BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap orang tua menginginkan agar anaknya bisa tumbuh sehat. Kondisi sehat tersebut bisa dicapai jika asupan gizi bisa tercukupi. Kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh anak-anak harus bisa tercukupi dengan baik dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya untuk menjadi dewasa. Masalah yang sering timbul dalam pemenuhan gizi tersebut adalah berkurangnya nafsu makan pada anak. Ada banyak hal yang bisa menyebabkan anak tidak mau makan, antara lain akibat faktor depresi ataupun adanya penyakit fisik yang timbul (Yoselin, 2008). Gangguan pada nafsu makan telah menjadi masalah yang sering terjadi pada anak-anak. Gangguan nafsu makan terjadi pada 25%-45% anak yang berkembang normal dan 80% pada anak yang terlambat perkembangannya (Waugh et al., 2010). Gangguan nafsu makan apabila diabaikan secara terusmenerus bisa menyebabkan defisiensi nutrisi. Defisiensi nutrisi menyebabkan terganggunya berbagai kerja normal organ yang dapat memicu gangguan kesehatan lain yang lebih berbahaya. Gangguan ini juga diikuti dengan penurunan berat badan yang drastis, dimana pada anak yang memiliki berat badan dibawah 75% berat badan normal akan mengalami gangguan perkembangan dan osteoporosis dini. Selain itu, defisiensi nutrisi juga dapat menyebabkan adanya gangguan pada otak dan ganguan sintesis protein fungsional otak, apabila kronik dapat menjadi atrofi pada otak (DeSocio et al., 2007).
1
2
Beberapa tahun belakang ini era back to nature sedang tren di kalangan global. Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan keanekaragaman hayati dan warisan budaya tradisional, antara lain budaya secara turun menurun untuk minum jamu khususnya dalam masyarakat suku Jawa. Tanaman temulawak sering digunakan dalam ramuan jamu sebagai penambah nafsu makan. Salah satu penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa kandungan mnyak atsiri dalam temulawak memiliki sifat choleretic (Sudarsono et al., 1996), yaitu dapat merangsang
hati
untuk
menghasilkan
empedu
lebih
banyak
sehingga
mempercepat pencernaan dan absorpsi lemak di usus sehingga proses pengosongan lambung terjadi lebih cepat (Al Imami, 2006). Tanaman temulawak sebenarnya bisa digunakan secara langsung dengan pengolahan sendiri sebagai penambah nafsu makan. Namun, kini penggunaan temulawak sudah banyak diteliti dan dikembangkan sebagai suplemen makanan untuk meningkatkan nafsu makan terutama bagi anak-anak yang memiliki ganggunan nafsu makan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek yang terjadi terhadap berat badan, asupan makanan dan minuman tikus putih jantan galur Wistar yang ditekan nafsu makannya setelah diberi perlakuan kombinasi minyak atsiri temulawak ke dalam komposisi Emulsi® untuk kemudian diujikan pra kliniknya dengan variasi perbandingan kombinasi yang berbeda-beda. Akan tetapi, penelitian tentang efek farmakologi temulawak sebagai penambah nafsu makan banyak dilakukannya terhadap hewan uji dalam kondisi normal atau tidak mengalami gangguan nafsu makan. Oleh karena itu, pada penelitan ini digunakan metode baru yaitu dengan menggunakan hewan uji yang sebelumnya ditekan
3
nafsu makannya dengan dietilpropion HCl kemudian suntikkan secara peroral kombinasi Emulsi® dan minyak atsiri temulawak untuk mengetahui efek perubahan nafsu makan yang terjadi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar ilmiah tambahan untuk pengembangan temulawak sebagai penambah nafsu makan dan diharapkan munculnya produk baru dari temulawak sebagai penambah nafsu makan yang lebih baik efikasi dan keamanannya serta dapat diterima oleh masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian tersebut diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah pengaruh pemberian kombinasi Emulsi® dan minyak atsiri temulawak terhadap berat badan, asupan makanan dan minuman tikus putih jantan galur Wistar yang ditekan nafsu makannya dengan dietilpropion HCl selama 28 hari perlakuan?
2.
Perbandingan kombinasi Emulsi® dan minyak atsiri temulawak manakah yang paling optimum dalam meningkatkan berat badan, asupan makanan dan minuman tikus putih jantan galur Wistar yang ditekan nafsu makannya dengan dietilpropion HCl selama 28 hari perlakuan?
