BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Isu kelunturan karakter bangsa yang akhir-akhir ini marak diberitakan membuat oarng yang mendengarnya merasakan miris. Hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor dari dalam dan luar diri setiap individu. Faktor dari dalam diantaranya disebabkan kurangnya rasa cinta tanah air, seperti sikap yang kurang menghargai karya dari negeri sendiri. Faktor dari luar individu diantaranya disebabkan pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia. Di jaman globalisasi saat ini, pembauran budaya begitu cepat terjadi, salah satu faktornya karena akses teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat. Selain itu longgarnya sikap masyarakat dalam menyaring informasi menyebabkan budaya yang kurang baik dengan cepat berkembang di Indonesia. Masuknya budaya barat dan asing lainnya membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya semakin majunya perkembangan teknologi informasi, komunikasi, serta transportasi. Hal tersebut ditandai dengan mudahnya masyarakat mengakses berbagai informasi baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri, masyarakat pun dapat berkomunikasi melalui telepon, dan telepon genggam yang canggih. Selain itu memungkinkan masyarakat untuk bepergian jauh dan menempuhnya dengan waktu yang singkat, ke luar negeri sekalipun. Dampak positif lainnya ditandai dengan semakin berkembangnya industri, hal tersebut dapat memungkinkan perluasan produksi tidak hanya di
1
2
dalam negara, melainkan juga dapat memperluasnya samapai ke negara-negara dan diberbagai belahan dunia. Dampak positif selanjutnya adalah dibidang industri dan jasa yang ditandai dengan peluang setiap negara untuk membuka industri dan jasa yang memungkinkan pertukaran ahli antar negara satu dengan negara yang lainnya. Dampak positif bidang sosial-budaya ditandai dengan meningkatnya jumlah turis asing dan pertukaran misi kebudayaan yang mendorong cepat berkembang dan terjadinya pembauran kebudayaan. Dampak positif selanjutnya bidang lingkungan hidup yang ditandai dengan perhatian setiap negara pada masalah ini yang semakin meningkat. Hal ini mendorong semua negara untuk mengkritisi masalah lingkungan hidup di negaranya sendiri maupun di negara lainnya, contohnya ketika hutan di Indonesia mengalami kebakaran, muncul kritik dari Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, bahkan Filipina, karena asapnya yang sangat mengganggu. Dampak positif lainnya adalah bidang politik, yang ditandai dengan meningkatnya demokratisasi, transparansi, dan jaminan hak asasi manusia oleh suatu negara, seperti kasus Israel dan Palestina yang mendapat kecaman keras dari berbagai masyarakat diberbagai belahan dunia (Komalasari dan Yusnawan, 2007:111-112). Selain dampak positif di atas, globalisasi membawa dampak negatif, antara lain terjadinya kesenjangan ekonomi sebagai akibat dari kekalahan dalam berkompetisi untuk menguasai teknologi. Mereka yang tidak mampu dan tidak memiliki keterampilan akan semakin tertinggal, sebaliknya, mereka yang menguasai teknologi dan memiliki keterampilan, semakin menguasai dunia. Dampak negatif lainnya terjadi pencemaran lingkungan yang bersifat global,
3
seperti polusi lingkungan akibat kebakaran hutan, dan pemanasan global yang disebabkan oleh semakin banyaknya asap kendaraan yang berakibat pada melubangnya lapisan ozon sehingga udara di bumi semakin panas. Dampak negatif lain timbulnya fanatisme rasial, etnis, dan agama sebagai upaya untuk menunjukkan eksistensinya melalui berbagai forum dan organisasi, mereka cenderung lebih membela kelompok masing-masing dan mereka tidak ingin jika kelompok mereka kalah dari kelompok lain, atau ada kelompok lain yang lebih dibandingkan kelompok mereka. Bahkan mereka akan melakukan apa saja supaya kelompok mereka bisa lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Dampak negatif selanjutnya adalah semakin meningkatnya kejahatan internasioal seiring semakin canggihnya