BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi memberikan dampak luas bagi seluruh sudut kehidupan manusia. Perkembangan tersebut termasuk juga dalam kemajuan transportasi yang membuat orang semakin mudah dalam berpindah tempat. Transportasi mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan, dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seiring berkembangnya peradaban manusia alat transportasi semakin berkembang. Alat transportasi masal seperti bus, pesawat terbang, kapal laut, dan kereta api menjadi sarana yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Namun, transportasi publik juga meiliki resiko kecelakaan dan merugikan bagi orang yang terdampak oleh kecelakaan tersebut. Sesuai dengan data yang ada di lapangan kelalaian dapat merugikan banyak pihak. Kelalaian merupakan kedisiplinan yang tidak dilaksanakan sesuai aturan yang ada. Disiplin harus berjalan sesuai dengan semestinya karena mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini akan mendorong semangat kerja, pelayanan dan terwujudnya tujuan perusahaan. Pada perusahaan penyedia jasa transportasi, kedisiplinan pegawai merupakan hal yang penting karena bertanggungjawab atas keselamatan dan kenyamanan penumpang. Disiplin mengatur pegawai untuk mentaati aturan-aturan yang berlaku dalam organisasi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam keberhasilan dan kinerja pegawai. Arikunto (Erliandri, 2008) menyatakan bahwa disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk aturan. Peraturan yang dimaksud dapat berasal dari individu itu sendiri maupun dari orang luar. Disiplin kerja yang dimiliki karyawan merupakan hal yang penting dalam keberlangsungan organisasi, selain merupakan tuntutan kerja dari perusahaan harus ada kesadaran dalam diri karyawan agar tidak muncul keterpaksaan dari masing-masing individu. Dengan memiliki disiplin kerja, maka tujuan organisasi akan lebih mudah tercapai.
1
2 Nitisemito (1996) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi disiplin kerja adalah teladan pimpinan. Hal ini sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahan. Fairchild (Kartono, 2003) menjelaskan pemimpin dalam artian luas ialah seorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha orang lain yang dibantu dengan kualitas persuasifnya, dan penerimaan secara sukarela oleh pengikutnya. Bryman, dkk (2011) mengatakan bahwa salah satu pendekatan baru dan popular sejak 1980-an yang kini telah menjadi banyak fokus penelitian adalah pendekatan transformasional. Kepemimpinan transformasional adalah bagian dari paradigma kepemimpinan baru, yang memberi perhatian pada elemen kepemipinan yang karismatik dan peka. Model kepemimpinan seperti ini, akan lebih membentuk kedisiplinan karena sosok pemimpin tidak hanya mengatur namun juga memberikan teladan pada pegawainya. Di Indonesia kemajuan dalam hal transportasi itu ditunjukkan salah satunya oleh Badan Usaha Milik Negara yakni PT. Kereta Api Indonesia (Persero) (selanjutnya disebut PT. KAI (Persero). Kereta api sebagai salah satu moda transportasi nasional yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara masal dengan waktu tempuh yang lebih singkat dari moda transportasi darat yang lain, perlu ditingkatkan potensi dan peranannya sebagai penghubung wilayah. PT. KAI (Persero) yang merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara ini sempat mengalami masa keterpurukan seperti yang terjadi pada tahun 1998 hingga 2002 yang mencapai kerugian sebesar 2,59 triliun rupiah. Secaran umum kerugian sebesar itu timbul karena organisasi tersebut tidak menerapkan kaidah tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance. Diduga sumber kerugian berasal dari pengoperasian kereta api, terutama kelas ekonomi. PT. KAI (Persero) terpaksa menjual tiket murah kepada penumpang yang memanfaatkan kelas ekonomi. Tiket dijual di bawah biaya rata-rata sehingga perusahaan harus mengeluarkan subsidi (suaramerdeka.com, 2003). Selanjutnya pada tahun 2008 keterpurukan juga terjadi pada perusahaan ini yang merugi hingga 83,4 Miliar Rupiah. Selain itu pada saat Ronny Wahyudi menjabat Direktur
3 Utama PT. KAI (Persero), dia tersandung masalah korupsi. Ronny Wahyudi tersandung kasus korupsi pengelolaan dana investasi milik PT. KAI (Persero) yang merugikan negara hingga 100 miliar rupiah (Antara News, 15 Oktober 2012). Sejak saat itu perusahaan ini melakukan reformasi struktur yang ditandai dengan diangkatnya Ignasius Jonan menjadi direktur utama pada Februari 2009 berdasarkan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. KEP-33/MBU/2009 (annual report PT. KAI (Persero), 2013). Sejak masuknya Ignasius Jonan ke perusahaan ini, dia melakukan pembenahan di banyak hal. Ignasius Jonan memberikan contoh dalam kepemimpinannya. Leading by example yang dilakukan olehnya berhasil menginspirasi bawahan-bawahannya. Dalam sebuah liputan berita, ada karyawan yang memberikan pernyataan. “Beliau itu langsung memberikan motivasi langsung ke bawahannya, beliau terjun langsung dan mencontohkan seperti sistem boarding pass, pencetakan tiket mandiri” (DBS youtube.com, 2014). Transformasi kedisiplinan yang dilakukan pimpinan perusahaan tidak melalui kebijakan pemberhentian pegawai secara besar-besaran. Ignasius Jonan mengoptimalkan pegawai yang sudah ada karena menurutnya sebagian besar karyawan memiliki kompetensi yang cukup. Baginya PT. KAI (persero) tidak kekurangan karyawan, melainkan karyawan yang kekurangan pekerjaan. Melalui peningkatan beban kerja untuk para karyawan bertambah pula tingkat kedisiplinan dan kepatuhan karyawan. Sejak memimpin PT. KAI (Persero),Jonan tak langsung memangkas pegawai. ”Jumlah pegawai itu tak pernah berlebih, mungkin yang kurang pekerjaannya,” ujarnya Jonan (bisniskeuangan.kompas.com, 2012). PT. KAI (Persero) menerapkan larangan merokok bagi penumpang yang naik kereta api. Jonan merupakan perokok dan melarang orang lain untuk merokok yang tidak pada tempatnya. Jonan mengatakan bahwa dirinya tidak melarang penumpang untuk merokok, hanya Jonan melarang penumpang untuk merokok di dalam kereta. Jonan juga perokok berat, tapi dia tidak merokok kalau di dalam kereta. Dia mengatakan “Saya bisa, Anda juga harus bisa," kata Jonan (bisniskeuangan.kompas.com, 2012).
