BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penuaan adalah proses penurunan secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Penuaan merupakan proses yang berjalan terus menerus dan berlanjut secara alamiah, dimulai sejak lahir dan dialami oleh semua makhluk hidup. Lanjut usia merupakan suatu proses kelanjutan kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Lanjut usia merupakan tahap siklus hidup manusia dan tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Usia dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis dihitung berdasar kalender. Usia biologis merupakan usia sebenarnya, berdasarkan diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia jika mencapai usia 65 tahun ke atas. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2011) batasan lanjut usia ialah usia pertengahan (45-59 tahun), lanjut usia (60-74 tahun), lanjut usia tua (75-90 tahun), dan usia sangat tua (di atas 90 tahun). Menurut Undang-undang nomor 13 Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, pengertian lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia, karena mempunyai jumlah penduduk usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18% (Efendi dan Makhfudli, 2009). Di Indonesia, terdapat 11 provinsi dengan jumlah penduduk lanjut usia lebih dari 7%, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2007, provinsi dengan persentase lanjut usia tertinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (14,04%), Jawa Tengah (11,16%), Jawa Timur (11,14%), dan Bali (11,02%) (BPS, 2007). Proses menua terjadi pula pada jaringan rongga mulut. Sesuai dengan meningkatnya usia seseorang maka meningkat juga risiko terjadinya penyakit. Perubahan yang menyertai lanjut usia tidak hanya menyangkut perubahan pada jaringan dan organ tubuh, tetapi juga menyangkut perubahan di rongga mulut dan perubahan kecakapan gerak dan mental. Seiring dengan bertambahnya usia, banyak penyakit sistemik yang meningkat frekuensinya seperti hipertensi, arteriosclerosis, osteoporosis, diabetes mellitus (DM), dan artritis reumatoid (Barnes dan Walls, 1994; Franks dan Hedegard, 1973). Penyandang DM semakin meningkat jumlahnya di dunia sehingga WHO mengumumkan bahwa penyakit ini merupakan suatu epidemik. Perkiraan kasus DM ini telah meningkat dari 30 juta pada tahun 1985 menjadi 130 juta pada tahun 1995 dan akan terus meningkat menjadi 366 juta hingga tahun 2030 (Smyth dan Heron, 2006). Prevalensi penyakit DM di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 0,7% (Riskesdas, 2007).
Diabetes mellitus dapat mengenai individu dalam berbagai lapisan umur dan sosial ekonomi. Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolisme yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia kronis serta gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein akibat dari abnormalitas sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya (Mahima dkk., 2010). Diabetes mellitus ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah dan adanya gula dalam urin (Lely dan Indirawati, 2004; Lamster dkk., 2008). Kriteria diagnostik DM ditetapkan apabila kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL atau nilai glycosylated hemoglobin (HbA1c) di bawah 7% (nilai normal antara 4-6%) (Ship, 2003). Pemeriksaan kadar HbA1c memberikan informasi tentang kontrol glikemik dan sebagai penanda paparan kumulatif kadar gula darah berlebih selama periode 2-3 bulan. Sebagian besar DM adalah tipe 2 , dan umumnya mengenai lebih dari 90% pada usia 40 tahun ke atas (Lely dan Indirawati, 2004; Rubenstein dkk., 2003). Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang biasa ditemukan pada populasi geriatri (Grisius dan Fox, 2003). Prevalensi DM pada lanjut usia cenderung meningkat dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat multifaktorial (Martono dkk., 2007), dan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa (Gustaviani, 2006). Beberapa kelainan metabolik dan komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi adalah renal hypertension, neuropati, dan penyakit oftalmik. Pasien dengan DM yang tidak terkontrol sering dilaporkan menderita mulut kering yang diyakini disebabkan karena poliuria dan hidrasi yang buruk dan
mempunyai curah saliva yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien DM terkontrol (Grisius dan Fox, 2003). Saliva berperan penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut. Penurunan laju curah saliva yang mengarah pada keluhan mulut kering merupakan hal yang biasa terjadi pada lanjut usia. Fungsi saliva yang menurun berkaitan dengan usia dan sebagian besar hal ini disebabkan penyakit sistemik, obatobatan, dan terapi kepala dan leher (Gupta dkk., 2006; Al-Maskari dkk., 2011). Etiologi dari disfungsi saliva diabetik belum diketahui secara pasti tetapi beberapa ahli menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan karena kontrol glikemik yang buruk sehingga secara langsung mempengaruhi metabolisme kelenjar saliva dan adanya disfungsi sistem saraf autonom (Grisius dan Fox, 2003).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu apakah terdapat perbedaan curah saliva pada lanjut usia penyandang DM tipe 2 dan bukan penyandang DM?
C. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan penulis sejauh ini penelitian mengenai perbedaan curah saliva pada lanjut usia penyandang DM tipe 2 dan bukan penyandang DM belum pernah dilaporkan. Namun penelitian sejenis atau yang berhubungan pernah dilakukan oleh Faleh A. Sawair, dkk (2009) yang melakukan penelitian tentang curah saliva tanpa stimulasi pada populasi dewasa sehat di Yordania. Penelitian tentang curah saliva pada
penyandang DM pernah dilakukan oleh Ana Carolina U. Vasconcelos, dkk (2010). Penelitian tersebut bertujuan untuk membandingkan konsentrasi saliva dan glukosa darah pada pasien DM tipe 2 .
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan curah saliva pada lanjut usia penyandang DM tipe 2 dan bukan penyandang DM.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan curah saliva pada lanjut usia penyandang DM tipe 2 dan bukan penyandang DM pada praktisi kesehatan. 2. Sebagai acuan penelitian lebih lanjut.