teknologi, contonya adalah kejahatan melalui dunia maya. Dampak negatif lainnya adalah semakin meningkatnya gaya hidup mewah, individualistis, dan hedonis dengan tidak memperhatikan kepribadian bangsa. Saat ini masyarakat cenderung bergaya hidup mewah, mengikuti alur pengaruh gaya hidup barat, cara berpakaian, berbicara, maupun gaya dan selera makannya. Dahulu sebelum era globalisasi, masyarakat masih berpakaian sopan, sekarang cenderung mengikuti model berpakaian orang Barat, memakai pakaian mini dan terbuka. Gaya makan pun berubah, dahulu lebih suka makanan produk dalam negeri, sekarang lebih suka produk olahan dan cepat saji dari luar negeri, seperti Mc Donald, Pizza Hut, Kentucky, fried chicken. Kenyataan ini secara tidak langsung akan menggeser produk dalm negeri, sehingga permintaannya menurun. Bersamaan dengan itu masyarakat juga cenderung lebih individualistis, hal tersebut merupakan dampak semakin canggihnya teknologi informasi, dan
4
komunikasi. Dahulunya mengerjakan segala sesuatu dengan manual, sekarang bisa dikerjakan dengan mesin, sehingga gotong royong pun semakin berkurang, bahkan mereka merasa bisa mengerjakan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Selain itu sifat hedonis menjadi tujuan dari setiap orang, mereka menganggap kenikmatan pribadi sebagai suatu nilai hidup tertinggi, sehingga berusaha untuk memenuhinya dengan cara apapun, meskipun harus melanggar norma dalam masyarakat seperti, mabuk-mabukan, seks bebas, foya-foya, dan sebagainya (Komalasari dan Yusnawan, 2007:112-116). Hedonisme sebagai salah satu dampak negatif globalisasi di atas selanjutnya melahirkan budaya instan dan bahkan jalan pintas. Sifat dari faham ini mendorong orang untuk lebih memilih menerima sesuatu secara instan dari pada berusaha keras penuh liku dan tantangan untuk meraihnya. Sulit meminta dan mengajak orang berusaha dan bekerja keras mengelola potensi dirinya guna meraih yang diinginkan merupakan salah satu tanda mundurnya karakter bangsa ini. Kenyataan ini berbanding terbalik dengan potensi bangsa Indonesia yang sangat kaya akan sumber daya alam. Kekayaan alam yang melimpah tersebut cenderung diabaikan. Sifat mengabaikan kekayaan alam tersebut dibeberapa sektor dimanfaatkan oleh pemilik modal asing untuk menguasai kekayaan alam dan pasar industri di Indonesia. Fenomena menjadi pembantu di negeri sendiri sudah menjadi hal dan pemandangan yang biasa dilihat dalam kehidupan seharihari seperti, banyak masyarakat Indonesia yang menjadi karyawan di pabrik milik orang asing. Keadaan yang sangat miris jika menilik potensi bangsa yang begitu kaya. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin bertambah setiap harinya
5
berbanding terbalik dengan semakin sempitnya lapangan pekerjaan di negeri ini. Dengan faham hedonis, orang akan selalu mencari kesenangan, karena mereka menganggap kesenangan adalah hal yang paling penting di dunia ini dan berusaha mencari kesenangan itu, serta memenuhinya dengan berbagai cara. Dari faham inilah mengakibatkan banyaknya terjadi kasus suap-menyuap, dan banyak terjadinya korupsi yang dilakukan oleh oknum tertentu. Hal tersebut terjadi tidak lain adalah karena mereka ingin mencari kesenangan materi. Istilah “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senag kemudian” nampaknya sudah kurang begitu diperdulikan. Lebih suka jalan pintas yang mudah untuk meraih sesuatu yang diinginkan, bahkan bila perlu dengan cara haram dan tanpa proses serta melanggar hukum, yang terpenting bisa mendapatkannya. Dalam memasuki dunia kerja contonya, banyak yang rela mengeluarkan uang untuk bisa memasuki atau menduduki jabatan dalam suatu instansi tertentu. Kenyataan yang banyak dan sering terjadi dalam masyarakat hal itu sudah bukan menjadi rahasia lagi. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya dengan berbagai potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Selain penghasil batu bara, minyak bumi, bangsa Indonesia juga menjadi penghasil gas alam yang sangat potensial. Bangsa Indonesia juga memiliki kekayaan alam lain yang bisa dijadikan sumber penghasilan serta menjamin kelangsungan hidup penduduknya. Bangsa yang kaya akan sumber daya alam saja tidak menjamin kemajuan dan kemakmuran bangsa tersebut, begitu juga bangsa Indonesia, dengan kekayaan alam yang melimpah itu saja tidak menjamin bangsa Indonesia menjadi bangsa yang makmur. Selain