4 Di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan, PT. KAI (persero) mempunyai prestasi dan pencapaian yang lebih baik. Sejak masuknya Jonan, PT. KAI (Persero) mulai membenahi perusahaan yang awalnya rugi, kini sanggup memperoleh untung. Pada tahun 2013, PT. KAI (Persero) berhasil membukukan laba komprehensif 32%
dari
laba
tahun 2012 yang
560 miliar rupiah atau naik
sebesar 425 miliar rupiah. Peningkatan laba ini
merupakan dampak langsung dari penerapan inovasi dalam perbaikan customer service. Melalui
penerapan
strategi baru yang dilakukan Jonan, pada tahun 2013
PT. KAI
(Persero) berinvestasi 6,46 triliun rupiah untuk membangun sarana dan prasarana demi tercapainya sasaran kinerja 2014. Pertumbuhan laba yang dicatat PT. KAI (Persero) yang dipimpin Ignasius Jonan ditunjukkan melalui gambar 1. 560.716
8.600.972 4.838.202 5.191.553
6.094.095
425.104
6.966.237
154.800
2009
2010
2011
2012
jumlah pendapatan
2013
2009
216.336
201.244
2010
2011
2012
2013
laba komprehensif
Sumber: Annual Report PT. KAI 2013 Gambar 1 Jumlah pendapatan & laba komprehensif PT. KAI (Persero) tahun 2009-2013 (dalam satuan juta rupiah)
Perubahan ini merupakan bukti peran seorang pemimpin yang menjadi ujung tombak perusahaan dan anggota organisasi tersebut. Melalui kepemimpinan transformasional sebuah organisasi akan lebih terarah dalam mencapai tujuannya. Kehadiran pemimpin dapat menginspirasi, memberi dorongan semangat kepada para bawahan, dan menjadi nilai positif bagi sebuah perusahaan. Banyaknya penghargaan yang diperoleh pimpinan membuktikan bahwa terdapat perubahan yang signifikan di tubuh PT. KAI (Persero) yang bisa dirasakan masyarakat secara langsung, baik pelayanan maupun fasilitasnya. Seperti yang diungkapakan seorang karyawan bahwa pemimpin memiliki peranan dalam kedisplininan. Pemberian sanksi dijatuhkan kepada karyawan yang melanggar disiplin kerja.
5 Jika seorang karyawan melanggar disiplin, seperti masinis dalam kepatuhan safety dan prosedur standar operasional. maka
karyawan tersebut dipindah ke daop lain, bahkan
mungkin diberhentikan (W1B30-37) Perombakan besar-besaran yang telah dilakukan tahun demi tahun mulai menunjukkan perubahan yang signifikan. Nilai asesmen Good Corporate Governance mendapat predikat cukup baik. Nilai self assessment Good Corporate Governance mendapat predikat baik. Ditambah lagi saat ini
PT. KAI (persero) semakin diminati
pelanggan, yang dibuktikan dengan Indeks Kepuasan Pelanggan yang mencapai angka 3,9 (dari skala 1-4), yang berarti memuaskan (annual report PT. KAI tahun 2013). Mengenai masalah keselamatan kereta api, PT. KAI (Persero) melakukan upaya peningkatan keselamatan perkeretaapian. Hal ini perlu melibatkan semua stakeholder perkeretaapian yaitu regulator, operator dan masyarakat. Hasil dari upaya peningkatan keselamatan kereta api terlihat dengan penurunan jumlah kecelakaan dan korban dari kecelakaan
tersebut.
Data
perkeretaapian dalam lima
Kementerian
Perhubungan
mencatat,
keselamatan
tahun terakhir mengalami peningkatan yang ditandai dengan
turunnya angka kecelakaan yang cukup signifikan. Data dari Ditjen Perkeretaapian Kemenhub menyebutkan, angka kecelakaan kereta api sejak tahun 2010-2013 menurun, seperti yang ditunjukan pada gambar 2.
198
42
51
33
49
33
39 0
2010
2011 kecelakaan
2012 korban
Sumber: Dephub.go.id Gambar 2 Jumlah korban & kecelakaaan kereta api tahun 2010-2013
2013
6 Berdasarkan ulasan yang telah diungkap bisa dikatakan bahwa disiplin kerja pada karyawan PT. KAI (Persero) dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas perusahaan tersebut. Sosok pemimpin yang tepat dibutuhkan oleh perusahaan yang menjadi andalan masyarakat, terutama masyarakat di Pulau Jawa. Transportasi publik di Indonesia memang perlu terus dibenahi agar fasilitas transportasi publik dapat menjadi alternatif masyarakat dalam memilih sarana transportasi selain kendaraan pribadi. Dengan kebijakan dan peraturan-peraturan baru yang di , perusahaan ini membuat karyawan terus berkarya dan memperbaiki diri demi perusahaan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara sikap disiplin kerja dengan gaya kepemimpinan transformasional.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan disiplin kerja karyawan.
