BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.Tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan ketidakpuasan lebih lanjut.Salah satu yang menyebabkan kerawanan politik ialah terlalu besarnya jumlah partai yang kenyataan bahwa tidak satupun di antara partai-partai tersebut mempunyai mayoritas yang cukup besar untuk memegang pemerintahan sendiri.Akibatnya, setiap kabinet terpaksa bersandar pada koalisi yang menghimpun berbagai partai dan ini menyebabkan terbentuknya pemerintahan yang lemah dan tidak berlangsung lama (Feith, 1962). Pertentangan di antara partai politik pada akhirnya membuat Soekarno mengambil tindakan untuk menanggulangi suasana anarkis yang menimpa integrasi nasional. Harapan tinggi yang diletakkan pada wakil rakyat hasil pemilihan umum ternyata tidak menjadi kenyataan hanya menjadi impian. Hilangnya beberapa partai politik setelah pemilihan umum ternyata tidak mengurangi konflik yang ada (Karim, 1983). Atas dasar dan keyakinan bahwa di dalam konstituante terdapat banyak pertentangan pendapat, dan jika dibiarkan terlalu lama akan menjadi sulit dan tidak bermanfaat bagi masyarakat. Berhubung dengan alasan-alasan tersebut pemerintah menganjurkan kepada konstituante untuk kembali ke UUD 1945. Oleh karena usaha memberlakukan kembali UUD 1945 melalui konstituante tidak mungkin, untuk menghadapi jalan buntu ini presiden atas desakan Angkatan Darat mendekritkan berlakunya UUD 1945. Sidang Dewan Nasional 1958, melibatkan tokoh Angkatan Darat Nasution. Ia berpandangan bahwa UUD 1945 menjadi kerangka bangunan yang dianggap cocok bagi Demokrasi Terpimpin. Ketika konstituante menolak usul usul Presiden Soekarno, Nasution kemudian melarang lembaga tersebut meneruskan sidangnya, dan menganjurkan Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD 1945 (Mar’iyah, 1988). Kesempatan tersebut bagi Soekarno dimanfaatkan untuk menghantam saingan politiknya yaitu Masyumi dan PSI. Dengan segala kemampuan retoriknya Soekarno memberlakukan kembali UUD 1945 tanggal 5 Juli 1959 dan membubarkan majelis konstituante dengan pertimbangan bahwa badan ini menolak untuk bersidang kembali. Di dalam tatanan politik baru ini Nasution telah berhasil menempatkan wakil-wakil Angkatan Darat dalam pemerintahan, badan legislatif dan dalam hampir semua
badan negara. Dengan demikian Angkatan Darat telah menempatkan posisinya yang kuat dalam panggung politik. Dalam proses yang terjadi, Soekarno menempatkan dirinya sebagai pengambil inisiatif. Soekarno sebagai Kepala Negara yang konstitusional berdasarkan UUDS 1950, ia tidak berhak memberlakukan suatu undang-undang dasar. Menurut pandangan Hatta, demokrasi terpimpin sebagai suatu bentuk diktatorisme yang didukung oleh kekuatan politik-politik tertentu. Tetapi Hatta memperingatkan bahwa tindakan-tindakan yang diambil Soekarno tidak akan menghapuskan demokrasi untuk selama-lamanya, sebab nilai-nilai demokrasi sudah cukup mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hatta dengan tegas mengecam bahwa sistem demokrasi terpimpin hanya dapat hidup selama Soekarno sanggup menopang sistem itu (Mohammmad Hatta, 1996). Soekarno menyarankan untuk membentuk kabinet Gotong-Royong
yang mewakili
