1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keteraturan merupakan kebutuhan manusia yang sangat pokok atau mendasar. Faried Ali menjelaskan : “... Manusia pada hakikatnya menghendaki keteraturan baik dalam konteks potensional maupun dalam konteks normatif ideal“.1 Manfaat atau fungsi dari keteraturan itu sendiri yaitu untuk menjadikan perilaku manusia menjadi terstruktur, dari mulai cara berfikir hingga evaluasi terhadap hasil yang dicapai, sehingga menghasilkan kualitas mutu. Keteraturan merupakan perwujudan perilaku manusia yang menghendaki agar kehidupan dan segala sepak terjangnya selalu teratur. Kajian filsafat administrasi mengajarkan bahwa potensi teratur dalam konsep keteraturan potensional berfungsi memberi arahan mulai dari cara berfikir, konfigurasi hasil cara berfikir, efisiensi hasil cara berfikir sampai kepada evaluasi terhadap hasil yang dicapai, yang senantiasa melibatkan unsur guna dan nilai. Keteraturan dalam konteks normatif ideal pada hakikatnya mengacu kepada kebijakan melembaga, terencana, dan terprogram. Dalam kajian filsafat administrasi, kebijakan melembaga berisikan : mempertahankan mutu, ini berarti menuntut keikhlasan dari semua. Hasil produk harus nomor 1, tidak pernah ada nomor 2, dan 1
Faried Ali, 2015, Teori dan Konsep Administrasi Dari Pemikiran Paradigmatik Menuju Redefinisi, Ctk.4, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm.25.
2
seterusnya. Mutu yang dipertahankan mencakup keseluruhan fungsi yang terkait dalam kelembagaan. Dalam hal ini harus menghilangkan jarak pemisah yang menimbulkan kesenjangan akibat dominasi faktor ego. Semuanya harus merasa memiliki, memelihara, mengawasi dan menjaga, agar kebijakan tidak mengalami deviasi”.2 Keteraturan merupakan esensi atau inti dari administrasi, ketika pemikir mendefinisikan administrasi sebagai kerja sama manusia yang didasarkan pada pertimbangan rasional guna mencapai tujuan bersama, diharapkan dapat menciptakan keteraturan. ... “ 3 Administrasi digunakan atau dapat mengiringi banyak hal, salah satunya adalah dalam bidang perkantoran. Administrasi perkantoran menurut The Liang Gie adalah : “Rangkaian aktivitas merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan, mengawasi, dan mengendalikan pekerjaan perkantoran“.4 Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh The Liang Gie tersebut, dapat diambil suatu pemahaman bahwa administrasi perkantoran merupakan suatu proses menjalankan kegiatan di dalam suatu kantor atau perkantoran secara terstruktur dan sistematis. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan beberapa pengertian mengenai pengelolaan. Pengelolaan adalah proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi. Kata pengelolaan,
2
Ibid., hlm 25-26. Ibid., hlm 199. 4 The Liang Gie, 2012, Administrasi Perkantoran Modern, Ed.4, Ctk.10, Liberty Yogyakarta, hlm.13. 3
3
apabila digabungkan dengan kata administrasi dan perkantoran, dapat diambil suatu pemahaman bahwa pengelolaan administrasi perkantoran memiliki pengertian melakukan kegiatan di dalam suatu perkantoran dengan keteraturan guna mencapai tujuan yang ingin dicapai, dimana pencapaian tersebut nantinya memiliki mutu atau kualitas. Kantor atau perkantoran secara sederhana dapat dipahami sebagai suatu tempat dimana di dalamnya terdapat aktifitas bersama yang mana aktifitas bersama tersebut dilakukan guna mencapai suatu tujuan tertentu. Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), di dalamnya terdapat beberapa orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu seperti ada staf atau karyawan yang memiliki fungsi-fungsi tertentu, serta PPAT itu sendiri, dan tujuan tertentu yang ingin dicapainya tentu adalah apa yang menjadi pekerjaan atau tugas-tugas dari PPAT tersebut bisa terselesaikan dengan baik. Sebagai seorang pejabat umum, PPAT diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Hal tersebut dijelaskan di dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP No.37 Tahun 1998). Pasal 20 ayat (1) PP No.37 Tahun 1998 mengatur bahwa, PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya. Berdasarkan
4
ketentuan tersebut, maka PPAT harus memiliki kantor untuk menjalankan jabatannya. Kantor atau suatu perkantoran, sebagaimana telah dijelaskan, di dalamnya terdapat aktifitas-aktifitas tertentu, demikian juga dengan kantor PPAT. Aktifitas tertentu di dalam suatu kantor PPT tidak terlepas dari tugas pokok PPAT. Tugas pokok PPAT berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998 adalah : “PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998, tugas pokok PPAT adalah membuat akta yang merupakan bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Akta yang dibuat oleh PPAT, bukan hanya berupa beberapa lembar kertas yang menjelaskan suatu perbuatan hukum tertentu dan ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi, serta PPAT.
