BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah Bersuci (thaharah) merupakan syarat sah suatu ibadah (Al-Bugha, 2007). Bersuci terbagi menjadi dua bagian yaitu bersuci dari kotoran (najis jasmani) dan bersuci dari hadas (najis ruhani). Bersuci dari kotoran adalah menyucikan tubuh atau pakaian dari kencing, berak, darah, mani, bangkai dan sebagainya. Bersuci dari hadas menjadi syarat sahnya ibadah, seperti wudhu, mandi, dan tayamum (Bayrak & Muthahhari, 2007). Najis mughalladzah adalah najis yang tergolong berat (Al-Mahfani, 2008) dan dapat menghalangi syarat untuk menjalankan ibadah. Semua yang berasal dari air liur maupun sentuhan babi dan anjing merupakan najis berat. Cara menyucikan najis ini yaitu dengan mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah (Abatasa, 2012). Cara tersebut merupakan hal yang kerap dilakukan oleh masyarakat dalam penyucian diri dari najis berat. Sabun merupakan suatu sediaan yang kini menjadi kebutuhan pokok manusia sebagai pembersih yang selalu digunakan pada kehidupan sehari-hari. Sabun dibuat dalam dua jenis yaitu sabun batang dan sabun cair. Sabun batang dari tanah sebagai alternatif untuk menyucikan diri dari najis mughalladzah sudah pernah diformulasikan oleh Anggraeni (2014). Untuk lebih memudahkan dalam membersihkan diri dari najis tersebut, akan dibuat inovasi baru yaitu sabun dalam
1
2
bentuk cair. Pada masa kini, sabun cair telah banyak digunakan. Alasan masyarakat memilih sabun cair karena lebih terjamin higenisitasnya. Sabun cair biasanya dikemas dalam botol, maka tiap orang yang akan menggunakan tidak secara langsung memegang sabun seperti pada sabun batang yang secara bergantian bisa disentuh secara langsung oleh pemakainya. Selain itu sabun cair mudah digunakan dengan cara dituang ke tangan, mudah dibawa kemana-mana, mudah disimpan, tidak mudah rusak atau kotor, dan penampilan kemasan yang eksklusif dalam berbagai bentuk dan desain (Soebagio dkk., 1998). Bahan baku yang digunakan untuk membuat sabun cair adalah minyak kelapa dan minyak kelapa sawit, kemudian ditambahkan alkali berupa kalium hidroksida agar terjadi reaksi penyabunan dan terbentuk sabun. Tiap-tiap minyak memiliki kandungan asam lemak dominan yang berbeda. Minyak kelapa banyak mengandung asam laurat yang memberikan sifat pembusaan pada sabun (Ketaren, 1986). Sedangkan minyak kelapa sawit mengandung asam palmitat yang berpengaruh pada tekstur sabun (Miller, 2003) dan stabilitas emulsi sabun (Suryani dkk., 2002). Kedua komponen minyak tersebut dioptimasi menggunakan Simplex Lattice Design untuk mendapatkan sabun cair yang berkualitas secara fisika dan kimia. Tanah bentonit digunakan sebagai agen penyuci najis mughalladzah. Bentonit adalah jenis lempung yang terdiri dari 80% lebih mineral monmorilonit (Sukandarrumidi, 1999). Bentonit memiliki daya pengembang dan daya serap yang tidak dimiliki oleh jenis mineral lain, sehingga bentonit banyak
3
dimanfaatkan dalam dunia industri, minyak nabati, kosmetik dan farmasi (Anonim, 2005).
B. Rumusan Masalah 1. Apakah bentonit dapat diformulasikan ke dalam sediaan sabun cair sebagai penyuci najis mughalladzah? 2. Bagaimana pengaruh kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit terhadap sifat fisika dan kimia sabun cair bentonit? 3. Berapakah perbandingan kadar minyak kelapa dan minyak kelapa sawit dapat memberikan sifat fisika dan kimia sabun cair bentonit yang optimum dengan metode Simplex Lattice Design?