semua partai yang mengikutsertakan PKI dalam Pemerintahan. Menurut Soekarno partai ini adalah suatu bagian yang sah dari revolusi dan seharusnya diberi kesempatan untuk turut serta dalam membentuk suatu kesepakatan nasional. Kemudian oleh Soekarno keikutsertaan PKI dalam pemerintahan sebagai Kabinet Empat Kaki yang terdiri PNI, Masyumi, NU dan PKI. Dalam pembentukan DPRGR ini tanpa adanya pemilu. Keinginannya membentuk DPRGR mendapat reaksi pro dan kontra dari masyarakat. Pihak yang setuju berasal dari pendukung Demokrasi Terpimpin. Reaksi paling keras berasal dari beberapa tokoh partai yang masih mempertahankan demokrasi. DPRGR juga berbeda dengan badan-badan legislatif sebelumnya. DPRGR berada dalam situasi di mana peranan eksekutif sangat kuat, sehingga ditonjolkan dari DPRGR adalah peranannya sebagai pembantu pemerintahan. Perubahan fungsi ini tercermin pula dalam peraturan tata tertib DPRGR yang tidak menyebut hak kontrol yang seharusnya dimiliki oleh lembaga legislatif seperti interpretasi, angket, dan budget (Peraturan Presiden, 1960). Dengan dihapuskannya hak-hak tersebut maka praktis DPR kehilangan hak untuk mengawasi eksekutif. Keinginan Soekarno memasukkan PKI dalam parlemen ternyata menghadapi tantangan dari partai-partai lain. Pada tanggal 24 Maret 1960, lima partai Masyumi, NU, Parkindo, Partai Khatolik, dan PSI mengeluarkan satu pernyataan bersama yang menolak konsepsi Soekarno tersebut sebuah organisasi yang diberi nama “ Liga Demokrasi” dibentuk untuk menentang kebijaksanaan Soekarno memperlemah peranan parlemen. Dalam sebuah pernyataanya yang
bernada hati-hati dan ditandatangani lima tokoh IPKI dan sepuluh tokoh politik dari Masyumi, Partai Katholik, dan Partai Protestan, serta PSI, Liga Demokrasi menuntut agar pembentukan parlemen Gotong-Royong yang direncanakan pemerintah ditangguhkan untuk mencari cara-cara yang demokratis (Ulf Sundhaussen, 1986 ). Liga Demokrasi menyatakan bermaksud untuk memperluas gerakan-gerakan berupa kebebasan sepenuhnya mengadakan rapat-rapat, mengeluarkan pernyataan-pernyataan politik, maupun larangan kegiatan-kegiatan politik masih berlaku. Mengenai peristiwa pemberontakan PRRI, Liga Demokrasi menerangkan bahwa golongan-golongan yang mengutuk pemberontakan itu sudah berada dalam satu organisasi Masyumi. Sedangkan Masyumi pun mau toleransi, sehingga golongan yang bersatu dalam liga demokrasi telah mempunyai satu tali ikatan pengikat yakni, melawan komunisme (kedaulatan Rakyat, 22 April 1960). M. Ali Tojib, tokoh PSSI justru menyesalkan mengapa Idham Chalid yang dikenal sebagai tokoh Islam lupa memperjuangkan kepentingan golongan islam sewaktu perundingan di Tampak Siring. Jumlah perwakilan islam tidak sebanding dengan jumlah perwakilan PKI dalam DPRGR. Jumlah kursi PKI bertambah puluhan kursi di DPRGR. Ia mengkhawatirkan PKI membelokkan ke blok Moskow yang bertentangan dengan Islam dan demokrasi, sehingga Indonesia kehilangan politik bebas aktif (Obor Rakyat, 25 April 1960). Menghadapi ancaman dari Liga Demokrasi ini Soekarno memukul balik kelompok pendukung Liga Demokrasi dengan menggangap tidak demokratis. Kelompok Liga Demokrasi ini juga dituduh sebagai orang-orang yang mendorong pemberontakan untuk mencapai tujuan mereka dengan kekuatan senjata, dan sebuah kelompok orang-orang fasis. Dalam jawabannya, Liga Demokrasi lebih melihat bahwa pembentukan Parlemen Gotong Royong dinilai sebagai usaha untuk memberi dorongan kepada PKI dan dapat membatasi kekuasaan Soekarno. Beberapa tujuan Liga Demokrasi bertepatan dengan tujuan-tujuan Nasution seperti sikap umum Liga Demokrasi yang anti-komunis adalah juga sikap KSAD. Bagi Soekarno, kecaman terhadap PKI dianggap sebagai suatu perbuatan penghianatan, sebagai “komunis-phobie”, “Kontra Revolusi”, dan tidak sesuai dengan Manipol/Usdek (Herbert Feith, 1995). Selama presiden dalam kunjungan ke beberapa negara, Liga Demokrasi berkembang pesat dengan cabang-cabangnya yang bermunculan di sejumlah daerah. Bahkan terdapat beberapa pimpinan PNI dan NU yang turut serta. Hatta yang selama awal periode Demokrasi Terpimpin lebih suka berdiam diri menghadapi bermacam-macam isu politik, tiba-tiba
