobat ke
52
puskesmas atau rumah sakit. Berkaitan dengan kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan di rumah sakit, baik secara teknis maupun prosedur. Untuk jangka panjang sudah seharusnya Departemen Kesehatan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan. Apabila terbukti pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan yang murah dan layak maka dengan sendirinya masyarakat akan percaya kepada penyedia pelayanan kesahatan, tidak mempertaruhkan nyawa untuk antri di praktik Ponari. Perbaikan mutu rumah sakit juga merupakan hal penting dalam perbaikan perspektif tentang kesehatan di masyarakat. Kepuasan pada kinerja organisai kesehatan khususnya rumah sakit, perlu diusahakan agar mencapai peningkatan. Diantaranya pengendalian mutu secara maksimal dan berkesinambungan dapat dijadikan salah satu cara. Di samping itu penyuluhan-penyuluhan akan pentingnya menjaga dan peduli akan kesehatan penting untuk diberikan masyarakat terutama masyarakat yang ada di pedesaan. Karena bagaimanapun juga mencegah lebih baik daripada mengobati, dan biaya pemerintah yang dikeluarkan untuk memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentu jauh lebih sedikit daripada harus mengobati.
53
Kasus Prita Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit, dr.Hengky Gosal SpPD dan dr.Grace Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita Demam berdarah, atau Tifus. Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus yang menyebabkan pembengkakan pada leher. Selama masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, disamping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis email tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis. Email tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik. Berikut kronologi lebih jelasnya: 1.
7 Agusutus 2008, PM memeriksa kesehatan bertempat di Rumah Sakit Omni Internasional Tengerang – Banten. PM mengeluhkan panas tinggi dan pusing kepala 54
2. 7 Agustus 2008, PM ditangani dr. Indah dan dr. Hengky 3. 7 Agustus 2008, PM didiagnosis menderita demam berdarah, dan disarankan rawat inap, sembari diberikan suntikan 4. 8 Agustus 2008, PM dikunjungi dr. Hengky dan memberikan kabar tentang perubahan thrombosit dari sebelumnya 27.000 menjadi 181.000. Sepanjang hari ini, PM dihujani suntikan, tanpa pemberitahuan jenis dan tujuan penyuntikan kepada pasien. 5. 8 Agustus 2008, mulai terliat kejanggalan pada badan PM yakni; tangan kiri membengkak, suhu badan naik hingga mencapai 39 derajat. Sampai sejauh ini, tidak ada dokter visit, termasuk dr. Hengky. 6. 9 Agusustus 2008, PM dikunjungi dr. Hengky dan meninginformasikan kepada pasien bahwa dirinya terkena virus udara. Sejauh ini, tindakan medis berupa suntikan terus dihujamkan ketubuh PM 7. 9 Agustus 2008, setelah Maghrib, PMdisuntik 2 ampul dan terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Saat yang sama hadir dokter jaga tanpa dr. Hengky. Saat yang sama tangan kanan PM pembengkakan. PM meminta infus dihentikan dan suntikan serta obat-obatan. 8. 10 Agustus 2008, keluarga PM meminta ketemu dr. Hengky dan meminta penjelasan tentang kondisi dan keadaan pasien termasuk penjelasan tentang revisi hasil lab. Saat yang sama, PM mengalami pembengkakan di leher kiri dan mata kiri. Respon dr. Henky lebih menyalahkan bagian lab 9. 11 Agustus 2008, PM masih panas tinggi mencapai 39 derajat. PM berniat pindah dan pada saat yang sama PM membutuhkan data medis. Setelah “perjuangan panjang” sampai ke tingkat manajemen RS Omni, data PM diprint out tanpa diserta data hc asil lab yang valid. 10. 12 Agustus 2008, PM pindah ke RS lain di Bintaro. Disini PM dimasukkan ruang isolasi oleh karena virus yang menimpa dirinya dapat menyebar. Menurut dokter, PM terserang virus yang biasa menyerang anak-anak. (disini
55
fakta PM terserang demam berdarah tidak terbukti, hanya saja PM telah terlanjur disuntik bertubi-tubi ditambah infus di RS Omni) 11. 12 Agustus 2008, keluarga PM meminta hasil resmi kepada RS. Omni tentang hasil lab yang semula 27.000 dan berubah menjadi 181.000 (Thrombosit rendah mengharuskan pasien rawat inap) 12. 15 Agustus 2008, PM menulis dan mengirimkan email pribadi kepada terdekat terkait keluhan pelayanan RS Omni internasional. Email ini kemudian beredar luas di dunia maya Agustus 2008, ada upaya mediasi antara PM dan RS Omni, hanya saja mengalami kebuntuan.