C. Pentingnya Penelitian Diusulkan Sebelumnya telah dibuat sabun batang bentonit yang merupakan suatu terobosan baru untuk menghilangkan najis mughalladzah (Anggraeni, 2014). Pada penelitian ini akan dibuat sabun bentonit dalam bentuk cair. Diharapkan formulasi sabun ini dapat mempermudah dalam membersihkan najis mughalladzah dengan penggunaan yang lebih praktis dibanding sabun batang. Selain itu juga dapat diperoleh kombinasi kadar minyak kelapa dan minyak kelapa sawit yang optimum untuk diformulasikan ke dalam sabun cair bentonit agar menghasilkan sifat fisika dan kimia yang baik. Dalam bidang ilmu pengetahuan, formula optimum yang diperoleh dapat diacu sebagai pengembangan penelitian selanjutnya sehingga diciptakan produk yang berkualitas.
4
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Membuat sediaan sabun cair yang mengandung tanah bentonit sebagai penyuci najis mughalladzah. 2. Tujuan Khusus a. Memformulasikan bentonit ke dalam bentuk sabun cair yang memenuhi persyaratan sebagai penyuci najis mughalladzah. b. Mengetahui pengaruh kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit terhadap sifat fisika dan kimia sabun cair bentonit. c. Mengetahui perbandingan kadar minyak kelapa dan minyak kelapa sawit agar dapat diperoleh formula sabun cair bentonit yang optimum dengan metode Simplex Lattice Design.
E. Tinjauan Pustaka 1. Najis Najis menurut bahasa adalah segala sesuatu yang kotor dan menjijikkan (Al-Mahfani, 2008). Sedangkan menurut istilah, najis adalah kotoran yang wajib dihindari dan dibersihkan oleh setiap muslim manakala terkena olehnya (Al-Qahthani, 2006). Najis dibagi ke dalam tiga bagian :
a. Najis Mukhaffafah adalah najis ringan yang berupa air kencing bayi lakilaki yang hanya mengonsumsi air susu ibunya. Cara membersihkannya adalah dengan memercikkan air secara merata ke tempat yang terkena najis tersebut (Al-Mahfani, 2008).
5
b. Najis Mutawasithah adalah najis sedang. Adapun yang termasuk ke dalam najis tersebut adalah segala sesuatu yang keluar dari qobul dan dubur manusia seperti air kencing (yang dimaksud adalah air kencing bukan najis mukhaffafah sebagaimana di atas) (Sumaji, 2008), tahi, darah haid, dan nifas. Cara membersihkan najis ini harus dicuci sehingga hilang rasa, bekas, dan baunya (Al-Mahfani, 2008). c. Najis Mughalladzah merupakan najis berat (Al-Mahfani, 2008). Yang termasuk najis ini adalah air liur anjing dan babi. Cara membersihkannya adalah terlebih dahulu dihilangkan wujud benda najis tersebut, kemudian dibasuh dengan air sebanyak tujuh kali sampai bersih dan salah satunya memakai tanah (Sumaji, 2008).
2. Thaharah Thaharah secara bahasa berarti nuzhafah yang berarti kebersihan atau bersih dari kotoran. Menurut istilah, thaharah adalah menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi kotoran berupa hadas atau najis dengan menggunakan air, debu maupun tanah (Sumaji, 2008). Thaharah dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama yaitu menggunakan air. Yang kedua dengan menggunakan debu yang suci. Hal ini dilakukan sebagai ganti apabila tidak tersedia air atau takut karena bahaya yang ditimbulkan apabila menggunakan air (Al-Qahthani, 2006), sehingga thaharah ini dapat digunakan sebagai cara untuk menghilangkan najis-najis yang telah dijelaskan di atas.
