BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang penting dalam kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food) adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima (street food vendors) di pinggiran jalan, stasiun, terminal atau di tempattempat umum lainnya (Depkes RI, 2003). Berbagai pola penyiapan makanan jajanan yang dijual oleh pedagang antara lain: 65% tanpa pemrosesan, 97% pangan siap saji dan 82% pangan jajanan diproses di lokasi penjualan (WHO, 1996). Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat semakin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Beberapa keunggulan dari makanan jajanan adalah murah, mudah didapat serta kandungan zat gizi yang dimilikinya merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Meskipun demikian, jika tidak kelola dengan baik makanan jajanan memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap masalah kesehatan masyarakat yaitu dapat menyebabkan foodborne disease. Foodborne disease disebabkan oleh agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi mikroorganisme. Kejadian luar biasa (KLB) penyakit yang disebabkan oleh makanan misalnya KLB infeksi bakteri patogen banyak terjadi di beberapa negara. Di Indonesia terjadi 128 KLB keracunan pangan sepanjang tahun 2011 di 25 provinsi. Kasus keracunan pangan
1
2
yang dilaporkan sebanyak 6.901 orang sakit dan 11 orang meninggal dunia. Dari kasus ini penyebab keracunan pangan berasal dari masakan rumah tangga (45,32%), jasa boga (23,44%), pangan olahan (12,504%), pangan jajanan (12,50%) dan lain-lain (6,25%). Penyebab KLB keracunan pangan tahun 2011 sebanyak 35(28,69%) kejadian disebabkan oleh mikroba, 19 (14,84%) kejadian disebabkan oleh bahan kimia, dan 71 (55,47%) kejadian tidak diketahui penyebabnya (BPOM RI, 2013) Salah satu bakteri patogen penyebab penyakit bawaan makanan adalah coliform. Coliform dapat dibedakan atas 2 grup yaitu : (1) coliform fecal, misalnya E.coli, dan (2) coliform non-fecal, misalnya Enterobacter aerogenes (Fardiaz, 1993). Coliform memiliki arti penting secara medis, karena sebagian genera bersifat patogen pada saluran usus manusia seperti Samonella, Shigella dan Yersinia. Coliform patogenik dapat menimbulkan problem serius pada berbagai kasus kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan penyakit diare (Todar, 2008). Kasus cemaran coliform pada makanan masih sering ditemukan. Suryanto (2001) menyimpulkan bahwa masih terdapat kontaminasi coliform dan Escherichia coli pada minuman susu segar dijual oleh pedagang kaki lima di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal yang sama yang disimpulkan oleh Titaley (2004) yaitu masih terdapat total coliform yang dijual di supermarket dan susu pasteurisasi kemasan yang dijual keliling. (Balia et al., 2011) mengemukakan bahwa jumlah coliform pada minuman susu segar dan susu pasteurisasi melebihi batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI tahun 2000.
3
Hal ini menunjukkan bahwa resiko terkontaminasinya bahan makanan berupa susu dan produk susu yang dijual oleh pedagang masih sangat tinggi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kontaminasi bakteri pada makanan jajanan antara lain metode pengolahan selama proses persiapan, pengetahuan pedagang masih rendah termasuk perilaku sehat, kebersihan badan pedagang, kebersihan alat, higiene dan sanitasi makanan yang buruk (Sartika et al, 2005; Lues et al., 2006; Lucca et al., 2006; Sussana dan Budi, 2003). Salah satu jenis jajanan yang dijual oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah minuman Susu Telur Madu Jahe (STMJ). STMJ merupakan minuman tradisional yang terdiri dari campuran susu murni (segar), telur ayam mentah, madu dan jahe. Kandungan bahan yang terdapat pada minuman ini dipercayai dapat menyembuhkan penyakit sehingga minuman ini menjadi pilihan oleh masyarakat untuk dikonsumsi dibandingkan mengkonsumsi obat-obatan. Namun demikian minuman ini juga dapat menyebabkan penyakit jika tidak dikelola dengan baik karena beberapa bahan penyusunnya merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri karena mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh bakteri dalam pertumbuhan seperti yang terkandung dalam susu dan telur. Umumya minuman ini dapat ditemukan di toko jamu dan warung-warung pedagang kaki lima yang tidak didukung dengan fasilitas higiene dan sanitasi. Hal ini memungkinkan minuman ini beresiko tercemar oleh bakteri patogen. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini dilakukan untuk melihat tingkat cemaran coliform pada minuman STMJ.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar tingkat cemaran coliform pada minuman STMJ yang dijual di warung kaki lima? 2. Bagaimana higiene pedagang minuman STMJ? 3. Bagaimana sanitasi warung kaki lima minuman STMJ? 4. Apakah ada hubungan antara tingkat cemaran coliform dengan higiene pedagang dan sanitasi warung kaki lima minuman STMJ di Kecamatan Depok?