6
kekayaan alam yang dimilikinya, untuk mengolahnya memerlukan keahlian dan sumber daya manusia yang maju pula serta kerja keras dari berbagai elemen dalam negara Indonesia. Dorongan untuk kerja keras kurang mendapat dukungan yang baik dari masyarakat. Bukan saja dari contoh dalam masyarakat, tetapi juga oleh tayangan televisi yang banyak ditonton masyarakat. Hiburan dan tayangan di televisi serta layar lebar juga menjadi salah satu sebab masyarakat menjadi malas dan tidak mau berusaha serta bekerja keras untuk meningkatkan taraf kemakmuran hidupnya. Televisi sebagai salah satu media informasi yang hampir merata dimiliki
rumah
tangga
Indonesia,
berbagai
tayangannya
tidak
jarang
menayangkan hal-hal yang negatif dan kurang baik serta tidak sesuai dengan budaya ketimuran. Melihat fenomena di atas, kerja keras kurang mendapat dukungan dari masyarakat. Untuk itu perlu media dan lingkungan yang kondusif untuk menanamkan kerja keras. Lingkungan menjadi faktor penting menanamkan kerja keras pada anak, utamanya lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Penanaman nilai kerja keras terhadap anak sejak usia dini dalam lingkungan keluarga akan meresap pada diri anak, misalnya orang tua tidak memanjakan anak, tidak membiasakan selalu memenuhi apa yang menjadi keinginannya apalagi kurang bermanfaat. Pembiasaan pemberian hadiah atau pemenuhan keinginan dengan syarat tertentu akan lebih baik dari pada langsung memenuhi setiap apa yang diinginkannya. Dengan begitu anak akan berusaha memenuhi syarat terlebih dahulu untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Secara tidak
7
langsung anak akan terbiasa bekerja keras untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dengan penanaman kerja keras sejak dini, anak diharapkan menjadi seorang yang mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman kerja keras sejak dini merupakan proses menjadikan bangsa mandiri pada masa yang akan datang. Membentuk generasi muda yang mempunyai cara mensyukuri, mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Penanaman kerja keras melalui media lingkungan sekolah merupakan faktor yang cukup penting bagi anak agar bisa menerapkan dalam kehidupannya sehari-hari. Karena dalam lingkungan sekolah menerapkan peraturan yang mengikat, sehingga dapat menanamkan sikap kerja keras. Penanaman kerja keras juga bisa diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan, khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Hal tersebut bisa pula melalui tata tertib berpakaian yang menanamkan kesungguhan. Tata tertib harus memakai seragam yang sopan dan rapi, memakai sepatu warna hitam, memakai ikat pinggang, peraturan memakai kaus kaki warna tertentu, dan lain sebagainya. Akan mendorong siswa untuk berusaha mengikutinya, dengan demikian akan tertanam kesungguhan dalam dirinya. Dari kesungguhan ini akan membentuk sikap kerja keras siswa untuk mematuhi tertib sekolah. Hal tersebut merupakan contoh penanaman kerja keras dari hal-hal kecil guna membangun karakter kerja keras pada siswa. Penanaman kerja keras tersebut bisa pula dilakukan melalui proses pembelajaran pada semua mata pelajaran salah satunya dengan memberi pekerjaan rumah (PR) untuk pendalaman materi pelajaran. Pemberian PR ini
8
merupakan
upaya
untuk
penanaman
kerja
keras
bagi
siswa
yang
menyelesaikannya. Mata pelajaran PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang mengajarkan kerja keras. Standar kompetensi dan kompetensi dasar pelajaran PKn baik secara langsung maupun tidak langsung, memiliki visi dan misi karakter kerja
keras.