6
3. Sabun Cair Sabun
adalah
bahan
yang
digunakan
untuk
mencuci
yang
komponennya asam lemak rantai karbon C16 atau lebih (biasanya C16 dan C18) dan basa. Reaksi kimia sabun terjadi antara asam lemak dari minyak nabati maupun hewani dengan basa natrium atau kalium (Qisti, 2009). Di pasaran telah beredar berbagai jenis sabun dalam bentuk yang bervariasi, seperti sabun mandi, sabun cuci, sabun tangan, sabun pembersih peralatan rumah tangga dalam bentuk krim, padatan atau batangan, bubuk dan bentuk cair (Ari dan Budiyono, 2004). Sabun dibuat secara kimia melalui reaksi saponifikasi atau disebut juga reaksi penyabunan. Sabun merupakan garam alkali karboksilat (RCOONa/K). Gugus R bersifat hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa/K bersifat hidrofilik (polar) (Girgis, 2003). Alkali yang digunakan adalah NaOH untuk sabun padat dan KOH untuk sabun cair. Bahan lain yang digunakan untuk membuat sabun adalah trigliserida berupa minyak atau lemak, misalnya minyak kelapa sawit, minyak biji katun dan minyak kacang (Oluwatoyin, 2011) atau bisa juga menggunakan minyak biji wijen (Warra, 2013). Minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Sabun tersebut kemudian akan diolah lagi untuk menyempurnakannya hingga bisa digunakan. Saat ini ada dua jenis sabun yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair (Hambali dkk., 2005). Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil melainkan larut dalam bentuk
7
ion. Dalam sabun terdapat zat aktif yang di sebut surfaktan seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Monomer surfaktan yang membentuk misel. Lingkaran hitam merupakan kepala surfaktan bersifat hidrofilik. Garis hitam adalah ekor surfaktan yang bersifat hidrofobik (Yagui, 2005).
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Bagian nonpolar akan larut dalam minyak, sedangkan bagian polar akan larut dalam air, sehingga menyebabkan sabun memiliki daya pembersih. Ketika mandi dengan menggunakan sabun, gugus nonpolar dari sabun akan menempel pada kotoran dan bagian polarnya akan menempel pada air. Hal ini akan mengakibatkan tegangan permukaan air akan semakin berkurang, sehingga air akan mudah menarik kotoran dari kulit. Sabun cair mampu mengemulsikan air dan minyak serta efektif untuk mengangkat kotoran yang menempel pada permukaan kulit baik yang larut air maupun larut lemak. Permintaan konsumen terhadap sabun cair cenderung meningkat dibandingkan dengan sabun batang. Menurut Watkinson (2000) perbandingan pasar sabun cair:sabun padat adalah 60:40 pada Juli 2000, hal ini mengalami
8
peningkatan dibanding pada tahun 1994 yang hanya 20:80. Menurunnya permintaan terhadap sabun batang dikarenakan persepsi konsumen bahwa sabun cair lebih higenis, lebih praktis serta ekonomis. Sabun cair memiliki manfaat yang kurang lebih sama dengan sabun batang, hanya bentuk fisiknya yang berbeda, namun cara mengaplikasikannya hampir sama yaitu dengan cara menambahkan sedikit air pada sabun agar dapat merata ke sasaran yang dibersihkan dan dapat menghasilkan buih yang maksimal. 4. Metode Pembuatan Sabun Cair Sabun dapat dibuat dengan dua cara yaitu proses netralisasi dan proses saponifikasi. Proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali yang menghasilkan produk samping berupa gliserol (Spitz, 1996). Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80-100oC, dengan reaksi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 sebagai berikut: O
H2C
O
H2C
C R O
CH
O
+
C
3KOH
R O H2C
O
OH
O +
3RC
CH
OH
OK H2C
C
OH
R Basa
Trigliserida
Sabun
Gliserol
Gambar 2. Reaksi saponifikasi pada sabun (Mitsui, 1997)
Berikut ini Gambar 3 menunjukkan reaksi kimia proses netralisasi: O
R
COOH
+
KOH
+
HC
H2O
OK Asam Lemak
Basa
Sabun
Air
Gambar 3. Reaksi netralisasi pada sabun (Mitsui, 1997)
9