4
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi Emulsi® dan minyak atsiri temulawak terhadap berat badan, asupan makanan dan minuman tikus putih jantan galur Wistar yang ditekan nafsu makannya dengan dietilpropion HCl selama 28 hari perlakuan 2. Mengetahui perbandingan kombinasi Emulsi® dan minyak atsiri temulawak manakah yang paling optimum dalam meningkatkan berat badan, asupan makanan dan minuman tikus putih jantan galur Wistar yang ditekan nafsu makannya dengan dietilpropion HCl selama 28 hari perlakuan.
D. TINJAUAN PUSTAKA 1. Asupan Makanan a) Lapar dan kenyang Keinginan terhadap makanan yang berkaitan dengan sejumlah perasaan objektif disebut dengan “lapar”. Misalnya, jika timbul perasaan tercekik atau perih pada lambung dan meyebabkan rasa nyeri yang dinamakan “hunger pangs” akibat tidak mendapatkan makanan selama berjam-jam, lambung mengalami kontraksi ritmik yang kuat dinamakan kontraksi lapar. Selain “hunger pangs”, orang yang lapar lebih tegang dan gelisah daripada biasanya. Sedangkan kenyang adalah kebalikan dari lapar. Kenyang biasanya terjadi setelah pengisian makanan, terutama jika depot
5
penyimpanan gizi manusia, yaitu jaringan adiposa dan penyimpanan glikogen sudah terisi (Guyton & Hall, 1990). b) Nafsu makan Istilah “nafsu makan” sering digunakan sebagai maksud yang sama dengan “lapar” tetapi nafsu makan biasanya keinginan hanya pada jenis makan tertentu, bukannya semua jenis makanan (Guyton & Hall, 1997). c) Sistem saraf pusat Hipotalamus memiliki fungsi dalam pengaturan asupan makan yang dikenal sebagai teori dual center, yaitu terdapat dua area di hipotalamus yang berperan sebagai pusat lapar dan pusat kenyang (Inui, 2000). Perangsangan terhadap hipotalamus lateral menyebabkan seekor binatang makan dengan rakus, yang disebut sebagai hiperfagia. Jika inti ventromedialis hipotalamus dirangsang akan meyebabkan rasa kenyang, bahkan jika terdapat makanan yang sangat merangsang nafsu makan, binatang tersebut tetap akan menolak makanan, disebut afagia. Oleh karena itu, hipotalamus lateral bisa disebut sebagai pusat lapar atau pusat makan, sedangkan inti ventromedialis hipotalamus sebagai pusat kenyang. Pusat makan hipotalamus lateral bekerja dengan membangkitkan perangsangan motorik binatang, khususnya perangsangan emosional untuk mencari makanan. Sebaliknya, pusat kenyang bekerja terutama memberikan binatang suatu perasaan kepuasan akan makanan dan akan mengakibatkan penghambatan pusat makan (Guyton & Hall, 1990).
6
Banyak di bagian lain di otak sebagai pusat saraf yang merangsang binatang untuk mencari dan melahap makanan. Contohnya, lesi pada nukleus paraventrikular sering menyebabkan makan yang berlebihan, khususnya menyebabkan makan yang mengandung karbohidrat yang berlebihan. Lesi pada nukleus dorsominal hipotalamus biasanya untuk menekan makan. Selain itu, pusat yang memainkan peranan penting dalam pengendalian nafsu makan, yaitu nukleus arkuatus (ARC). ARC menerima input neural yang berasal dari area di hipotalamus sendiri maupun dari luar hipotalamus, seperti amigdala (bagian utama dalam sistem saraf olfaktori yang memiliki daerah yang dapat meningkatkan makan dan daerah lain bisa menekan makan), batang otak, dan korteks serebri. Di dalam ARC terdapat dua populasi utama neuron yang mengatur makan yaitu neuropeptida Y (NPY) dan agouti-related protein (AgRP) sebagai molekul perantara yang poten untuk meningkatkan nafsu makan. Populasi kedua adalah proopiomelanocortin (POMC) dan cocain-amphetamine related transcript (CART) yang berfungsi sebagai pengurangan perilaku makan dan peningkatan laju metabolisme. Ketika salah satu populasi neuron teraktivasi, makan polpulasi neuron lain akan terinhibisi (Guyton & Hall, 1997; Barsh & Schwartz, 2002). d) Sistem perifer Selain
hipotalamus,
pusat
pengaturan
nafsu
makan
dan
keseimbangan energi juga melibatkan sistem saraf secara luas meliputi batang otak, korteks serebri, area olfaktori, dan lainnya. Sejumlah input
7
