BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu sarana untuk melakukan upaya kesehatan yang sangat diperlukan masyarakat. Pelayanan rumah sakit termasuk pelayanan farmasi, merupakan
komponen penunjang medis. Pelayanan kefarmasian
akan berjalan baik bila didukung SDM yang berkualitas dan potensial. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit menyatakan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Depkes RI, 2009). Salah satu unit yang penting dalam kelengkapan sarana penunjang guna melayani kebutuhan obat-obatan di Rumah Sakit adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit I divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Mahfudz, 2009). Evaluasi suatu sistem informasi adalah suatu usaha nyata untuk mengetahui kondisi sebenarnya suatu penyelenggaraan sistem informasi. Dengan evaluasi tersebut, capaian kegiatan penyelenggaraan suatu sistem informasi dapat diketahui dan tindakan lebih lanjut dapat direncanakan untuk memperbaiki kinerja penerapannya. Secara umum sistem informasi meliputi tiga komponen dasar meliputi Proses Bisnis Organisasi (Bussiness Technology). Sehingga dalam suatu sistem informasi komponen Manusia, Organisasi dan Teknologi adalah komponen-komponen terpenting. Maka keberhasilan penerapan sistem informasi akan sangat ditentukan oleh korespondensi dimensi-dimensi pengukuran ketiga komponen tersebut (Yusof et al., 2008). Penelitian tentang sistem informasi pada umumnya ditujukan untuk mengevaluasi keberhasilan sistem informasi dalam suatu organisasi (Vaidya, 2007). Menurut Surachman (2008) dan Vaidya (2007) bahwa model dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi penerapan sistem informasi yang digunakan oleh sebuah organisasi atau instansi publik diantaranya End User Computing Satisfaction (EUCS) dikembangkan oleh Doll dan Torkzadel (1998), Task Technology Fit (TTF) dikembangkan oleh Goodhue dan Thompson (1995), Technology of Acceptance Model (TAM) dikembangkan oleh Davis (1989), IS Success Model dikembangkan oleh DeLone dan McLean
(1992, 2002, 2003, 2004), Human Organization Technology (HOT) Fit Model dikembangkan oleh Yusof et al. (2006). Dalam penelitian ini, dipillih HOT-Fit Model. Model evaluasi ini merupakan suatu kerangka baru yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi sistem informasi. Yang paling utama, model ini menempatkan komponen penting dalam sistem informasi yakni manusia (human), organisasi (organization) dan teknologi (technology) dan kesesuaian hubungan diantaranya sebagai faktor-faktor penentu terhadap keberhasilan penerapan suatu sistem informasi. Sebagai studi kasus utuk implementasi model evaluasi tersebut, dipilih Sistem Informasi ketersediaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kota Yogyakarta. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta berdiri sejak tanggal 1 Oktober 1987. Rumah sakit ini merupakan pengembangan dari Klinik Bersalin Tresnowati yang beralamat di Jalan Letkol Sugiono Yogyakarta. Rumah sakit ini mendapat penetapan dari pemerintah melalui SK Menkes RI No. 496/Menkes/SK/1994 dan dikukuhkan dengan Perda No.1 Tahun 1996 tentang pembentukan RSUD Kota Yogyakarta dan Perda No.2 Tahun 1996 mengenai Susunan organisasi dan tata kerja RSUD Kota Yogyakarta (Pemerintah Kota Yogyakarta, 2010). Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta ditetapkan menjadi BLUD (Badan Layanan Umum Daerah Penuh) tanggal 12 September 2007 dengan Keputusan Walikota Nomor 423/KEP/2007 tahun 2007. Diharapkan dengan
status BLUD ini, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta akan lebih fleksibel, efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta ditetapkan menjadi Rumah Sakit kelas B Non Pendidikan pada tanggal 28 November 2007 dengan Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1214/MENKES/SK/XI/2007. Dengan telah ditetapkannya Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta menjadi Rumah Sakit kelas B Non Pendidikan maka susunan dan tata kerja organisasi telah disempurnakan dengan peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, kedudukan dan Tugas Pokok Lembaga Teknis Daerah yang sudah sesuai Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007. RSUD Wirosaban Yogyakarta diubah namanya menjadi Rumah Sakit Jogja. Perubahan nama ini telah diputuskan oleh Walikota melalui Keputusan Wallikota (Kepwal) Yogyakarta Nomor 337/KEP/2010 (Pemerintah Kota Yogyakarta, 2010) Rumah sakit ini mempunyai visi menjadi pilihan utama dalam pelayanan perumahsakitan dan salah satu misinya yaitu mewujudkan pengembangan pelayanan perumahsakitan dengan standar profesi tertinggi. Dengan motto pelayanan dengan Senyum, Sapa, Sopan, Santun dan Sembuh (5S), rumah sakit ini bertekad untuk menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat Kota Yogyakarta dan sekitarnya yang membutuhkan layanan kesehatan.