Akta
PPAT
dibuat
berdasarkan
warkah-warkah.
Warkah
berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 PP No. 37 Tahun 1998 adalah dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta PPAT. Pasal 1 angka 5 PP No. 37 Tahun 1998 menjelaskan protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara oleh
5
PPAT yang terdiri warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya. Berdasarkan ketentuan tersebut, PPAT memiliki kewajiban untuk menyimpan serta memelihara dokumen-dokumen tertentu. Berdasarkan apa yang telah diuraikan, PPAT memiliki kewajibankewajiban berkaitan dengan berkas-berkas atau dokumen penting yang harus disimpan, dirawat, serta dijaga dengan baik. Proses atau upaya merawat dokumen-dokumen penting yang menjadi kewajiban dari PPAT memerlukan pengelolaan administrasi perkantoran yang baik. Pengelolaan administrasi perkantoran yang tidak baik, akan berakibat seorang PPAT tidak bisa menunaikan kewajibannya dengan baik. Pengelolaan administrasi perkantoran PPAT memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang seorang PPAT di dalam menjalankan tugas jabatannya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang pengelolaan administrasi perkantoran PPAT di Kota Yogyakarta. Hasil dari penelitian tersebut akan penulis
gunakan
sebagai
dasar
penulisan
Tesis
dengan
judul
“PENGELOLAAN ADMINISTRASI PERKANTORAN PPAT DI KOTA YOGYAKARTA“.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah penulis uraikan, penulis merumuskan poin-poin rumusan permasalahan sebagai acuan penelitian ini, yaitu : 1. Apakah ada kewajiban untuk melakukan pengelolaan administrasi perkantoran bagi PPAT di Kota Yogyakarta ? 2. Bagaimanakah pengelolaan administrasi perkantoran PPAT di Kota Yogyakarta ? 3. Apakah
kendala-kendala
terhadap
pengelolaan
administrasi
perkantoran PPAT di Kota Yogyakarta? C. Keaslian Penelitian Penelitian dengan pokok permasalahan yang sama dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini belum pernah dibuat di kalangan Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, namun demikian terdapat penelitian yang memiliki tema hampir sama dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu: 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Dinda Sekar Arum 5 dengan judul “Kajian Administrasi Dan Tata Kelola Kantor Notaris Di Kota Yogyakarta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”. Rumusan masalah pada penelitian tersebut yaitu:
5
Dinda Sekar Arum, 2013, “Kajian Administrasi Dan Tata Kelola Kantor Notaris Di Kota Yogyakarta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm.6.
7
a.
Bagaimana pelaksanaan administrasi dan tata kelola kantor Notaris di Kota Yogyakarta?
b.
Bagaimana pembinaan serta pengawasan administrasi dan tata kelola kantor Notaris oleh Majelis Pengawas Daerah Kota Yogyakarta?
Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu. Pelaksanaan administrasi dan tata kelola kantor Notaris di Kota Yogyakarta dalam prakteknya belum sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris, Hasil penelitian menemukan berbagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang berkaitan dengan administrasi dan tata kelola kantor, yaitu terdapat Notaris yang melakukan penjilidan bundel minuta akta 1 (satu) tahun sekali, terdapat Notaris yang tidak memiliki serta mengisi protokol Notaris berupa buku daftar protes dan buku daftar wasiat dan juga terdapat Notaris yang melakukan pengiriman surat daftar wasiat paling lambat tanggal 10 (sepuluh) tiap bulannya. Hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf f, g, h, i, dan j. Pengawasan yang di lakukan oleh MPD Kota Yogyakarta tehadap administrasi dan tata kelola kantor Notaris dalam melakukan pemeriksaan protokol Notaris dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali, serta pembinaan yang dilakukan oleh MPD adalah dengan cara memberikan saran-saran yang berfungsi untuk mencegah Notaris agar tidak melakukan pelanggaran terhadap
8
UUJN. MPD apabila menemukan pelanggaran terhadap UUJN, maka Notaris dapat diberikan sanksi sesuai dengan Pasal 18 UUJN. 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Erdalima6 dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Penyimpanan Minuta Akta Oleh Notaris”. Rumusan masalah pada penelitian tersebut yaitu: a. Bagaimana pelaksanaan penyimpanan minuta akta yang aturannya tidak jelas? b. Bagaimana tanggungjawab yuridis Notaris dalam hal hilang atau musnahnya minuta akta? c. Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak dalam hal hilang atau musnahnya minuta akta? Kesimpulan
dari
penelitian
tersebut
yaitu.