C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan sumbangan atau referensi ilmiah bagi Ilmu Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi. Selain itu, diharapkan penelitian ini juga dapat menjadi referensi untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan disiplin kerja. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif pada organisasi dan perusahaan di Indonesia, sehingga dapat memberi gambaran mengenai bagaimana cara untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan dalam organisasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sikap Disiplin Kerja 1. Pengertian Sikap LaPierre (Azwar, 1995), mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan Secord & Backman (1964) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Ajzen (2005) menyatakan bahwa sikap sebagai predisposisi yang dipelajari individu untuk memberikan respon suka atau tidak suka secara konsisten terhadap objek sikap. Respon suka atau tidak suka itu adalah hasil proses evaluasi terhadap keyakinan-keyakinan individu terhadap objek sikap, Fishbein & Ajzen (1975). Azwar (1995) menyatakan struktur sikap memiliki tiga komponen yang saling saling menunjang, yaitu: a. Komponen kognitif (cognitive) berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. b. Komponen afektif (affective) menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan seseorang yang dimiliki terhadap sesuatu. c. Komponen konatif (conative) dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah proses psikologis bagaimana seseorang merespon stimulus yang dihadapinya. Sikap meliputi komponen kognitif, afektif dan konatif.
7
8 2. Pengertian Disiplin Kerja Lazimnya kata disiplin mengandung suatu gagasan hukuman, meskipun arti sesungguhnya tidak demikian. Menurut Wursanto (1989) disiplin berasal dari kata latin disciplina yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan perilaku. Disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap perkerjaan. Disiplin adalah keadaan yang menyebabkan atau memberikan dorongan kepada pegawai untuk berbuat dan melakukan seluruh kegiatan sesuai aturanaturan yang telah ditetapkan. Nitisemito (1989) menjelaskan bahwa kedisiplinan dapat diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik yang tertulis maupun tidak. Helmi (1996) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa disiplin merupakan sebuah perilaku seseorang dalam kesediaannya mentaati peraturan yang ada. Dalam sebuah organisasi manusia dipandang sebagai sumber daya yang berarti penggerak dari sebuah organisasi. Penggerak dari sumber daya lainnya, seperti sumber daya alam atau teknologi. Roda organiasasi sangat tergantung pada perilaku-perilaku manusia yang bekerja di dalamnya. Davis dan Newstrom (1989) menjelaskan bahwa disiplin adalah tindakan manajemen untuk menegakkan standar organisasi. Ada dua tipe disiplin, yaitu preventif dan korektif. Disiplin preventif mendorong karyawan untuk menjaga disiplin diantara para karyawan itu sendiri, sedangkan disiplin korektif diterapkan ketika karyawan tidak mentaati peraturan dan standar yang telah diterapkan. Fayol
(Robbins,
1994)
mengatakan
para
pegawai
harus
mentaati
dan
menghormati peraturan yang mengaturnya di dalam sebuah organisasi. Disiplin yang baik merupakan hasil dari kepemimpinan yang efektif, saling pengertian yang jelas antara manajemen dan para pekerja tentang peraturan organisasi serta penerapan hukuman yang adil bagi yang menyimpang dari peraturan tersebut. Champagne dan McAfee (Guffey, 2001) memberikan definisi kedisiplinan. Disiplin seringkali disamakan dengan sebuah hukuman, menurutnya disiplin berbeda dengan dengan hukuman. Hukuman
9 dimaksudkan untuk menindaklanjuti perilaku yang tidak dapat diterima dan dimaksudkan untuk mengurangi perilaku tersebut. Menurut Champagne & McAfee (Guffey, 2001) Disiplin memiliki tiga definisi yang jelas, yaitu: a. Hukuman atas pelanggaran terhadap sebuah peraturan kerja atau perintah langsung. b. Pelatihan yang mencetak dan memperkuat perilaku karyawan. c. Kontrol yang diperoleh dengan ditegakkannya ketaatan. Berdasarkan tiga definisi tersebut, salah satunya dapat dilihat bahwa disiplin tidak hanya sebuah komponen untuk mengoreksi namun juga untuk pendidikan. Internal Revenue Service Manual menjelaskan bahwa disiplin meliputi berbagai tindakan pendisiplinan, seperti: teguran lisan, pendisiplinan yang dikonfirmasi secara tertulis, teguran tertulis, atau suspensasi lebih dari 14 hari kerja, penurunan pangkat/jabatan, pengurangan gaji, dan cuti 30 hari kerja atau kurang. Hal ini jelas lebih berfokus pada penegakan peraturan atau hukuman dari sisi kedisplinan. Anthony (2006) mengatakan bahwa membangun iklim disiplin yang baik adalah tanggung jawab pihak manajemen. Dari sudut pandang strategis manajemen memiliki tanggung jawab untuk menciptakan iklim disiplin yang tepat. Kedisiplinan berperan untuk mendorong karyawan agar berperilaku masuk akal dalam pekerjaannya (dimana masuk akal berarti mematuhi semua peraturan dan kebijakan). Kedisiplinan sangat diperlukan di saat ada karyawan yang melanggar peraturan. Prosedur/tata cara penerapan kedisiplinan sangat penting, karena beberapa alasan (selain karena fakta bahwa hal itu memang hal yang harus dilakukan). Penerapan kedisiplinan yang tidak adil atau tidak tepat dapat menimbulkan akibat yang sebaliknya. Misalnya, jika ada suatu aturan yang diterapkan secara tidak adil/tidak tepat, dapat memicu karyawan untuk melakukan tindakan pengrusakan. Hal tersebut mungkin dapat memicu karyawan untuk berperilaku buruk. Dengan dem ikian dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan sikap dan perilaku taat serta tunduk terhadap peraturan, yang dilakukan dengan kesadaran dan sukarela agar karyawan tersebut dapat bekerja dengan efisien dan efektif.
