BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan analgetika-antipiretika yang masih banyak digunakan, khususnya di Indonesia. Beberapa
nama dagang berikut
mengandung parasetamol seperti Panadol, Bodrex, Neozep, Tempra, dan sebagainya. Parasetamol di dalam tubuh mengalami metabolisme fase 1 menghasilkan metabolit reaktif dan toksik, N-asetil-p-benzoquinon-imina (NAPQI), yang selanjutnya pada metabolisme fase 2 akan berkonjugasi dengan glutation (GSH) menjadi turunan asam merkapturat sehingga dapat diekskresikan dari tubuh melalui urin. Pada pemakaian jangka lama (7-10 hari) atau pemakaian berlebih (10-15 g/hari dosis tunggal) atau pada pasien defisiensi GSH, parasetamol dapat menyebabkan efek samping kerusakan hati (hepatotoksis) yang irreversibel. Oleh karena itu label Peringatan Food and Drug Administration (FDA) USA tertulis: ”Warning: Do not give to children under three years of age or use for more than 10 days unless directed by a physician”(Peringatan: jangan diberikan pada anak berumur di bawah 3 tahun atau pemakaian lebih dari sepuluh hari, kecuali diperintahkan dokter !) (Gilman,1992). Berbagai penelitian dilakukan untuk meningkatkan efek analgetikaantipiretika parasetamol maupun menghilangkan efek sampingnya melalui modifikasi struktur molekul parasetamol. Senyawa yang pernah disintesis antara lain:
anisidin, fenaldin, fenasetin, laktil fenetidil, fenakol, kriolin, p-
asetoksiasetanilid, fenetsal, dan pertonal (Doerge, 1982; Siswandono dan
1
Soekardjo, 2000). Van de straat et al. (1986) juga telah mensintesis turunan parasetamol, 3-monoalkil dan 3,5-dialkil parasetamol, tetapi hingga sekarang belum dapat menjadi obat yang siap dipasarkan dan menggantikan parasetamol. Adnan et al., (1993) juga telah mensintesis 2,6-dimetil-4-hidroksi-asetanilid, tetapi hasilnya tidak lebih baik dibanding parasetamol. Efek samping hepatotoksis parasetamol terjadi karena metabolit NAPQI berikatan secara kovalen dengan makromolekul sel hepar yang bermuatan negatif, dan ikatan kovalen tersebut bersifat irreversible. Reaksi metabolisme fase 1 parasetamol dapat dijelaskan pada Gambar 1.1. Ronald Van de Straat (1987) juga mengemukakan bahwa terjadinya ikatan kovalen antara NAPQI dengan sel hepar adalah pada posisi meta dari gugus amida parasetamol. Kedua posisi meta pada parasetamol
mempunyai kerapatan elektron yang berbeda sebagaimana
ditegaskan oleh perhitungan dengan perangkat lunak HyperChem. HyperChem® ialah suatu program simulasi dan pemodelan molekular yang memungkinkan perhitungan kimiawi yang kompleks. HyperChem mencakup fungsi-fungsi berikut: membuat sketsa dwimatra (2D) molekul dari atom-atom penyusunnya, lalu mengubahnya menjadi model trimatra (3D) dengan HyperChem Model Builder, memilih residu-residu standar secara berurutan dari perpustakaan asam amino dan nukleotida HyperChem/Lite untuk membangun protein dan asam nukleat, membaca tipe atom dan koordinat molekular yang telah disimpan sebagai arsip HIN (masukan HyperChem yang dibuat sebelumnya) atau arsip ENT (mengambil dari sumber lain, yaitu Brookhaven Protein Data Bank (PDB) , menata kembali molekul, misalnya dengan memutar atau menggesernya,
2
O H
O
C
H
N
CH 3
O
C N
N
CH3
CH 3
Sit. P450.2E1 - H -H O
O
O
NAPQI ( N-Acety l-p-Quinone imine
H H
+
1e
parasetamol
H
GSH H
_ N
1e
O
O H
+
C N
+
O CH3
H
C N
CH 3
GS + H
CH 3
H SG
SG O
H O
Prot.SH
SG
Prot.S
OH
+ H
O
O H
H
C N
CH3
C N
CH 3
Prot.S + H H Peroksidasi Lipid (Keseimbangan Ca terganggu)
S-Prot
S-Prot O
OH
Kematian Sel
Gambar 1.1. Reaksi metabolisme fase 1 parasetamol (Doerge, 1982; Silverman, 1992)
mengubah kondisi tampilan, termasuk penampakan ruang, model molekul, dan label structural, merancang dan melakukan perhitungan kimiawi, termasuk
3
dinamika molecular. Tersedia berbagai metode mekanika molekular maupun mekanika kuantum (semiempiris atau ab initio). Perhitungan mekanika molekular menggunakan medan gaya MM+, AM-BER, BIO+, atau OPLS, sedangkan mekanika kuantum semiempiris meliputi extended Hückel, CNDO, INDO, MINDO3,