Standar
kompetensi
“mendeskripsikan
makna
proklamasi
kemerdekaan dan konstitusi pertama” dan kompetensi dasar “menjelaskan makna proklamasi kemerdekaan”, misalnya: mengajarkan siswa agar mengetahui bagaimana bangsa Indonesia berjuang atau bekerja keras dalam mencapai kemerdekaan. Standar kompetensi “menunjukkan sikap positif terhadap normanorma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” dan kompetensi dasar “menerapkan norma-norma kebiasaan, adat-istiadat, dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”, mengajarkan siswa agar memiliki sikap kerja keras menerapkan norma-norma dan peraturan-peraturan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat. Juga standar kompetensi “menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)”, dan kompetensi dasar “menghargai upaya penegakan HAM”, mengajarkan pada siswa untuk menenunjukkan sikap positif terhadap upaya penegakan HAM, sehingga siswa didorong memiliki sikap kerja keras untuk menghargai hak-hak orang lain (Silabus PKn kelas VII). Namun sayangnya penyajian SK-KD tersebut dalam proses pembelajaran PKn kurang menyenangkan dan bahkan membosankan. Penyampaian materinya
9
cenderung penuh dengan teori-teori dan hafalan. Sehingga nilai-nilai yang seharusnya ditanamkan sebagaimana harapan SK-KD tidak tersampaikan secara memadai, untuk itu guru PKn dituntut mencari cara, baik strategi maupun media pembelajaran, agar nilai dan pesan tersebut dapat diterima dan tertanam dalam diri siswa. Karena materi yang luas dengan metode penyampaian yang monoton seperti ceramah, akan sulit mencapai tujuan penanaman pesan dan nilai dimaksud. Untuk itu perlu penggunaan media yang menarik agar nilai-nilai tersebut dapat mudah dicerna siswa, misalnya menggunakan media film. Mengingat cukup banyak film yang mengandung pesan nilai-nilai pendidikan. Salah satunya adalah film Jamila dan Sang Presiden, penelitian Riyati (2011) pada film ini menunjukkan dalam setiap adegan maupun dialognya mengandung pendidikan moral dalam perspektif gender. Dengan demikian film dapat dijadikan sebagai media pembelajaran, karena ceritanya mengandung nilai positif sekaligus menyenangkan bagi siswa. Film merupakan salah satu media hiburan yang banyak ditonton oleh masyarakat, baik film produksi dalam maupun luar negeri. Film sebagai produk seni dan media hiburan di dalamnya mengandung aspek positif atau pun negatif. Film disamping sebagai media hiburan juga pendidikan, sebagai media pendidikan maka nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan oleh guru untuk media penyampaian sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dirancang, termasuk di dalamnya mengenai pendidikan karakter yang menjadi tema penelitian ini.