Pembuatan sabun cair pada penelitian ini menggunakan penangas air sebagai pengontrol kondisi suhu. Alat yang digunakan adalah stirer yang berfungsi untuk menghomogenkan campuran bahan pembuat sabun. 5. Komponen Sabun Cair Sabun terbentuk dari reaksi antara lemak dengan alkali sebagai komponen utama, dan bahan-bahan lain yang sering ditambahkan seperti pengontrol pH, surfaktan, pelembut, pembentuk busa, antioksidan, pengental dan parfum (Wasitaatmaja, 1997). Bahan yang ditambahkan dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia sabun cair. Berikut merupakan bahanbahan yang digunakan untuk membuat sabun cair. a. Minyak kelapa Menurut Woodroof (1979), minyak kelapa diperoleh sebagai hasil ekstraksi kopra atau daging buah kelapa segar. Daging kelapa segar mengandung 35-50% minyak dan jika dikeringkan (dijadikan kopra), kadar minyaknya akan naik menjadi 63-65%. Minyak kelapa mengandung asam lemak yang bobot molekulnya rendah, diantaranya adalah asam laurat dan miristat. Menurut Ketaren (1986), minyak kelapa memiliki sekitar 90% kandungan asam lemak jenuh. Minyak kelapa memiliki sifat mudah tersabunkan dan mudah menjadi tengik. Selain itu minyak kelapa sebagai salah satu jenis minyak dengan kandungan asam lemak yang paling kompleks (Shrivastava, 1982).
10
Asam lemak yang paling dominan dalam minyak kelapa adalah asam laurat (C12H24O2). Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan yang baik dan sering digunakan dalam pembuatan sabun. Penggunaan asam laurat sebagai bahan baku akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi dan karakteristik busa yang baik. b. Minyak kelapa sawit Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya merupakan bahan yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. Minyak kelapa sawit adalah lemak dengan komposisi yang tetap. Kandungan asam lemak yang dominan pada minyak kelapa sawit adalah asam palmitat yang dapat menyebabkan sifat keras pada sabun. Semakin banyak minyak kelapa sawit yang digunakan, semakin keras sabun yang terbentuk (Miller, 2003). Minyak kelapa sawit dapat menjaga stabilitas emulsi pada sabun karena jumlah asam lemak yang tinggi (Suryani dkk., 2002). Selain itu juga berpengaruh terhadap stabilitas busa (Merrill, 1943). c. Minyak zaitun Minyak zaitun atau Olive Oil adalah sebuah minyak buah yang didapat dari zaitun (Olea europaea) (Orey, 2008).. Minyak zaitun terdiri dari zat-zat minyak yang disebut trigliserida dengan persentase 97% dan
11
zat-zat minyak lainnya. Minyak zaitun juga mengandung berbagai vitamin, zat-zat pewarna, serta berbagai zat aromatik yang menimbulkan aroma dan rasa yang khas. Kandungan asam oleat pada minyak zaitun sebesar 80% yang dapat menjaga elastisitas dan mengenyalkan kulit. Minyak zaitun dapat digunakan dalam masakan dan berkhasiat untuk perawatan kecantikan. Minyak zaitun kaya vitamin E yang dapat mencegah penuaan dini dan bermanfaat untuk menghaluskan dan melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori serta dapat melepaskan lapisan sel-sel kulit mati (Surtiningsih, 2005). d. Kalium hidroksida Dalam penelitian ini dibuat sabun cair, maka digunakan KOH sebagai alkali yang akan bereaksi dengan asam lemak dari minyak. Kalium hidroksida merupakan basa kuat. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. KOH berbentuk padatan yang higroskopis, mudah meleleh apabila terkena udara luar. Perlu perhatian dalam pengguanaan KOH karena memiliki titik leleh yang tinggi sehingga menimbulkan panas jika dilarutkan dalam air. Jika konsentrasi KOH yang digunakan terlalu kecil maka sabun akan cair dan tidak dapat membersihkan lemak atau tidak berfungsi sebagai emulgator dengan baik karena kelebihan fase minyak (Purwanto, 2015) dan apabila penambahan dalam konsentrasi besar maka akan berpengaruh pada pH sabun yang tinggi sehingga dapat berakibat kasar dan mengiritasi kulit.