MNDO,
AM1,
PM3,
ZINDO/I,
dan
ZINDO/S
(https://www.google.com/search?q=Definisi+HyperChemandie=utf-8andoe=utf-8 diakses pada tanggal 13 Desember 2013). Berdasarkan perhitungan kimia komputasi dengan metode PM3, kerapatan elektron (density) pada posisi meta parasetamol adalah -0,158(C6) dan -0,107(C2). Kerapatan elektron tersebut merupakan hasil resultante antara induksi dan resonansi. Ikatan dengan sel protein terjadi pada posisi meta dengan kerapatan elektron yang lebih kecil yaitu pada C2 -0,107. Berkurangnya kerapatan elektron posisi meta pada NAPQI tersebut disebabkan oleh: (1) sifat electron withdrawing groups (EWG) dari N-Acetyl dan (2) elektronegativitas atom N dan O hidroksi lebih besar dibandingkan atom C (N = 3,0; O = 3,5; C = 2,5) (Mc Murry, 2008). Terjadinya ikatan GST dengan atom C2 parasetamol dapat diillustrasikan seperti Gambar 1.1. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka agar senyawa hasil modifikasi parasetamol tidak mempunyai efek samping hepatotoksis atau efek samping hepatotoksisnya berkurang, kerapatan elektron atom C meta pada senyawa hasil modifikasi tersebut harus lebih besar dibandingkan kerapatan elektron C meta pada parasetamol.
4
Pada Gambar 1.2.a. terlihat efek induksi elektronik kearah atom N dan O. Selain itu efek EWG dari gugus C=O N-asetil, membuat atom N bermuatan posi-
Gambar 1.2.a. Efek induksi atom N dan O, serta efek EWG dari gugus C=O pada cincin benzen parasetamol.
tif (N+). Kedua faktor tersebut menghasilkan atom C2 cincin benzen menjadi berkurang kerapatan elektronnya. Pada Gambar 1.2.b. terlihat efek resonansi dari gugus asetamida menghasilkan kerapatan elektron yang tinggi pada posisi ortho dan para atau dengan kata lain posisi meta mempunyai kerapatan elektron yang paling rendah 5
dibanding posisi ortho dan para. Posisi meta inilah yang akan berikatan secara kovalen dengan sel hepar yang bermuatan negatif (kerapatan elektron tinggi). Salah satu cara agar kerapatan elektron C meta naik adalah mengganti gugus CH3 pada parasetamol dengan gugus isoster (NH2) atau turunannya (p-aminofenol) sebagai gugus donating elektron. O
O
C
H
6
H
2
H
H
H
6
H
2
OH
O
H
6
2 OH
H
CH3
N
CH 3
H
C
H
C N
H
H
OH
O H
CH3
N
H
H
C
H
CH3
N
H
H
H
6
2
H
OH
Gambar 1.2.b. Efek resonansi atom N pada cincin benzen parasetamol.
Senyawa HP2009 didesain dengan mengganti gugus CH3 pada parasetamol dengan
p- hidroksianilinium menjadi senyawa 1,3-bis-(p-hidroksifenil)urea.
Adanya gugus simetris dikanan kiri karbonil (p- hidroksianilinium) akan dapat mengurangi penarikan elektron pada inti benzen karena terjadinya kompetisi
6
penarikan elektron oleh gugus p- hidroksianilinium. Hal ini akan menjadikan C meta cincin benzen HP2009, relatif lebih negatif dibanding C meta pada parasetamol, sehingga afinitas terhadap GSH dan sel hepar menjadi lebih kecil yang akan berakibat pengurangan efek hepatotoksis (Gambar. 1.4). Perhitungan kimia komputasi terhadap HP2009 menunjukkan bahwa, kerapatan elektron pada posisi meta -0.110 (C2) dan -0,173 (C6). Ikatan dengan sel hepar terjadi pada atom C2 yang mempunyai kerapatan elektron -0,110. Jika dibandingkan dengan parasetamol (Gambar 1.2.), maka kerapatan elektron pada atom ini lebih tinggi, sehingga diprediksi senyawa HP2009 afinitasnya terhadap GSH maupun protein sel hepar menjadi lebih lebih kecil, sehingga kemungkinan terjadinya hepatotoksis juga berkurang. Gambar 1.4 menunjukkan kompetisi EWG pada molekul HP2009.
Gambar 1.3. Struktur desain HP2009
Adanya pengulangan gugus p-hidroksianilinium pada HP2009 diprediksi dapat meningkatkan efek analgetik senyawa HP2009. Dengan demikian perlu disintesis senyawa HP2009 agar dapat dibuktikan prediksi tersebut. Senyawa MH2011 didesain dengan mengganti gugus CH3 pada parasetamol dengan 4-hidroksinaftalen-1 aminide menjadi 1-(p-hidroksinaftalen1-il)-3-(p-hidroksifenil)urea atau MH2011 (Gambar1.5).