Analisis Kasus Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor penting dan fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholder, sebab dampak dari QA menentukan hidup matinya sebuah rumah sakit. Bagi Rumah Sakit, adanya QA yang baik membuat RS mampu bersaing dan tetap eksis di masyarakat. Bagi Pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati2 dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah, adanya QA dapat menjadikan standar dalam memutuskan kebenaran suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit. Kasus tersebut menunjukkan bahwa quality assurance yang terdapat di RS Omni Internasional tidak dilakukan dengan baik, sebab Prita sebagai pasien dan
56
keluarganya merasa kecewa dengan RS tersebut karena melakukan pelayanan yang kurang sehingga pasien merasa Rumah Sakit tersebut kurang memiliki mutu yang baik, walaupun nama RS tersebut mendompleng sebutan Internasional. Dalam konsep quality assurance penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit dapat dilihat dari empat komponen yang mempengaruhinya yaitu : 5. Aspek Klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis. Kasus Prita tersebut menunjukkan bahwa pelayanan dokter dan perawat sudah baik walaupun masih terdapat kesalahan diagnosis. 6. Efisiensi dan efektivitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan. Kasus Prita juga membuktikan Quality Assurance RS Omni Internasional masih kurang baik sebab terapi yang dilakukan kepada pasien berlebihan hingga menyebabkan kondisi pasien semakin parah. 7. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dll. 8. Kepuasan Pasien, yaitu yang berhubungan dengan kenyaman, keramahan, dan kecepatan pelayanan. Quality Assurance RS Omni Internasional masih kurang baik sebab untuk meminta hasil lab saja pasien membutuhkan perjuangan yang panjang sampai ke tingkat manajemen RS Omni, itupun data lab diprint out tanpa diserta data hasil lab yang valid. Kesimpulan analisis studi kasus ini, dilihat dari empat komponen yang mempengaruhi penilaian baik buruknya Quality Assurance diatas RS omni Internasional belum memiliki QA yang baik.
57
BAB VI PENUTUP
Kegiatan jaminan mutu merupakan suatu kegiatan yang integral yang harus tersirat dalamsetiap kegiatan pelayanan kesehatan. Mutu harus dilihat dari
58
berbagai dimensi, dan pemenuhan setiap dimensi mempunyai beberapa persyaratan tertentu. Untuk menghasilkan suatu pelayanan yang bermutu diperlukan waktu yang relatif panjang dan membutuhkan kerja sama yang baik dari pada semua unsur yang terlibat dalam rumah sakit. Beberapa prinsip dalam jaminan mutu yang harus diikuti adalah fokus pada pelanggan, pendekatan ilmiah, perbaikan yang berkesinambungan dan pemanfaatan tim dalam pengambilan keputusan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Sabarguna, Boy S. 2004. Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit. DIY: Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY http://jsofian.wordpress.com/2007/04/17/mengukur-kepuasan-pasien-rumah-sakit/ http://remelda.wordpress.com/2008/09/25/pelayanan-mutu-di-rumah-sakit/ http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=786&tbl=artikel http://www.lrckesehatan.net/pedoman/ped-diklatjamurs.htm
60