10
Pendidikan karakter merupakan bagian esensial dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini tercermin dalam rumusan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana diatur dalam UU. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3). Rumusan tersebut dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan nasional dilaksanakan untuk membentuk watak serta peradaban bangsa. Serta bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta menjadi orang yang bertanggung jawab. Pemanfaatan film sebagai media pembelajaran diharapkan mampu membentuk watak serta karakter bagi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Akan tetapi pada kenyataannya ada film yang mengandung nilai negatif, sehingga tidak bisa dijadikan media pembelajaran. Namun tidak sedikit film yang ceritanya sangat edukatif yang nilai atau pelajaran positifnya dapat dijadikan media pembelajaran, termasuk untuk pembelajaran PKn. Tujuan mata pelajaran PKn yang secara resmi dilansir oleh BSNP adalah sebagai berikut: 1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
11
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (BSNP, 2006). Guru PKn dapat menjadikan film sebagai media pembelajaran sebagai salah satu usaha untuk melatih siswa berpikir kritis dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Selain itu juga melatih siswa untuk berpartisipasi secara aktif, bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kehidupan bermasyarakat, anti korupsi, dan berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter masyarakat Indonesia sesuai tujuan PKn. Dengan tayangan film siswa akan lebih bersemangat dalam mengikuti maupun menyimak pelajaran. Media film dianggap lebih menyenagkan dibandingkan guru hanya ceramah di depan kelas saat pelajaran. Guru PKn dalam memilih film yang digunakan sebagai media pembelajaran harus selektif, terutamanya yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter, karena nilai-nilai pendidikan karakter sangat penting ditanamkan pada siswa terutamanya karakter kerja keras. Tujuan penayangan film yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kerja keras, siswa dapat menangkap nilai tersebut dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Karakter kerja keras salah satunya terdapat dalam film Semesta Mendukung. Sehingga cukup penting penulis melakukan penelitian mengenai “Konstruksi
12
Pendidikan Karakter Kerja Keras Kajian Isi Cerita Film Semesta Mendukung untuk Pembelajaran PKn”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penjabaran gagasan kerja keras dalam film Semesta Mendukung? 2. Bagaimanakah pengungkapan dorongan kerja keras dalam film Semesta Mendukung? 3. Bagaimanakah penggambaran pelaksanaan kerja keras dalam film Semesta Mendukung? 4. Bagaimanakah pengungkapan kendala karakter kerja keras dalam film Semesta Mendukung? 5. Bagaimana pengungkapan dukungan pihak lain untuk menumbuhkan karakter kerja keras dalam film Semesta Mendukung? 6. Bagaimana konstruksi pendidikan karakter untuk kerja keras dalam film Semesta Mendukung? 7. Bagaimana konstruksi pendidikan karakter untuk implementasi kerja keras dalam film Semesta Mendukung?
13
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendiskripsikan penjabaran gagasan kerja keras dalam film Semesta Mendukung 2. Mendiskripsikan pengungkapan dorongan kerja kers dalam film Semesta Mendukung 3. Mendiskripsikan penggambaran pelaksanaan kerja keras dalam film Semesta Mendukung 4. Mendiskripsikan pengungkapan kendala karakter kerja keras dalam film Semesta Mendukung 5. Mendiskripsikan pengungkapan dukungan pihak lain untuk menumbuhkan karakter kerja keras dalam film Semesta Mendukung 6. Mendeskripsikan konstruksi pendidikan karakter untuk kerja keras dalam film Semesta Mendukung 7. Mendeskripsikan konstruksi pendidikan karakter untuk implementasi kerja keras dalam film Semesta Mendukung
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan
konsep
pendidikan
karakter
kerja
pembelajaran PKn dengan memanfaatkan media film .
keras
dalam
14
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu pedoman untuk kegiatan penelitian berikutnya yang sejenis. 2. Manfaat praktis a. Sebagai media pembelajaran pendidikan karakter kerja keras bagi calon guru Pendidikan Kewarganegaraan. b. Sebagai calon pendidik, pengetahuan dan pegalaman selama mengadakan penelitian dapat di tularkan kepada peserta didik pada khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.