sinyal perifer yang bisa menghasilkan perilaku makan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh adalah : 1) Kadar leptin Sel-sel lemak dalam jaringan adiposa megeluarkan hormon leptin. Kadar leptin dalam darah menggambarkan jumlah simpanan lemak trigliserida di jaringan lemak. Semakin banyak cadangan lemak maka semakin banyak pula leptin yang dilepaskan ke dalam aliran darah. Karena reseptor leptin banyak di hipotalamus ventromedial (Sherwood, 2001), maka keberadaan leptin akan menyebabkan penekanan keinginan makan melalui inhibisi terhadap NPY dan stimulasi terhadap POMC dan CART di ARC (Barsh & Schwartz, 2002). 2) Pemakaian glukosa dan sekresi insulin Teori glukostatik menyatakan bahwa rasa kenyang yang timbul oleh peningkatan penggunaan glukosa yang terjadi pada saat makan. Menurut Guyton (1997) terdapat dua observasi yang menyokong teori ini, (a) peningkatan kadar glukosa darah meningkatkan aktivitas listrik di ventromedialis hipotalamus dan menurunkan aktivitas listrik di lateral hipotalamus, (b) penyelidikan kimia menunjukan ventromedialis hipotalamus memekatkan glukosa sedangkan daerah lain hipotalamus tidak dapat memekatkan glukosa. Hal lain yang berkaitan dengan teori ini adalah bahwa peningkatan kadar insulin menyebabkan inhibisi terhadap NPY/AgRP dan menstimulasi POMC. Adanya insulin tersebut akan memyebabkan
8
penyimpanan glukosa dan menurunkan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa akan menyebabkan aktivasi NPY di ARC dan timbul keinginan untuk makan (Bear et al., 2001). 3) Distensi gastrointenstinal Pengisian lambung dan duodenum menyebabkan rangsangan reseptor regang (mekanosensori) di akson serat saraf aferen n. vagus. Sinyal tersebut dibawa ke nukleus traktus solitarius (NTS) di medula oblongata dan dari NTS ini disampaikan ke pusat pengaturan nafsu makan hipotalamus dan ke area otak lainnya (Bear et al., 2001). 4) Sekresi kolesitokinin (CCK) Mukosa
duodenum
pada
saat
mencerna
makanan
akan
mensekresikan hormon gastrointenstinal yaitu kolesitokinin, terutama oleh adanya lemak. Perangsangan oleh CCK terhadap n. vagus meyebabkan peningkatan lepas muatan (discharge) n. vagus, kemudian ditransduksikan sebagai sinyal kenyang di NTS. CCK juga bisa meningkatkan pelepasan serotonin (5-HT) di hipotalamus yang memiliki efek menginhibisi asupan makanan (Bear et al., 2001). 5) Pengaruh psikososial dan lingkungan Pada kenyataannya, perilaku makan paling sering ditentukan oleh kondisi lingkungan, sosial, dan psikologis yang dapat dikendalikan secara sadar. Misalnya kebiasaan berapa kali makan dalam sehari, karena kelezatan makanan disajikan yang dapat meningkatkan/menurunkan
9
selera, kondisi stres, cemas dan depresi yang mengubah pola makan (Sherwood, 2001). 6) Hormon ghrelin Ghrelin pertama kali ditemukan sebagai ligan endogen terhadap growth hormon secretagogue receptors (GHS-R) yang sangat baik menstimulasi sekresi GH (Growth Hormone). Ghrelin merupakan peptida neuroenterik pertama yang diketahui bertindak sebagai molekul pembawa sinyal lapar dari perifer. Ghrelin diproduksi dan disekresikan sebesar dua per tiganya oleh X/A-like cells di dalam kelenjar-kelenjar oxyntic mukosa yang tersebar di lambung (Cowley et al., 2003). Sisanya, dihasilkan di sekitar ventrikel III dan dalam jumlah sedikit di testis, plasenta, ginjal, usus halus, pankreas, limfosit dan baian otak lainnya (Gualillo et al., 2003). Selain menstimulasi sekresi GH, ghrelin mampu menyebabkan peningkatan asupan makanan dan mengurangi pemakaian cadangan lemak. Peningkatan kadar ghrelin menyebabkan meningkatnya ekspresi mRNA untuk NPY dan AgRP dan menstimulasi pelepasannya (Cowley et al., 2003). NPY kemudian berikatan dengan reseptor Y1 dan Y5 di area lateral hipotalamus yang mengakibatkan pengaktivan neuron melanin-concetrating
hormone
(MCH)
dan
orexin,
kemudian
menimbulkan efek peningkatan nafsu makan (Bear et al., 2001). Ghrelin juga
menginhibisi
neuron
POMC/CART
sehingga
mengurangi
penghambatannya terhadap nafsu makan (Cowley et al., 2003).