12
e. Asam stearat Asam stearat merupakan campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat dan asam heksadekanoat (Anonim, 1979). Asam lemak ini termasuk asam lemak jenuh, wujudnya padat pada suhu ruang. Asam stearat diproses dengan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Asam ini juga dapat diperoleh dari hidrogenasi minyak nabati. Dalam bidang industri, asam stearat dipakai sebagai bahan pembuatan lilin, sabun, plastik, kosmetika, dan untuk melunakkan karet (Anonim, 2010). Pemerian asam stearat berupa zat padat keras mengkilat dan menunjukkan susunan hablur, putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin. Asam stearat memiliki titik lebur 54oC dan titik didih 384oC, sangat sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol, benzena, kloroform, aseton, karbon tetraklorida, karbon disulfida, amil asetat dan toluen (Anonim, 1976). f. Asam sitrat Pemerian asam sitrat berupa serbuk hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau, rasa sangat asam. Asam sitrat mudah larut dalam air dan etanol, namun sukar larut dalam eter (Anonim, 1995). Asam sitrat dapat membantu menurunkan pH pada sabun agar tidak mengiritasi kulit. Oleh karena itu, asam sitrat digunakan sebagai pengontrol pH (Wasitaatmaja, 1997).
13
g. Sukrosa Sukrosa disebut juga sakarosa merupakan gula dengan rumus kimia C12H22O11, dapat diperoleh dari Saccharum officinarun Linne., Beta vulgaris Linne. dan sumber-sumber lain. Sukrosa ini tidak mengandung bahan tambahan. Pemeriannya berupa massa hablur, tidak berwarna, berbentuk serbuk, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara, larutannya netral terhadap lakmus. Sukrosa sangat mudah larut dalam air, terutama air mendidih, sukar larut dalam etonol serta tidak larut dalam kloroform dan eter (Anonim, 1995). Pada sabun, sukrosa bersifat humektan dan dapat membantu dalam menghasilkan busa (Priani, 2010). h. Gliserin Gliserin adalah polisakarida kental manis yang larut dalam air dan alkohol, merupakan produk sampingan dari proses saponifikasi. Gliserin merupakan humektan (menarik uap air dari udara ke kulit) dan sering ditambahkan ke lotion dan produk perawatan kulit untuk melembabkan. Nama kimia gliserin adalah propan-1,2,3-triol, dengan rumus empiris C3H8O3 dan bobot molekul 92,09. Gliserin memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai pengawet, antimikroba, kosolven, emolien, humektan, pelarut, pemanis, plasticizer, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis serta rasa yang manis. Sebagai humektan dan emolien, gliserin digunakan dalam formulasi sediaan topikal dan kosmetik. Konsentrasi sebagai emolien kurang dari 30%.
14
Sebaiknya, gliserin disimpan dalam wadah kedap udara pada tempat dingin dan kering (Nunez & Medina, 2009). i. Lanolin Lanolin merupakan emolien yang digunakan untuk menjaga kulit tampak lunak, halus, licin, lembut serta sebagai pelembab. Lanolin dapat meminyaki kulit sehingga dapat melembabkan. Selain itu lanolin juga bisa membentuk sabun yang lunak dan menstabilkan busa (Wasitaatmaja, 1997).
Lanolin berasal dari lemak bulu domba yang dimurnikan.
Pemerian lanolin yaitu massa seperti salep berwarna kekuningan serta lengket di tangan. Lanolin akan meleleh pada suhu 34-38oC (Greenberg, 1954). Lanolin digunakan secara luas dalam sediaan topikal dan kosmetik. Fungsinya sebagai agen pengemulsi dan basis (Booner, 2009). j. Sodium lauril sulfat Sodium lauril sulfat (C12H25SO4Na) disebut juga texapon. Texapon adalah surfaktan buatan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun cair, sampo, dan pasta gigi. SLS merupakan detergen yang baik, karena garamnya berasal dari asam kuat, larutannya bersifat netral. Garam kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap dalam larutannya, sehingga dapat digunakan dengan air lunak atau air sadah. SLS berfungsi sebagai penambah busa pada sabun.