Pelaksanaan
penyimpanan minuta akta yang aturannya tidak jelas menyebabkan bebas, atau kurang hati-hati dan kurang bertanggung jawabnya Notaris dalam menjaga keamanan minuta akta sehingga otentisitas akta kurang terjamin. Notaris tidak mempunyai pegangan atau dasar yuridis kuat untuk melaksanakan penyimpanan akta yang memenuhi standar keamanan, dan melaksanakan penyimpanan akta yang memenuhi standar keamanan dan kelayakan. Tanggung jawab yuridis Notaris dalam hal rusak, hilang, atau musnahnya minuta akta akibat kelalaiannya yaitu: tanggung jawab pidana sesuai Pasal 417 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; tanggung jawab 6
Erdalima,2010, “Tinjauan Yuridis Terhadap Penyimpanan Minuta Akta Oleh Notaris”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm.8.
9
perdata sesuai ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah ganti rugi jika dapat dibuktikan sebagai perbuatan melawan hukum; tanggung jawab administratif sesuai Pasal 85 Undang-Undang Jabatan Notaris dari sanksi teguran, hingga pemberhentian secara tidak hormat. Perlindungan hukum para pihak dalam hal rusak/hilang, atau musnahnya minuta akta, para pihak berhak mengajukan gugatan perdata, serta meminta penetapan pengadilan bahwa minuta akta tersebut benar-benar berstatus hukum hilang, rusak, atau musnah, untuk menghindari adanya penyalahgunaan minuta akta jika ditemukan. 3.
Penelitian yang dilakukan oleh Neny Barulianasary7 dengan judul “Tinjauan Pelaksanaan Jabatan Notaris Sebagai Penerima Protokol Akta Notaris di Kabupaten Sleman”. Rumusan masalah pada penelitian tersebut yaitu: a. Bagaimana pelaksanaan jabatan Notaris sebagai penerima protokol akta Notaris di kabupaten Sleman? b. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang terjadi pada pelaksanaan jabatan Notaris sebagai penerima protokol Notaris di Kabupaten Sleman? Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu. Pelaksanaan jabatan Notaris sebagai penerima protokol akta Notaris dalam prakteknya masih terdapat kendala yang berkaitan dengan tempat penyimpanan
7
Neny Barulianasary, 2010, “Tinjauan Pelaksanaan Jabatan Notaris Sebagai Penerima Protokol Akta Notaris di Kabupaten Sleman”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm.7.
10
dan jumlah protokol akta yang diserahkan. Kendala tersebut yaitu pada Notaris yang telah berakhir masa jabatan, dan Notaris tersebut memiliki protokol akta yang banyak, sehingga pelaksanaan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang mengatur bahwa penyerahan protokol Notaris kepada Notaris lain dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari, belum bisa diaplikasi seideal seperti yang diinginkan. Berdasarkan kendala yang terjadi dilapangan, maka upaya yang dilakukan adalah dengan mendasarkan pada hasil keputusan rapat Majelis Pengawas Daerah, yaitu melakukan pembagian protokol akta Notaris tersebut kepada lebih dari 1 (satu) Notaris. Perbedaan
penelitian
ini
dengan
penelitian-penelitian
sebelumnya yaitu. Penelitian ini, tema yang penulis angkat adalah mengenai jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ketiga penelitian sebelumnya tersebut adalah mengenai jabatan Notaris. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dan penulisan tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1.
Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perkembangan ilmu hukum pada umumnya, bidang ilmu PPAT pada khususnya, dan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi akademisi dan
11
masyarakat luas di bidang kenotariatan serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis. 2.
Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan lainnya yang berkaitan dengan bidang PPAT, khususnya tentang pengelolaan administrasi perkantoran PPAT.
E. Tujuan Penelitian 1.
Mengkaji, serta menganalisis apakah ada kewajiban bagi PPAT di Kota
Yogyakarta
untuk
melakukan
pengelolaan
administrasi
perkantoran 2.
Mengkaji, serta menganalisis bagaimana pengelolaan administrasi perkantoran di Kota Yogyakarta.
3.
Mengkaji, serta menganalisis kendala-kendala terhadap pengelolaan administrasi perkantoran PPAT di Kota Yogyakarta