10
2. Temulawak Temulawak merupakan tanaman yang berasal dari Indonesia, khusunya Pulau Jawa. Temulawak banyak yang tumbuh liar di bawah hutan jati, tanah kering, pekarangan, dan padang alang-alang. Untuk memperoleh hasil optimal, temulawak perlu tanah subur dan berpengairan (Anonim, 2010)
Gambar 1. Tanaman dan rimpang temulawak (Anonim, 2009)
a) Deskripsi tanaman Perawakan terna berbatang semu, tinggi dapat mencapai 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap, rimpang berkembang sempurna, bercabang-cabang kuat, berwarna hijau gelap, bagian dalam berwarna jingga, rasanya agak pahit. Setiap individu tanaman mempunyai 2-9 daun, berbentuk lonjong sampai lanset, berwana hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm. Perbungaan berupa bunga majemuk bulir, muncul diantara 2 ruas rimpang (lateralis), bertangkai ramping, 1037 cm berambut, daun-daun pelindung menyerupai sisik berbentuk garis, berambut halus, panjang 4-12 cm, berdaun pelindung banyak, panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga, berbentuk bulat telur
11
sungsang (terbalik) sampai bulat memanjang, berwarna merah, ungu atau putih dengan sebagian dari ujungnya berwarna ungu, bagian bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjangnya 3-8 cm, lebar 1,5-3,5 cm. Kelopak bunga berwarna putih berambut, panjang 8-13 mm. Mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm, tabung berwarna putih atau kekuningan, panjang 2-2,5 cm, helaian bunga berbentuk bulat telur, atau lonjong, berwarna putih dengan ujung berwarna merah atau merah tua, panjang 1,25-2 cm, lebar 1 cm. Benang sari 6, 5 benang sari menjadi lembaran menyerupai bibir yang berbentuk bulat atau bulat telur sungsang (terbalik), berwarna jingga dan kadang-kadang pada tepinya berwarna merah, panjang 14-18 cm, lebar 14-20 mm, benang sari fertil berwarna kuning muda, panjang 12-16 mm, lebar 10-15 mm, panjang tangkai sari 3-4,5 mm, lebar, 2,5-4,5 mm, kepala sari berwarna putih, panjang 6 mm. Tangkai putik panjang 3-7 mm. Buah berambut, panjang 2 cm (Anonim, 2010). b) Klasifikasi Klasifikasi tanaman temulawak dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut (Backer & Van Den Brink, 1968) : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
12
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza Roxb.
c) Nama daerah Koneng gede (Sunda), Temulawak (Jawa), Temu latah, Temulabak (Madura), Temu bersa (Melayu), Temuraya (Sunda) (Heyne, 1987). d) Kandungan Kimia Kandungan pati pada rimpang temulawak sebesar 41,45%, sedangkan komponen aktifnya kurkumin 2,24% dan kadar minyak atsiri 3,81% (Hayani, 2006). Selain itu, juga mengandung xantorizol, dan kurkuminoid (Anonim, 2010). Menurut Agusta (2000) dalam rimpang temulawak (segar) mengandung minyak atsiri dengan komposisi sebagai berikut : Tabel 1. Komposisi kandungan minyak atsiri rimpang temulawak segar (Agusta, 2000) α-Pinen Kamfen
0,65% 1,98%
β-Pinen
0,34%
β-Mirsen Limonen β-Linalool DL-Kamfor Isoborneol Borneol β-Elemen
0,48% 3,32% 0,30% 11,29% 1,02% 0,56% 0,74%
α-Zingiberen
1,41%
Isokariofilen β-Farnesen
0,61% 2,44%
α-Kurkumen S-(R,S)-5-(1,5-Dimetil-4-heksenil-2metil-1,3-siklohesadien (+) Sativen Germakren α-Farnesen (E,E) 10-(1-Metiletenil)-3,7sikloheksadien-1-on Xanthorizol
17,68% 2,22% 20,88% 0,71% 5,98% 1,34% 3,03% 2,77% 1,66% 2,03% 0,41% 0,41% 7,47%
13
e) Khasiat Secara tradisional, rimpang temulawak digunakan sebagai peluruh batu empedu, pelancar ASI, pelancar pencernaan, penurun panas, peluruh batu ginjal, menurunkan kolesterol, anti jerawat, dan penambah nafsu makan (Sudarsono et al., 1996). Selain itu, juga bisa mengobati sakit kulit dan bisul, cacar air, nyeri haid, nyeri sendi (Anonim, 2010). f)