10 3. Pengertian Sikap Disiplin Kerja Nitisemito (1989) menjelaskan bahwa kedisiplinan dapat diartikan sebagai suatu sikap, yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik yang tertulis maupun tidak tertulis untuk teratur dan tepat dalam menyelesaikan pekerjaan. Sikap disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, patuh, menghargai, dan taat terhadap peraturan yang berlaku, serta sanggup untuk menjalankannya, tidak mengelak untuk menerima sangsi-sangsi apabila melanggar tugas dan wewenang yang diberikan baik tertulis maupun tidak tertulis Siswanto (1989). Admosudirjo (Wurrsanto, 1985) mengatakan bahwa terdapat tiga hal pokok dalam disiplin kerja, yaitu: suatu sikap mental tertentu yang merupakan sikap taat dan tertib; suatu pengetahuan tentang sistem aturan-aturan perilaku, norma, kriteria standar yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesadaran akan pentingnya ketaatan untuk mencapai keberhasilan; dan suatu sikap yang secara wajar menunjukkan kesanggupan hati untuk mentaati segala yang diketahui secra cermat dan tertib. Berdasarkan uraian diatas maka sikap disiplin kerja dapat disimpulkan sebagai proses psikologis seseorang merespon stimulus berupa peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang dihadapinya.. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Dalam disiplin kerja, ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disiplin kerja seorang pegawai, faktor-faktor tersebut menurut Nitisemito (1996) adalah: a. Tujuan dan kemampuan pegawai mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang diberikan untuk pegawai harus sesuai dengan kemampuan agar bersungguhsungguh dalam mengerjakannya. b. Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahan. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, disiplin, jujur, adil, dan perbuatan yang sesuai dengan perkataan
11 c. Kesejahteraan juga mempengaruhi disiplin karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap perusahaan ataupun pekerjaannya. Jika kecintaannya itu semakin baik, maka kedisiplinan mereka akan baik. d. Ancaman berperan penting dalam memelihara disiplin kerja pegawai karena dengan sanksi hukuman yang berat, maka pegawai semakin takut untuk melanggar peraturan perusahaan. e. Ketegasan kepemimpinan dalam melakukan tindakan mempengaruhi kedisiplinan pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas dalam bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang tidak disiplin sesuai dengan sanksi hukuman yang ada. Menurut Brigham (Helmi, 1996) Disiplin kerja adalah bentuk sikap dan perilaku, pembentukan perilaku terdiri dari dua faktor, yaitu: a. Faktor Kepribadian. Sistem nilai yang dianut merupakan faktor yang penting dalam kepribadian seseorang. Sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan disiplin. Brigham (Helmi, 1994) mengatakan terdapat 3 faktor disiplin kerja, yaitu: 1). Disiplin karena kepatuhan Kepatuhan terhadap aturan-aturan yang didasarkan atas dasar perasaan takut. Disiplin kerja dalam tingkat ini dilakukan untuk mendapatkan reaksi positif dari pimpinan atau atasan yang memiliki wewenang. Sebaliknya jika atasan tidak di tempat, maka disiplin kerja tidak nampak. 2). Disiplin karena identifikasi Kepatuhan aturan yang didasarkan dalam pada identifikasi adalah adanya perasaan kekaguman atau penghargaan pada pimpinan. 3). Disiplin karena internalisasi Disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi karena karyawan mempunyai sistem nilai pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan. Dalam kondisi ini, orang dikategorikan telah mempunyai disiplin diri.
12 b. Faktor Lingkungan Disiplin kerja tumbuh sejalan dengan perkembangan manusia, sehingga hal itu tidak dapat terbentuk secara instan. Hal itu merupakan sebuah proses yang terus menerus. Supaya efektif, pemimpin sebagai agen pengubah perlu memperhatikan prinsip-prinsip konsistensi, adil, bersikap positif, dan terbuka dalam proses pembelajaran. Variabel kepemimpinan transformasional yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini termasuk ke dalam faktor teladan pimpinan. 5. Aspek-Aspek Sikap Disiplin Kerja Beberapa aspek disiplin kerja dinyatakan oleh Lateiner dan Levine (1983) yaitu; a. Keteraturan dan ketepatan waktu kerja; b. Kepatuhan terhadap peraturan; c. Menghasilkan jumlah dan kualitas kerja yang memuaskan dan mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh perusahaan. d. Menyelesaikan pekerjaan dengan semangat kerja yang baik. Alferd
(Irawan,
2005)
menjelaskan
bahwa
ada
beberapa
hal
yang
mencerminkan sikap disiplin kerja pada individu yaitu: a. Memahami peraturan yang berlaku; b. Semangat kerja yang baik; c. Menggunakan perlengkapan organisasi dengan hati-hati; d. Datang dan pulang tepat waktu; e. Kualitas kerja yang memuaskan. Aspek sikap disiplin kerja yang disimpulkan oleh Haryotomo (2008) antara lain adalah: a. Pemahaman terhadap peraturan; b. Kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan; c. Ketepatan waktu dalam pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan;
13 d. Keteraturan proses dalam menjalankan tugas Berdasarkan uraian di atas maka aspek-aspek sikap disiplin kerja yang digunakan dalam penelitian menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Haryotomo (2008) yaitu, ketepatan penggunaan waktu, kepatuhan pada peraturan dalam perusahaan yang meliputi absensi dan ketertiban, kuantitas dan kualitas kerja karyawan, semangat kerja, Kesadaran dalam bekerja dari karyawan
B. Gaya Kepemimpinan Transformasional 1. Pengertian Kepemimpinan Dalam sebuah organisasi atau perusahaan kepemimpinan memiliki peran yang sangat penting. Pemimpin memiliki komando utama dan arah organisasi melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat olehnya. Peneliti biasanya medefinisikan kepemimpinan berdasarkan perspektif pribadi mereka sendiri dan beberapa aspek dari fenomena yang menarik bagi mereka. Setelah ulasan yang komprehensif tentang literatur kepemimpinan, Stodgill (Yukl, 2013) menyimpulakan bahwa banyaknya defenisi kepemimpinan yang ada tersebut karena banyak orang yang berusaha mendefinisikan konsep kepemimpinan. Hal tersebut
memunculkan
banyak
definisi
baru
semenjak
Stodgill
melakukan
pengamatannya. Kepemimpinan telah didefinsikan ke dalam istilah sifat, perilaku, pengaruh, pola interaksi, hubungan peran, dan pekerjaan di posisi administrasi. Kepemimpinan
mempunyai
macam-macam
pengertian.