DAFTAR ISTILAH 1. Fanatisme, adalah kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran agama, atau politik dsb (Sugono, dkk., 2008:407). Selain itu Fanatisme adalah sebuah keadaan di mana seseorang atau kelompok yang menganut sebuah paham, baik politik, agama, kebudayaan atau apapun saja dengan cara berlebihan (membabi buta) sehingga berakibat kurang baik, bahkan cenderung menimbulkan perseteruan dan konflik serius (Anonim, 2012). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fanatisme adalah kepercayaan yang terlalu kuat dalam diri setiap orang atau sekelompok orang dalam menganut suatu paham. 2. Globalisasi, dari kata dasar global, yang artinya berkenaan dengan keseluruhan (Sugono, dkk., 2008:491). Globalisasi adalah suatu proses yang di dalamnya batas-batas negara luluh dan tidak penting lagi dalam kehidupan sosial, dan setiap orang di semua belahan dunia dapat berhubungan dan berkomunikasi tanpa dibatasi oleh perbedaan waktu dan negara, sehingga mereka seolah-olah tidak
15
terpisah oleh batas negara (Michael Haralambos dan Martin Holborn dalam Komalasari dan Yusnawan, 2007:105). Selain itu globalisasi merupakan suatu gejala meningkatnya kesalingtergantungan ekonomi antara negara-negara di dunia yang ditandai dan meningkat dan beragamnya volume transaksi barang dan jasa lintas negara dan penyebaran teknologi yang meluas dan cepat (International Monetary Fund/IMF dalam Komalasari dan Yusnawan, 2007:105). Disisi lain globalisasi menunjukkan adanya suatu proses pembentukan suatu tatanan masyarakat dengan segala perangkat peraturannya yang bersifat universal dan menyeluruh tanpa memperhatikan batas-batas wilayah negara (Komalasari dan Yusnawan, 2007:105). Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa globalisasi adalah suatu gejala, baik itu di bidang sosial, ekonomi, politik, maupun budaya yang mendunia, dan tanpa batas. 3. Hedonisme, dari kata dasar hedonis, yaitu filsuf yang berpendirian bahwa tujuan hidup manusia yang terutama ialah memperoleh kesenangan dan kesenangan adalah yang paling benar di dunia ini (Sugono, dkk., 2008:531). Selain itu hedonis adalah aliran yang sangat mengutamakan rasa senang dan tujuan hidup manusia adalah mencari kesenangan sejati yang tidak diakhiri dengan penderitaan (Sukmadinata, 2003:80). Hedonisme yaitu kenikmatan pribadi dianggap sebagai suatu nilai hidup tertinggi (Komalasari dan Yusnawan, 2007:116). Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan (Anonin, 2012). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hedonisme
16
adalah suatu paham yang menganggap bahwa kenikmatan dan kesenangan pribadi adalah nilai hidup tertinggi dan paling benar di dunia ini dan orang akan mencarinya sebanyak mungkin 4. Karakter, adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak (Sugono, dkk., 2008:682). Karakter juga merupakan gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benarsalah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisis (Alwisol dalam Arismantoro, 2008:27). Selain itu karakter adalah keadaan asli yang ada dalam diri individu seseorang yang membedakan antara dirinya dengan orang lain (Gunawan, 2012:3). Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara (Samanai dan Hariyanto, 2012:41). Di sisi lain karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong atau penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain (Hidayatullah, 2010:13). Selain itu karakter merupakan kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti yang merupakan kepribadian khusus yang harus melekat kepada anak-anak bangsa ini (Elfindri, dkk., 2012:27). Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu, yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakannya dengan individu lain (Wiyani, 2012:41). Dalam kamus psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif
17
tetap (Dali Gulo, 1982:29). Jadi diri beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian karakter adalah sifat-sifat asli yang ada dalam diri individu yang membedakannya dengan orang lain dalam bertindak. 5. Individualistis, adalah orang-orang yang yakin akan diri sendiri dan sangat mandiri (Syah, 2012). Selain itu individualis; bersifat individu (Sugono, dkk., 2008:584). Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa individualistis adalah orang yang meyakini dirinya sendiri mampu melakukan apa pun secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain, dan bersikap individual.