7
O
O H
C
H
OH
N
N
2 2'
6
H
C
H
N
N
6'
2 2'
6
OH
6' OH
OH
C2 = C2 = -0,110(HyperChem) C6 = C6 = -0,173(HyperChem) = arah induksi elektronik
G-SH kearah C2
O H
C
H
N
N
2 2'
6
6'
S-G OH
OH
Gambar 1.4. Kompetisi EWG pada molekul HP2009.
Perhitungan kimia komputasi (HyperChem 7.5, metode PM3) menunjukkan kerapatan elektron pada posisi meta senyawa MH2011 adalah - 0.131(C2) dan 0,183 (C6). Hal ini menunjukkan terjadi pengurangan sifat elektrofil pada atom C2 posisi meta . Pengurangan sifat elektrofil atom C meta tersebut diprediksi dapat mengurangi afinitas terhadap molekul GSH dan sel hepar yang akan berakibat pengurangan efek hepatotoksis.
8
Gambar 1.5. Struktur desain MH2011
-0,183 6 2'
2 -0,131
-0,205
Gambar 1.6. Kerapatan elektron atom C ortho pada MH2011
Selama lebih dari tiga dekade, parasetamol telah diklaim bebas dari penghambatan
signifikan
prostanoids
perifer.
Kis
et
al.
(2005)
dan
Chandrasekaran et al. (2002) menyatakan bahwa parasetamol bekerja dengan menginhibisi COX-3, suatu varian COX-1. Sementara itu, upaya untuk menjelaskan mekanisme pada penghambatan suatu siklooksigenase pusat COX-3 telah ditolak. Baru pada tahun 2008 Hinz et al. menemukan bahwa berdasarkan penelitiannya secara in vivo pada manusia terbukti parasetamol bekerja secara selektif melalui inhibisi COX-2 (Hinz et al., 2008). Studi mekanisme aksi melalui pendekatan molecular docking telah dilakukan oleh Qureshi et al. pada tahun 2011 yang menjelaskan bahwa interaksi parasetamol dengan COX-2 mempunyai energi terendah (E= -165,9) dibanding interaksinya dengan COX-1 dengan E = 160,9 maupun interaksinya dengan COX-3 dengan E = - 149 (Qureshi et al., 2011).
9
A.1. Perumusan Masalah 1. Bagaimana cara mendesain HP2009 dan MH2011 yang diprediksi mempunyai kasiat analgetika lebih poten namun aman (kurang hepatotoksis)? Apakah hal tersebut dapat didesain melalui pendekatan HyperChem ? 2. Bagaimanakah molekul HP2009 dan MH2011 disintesis dalam Laboratorium? Dapatkah rendement hasil sintesis
HP2009 dan MH2011
dioptimalkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sintesis? 3. Dapatkah Uji in silico (Molecular Docking PLANTS) menjelaskan tentang perbedaan efek analgetika dan hepatotoksis parasetamol, HP2009 dan MH2011?
A.2. Keaslian Penelitian Sampai saat ini parasetamol masih merupakan obat yang populer. Penelitian pengembangan parasetamol kebanyakan mensubstitusi pada inti benzen dan berdasarkan trial and error. Penelitian ini berfokus pada cara mendesain analog parasetamol yang lebih poten dan lebih aman dibandingkan parasetamol menggunakan kimia komputasi dengan perangkat lunak HyperChem menggunakan metode PM3.
A.3. Urgensi Penelitian 1) Menemukan cara mendesaian HP2009 dan MH2011 menggunakan Kimia Komputasi HyperChem.
10
2) Mensintesis senyawa baru yang berpotensi sebagai analgetika yang lebih poten dan lebih aman dibandingkan parasetamol. 3) Menganalisis aktivitas analgetika dan hepatotoksis parasetamol , HP2009 dan H2011 (data uji in vivo, data sekunder) menggunakan molecular docking PLANTS. 4) Menambah informasi di bidang pengembangan analgetika khususnya modifikasi parasetamol menjadi senyawa yang lebih poten dan lebih aman.
B. Tujuan Penelitian B.1. Tujuan Umum Mendapatkan dua molekul (kode HP2009 dan MH2011) analog parasetamol dengan kerapatan elektron lebih tinggi pada karbon yg terletak meta terhadap karbon pengikat amida. B.2. Tujuan Khusus 1) Mendesain HP2009 dan MH2011 sebagai analgetika yang lebih poten dan kurang hepatotoksis dibanding parasetamol. 2) Mensintesis HP2009 dan MH2011. Mengoptimasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses sintesis untuk menghasilkan rendement HP2009 dan MH2011 yang terbanyak. 3) Melakukan uji in silico menggunakan Molecular docking PLANTS untuk menjelaskan perbedaan efek analgetika dan hepatotoksis senyawa HP2009 dan MH2011 dibandingkan dengan parasetamol.
11