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran coliform, higiene pedagang serta sanitasi warung PKL minuman STMJ. Tujuan Khusus 1. Mengetahui tingkat cemaran coliform minuman STMJ yang dijual di warung kaki lima di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman, 2. Mengetahui higiene pedagang minuman STMJ di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman, 3. Mengetahui sanitasi warung kaki lima minuman STJM di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman,
5
4. Mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat cemaran coliform dengan higiene pedagang serta sanitasi warung kaki lima minuman STMJ di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman.
D.Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman penelitian. Selain itu penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan peneliti tentang produk minuman susu telur madu jahe (STMJ) serta sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang didapat selama masa penelitian. 2. Bagi Pedagang Kaki Lima Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pedagang minuman susu telur madu jahe (STMJ) tetang batas cemaran coliform yang memenuhi standar pada minuman susu telur madu jahe (STMJ) serta memberikan pengetahuan kepada pedagang tentang higiene dan sanitasi pada saat berjualan sehingga meminimalkan terjadi kontaminasi bakteri. 3. Bagi Institusi Pemerintah Hasil penelitian ini dapat manjadi bahan masukan untuk pembinaan bagi PKL tentang higiene pedagang yang baik dan pengawasan sanitasi linkungan warung PKL.
6
E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Budiarso (2001) tetang ” Prevalensi Coliform dan Escherichi coli O157 Dalam Susu Segar Pada Kelompok Peternak di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini mengkaji keberadaan bakteri dari susu segar yang diambil dari kelompok peternak susu serta mengetahui distribusi populasi coliform yang mencemari susu di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini bersifat eksploratif untuk mendeteksi keberadaan bakteri coliform dan Escherichia coli O157 pada susu segar. Hasil dari penelitian ini adalah distribusi populasi bakteri coliform sebasar 56,9% didominasi oleh kelompok koloni merah yang terdiri dari Enterobacter (23,9%), Citrobacter (20,5%), dan Klebsiella (3,4 %). Kelompok koloni biru gelap dan biru terang masing-masing didominasi oleh E. coli (7,4%) dan Salmonella (1,7%). Perbedaan dengan penelitian ini pada variabel dan subyek penelitian. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Suryanto (2001) tentang “ Tingkat Cemaran Bakteri Coliform Pada Minuman Susu Segar Yang Dijual Pedagang Kaki Lima di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri coliform dan mendeteksi keberadaan Escherichia coli pada susu segar yang dijual oleh pedagang kaki lima di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa masih terdapat kotaminasi bakteri Coliform dan Escherichia coli pada minuman susu segar di jual oleh pedagang kaki lima di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel dan lokasi penelitian.
7
3. Penelitian yang dilakukan oleh Titaley (2004) mengenai “Deteksi Cemaran Coliform Pada Susu Pasteurisasi”. Penelitian ini untuk mendeteksi cemaran bakteri coliform pada susu pasteurisasi melalui isolasi dan identifikasi bakteri dari produk susu pasteurisasi yang dijual di supermarket dan susu pasteurisasi kemasan yang dijual keliling. Hasil dari penelitian ini yaitu masih terdapat total bakteri coliform yang dijual di supermarket dan susu pasteurisasi kemasan yang dijual keliling. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Balia et al., (2011) mengenai “Jumlah Bakteri Total dan Coliform Pada Susu Segar Peternakan Sapi Perah Rakyat dan Susu Pasteurisasi Tanpa Kemasan di Pedagang Kaki Lima”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah bakteri total dan bakteri coliform yang terdapat pada susu segar peternakan sapi perah rakyat dan susu pasteurisasi tanpa kemasan di pedagang kaki lima dibandingkan dengan batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI tahun 2000. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode survey dan analisis penelitian secara deskriptif. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel dan tempat penelitian. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Syaifulina (2007) ”Tinjauan Higiene Sanitasi Makanan Pada Tahap Pengolahan Dan Penyajian Di Warung Tenda Sepanjang Jalan Kaliurang”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran higiene tenaga penjamah makanan serta gambaran sanitasi makanan pada tahap pengolahan di warung tenda yang terdapat di sepanjang Jalan Kaliurang. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan
8
rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di sepanjang Jalan Kaliurang Km 4 sampai Km 5,6 dimana pengambilan sampel dengan cara Proportionate Stratified Random Sampling. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel, cara pengambilan sampel dan lokasi penelitian.