Penelitian tentang temulawak yang pernah dilakukan Terdapat penelitian yang melaporkan bahwa cairan infusa temulawak yang diberikan pada dosis rendah berulang kali akan mempercepat kerja usus halus. Sedangkan, pada dosis besar akan menghambat atau menghentikan kerja usus halus hewan uji. Pada hewan uji menggunakan anjing menunjukkan bahwa kandungan temulawak mempunyai sifat merangsang produksi empedu dan sekresi pankreas. Kurkumin dan minyak atsiri temulawak memiliki efek sinergis (Sudarsono et al., 1996). Penelitian lain tentang uji farmakologi efek penambah nafsu makan dari temulawak, bahwa campuran ekstrak temu hitam dan temulawak memiliki efek yang lebih besar dibandingkan bentuk tunggalnya dari harga PKBP setelah pemberian campuran suspensi ekstrak temulawak dan temu hitam. Campuran ekstrak tersebut juga memberi pengaruh pada jumlah asupan pakan dari tikus uji (Ardhiani, 2005). Kombinasi dari temulawak dan kencur pada sepuluh hari pertama perlakuan dibanding dengan
14
pemberian terpisah dan pada dosis terendah merupakan dosis efektif kombinasi temulawak dan kencur, yakni 8,45 mg/kg BB (Puryanto, 2004).
3.
Emulsi® a. Komposisi tiap 1 sendok makan : Per 15 mL mengandung minyak ikan kod 7.5 mg, ekstrak curcuma 10 mg, Arachidonic Acid (AA) 15 mg, DHA 10 mg, Fructooligosaccharides (FOS) 500 mg, Kalsium hipofosfit 500 mg, vitamin D 100 IU, dexpanthenol 3 mg, vitamin A 850 IU, vitamin B1 3 mg, vitamin B2 2 mg, vitamin B6 5 mg, vitamin B12 5 mcg, jus jeruk. b. Indikasi : Membantu memenuhi kebutuhan vitamin pada masa pertumbuhan, membantu memperbaiki nafsu makan, membantu memelihara daya tahan tubuh. c. Takaran Pemakaian : Dewasa
: sehari 3 x 1 sendok makan
Anak-anak : 6-12 tahun, sehari 2 x 1 sendok makan 1- 6 tahun, sehari 1 x 1 sendok makan 6 bulan - 1 tahun, sehari 1 x ½ sendok makan d. Sediaaan
: dus/botol 120 ml, 175 ml, 200 ml
15
4. Dietilpropion HCl
Gambar 2. Struktur dietilpropion HCl (Anonim, 2007)
Dietilpropion HCl adalah golongan amin simpatomimetik yang memiliki aktivitas farmakologis yang mirip dengan penggunaan obat untuk penderita obesitas, yaitu amfetamin (Anonim, 2007). Dietilpropion HCl atau N-(1-benzoyl-ethyl)-NN-diethylammonium chloride (IUPAC) yang memiliki rumus molekul C13H19NO, HCl dengan berat molekul 241,8 sangat mudah larut dalam aquadest, etanol 96%, dan kloroform, praktis tidak larut di dalam eter. (Anonim, 1980). Dietilpropion HCl ini digunakan untuk penderita obesitas eksogen sebagai terapi tambahan untuk penggunaan jangka pendek dalam menurunkan berat badan berdasarkan pembatasan jumlah kalori (Anonim, 2006). Mekanisme aksinya mirip seperti penekan nafsu makan lainnya seperti dextroamfetamin tetapi kekuatannya 6-11 kali lebih lemah jika diberika secara peroral (Miller, 2002). Dietilpropion HCl yang merupakan derivat amfetamin ini menstimulasi neuron untuk melepaskan sejumlah kelompok partikel neurotransmiter yang tinggi dikenal sebagai katekolamin (termasuk dopamine dan norefenefrin), kadar yang tinggi dari katekolamin ini akan memberikan sinyal untuk menekan lapar dan nafsu makan. Selain itu, juga bisa secara tidak langsung memberikan pengaruh pada kadar leptin di otak. Secara teori,
16
dietilpropion HCl bisa meningkatkan kadar leptin yang memberikan sinyal kenyang, serta meningkatkan kadar katekolamin yang ikut bertanggung jawab untuk menghentikan aksi neurotransmiter lain yaitu NPY yang memiliki efek untuk memulai makan, mengurangi pengeluaran energi, dan meningkatan penimbunan lemak (Anonim, 2006). Penelitian yang pernah dilakukan terhadap dietilpropion HCl antara lain, pasien yang menerima terapi dietilpropion HCl selama dua minggu, bisa mengurangi keinginan terhadap kokain. Selain itu, disebutkan bahwa terapi dietilpropion HCl pada pasien arthritis bisa meningkatkan kenyamanan, tetapi tidak meningkatkan penggunaan sendi yang sakit (Anonim, 2006). Pada uji klinik yang dilakukan oleh Cercato et al. (2009) pada penggunaan dietilpropion HCl 50 mg dalam tablet BID sustained-relesae selama satu tahun dapat secara efektif menurunkan berat badan kurang lebih 3,0 kg dibandingkan dengan plesebo, tetapi meliki efek samping berupa mulut kering dan insomnia.