15
k. Coco Dietanolamida (Coco-DEA) Coco DEA dibuat dengan mereaksikan dietanolamina dengan asam lemak. Dietanolamin dibuat dengan mereaksikan etilen oksida dan amonia. Hal ini digunakan sebagai pendorong pengental, emulsifier dan busa. Bahan ini memiliki kekurangan yaitu akan berbahaya apabila digunakan dengan jumlah yang banyak. Penggunaan yang lebih dari 4% dapat menyebabkan iritasi pada kulit (Rowe, 2009).
Cocomide DEA dapat
memecah dan membuat nitrosamin karsinogenik. l. Butil hidroksitoluen Sediaan berbahan dasar minyak rentan terhadap bau tengik. Hal ini menyebabkan masalah pada sediaan sehingga bisa rusak. BHT berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menghilangkan bau tengik tersebut. BHT dapat ditambahakan pada jumlah kecil yaitu 0,02-0,1%. m. Parfum Parfum atau pewangi berfungsi sebagai penambah daya tarik produk agar disukai oleh pelanggan. Banyak varian pewangi yang ditawarkan, biasanya beraroma bunga dan buah. Pewangi dipilih berdasarkan selera pembeli asalkan tidak berbau ekstrim. Pewangi juga bisa berasal dari bahan alkohol, kresol, piretrum dan sulfur (Levenspiel, 1972).
16
6. Bentonit Dalam formulasi sabun cair ini, tanah yang digunakan sebagai penyuci najis mughalladzah adalah bentonit. Bentonit merupakan salah satu jenis lempung
yang
mengandung
monmorilonit
dan
termasuk
kelompok
dioktohedral (Sukandarrumidi, 1999). Berdasarkan kandungan alumunium silikat hydrous, bentonit dibedakan menjadi 2 golongan yaitu activated clay dan fuller's Earth. Activated clay adalah lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Fuller's earth digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi 2 yaitu Na-bentonit dengan pH 8,5-9,8 yang dapat mengembang dengan baik di dalam air, dan Ca-Bentonit yang memiliki pH 4-7 namun daya mengembangnya kurang baik (Herlina, 1999). Rumus kimia umum bentonit adalah Al2O3.4SiO2.H2O (Megawati Aviantari, 2008). Sifat fisik bentonit dalam keadaan kering berupa butiran halus, berwarna coklat, terasa licin bila diraba dan bisa menyerap air. Kenampakan bentonit terlihat pada Gambar 4 sebagai berikut.
Gambar 4. Bentonit yang digunakan dalam penelitian (Brataco)
Bentonit
mempunyai
kandungan
utama
mineral
smektit
(montmorillonit) dengan kadar 80% dan sisanya adalah kaolit, illit, feldspar, gypsum, abu vulkanik, kalsium karbonat, pasir kuarsa dan mineral lainnya
17
(Gunister et al., 2004). Bentonit dapat digunakan sebagai penyangga katalis, sedangkan bentonit yang telah dimodifikasi dapat digunakan sebagai katalis (Riyanto, 1992). Bentonit memiliki kemampuan untuk mengembang dan membentuk koloid jika dimasukkan ke dalam air. 7. Syarat Mutu Sabun Cair Syarat mutu sabun cair diambil dari Standar Nasional Indonesia dengan nomor 06-4085-1996 yang masuk dalam klasifikasi sabun mandi cair. Penyusunan standar tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen maupun produsen dari segi kesehatan dan keselamatan (SNI, 1996). Ada dua jenis bahan dasar yang digunakan untuk membuat sabun mandi cair yaitu sabun dan deterjen, namun pada penelitian ini digunakan bahan dasar sabun. Adapun kriteria yang harus dipenuhi antara lain: keadaan yang meliputi bentuk, bau dan warna, pH, alkali bebas, bahan aktif dan bobot jenis. Persyaratan sabun cair bisa dilihat pada Tabel 1. Tabel I . Syarat Mutu Sabun Mandi Cair Menurut SNI 06-4085-1996 No.