Kartono
(2003)
menjelaskan definisi kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan dampak interaktif dari faktor individu/pribadi dengan faktor situasi. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Fairchild (Kartono, 2003) menjelaskan pemimpin dalam artian luas ialah seorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir
14 atau mengontrol usaha orang lain yang dibantu dengan kualitas persuasifnya, dan penerimaan secara sukarela oleh pengikutnya. Kebanyakan definisi tentang kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa hal itu melibatkan suatu proses. Suatu pengaruh sengaja diberikan atas orang lain untuk membimbing, menjadikan terstruktur, dan memfasilitasi kegiatan yang berhubungan dalam kelompok atau organisasi. Jacob & Jaques (Yukl, 2013) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pemberian arah tujuan kepada kelompok untuk kerja bersama dan bersedia berusaha untuk mencapai tujuan. Dengan demikian berdasar beberapa pengertian maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpin merupakan orang yang dapat mengatur dan mengarahkan suatu organisasi agar mencapai tujuan organisasi tersebut. 2. Tipe-Tipe Kepemimpinan Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen dan kepribadian sendiri yang unik, sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dengan yang lain. Pemimpin dapat dibedakan karena masing-masing pemimpin memiliki sifat dan kebiasaan tersendiri yang berbeda dari orang lain. Reddin (Kartono, 2003) menentukan watak dan tipe pemimpin atas tiga pola dasar, yaitu pemimpin yang berorientasikan tugas (task
orientation),
pemimpin
yang
berorientasikan
hubungan kerja
(relationship
orientation), dan pemimpin yang berorientasikan hasil kerja yang efektif (effectiveness orientation). Berdasarkan
ketiga
orientasi
tersebut
dapat
ditentukan
delapan
tipe
kepemimpinan, yaitu: a. Tipe Deserter Sifatnya bermoral rendah, tidak memiliki rasa keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas dan ketaatan, sukar diramalkan. b. Tipe Birokrat Sifatnya kaku, patuh pada peraturan dan norma-norma, manusia organisasi yang tepat, cermat, berdisiplin dan keras.
15 c. Tipe Missionary Sifatnya terbuka, penolong, lembut hati, ramah-ramah. d. Tipe Developer Sifatnya kreatif, dinamis, inovatif, memberikan/melimpahkan wewenang dengan baik, menaruh kepercayaan pada bawahan e. Tipe Otokrat Sifatnya keras, diktatoris, mau menang sendiri, keras kepala, sombong, bandel. f.
Benevolent Autocrat Sifatnya tertib, ahli dalam mengorganisir, besar rasa keterlibatan diri.
g. Tipe Compromiser Sifatnya tidak tegas, selalu mengikuti angin tanpa pendirian, tidak mempunyai keputusan, berpandangan pendek dan sempit. h. Tipe Eksekutif Sifatnya bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi yang baik, berpandangan jauh dan tekun. 3. Kepemimpinan Transformasional Bryman, dkk (2011) mengatakan bahwa salah satu pendekatan baru dan popular sejak 1980-an yang kini telah menjadi banyak fokus penelitian adalah pendekatan transformasional. Bass dan Avolio menggunakan ide dan gagasan Burns tentang kepemimpinan transformasional dan mengembangkan model yang sama. Kepemimpinan transformasional adalah bagian dari paradigma kepemimpinan baru, yang memberi perhatian pada elemen kepemimpinan yang karismatik dan peka. Sebagian besar pemikiran tentang kepemimpinan transformasional dipengaruhi oleh Burns (Northouse, 2013), yang menulis buku best-seller dalam political leadership. Burns membuat kontras perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan transformasional. Kepemimpinan transformasional menarik bagi nilai-nilai pengikutnya, dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran anggotanya tentang kondisi perusahaan untuk memaksimalkan sumber daya yang ada untuk mereformasi perusahaan. Bass (1990) menjelaskan kepememimpinan
16 mampu membuat bawahan melihat kepentigan yang melampaui kepentingan dirinya sendiri
saat itu demi menyadari apa yang penting untuk kebaikan kelompok dan
organisasi. Bryman (2011) mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah proses dimana pemimpin mengembangkan kelompok atau performa organisasi di luar ekspektasi berdasarkan kelekatan emosional dan komitmen dengan bawahan untuk meningkatkan moral Kepemimpinan transfromasional dapat membuat bawahan merasa percaya, bangga, loyal, dan hormat kepada atasan, sehingga bawahan termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang mereka lakukan biasanya. Seorang pemimpin mengubah dan memotivasi bawahanya dengan (1) membuat mereka lebih sadar akan pentingnya pekerjaan, (2) mendorong mereka untuk melampaui kepentingan pribadi mereka demi organisasi dan tim, dan (3) membangitkan kebutuhan tingkat tinggi bawahannya (Burns dalam Northouse, 2013). Bass (Yukl, 2013), menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional meningkatkan motivasi bawahan dan kinerja yang
lebih dari
kepemimpinan transaksional, akan tetapi pemimpin yang efektif menggunakan kombinasi dari dua tipe kepemimpinan tersebut . Pendekatan gaya berbeda dari pendekatan sifat dan ketrampilan untuk memimpin, karena pendekatan gaya berfokus pada apa yang dilakukan pemimpin, bukan pada siapakah pemimpin itu. Hal tersebut menyatakan bahwa pemimpin mengkombinasikan dua macam perilaku: perilaku tugas dan perilaku hubungan. Bagaimana pemimpin mengkombinasikan dua macam perilaku ini untuk mempengaruhi orang lain adalah fokus utama dari pendekatan gaya (Northouse, 2013). Yukl (1998) mengungkapkan ciri-ciri pemimpin transformasional sebagai berikut: a. Menjelaskan visi secara jelas b. Menjalankan misi dengan percaya diri dan optimis c. Mengekspresikan rasa percaya diri tersebut di hadapan bawahan d. Menghadirkan kesuksesan di awal e. Merayakan kesuksesan
17 f.