5. Olanzapin
Gambar 3. Struktur olanzapin (Anonim, 2005)
17
Olanzapin adalah derivat dari thienobenzodiazepine dengan nama 2methyl-4-(4-methyl-1-piperazinyl)-10H-thienol[2,3b][1,5]benzodiazepine (IUPAC) (Patel et al., 2010) dan memiliki rumus molekul C17H20N4S dengan berat molekul 312,44 (Anonim, 1996). Indikasi penggunaan obat ini untuk pengobatan akut dan terapi skizofernia, serta gangguan psikotik terkait (Anonim, 2005). Olanzapin memiliki afinitas yang tinggi dengan reseptor serotonin (5-HT2A, 5-HT2C), dopamine (D1- D4), muskarinik (M1-M5), α1adrenergik dan histaminergik (H1) (Patel et al., 2010). Pada penggunaan jangka panjang, olanzapin dapat memengaruhi disregulasi metabolit sampai gangguan jantung dan kematian dini, tetapi dalam penggunaan jangka pendek bisa menyebabkan kenaikan berat badan. Pada penelitian
subkronik
olanzapin
dalam
menginduksi
hiperfagia
dan
meningkatkan berat badan menggunakan tikus betina, disebutkan bahwa olanzapin dapat meningkatkan ekspresi mRNA dalam menghasilkan NPY dan AgRP, serta menurunkan ekspresi POMC di ARC (Farno et al., 2011). Penelitian lain yang dilakukan oleh Schellekens et al. (2011), penggunaan olanzapin secara kronis berhubungan dengan peningkatan berat badan oleh asupan makan, simpanan lemak, dan kadar leptin pada tikus betina galur Sprague-Dawle. Pada peneltian kronis, pemberian olanzapin dosis 2 mg/kg pada tikus betina dan 4 mg/kg pada tikus jantan terjadi peningkatan GHS-R.
18
6. Minyak Atsiri Minyak atsiri disebut juga minyak essensial karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Selain itu, minyak ini juga kerap disebut minyak menguap (volatile oil) atau minyak eteris karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka (Gunawan & Mulyani, 2004). Dalam tanaman, minyak atsiri memiliki fungsi antara lain, membantu proses penyerbukan dengan menarik berbagai hewan dan serangga, mencegah kerusakan tanaman oleh hewan atau serangga, dan sebagai cadangan makanan dalam tananaman (Ketaren, 1985). Pada dasarnya, minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia yang kompleks, tetapi biasanya tidak melebihi 300 senyawa. Beberapa jenis minyak atsiri memiliki kandungan senyawa terpena dan fenilpropena dalam porsi besar yang biasanya menentukan aroma minyak atsiri tersebut, tetapi jika kehilangan satu prosentase yang kecil pun dapat memungkinkan perubahan aroma pada minyak atsiri tersebut. Tipe senyawa organik lainnya yang mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida, ester, aldehida, dan eter (Agusta, 2000). Meskipun telah diketahui bahwa minyak atsiri terdiri dari berbagai komponen campuran senyawa, Guenther (1948), menyebutkan bahwa komponen tersebut dapat digolongkan ke dalam empat kelompok besar yaitu : a. Terpen, yang berhubungan dengan isopren atau isopentana, b. Persenyawaaan berantai lurus, tidak berantai cabang, c. Turunan benzena,
19
d. Bermacam-macam persenyawaan lain. Berdasarkan perbedaan komponen penyusun yang bertanggung jawab terhadap bau dan aroma yang berkarakteristik serta sifat fisika dan kimianya, maka minyak atsiri dibagi dalam beberapa golongan (Gunawan & Mulyani, 2004), yaitu: a. Minyak atsiri hidrokarbon, komponen penyusun terbesarnya terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon. Contoh: minyak terpentin b. Minyak atsiri alkohol, yang digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu alkohol asiklis, alkohol monosiklis, dan alkohol disiklis. Contoh: minyak pipermen c. Minyak atsiri fenol, contoh: minyak cengkeh d. Minyak atsiri eter fenol, contoh: minyak adas e. Minyak atsiri oksida, minyak kayu putih f. Minyak atsiri ester, contoh: minyak gondopuro. Memperoleh minyak atsiri bisa dilakukan dengan berbagai metode yang lazim digunkan sebagai berikut (Gunawan & Mulyani, 2004): a. Metode penyulingan terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Penggunaan metode ini berdasarkan pada pemanfaatan perbedaan titik didih. b. Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Penggunaan metode ini berdasarkan pada pemanfaatan perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat mudah larut di pelarut organik dan tidak larut dalam air.