Kriteria Uji
Satuan Jenis S
1.
2. 3. 4. 5.
Keadaan : - Bentuk - Bau - Warna pH, 25oC Alkali bebas sebagai NaOH) Bahan aktif Bobot jenis, 25oC
(dihitung
% %
Cairan homogen Khas Khas 8-11 Maks. 0,1 Min. 15 1,01
Persyaratan Jenis D Cairan homogen Khas Khas 6-8 Tidak dipersyaratkan Min. 10 1,10
18
8. Sifat Fisika dan Kimia Sabun Cair a. Organoleptik Penilaian terhadap produk sabun cair dapat dilihat secara organoleptik antara lain dari segi bentuk, bau dan warna. Tidak ada perbedaan antara bahan dasar jenis sabun maupun deterjen, antara lain: 1. Bentuk
: kedua jenis sabun harus berbentuk cairan
2. Bau
: memiliki bau yang khas, sesuai dengan pewangi yang
ditambahkan pada sabun. 3. Warna
: dilihat secara mata telanjang, sabun juga memiliki warna
yang khas. Pewarna yang ditambahkan juga sesuai dengan keinginan produsen (SNI 06-4085-1996).
b. Daya dan Stabilitas Busa Sabun yang bagus menurut konsumen biasanya terlihat dari banyaknya busa yang dihasilkan. Semakin banyak busa maka konsumen akan semakin tertarik. Oleh karena itu busa merupakan parameter penting dalam pembuatan sabun. Busa juga dapat membantu membersihkan serta mendistribusikan bau yang wangi pada kulit (Langingi, 2012). c. Viskositas Tingkat kekentalan pada sabun cair sangat beragam. Hal tersebut bisa dilihat dari berbagai macam produk yang sudah beredar di pasaran. Tingkat kekentalan bisa dibuat tergantung kehendak dari produsen. Hal
19
terpenting adalah sabun dapat digunakan dengan mudah berapapun tingkat kekentalannya. Semakin besar viskositas maka sabun sukar mengalir sehingga mempengaruhi saat dituang. Perubahan temperatur juga dapat mempengaruhi viskositas, yang mana semakin tinggi temperatur, maka viskositas akan menurun. (Sinko, 2006). Satuan internasional untuk viskositas adalah pascal-second (Pa.s) atau cukup dengan satuan poise (P). 1 Pa.s = 10 P. d. Bobot Jenis Bobot jenis adalah konstanta/tetapan bahan yang tergantung pada suhu untuk padat, cair dan gas yang homogen, merupakan hubungan dari massa (m) suatu bahan terhadap volumenya (Voigt, 1984). Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah bobot jenis, dilihat dari definisinya, sangat lemah akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif. Bobot jenis dapat ditentukan dengan menggunakan
berbagai
tipe
piknometer,
neraca
Mohr-Westphal,
hidrometer dan alat-alat lain (Martin, 1993). Prinsip kerja piknometer didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruang yang ditempati cairan ini. Untuk itu dibutuhkan wadah untuk menimbang yang dinamakan piknometer. Ketelitian metode piknometer akan bertambahan hingga mencapai nilai optimum tertentu
20
dengan bertambahnya volume piknometer yang terletak pada sekitar isi ruang 30 mL (Roth dkk., 1998). e. pH Salah satu sifat fisik yang penting adalah derajat keasaman atau pH, sebab dalam formulasi pH dapat mempengaruhi kelarutan obat, aktivitas, absorbsi, stabilitas dan kenyamanan pasien (Allen dkk., 2005). Pengaturan pH dapat mempengaruhi keberterimaan sediaan dan stabilitas formula (Lachman dkk., 1986). pH ynag terlalu tinggi dalam sabun dapat meyebabkan kulit menjadi kering. f. Alkali Bebas Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci. g. Uji Bahan Aktif (Asam Lemak Jumlah) Uji ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak zat aktif yang terdapat dalam sabun cair, yaitu asam lemak jumlah. Semakin banyak jumlah asam lemak, maka daya pembersih sabun semakin baik.