memberikan dukungan tidak langsung kepada gerakan-gerakan liga itu melalui tulisannya yang berjudul “Demokrasi Kita”. Angakatan Darat terpecah dan tidak menentu dalam menghadapi Liga Demokrasi. Beberapa orang perwira tentara di Jakarta dan beberapa daerah propinsi memberikan dukungannya secara jelas sekalipun sifat liga itu tidak terang-terangan anti Soekarno. Begitu juga terjadi perlawanan dalam tentara yang menghalangi pelaksanaan perintah presiden yang dikirim dari luar negeri untuk menangkap pimpinan Liga. Memang benar terutama sekali berkat dukungan Angkatan Daratlah maka liga itu berhasil menjadi organisasi penting walaupun hanya untuk sesaat saja (Herbert Feith, 1995 ). Dalam rapat penguasa perang, 12 September 1960 dibahas masalah yang berhubungan dengan kedudukan PKI. Soekarno pada saat itu membela PKI sebagai sebuah partai yang terhormat dan patriotik yang dapat memeberikan sumbangan banyak kepada Revolusi. Sementara itu Nasution memberikan dukungannya kepada Soekarno dengan menyatakan bahwa hak prerogratif presiden untuk mengambil keputusan tentang eksistensi partai-partai tertentu. Pada akhirnya Liga Demokrasi dilarang tanggal 27 Februari 1961 (Ulf Sundhaussen, 1986 ). Kajian ini sangat menarik ketika sampai pada interpretasi mengenai hubungan antara Soekarno, Militer dan Komunis sebagai usaha untuk menafsirkan perkembangan pada suatu masa yang diliputi ketidaktentuan. Tetapi kajian ini tidak merupakan pembahasan analitis mengenai Demokrasi Terpimpin pada masa akhir. Dalam kajian ini akan dibahas menegenai masa awal perkembangan Demokrasi Terpimpin oleh Soekarno, dan reaksi Soekarno terhadap eksistensi suatu organisasi oposan di bawah bendera demokrasi, serta keterlibatan Angkatan Darat dalam mendukung organisasi Liga Demokrasi walaupun hanya sesaat. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mendiskripsikan penelitian mengenai “ Peran Liga Demokrasi Dalam Demokrasi Terpimpin ”.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka dapat dijadikan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang terbentuknya organisasi Liga Demokrasi ? 2. Mengapa Liga Demokrasi bertentangan dengan Pemerintahan Soekarno ? 3. Bagaimana menurunnya perjuangan Liga Demokrasi ?
C. Tujuan Penulisan Penelitian ini disusun dengan tujuan : 1. Mengetahui sejarah munculnya organisasi Liga Demokrasi. 2. Mengetahui peranan dan perjuangan Liga Demokrasi pada masa Demokrasi Terpimpin. 3. Mengetahui pertentangan Liga Demokrasi dengan Pemerintahan Soekarno. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang dharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. ManfaatTeoritis 1. Untuk memberikan sumbangan pengetahuan ilmiah yang berguna dalam rangka pengembangan ilmu sejarah. 2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembaca tentang Peran Liga Demokrasi Dalam Demokrasi Terpimpin.
b. ManfaatPraktis 1. Untuk memenuhi satu syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS. 2. Dapat melengkapi koleksi penelitian ilmiah di perpustakaan khususnya mengenai Peran Liga Demokrasi Dalam Demokrasi Terpimpin.