Menggunakan tindakan yang dramatis dalam penekanan nilai-nlai organisasi.
g. Menjadi teladan bagi setiap bawahan h. Memberdayakan bawahan untuk mencapai visi organisasi Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang membuat peningkatkan motivasi dan kinerja pengikutnya melebihi dari apa yang biasa dilakukan oleh pengikutnya sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. 4. Aspek-Aspek Kepemimpinan Transformasional Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Bass (Robbins, 2013), kepemimpinan transformasional dibagi dalam 4 dimensi, yaitu; a. Idealized influence Pemimpin berperilaku dengan baik seperti mau berkorban demi tercapainya tujuan organisasi, menjadi role model bagi bawahan, dan memperlihatkan etika yang tinggi. Yukl (1998) berpendapat bahwa idealized influence mengacu pada seorang pemimpin transformasional
yang
menjadi
teladan
positif
bagi
pengikutnya.
Pemimpin
transformasional "menjalankan pembicaraan" dan tidak akan berperilaku dengan cara yang tidak konsisten dengan keyakinan atau nilai-nilai mereka. Sebagai hasilnya seorang pemimpin transformasional dihormati dan dikagumi oleh pengikutnya. b. Inspirational motivation Meliputi pembentukan visi yang jelas dan menarik sehingga bawahan merasa terinspirasi, optimis, antusias dalam mencapai visi tersebut. Yukl (1998) mengatakan bahwa seorang pemimpin transformasional mampu membangkitkan dan menginspirasi pengikutnya dengan memberikan sebuah visi yang meyakinkan akan masa depan yang positif dan hasil yang penting dan penuh makna. c. Intellectual stimulation Pemimpin menghargai ide-ide dari bawahan dan juga melibatkan bawahan dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah organisasi demi tercapainya tujuan organisasi. Yukl (1998) mengatakan seorang pemimpin transformasional mendorong
18 keingintahuan, inovasi, dan kreativitas para pengikutnya. hal ini dilakukan dengan cara menantang intelektualitas, misalnya dengan mengikutsertakan mereka dalam sesi brainstrorming dan pengambilan keputusan. d. Individualized consideration Pemimpin mendukung apa yang dikerjakan bawahan, memberi semangat, dan melatih bawahan dalam menjalankan pekerjaan mereka. Pemimpin menaruh perhatian secara khusus terhadap kebutuhan tiap-tiap individu demi membantu bawahan dalam tumbuh dan berkembang. Yukl (1998) mengatakan bahwa individualized consideration melibatkan perhatian pribadi seorang pemimpin pada perasaan, kebutuhan dan kepentingan dari masing-masing pengikutnya. melalui perhatian individual ini, masingmasing pengikut akan berkembang potensinya secara maksimal . Bass (Northouse, 2013) mengatakan ada empat aspek yang dimiliki oleh seorang pemimipin sehingga memiliki kualitas sebagai pemimpin transformasional dengan karakteristiknya yaitu: a. Karismatik Karismatik mendeskripsikan pemimpin yang bertindak sebagai teladan bagi para pengikutnya. Seorang pemimpin transformasional mampu memberikan visi dan misi, sehingga menumbuhkan kebanggan ingin menirukan pemimpin mereka dan dan mampu mendapatkan rasa hormat dari bawahannya. Pemimpin ini biasanya memiliki standar yang sangat tinggi akan moral dan perilaku, serta bisa diandalkan untuk melakukan hal yang benar. Mereka sangat dipercaya dan dihargai oleh para pengikutnya. Pada intinya faktor karisma mendeskripsikan orang yang khusus dan yang membuat orang lain mengikuti visi yang mereka paparkan. b. Inspirasional Aspek ini menjelaskan pemimpin yang mengkomunikasikan harapan yang tinggi kepada para bawahannya, menginspirasi mereka lewat motivasi untuk menjadi setia dan menjadi bagian dari visi bersama dalam sebuah organisasi. Seorang pemimpin menggunakan simbol dan daya tarik emosional untuk memfokuskan upaya pada anggota
19 kelompok, guna mencapai lebih daripada yang akan mereka lakukan untuk kepentingan pribadi mereka. Seorang pemimpin dapat meningkatkan semangat tim dan mampu mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan kerja keras, mengekspresikan tujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana. c. Stimulasi intelektual Stimulasi intelektual mencakup kepemimpinan yang merangsang pengikut untuk bersikap kreatif dan inovatif serta merangsang keyakinan dan nilai mereka sendiri, seperti juga nilai dan keyakinan pemimpin dalam organisasi. Dalam hal ini pemimpin mendukung pengikut ketika mencoba pendekatan baru dan mengembangkan cara inovaif untuk menghadapi masalah organisasi. Hal ini tentu melibatkan karyawan agar terdorong untuk mengembangkan hal-hal secara mandiri dan seorang pemimpin juga kecerdasan,
mengembangkan
rasionalitas
serta
melibatkan
menghargai
bawahan
dalam
pengambilan keputusan secara hati-hati. d. Perhatian secara individual Aspek yang mewakili yang memberikan iklim yang mendukung para bawahannya, dimana mereka mendengarkan para bawahannya. Pemimpin bertindak sebagai pelatih dan penasihat, sambil membantu pengikut untuk mewujudkan keinginan mereka, memberikan perhatian secara personal, memperlakukan setiap bawahan secara individual, memberi saran, dan memberi bimbingan. Aspek kepemimpinan transformasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek kepemimpinan transformasional yang merupakan modisikasi Multifactor Leadership Questionaire (Mahanani, 2012). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek gaya kepemimpinan transformasional meliputi: aspek-aspek kognisi
dan
transformasional
afeksi yang
yang
dikaitkan
meliputi; idealized
dengan karakteristik Influence
(kemampuan
kepemimpinan mempengaruhi
disertai penekanan nilai dan moral), inspirational motivation (kemampuan memotivasi
20 dan menginspirasi), intellectual stimulation (kemampuan mengasah kreatifitas bawahan), dan individualized consideration (kemampuan menghargai dan memperhatikan).
C. Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Sikap Disiplin Kerja Sebuah perusahaan tentu memiliki struktur organisasi dan memiliki seorang pemimpin sebagai nahkoda dalam menjalankan visi dan misi untuk mencapi tujuan perusahaan. Karyawan adalah anggota organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin perusahaan dan mempunyai kompetensi dalam menjalankan tugas yang bebankan pada karyawan untuk mencapi tujuan organisasi. Seorang pimpinan atau atasan memiliki kewenangan untuk memberikan instruksi dan memiliki tanggungjawab untuk memastikan bahwa perusahaan mampu mencapi tujuan. Seorang pemimpin juga berkewajiban untuk menjaga keberlangsungan perusahaan, memelihara suasana kerja, membimbing bawahan, menjadi teladan yang baik bagi bawahan, memotivasi bawahan agar beprestasi serta bersikap adi dan bijaksana bagi bawahannya di kantor maupun dilapangan. Kedisiplinan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor kepribadian dan faktor lingkungan. Disiplin karena faktor lingkungan misalnya karena pengaruh teman kerja dan juga termasuk karena pengaruh pimpinan. Pimpinan dalam sebuah organisasi penting dalam berjalannya sebuah organisasi. Perilaku yang ditunjukkan pemimpin dalam menjalankan tugasnya, akan diproses sebagai sebuah stimulus oleh bawahan yang kemudian muncul respon dari bawahan. Pemimpin yang efektif akan membuat perusahaan mencapai tujuannya dengan baik. Kedisiplinan merupakan perilaku yang harus diterapkan dalam organisasi, karena jika tidak dinamika dalam organisasi tak berjalan dan apa yang diinginkan atau tujuan organisasi bisa tidak tercapai. Untuk menegakkan kedisiplinan maka dibentuklah kebijakan dan peraturan yang wajib ditaati oleh pegawainya. Salah satu pendukung terciptanya iklim disiplin yang adil dan tertata adalah seorang pemimpin, maka dari itu faktor pemimpin sebagai agen pengubah menjadi hal yang sangat penting. Disiplin seseorang terbentuk selain dari faktor internal
21 juga dari faktor eksternal, dalam hal ini pemimpin organisasi. (Nitisemito, 1989) dalam bukunya mengatakan teladan pimpinan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan, sebab pimpinan merupakan panutan dan sorotan dari bawahan. Bass (Purwanto, 2000) mengatakan bahwa inspirasional termasuk kedalam aspek
kepemimpinan
transformasional.
Dengan
demikian
aspek
kepemimpinan
transformasional terdiri dari: karismatik, inspirasional, stimulasi intelektual, dan perhatian secara individual. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Perdana (2012) menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan disiplin kerja guru. Jika seorang pimpinan menggunakan strategi kepemimpinan transformasional dan dengan pembelajaran dalam organisasi maka perubahan positif dan tujuan perusahaan akan lebih mudah dalam mencapai tujuan organisasi. Noruzy, dkk (2013) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah faktor yang signifikan dalam pembelajaran organisasi, inovasi dan kinerja dalam organisasi. Hal tersebut tentu menjadi modal perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu perusahaan menuntut adanya sikap yang berkualitas, salah satunya adalah sikap disiplin kerja. Demi keteraturan kerja dan tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan maka karayawan harus memiliki sikap yang baik terhadap aturaran-aturan yang berlaku. Jika disiplin kerja dinilai kurang, maka sebagai pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional maka seorang pemimpin dituntut untuk mengatasi masalah disiplin kerja dengan mengubah dan memotivasi kerja para bawahannya. Kepemimpinan yang mampu mengubah pola kerja, keyakinan, nilai-nilai yang dipersepsikan bawahan dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kedisiplinan kerja demi tercapainya tujuan kelompok atau organisasi. Ketepatan seorang pemimpin dalam menerapkan tugasnya akan menentukan efektivitas kepemimpinannya, sehingga semakin positif gaya kepemimpinan transformasional seorang pemimpin akan meningkatkan sikap disiplin kerja karyawan.
22 D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara gaya kepemimpinan transformasional dengan sikap disiplin kerja. Semakin seorang pimpinan menerapkan gaya kepemimpinan transformasional, maka semakin tinggi sikap disiplin kerja karyawan, sebaliknya semakin seorang pemimpin tidak menerapkan gaya kepemimpinan transforasional, maka semakin rendah sikap disiplin karyawan terhadap organisasi.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Sesuai dengan hipotesis yang diajukan, maka variabel yang akan dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel dependen
: Sikap Disiplin Kerja
2. Variabel independen
: Kepemimpinan Transformasional
B. Definisi Operasional Konsep teroritik yang telah dipaparkan sebelumnya, akan diterjemahkan dalam bentuk operasional sehingga dapat membantu usaha dalam pengukuran terhadap konsep tersebut dan pengumpulan data. Definisi-definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sikap Disiplin Kerja Sikap disiplin kerja adalah sebuah sikap seseorang dalam kesediaannya untuk memahami dan mentaati peraturan-peraturan dalam organisasi baik tertulis maupun tidak tertulis. Disiplin kerja merupakan sikap untuk teratur dan tepat dalam menyelesaikan pekerjaan. Sikap disiplin kerja diukur menggunakan skala sikap disiplin kerja yang disusun berdasarkan aspek disiplin kerja berdasarkan konsep dari Haryotomo (2008). Skor total skala ini menunjukkan tinggi rendahnya tingkat disiplin kerja. Semakin tinggi skor semakin tinggi disiplin kerja. Sebaliknya jika semakin rendah skor maka disiplin kerja semakin rendah. 2. Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu menstimulasi rasa ketertarikan karyawan untuk melihat pekerjaan dan tugas mereka dari prespektif yang baru, serta mampu meningkatkan kesadaran bawahan terhadap visi dan misi organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan penilaian bawahan
23
24 terhadap perilaku pemimpin dalam mengarahkan bawahan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha, mendahulukan kepentingan
kelompok, dan meningkatkan
kebutuhan. Kepemimpinan transformasional diukur menggunakan Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio (1990) yang telah diterjemahkan dan digunakan Helmi (2011) dan dimodifikasi oleh Mahanani (2012) yang disusun berdasarkan aspek kepemimpinan transformasional. Skor total skala ini menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kepemimpinan transformasional. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi gaya kepemimpinan transformasional. Sebaliknya jika semakin rendah skor maka gaya kepemimpinan transformasional semakin rendah.