21
9. Simplex Lattice Design Metode Simplex Lattice Design dapat digunakan untuk menentukan formula yang optimum pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam beberapa bagian, yang mana jumlah totalnya dibuat tetap yaitu sama dengan satu bagian. Suatu formula dapat dikatakan optimum jika susunan komponennya baik dilihat dari sisi kualitatif maupun kuantitatifnya. Implementasi Simplex Lattice Design adalah dengan cara menyiapkan bermacam-macam formulasi yang mengandung kombinasi yang berbeda dari variasi bahan. Kombinasi disiapkan dengan suatu cara yang mudah dan efisien sehingga data percobaan dapat digunakan untuk memprediksi respon yang berada dalam ruang simplex. Hasil eksperimen digunakan untuk membuat suatu persamaan yang bisa untuk memprediksi profil respon melalui persamaan Simplex Lattice Design (Bolton, 1997). 10. Design Expert® 9.0.3 Design Expert adalah perangkat lunak yang digunakan untuk optimasi produk maupun optimasi proses. Software ini dapat digunakan dalam desain produk, analisis data dan tampilan hasil analisis dalam bentuk grafik secara tepat (Anonima, 2011). 11. Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam (Ca, Fe, Mg, dan Na). Pada prinsipnya, SSA
22
dapat menganalisis kandungan suatu sampel yang mengandung atom suatu unsur, pengukurannya berdasarkan jumlah energi yang diserap atau diabsorbsi oleh atom dalam nyala pada panjang gelombang tertentu, atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et. al., 2000) Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dari unsur-unsur di dalam sampel, diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung unsur-unsur yang di analisis. Analisis bentonit dengan menggunakan SSA dilakukan untuk mengetahui kandungan Na, Ca, Mg dan Fe yang terdapat dalam bentonit. Hasil pengukuran memenuhi persamaan hukum Lambert Beer sebagai berikut: lt = lo.e-(ɛbc), atau A = -Log lt/lo = ɛbc Keterangan: Lt = Intensitas sinar yang diteruskan Lo = Intensitas sumber sinar ɛ = Absortivitas molar b = Panjang medium c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar A = Absorban
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989). Besarnya kosentrasi masing-masing atom yang dianalisis akan diketahui dengan melihat absorbansi atom-atom yang dianalisis pada panjang gelombang tertentu dari masing-masing atom sesuai dengan persamaan hukum Lambert Beer.
23
F. Landasan Teori Najis mughalladzah merupakan najis berat yang disebabkan apabila bersentuhan dengan anjing atau babi dan terkena air liurnya. Cara membersihkan najis tersebut adalah dengan membasuh air sebanyak tujuh kali dan salah satunya menggunakan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sabun yang berfungsi sebagai salah satu alternatif pembersih najis mughalladzah. Sabun bentonit merupakan sabun yang dibuat dari reaksi penyabunan antara minyak dan alkali. Dalam sabun tersebut diberi agen pembersih najis yaitu bentonit. Bentonit (clay) adalah salah satu jenis tanah liat. Pada penelitian ini, bentonit akan diintegrasikan ke dalam sediaan sabun cair. Sabun cair dibuat dari kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit yang kemudian dicampur dengan basa KOH agar membentuk sabun melalui proses saponifikasi. Masing-masing minyak akan memberikan sifat yang berbeda terhadap sabun, sehingga dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia sabun cair bentonit. Optimasi dilakukan dengan menggunakan Simplex Lattice Design untuk mendapatkan formula yang optimum dari kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Sabun cair bentonit yang dibuat diharapkan menghasilkan sabun berkualitas serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif membersihkan najis mughalladzah.
24
G. Hipotesis 1. Bentonit dapat diformulasikan ke dalam bentuk sabun cair yang memenuhi persyaratan sebagai penyuci najis mughalladzah. 2. Kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit berpengaruh terhadap sifat fisika dan kimia sabun cair bentonit. 3. Diketahui perbandingan kadar minyak kelapa dan minyak kelapa sawit agar dapat memperoleh formula sabun cair bentonit yang optimum dengan metode Simplex Lattice Design.