B. Perumusan Masalah Tesis ini membahas penggunaan metode HOT Fit dalam mengevaluasi keberhasilan implementasi sistem informasi ketersediaan obat, dengan studi kasus di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kota Yogyakarta, yaitu dengan melihat kesesuaian antara human, organization dan technology.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keberhasilan implementasi sistem informasi ketersediaan obat, dengan studi kasus di instalasi farmasi Rumah Sakit Kota Yogyakarta, yaitu dengan melihat kesesuaian hubungan antara human, organization dan technology. 2. Tujuan Khusus Penelitian khusus ini yaitu: a. Diketahuinya faktor human dalam implementasi sistem informasi instalasi farmasi di RS Kota Yogyakarta. b. Diketahuinya faktor organisasi dalam implementasi sistem informasi instalasi farmasi di RS Kota Yogyakarta. c. Diketahuinya faktor teknologi dalam implementasi sistem informasi instalasi farmasi di RS Kota Yogyakarta. d. Diketahuinya net benefit dari implementasi sistem informasi instalasi farmasi di RS Kota Yogyakarta.
D. Manfaat Hasil Penelitian 1. Manfaat teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian tentang sistem informasi manajemen dalam studi ilmu farmasi. 2. Manfaat praktis a. Bagi pihak instalasi farmasi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak rumah
sakit
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang menyebabkan
kekurangan pada penerapan Sistem Informasi Ketersediaan Obat, sehingga dapat
dilakukan
tindakan
yang
tepat
untuk
memperbaiki
atau
menyempurnakan penerapan sistem informasi ketersediaan obat dari faktor-faktor yang dinilai masih kurang. Penyempurnaan sistem informasi ketersediaan obat diharapkan dapat meningkatkan dan menyempurnakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. b. Bagi pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Hasil penelitian juga bermanfaat untuk menggambarkan penerapan Sistem Informasi ketersediaan obat di Rumah Sakit Kota Yogyakarta dipandang dari sisi pengguna (Human), situasi organisasi rumah sakit (Organization) dan teknologi informasi termasuk sistem informasi yang digunakan (Technology) dalam konteks kecocokan antar ketiga komponen tersebut dengan Net Benefit.
E. Keaslian Penelitian Sejak awal dikenalkan penelitian HOT Fit oleh Yusof et al. (2006), banyak dilakukan pada evaluasi penerapan sistem informasi kesehatan seperti yang dilakukan Kristanto (2007) yang melakukan evaluasi penerapan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dengan mengukur manfaat yang didapatkan dari penerapan SIMRS dan untuk menemukan masalah-masalah potensial yang sedang dihadapi oleh pengguna dan organisasi. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Purba (2007) dan Riganta (2008) tentang evaluasi sistem informasi rumah sakit. Purba menggarisbawahi pentingnya “ease of use” dan “usefulness” sebagai indikator akseptansi dan kepuasan pengguna, sedangkan Riganta melakukan penelitian untuk mendeteksi penyebab kegagalan subsistem informasi penagihan rawat jalan dan rawat inap dengan cara membandingkan penerapan subsistem penagihan rawat jalan dan rawat inap yang tidak berjalan. Kemudian berkembang pada evaluasi penerapan sistem informasi di bidang yang lain, seperti yang dilakukan oleh Siak (2009), mengevaluasi tingkat keberhasilan penerapan sistem informasi perijinan di Dinas Perijinan Kabupaten Bantul, Yogyakarta dengan menggunakan metode HOT-Fit, yakni kesesuaian hubungan antara human, organization dan technology. Persamaan penelitian Siak (2009), Purba (2007) dan Riganta (2008) serta Yusof et al. (2006) terletak pada objek evaluasi yaitu sistem informasi manajemen di rumah sakit. Siak dan Yusof et al melakukan evaluasi SIM dengan model HOT-Fit. Perbedaaannya terletak pada lingkup penelitian yaitu
Yusof et al di lingkup rumah sakit dan Siak meneliti di Dinas Perijinan, sedangkan penelitian ini fokus pada SIM di instalasi farmasi rumah sakit di RSUD Kota Yogyakarta. Dari uraian di atas tentang penelitian yang dilakukan dengan metode HOT-Fit, peneliti melakukan penelitian dengan objek yang berbeda yaitu SIM di instalasi farmasi rumah sakit di RS Kota Yogyakarta.