20
c. Metode pengepresan biasanya hanya dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang besar. d. Metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin atau bisa disebut juga metode enflurage. Metode ini menggunakan manfaat aktifitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen.
7. Destilasi Minyak Atsiri Menurut Guenther (1948) pada dunia industri minyak atsiri ada tiga macam penggolongan metode destilasi yang biasa dilakukan, yaitu: a. Penyulingan dengan air (water distillation) Pada metode ini bahan yang akan disuling akan kontak langsung dengan air. Bahan yang cocok digunakan pada metode ini adalah bahan yang telah dihaluskan dan untuk bunga yang mudah menggumpal jika terkena uap panas langsung, tetapi kurang baik untuk menyuling bahan yang mengandung konstituen yang dapat disabunkan dan larut dalam air atau bertitik didih tinggi. Suhu pada ketel ±100°C dengan tekanannya 1 atmosfer, suhu dalam ketel jangan sampai terlalu panas dan air yang menguap harus diganti secara kontinyu. Rendemen minyak atsiri yang dihasilkan relatif rendah akibat proses hidrolisa (terutama minyak yang berkadar ester tinggi) dan juga karena minyak yang bertitik didih tinggi tertinggal dalam air yang terdapat dalam ketel. Sedangkan, mutu minyak
21
yang didapat tergantung perlakuan, peristiwa gosong harus dihindari terutama penyulingan yang dilakukan dengan api langsung. b. Penyulingan dengan air dan uap air (water and steam distillation) Pada metode ini bahan diletakkan diatas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Bahan yang cocok digunakan pada metode ini berupa rumput dan daun-daunan. Ukuran dari bahan juga harus seragam dan tidak terlalu halus. Suhu pada ketel ±100°C dengan tekanannya 1 atmosfer. Rendemen minyak atsiri cukup tinggi jika tidak terjadi pendinginan yang tidak berlebihan dan penggumpalan bahan yang akan mencegah penetrasi uap melalui seluruh bagian bahan. Mutu minyak yang dihasilkan biasanya juga baik karena proses hidrolisa terjadi agak lambat, kecuali suhu ketel terlalu tinggi dan perpanjangan waktu penyulingan, serta jika kondensat uap kembali ke dalam ketel. c. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) Prinsipnya sama dengan penyulingan air dan uap air, kecuali tidak adanya air yang diisikan dalam ketel, tetapi menggunakan uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar dan berpori yang terletak di bawah bahan dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan. Bahan yang cocok digunakan pada metode ini adalah bahan yang akan membentuk jalur uap, seperti biji, akar, dan kayu. Rendemen minyak yang dihasilkan juga bisa tinggi jika bahan dirajang dengan baik, diisi rata, dan kondisi
22
penyulingan baik. Mutu minyak yang dihasilkan juga baik, jika proses penyulingan dilakukan dengan baik.
8.
Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar & Rohman, 2007). Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik secara langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat adalah (1) kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), (2) kecenderungan
molekul untuk melekat pada
permukaan serbuk halus (adsorbsi, penjerapan), dan (3) kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah dalam keadaan uap (keatsirian). Pada pemisahan kromatografi, campuran yang akan dipisahkan ditempatkan dalam keadaan
sedemikian
rupa
sehingga
komponen-komponennya
harus
menunjukkan dua dari ketiga sifat tersebut (Gritter et al., 1991). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara (Sudjadi, 1988). Cara penggunaan metode KLT adalah dengan menotolkan larutan cuplikan dalam pelarut yang mudah menguap di fase diam dengan menggunakan pipet. Bila noda telah kering plat diletakkan secara vertikal dalam benjana yangs sesuai dengan tepi bagian bawah dicelupkan dalam fase gerak yang digunakan, kemudian pemisahan kromatografi penaikan akan
23
terjadi. Pada kahir pengembangan, pelarut dibiarkan menguap dari plat dan noda-noda yang terpisah dilokalisir dan diidentifikasi (Sastrohamidjojo, 2005). Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor retensi (Rf) : Rf = Harga Rf juga merupakan subjek terhadap beberapa pengaruh, seperti macam penyerap, ketebalan, metode arah pengembangan, kadar dan jumlah cuplikan, dan juga jarak yang ditempuh bercak (Sudjadi, 1988).