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah sumber utama dalam suatu penelitian, yaitu yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti. Apabila subjek penelitian terbatas dan masih dalam jangkauan sumber daya, maka dapat dilakukan studi populasi, yaitu mempelajari seluruh subjek secara langsung (Azwar, 2011). Subjek yang menjadi target dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di PT. Kereta Api Indonesia, yang berstatus sebagai karyawan tetap dan telah bekerja minimal selama satu tahun.
D. Metode Pengumpulan Data Metode
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan
data
disiplin
kerja
dan
kepemimpinan transformasional pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode skala. Skala adalah alat ukur psikologis dalam bentuk kumpulan pernyataan-pernyataan yang disusun sedemikian rupa sehingga respon-respon yang diberikan seseorang terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor dan kemudian diinterpretasikan (Azwar, 2012).
25
Terdapat dua skala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Skala Sikap Disiplin Kerja Skala sikap disiplin kerja disusun dengan aspek-aspek sikap disiplin kerja, skala yang digunakan adalah skala disiplin kerja yang dikembangkan oleh Haryotomo (2008). Aspek-aspek yang diungkap, yaitu: a. Aspek pemahaman terhadap peraturan b. Aspek kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan c. Aspek ketepatan waktu dalam pelaksanaan dan penyelesaiaan pekerjaan d. Aspek keteraturan proses dalam menjalankan tugas. Skala disiplin kerja terdiri dari item favorable dan unfavorable dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Item favorable diberi skor 4 untuk SS (Sangat Setuju), 3 untuk S (Setuju), 2 untuk TS (Tidak Setuju), dan 1 untuk STS (Sangat Tidak Setuju). Tabel 1 Blueprint Skala Disiplin Kerja No.
Aspek
Favourable
Unfavourable
jumlah
1.
Pemahaman terhadap peraturan
1, 3, 25, 32
6, 10, 17, 21, 29
9
2.
Kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan
11, 22, 33
2, 7, 14, 18, 26, 30
9
3
Ketepatan waktu dalam pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan
4, 8, 12, 23, 34
15, 19, 27, 31
9
4
Keteraturan proses dalam menjalankan tugas
5, 13, 16, 28
9, 20, 24, 35
8
Total
35
Peneliti tidak melakukan uji coba, uji coba skala disiplin kerja dilakukan oleh Haryotomo (2008) di PT. Pertamina (Persero). Hasil uji coba empirik menunjukan dari 40 aitem dan aitem yang memiliki skor dibawah 0,3 dianggap gugur. Aitem yang tidak
26 memenuhi syarat berjumlah 5 aitem, sehingga skala uji coba yang berjumlah 40 dan setelah uji coba menjadi berjumlah 35 aitem. Langkah selanjutnya adalah melihat koefisien reliabilitas pada skala disiplin kerja dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach. Uji reliabilitas pada skala disiplin kerja menghasilkan koefisien Alpha Cronbach sebesar α = 0,926 2. Skala Kepemimpinan Transformasional. Pengukuran
gaya
kepemimpinan
transformasional
menggunakan
skala
kepemimpinan faktor-ganda atau Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio (1990). Kemudian alat ukur tersebut telah digunakan dan diterjemhkan oleh Helmi (2011) yang kemudian dimodifikasi oleh Mahanani (2012). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin baik kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh atasan yang dipersepsi oleh bawahan. Skala gaya kepemimpinan transformasoinal terdiri dari item favorable dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Item favorable diberi skor 4 untuk SS (Sangat Sesuai), 3 untuk S (Sesuai), 2 untuk TS (Tidak Sesuai), dan 1 untuk STS (Sangat Tidak Sesuai). Tabel 2 Blueprint skala gaya kepemimpinan transformasional No.
Aspek
Favourable
Jumlah
1.
Idealized Influence
1,3,4,6,8
5
2.
Inspirational Motivation
5,7,10,11
4
3.
Intellectual Stimulation
2,15,16,17
5
4.
Individual Consideration
12,13,14
3
Total
17
Peneliti tidak melakukan uji coba, uji coba skala kepemimpinan transformasional ini dilakukan oleh Gilberta (2012) di RS. PKU Muhammadiyah. Hasil uji coba empirik menunjukan dari 17 aitem yang disajikan semuanya memenuhi syarat dengan koefisen
27 realibilitas α = 0,933. Uji coba ini juga pernah digunakan dalam penelitian Helmi (2010), dalam uji coba penelitian tersebut menghasilkan nilai koefisien reliabilitas α = 0,8651.
E. Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian kuantitatif. Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana suatu alat ukur secara tepat dan cermat dapat melakukan fungsi ukurnya. Ide pokok yang terkandung dalam reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2011). Menurut (Azwar, 2011), suatu instrumen pengukur dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut mampu menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud yang dilakukan dalam pengukuran tersebut. Penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity) yang diestimasi melalui pengujian isi tes dengan analisis rasional dan dilakukan profesional judgement oleh dosen pembimbing skripsi. Profesional Judgement merupakan pendapat, keputusan, atau pertimbangan yang diambil dengan tepat.
F. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam mengungkap hubungan sikap disiplin kerja dengan gaya kepemimpinan transformasional pada karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah dengan analisis data korelasi untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen. Seberapa besar sumbangan yang diberikan tiap-tiap variabel independen sebagai faktor prediktor variabel dependen, dan membuktikan hipotesis. Data yang terkumpul akan selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan metode product moment dari Pearson untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel penelitan. Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas dan dilanjutkan dengan uji korelasi parametik. Keseluruhan pengolahan data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak IBM SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 18.0.