9.
Gas Chromatography – Mass Spectrophotometry (GC-MS) Kromatografi gas (KG) merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut
yang mudah menguap bermigrasi
melalui
kolom
yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Kegunaan umum KG adalah untuk melalukan pemisahan umum dan identifikasi semua jenis senyawa organikyang mudah menguap dan untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantatif senyawa dalam suatu campuran (Gandjar & Rohman, 2007). KG merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit (bisa mengandung 500-1000 komponen). Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu retensi adalah
24
waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom (Gritter et al., 1991). Sistem KG memerlukan sistem yang tertutup sempurna kecuali tempat keluarnya gas. Gas pembawa dari tangki bertekanan, mengalir melalui pengatur tekanan yang mengatur kecepatan alir gas dalam alat tersebut. Cuplikan dimasukkan dalam suatu alat pemanas melalui sekat karet silikon dengan “syringe” jika cuplikan berupa cairan, atau jika cuplikan berupa gas digunakan katup khusus untuk cuplikan tersebut. Dari sini gas pembawa membawa cuplikan melaui kolom dimana mereka dipisahkan dan kemudian melalui detektor yang mengirim syarat ke pencatat. Kolom perlu dipanasi pada suhu tertentu, demikian juga tempat injeksi dan detektor. Detektor pada KG termasuk detektor deferensial, artinya respon yang keluar dari detektor memberikan relasi yang linier dengan kadar atau laju aliran massa komponen yang teresolusi. Detektor KG juga bisa digabung dengan
instrumen
multipleks
lainnya
seperti
GC/FT-IR/MS,
maka
kromatogram yang dihasilkan juga dalam bentuk berbeda (Gandjar & Rohman, 2007). Spektrometri massa adalah teknik yang sesuai dalam ‘menimbang’ molekul dan mengidentifikasi hal-hal yang belum diketahui, misalnya struktur molekul. Prinsip spektrometri massa berdasarkan pada gerakan partikel bermuatan yang disebut ion dalam medan listrik atau magnet. Ion-ion molekuler, ion-ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh pembelokan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai dengan massa
25
dan muatan mereka, dan menimbulkan arus (arus ion) pada kolektor yang sebanding dengan limpahan relatif mereka. Spektrum massa ialah gambaran antara
limpahan
relatif
lawan
perbandingan
massa/muatan
(m/e)
(Sastrohamidjojo, 1991). Salah contoh pengaplikasian spektrofometri massa ini adalah cara memasukkan sampel ke dalam spektrofometri massa melaui metode kromatografi gas. Campuran yang kompleks dipisahkan oleh kromatografi gas dan spektrofotemetri massa digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan masing-masing komponen (Van Bramer, 1997)
26
E. LANDASAN TEORI Dalam komposis dari Emulsi® terdapat kandungan ekstrak temulawak 10 mg. Telah disebutkan menurut Hayani (2006) dan Agusta (2000) bahwa di dalam rimpang temulawak memiliki kandungan penting berupa minyak atsiri. Minyak atsiri tersebut memiliki sifat choleretic (Sudarsono et al., 1996). Kandungan minyak atsiri inilah yang dipercaya bisa meningkatkan nafsu makan karena merangsang hati
untuk memacu
pengeluaran cairan
empedu
sehingga
mempercepat pencernaan dan absorbsi lemak di usus sehingga prosees pengosongan lambung terjadi lebih cepat (Al Imami, 2006). Namun demikian, ekstrak yang hanya 10 mg tanpa disebutkan persentase minyak atsiri menjadi sumber keraguan akan efek farmakologinya. Kombinasi dengan minyak atsiri temulawak yang akan lebih mendukung efek farmakologinya.
F. HIPOTESIS Pemberian kombinasi Emulsi® dan minyak atsiri temulawak dapat meningkatkan nafsu makan pada tikus putih jantan galur Wistar yang ditekan nafsu makannya dengan dietilpropion HCl selama 28 hari dilihat dari parameter purata kenaikan berat badan per tujuh hari, asupan makanan dan minuman per tujuh hari.