BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berkembangnya sektor pertambangan tidak bisa lepas dari peran Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten di bidangnya. Proses ekplorasi dan produksi dari sumber daya alam dengan skala besar tentu terdapat resiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi bagi karyawan. Resiko kecelakaan kerja dapat berasal dari lingkungan kerja maupun perilaku kerja para karyawan. Merupakan masalah yang besar ketika dalam suatu perusahaan terjadi kecelakaan kerja. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga (tidak ada unsur kesengajaan) dan tidak diharapkan karena mengakibatkan kerugian baik material, fisik maupun psikologis bagi korbannya. Kerugian langsung tampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung adalah kerusakan alat-alat produksi, penghentian waktu produksi, hilangnya waktu kerja, kerugian materi yang cukup besar dan lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa (Patria, 2007). Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, pada pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa: “keselamatan kerja yang diatur adalah kerja, baik di darat, di tanah, di permukan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Keselamatan kerja sendiri merupakan faktor penting yang wajib dimengerti oleh seluruh pekerja dan pengusaha guna meningkatan kesejahteraan dan menigkatkan produksi, tenaga kerja merupakan asset yang harus diberi perlindungan terhadap aspek keselamatan kerja (K3) mengingat ancaman bahaya yang berhubungan dengan kerja.” Ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja juga diatur dalam pasal 86 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan: 1.
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : 1
k
2 a. Keselamatan dan kesehatan kerja. b. Moral dan kesusilaan. c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. 2.
Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Menurut undang–undang tersebut dapat diartikan jaminan keselamatan dan kesehatan bagi karyawan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi perusahaan agar dapat menjalankan proses bisnis dengan baik. Sumber daya manusia merupakan kunci terpenting bagi keberlangsungan dan berkembangnya suatu perusahaan. Berkembang atau tidaknya suatu perusahaan tergantung dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu, pihak perusahaan senantiasa memberikan timbal balik yang sesuai agar SDM berkualitas dapat bertahan dan semakin berkembang. Dalam melaksanakan suatu pekerjaan secara optimal, perlu diperhitungkan bahaya dan resiko yang dapat muncul terkait kondisi lingkungan kerja yang dihadapi. Perusahaan dengan tingkat resiko kecelakaan tinggi memiliki kewajiban meminimalisir kecelakaan kerja dan terus berusaha mencapai nol kecelakaan kerja. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada dasarnya merupakan bagian penting dari dunia usaha dan dunia industri, bagi pekerja K3 merupakan hak dan kewajiban sebagai individu yang dilindungi saat bekerja, di sisi lain perusahaan memerlukan kreativitas dan produktivitas yang tinggi dari karyawan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya dan hal tersebut akan terpenuhi apabila kesehatan dan keselamatan kerja dilaksanakan dengan baik.
3 Menurut data dari PT. Jamsostek, angka kecelakaan kerja dari tahun 2008 hingga 2012 tercatat bahwa di tahun 2008 terdapat 94.736 kasus, tahun 2009 terdapat 96.314 kasus, tahun 2010 terdapat 98.711 kasus, tahun 2011 terdapat 99.491 kasus dan di tahun 2012 terdapat 103.074 kasus. Pada tahun 2012 setiap hari ada sembilan peserta Jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, dengan total kecelakaan kerja pada mencapai 103.074 kasus, dimana 91,21% korban kecelakaan kembali sembuh, 3,8% mengalami cacat fungsi, 2,61% mengalami cacat sebagian, 27 kasus mengalami cacat total dan sisanya meninggal dunia (2.419 kasus) dengan rata-rata terjadi 282 kasus kecelakaan kerja setiap harinya (sumber: http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=3955). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa masih tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia. Tingginya angka kecelakaan kerja diakibatkan masih terjadinya pengabaian atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan perusahaan. Kesadaran perusahaan di Indonesia untuk memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja pada karyawan masih perlu untuk ditingkatkan. Pada dasarnya dengan menerapkan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang sesuai akan menjadikan perusahaan tidak merugi akibat kerusakaan alat maupun biaya pengobatan saat terjadinya kecelakaan kerja. Di sisi lain, terdapat tantangan yaitu masih rendahnya kesadaran keselamatan sebagian besar pekerja di Indonesia. Banyak pekerja yang belum menyadari pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja. Pendekatan yang dilakukan masih bersifat reaktif, yaitu ketika telah terjadi kecelakaan baru menyadari pentingnya mengantisipasi adanya kecelakaan kerja. Berkurangnya sumber daya manusia akibat kecelakaan kerja merupakan kerugian besar bagi perusahaan, hal itu dikarenakan sumber daya manusia merupakan penggerak utama jalannya organisasi dan tidak dapat digantikan dengan teknologi lain. Sehingga, perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk mencari sumber daya manusia lain dengan kompetensi yang sesuai.
4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Setiap melaksanakan pekerjaan, para karyawan wajib mematuhi sistem keselamatan yang telah diterapkan. Perkembangan pembangunan menjadikan intensitas kerja meningkat dan mengakibatkan meningkat pula resiko kecelakaan kerja. Menurut piramida kecelakaan kerja terdapat beberapa tingkatan dimana suatu peluang kecelakaan fatal dapat terjadi. Uraiannya sebagai berikut:
Gambar 1. Piramida kecelakaan (sumber: Han, 2013) Piramida tersebut terbagi menjadi 5 kategori insiden yaitu : Unsafe Condition / Unsafe Act, near-miss/ first aid, Recordable injuries, Major dan Fatal. Dapat dijelaskan bahwa setiap ada 30.000 hazard terkait Unsafe Condition / Unsafe Act maka akan menyebabkan 3000 Near-miss / First Aid dan seterusnya, sehingga dengan kata lain bahwa hazard terkait Unsafe Condition / Unsafe Act maka 10% nya akan terjadi near-miss / first aid dan kemudian menyumbang 10% di tingkat berikutnya dan terus naik hingga menyebabkan kecelakaan Major dan kecelakaan Major akan memicu terjadinya Fatality. Ada berbagai cara yang dilakukan untuk mengurangi rangkaian terjadinya fatality. Salah satunya adalah dengan memutus faktor awal bagaimana suatu insiden dapat terjadi. Langkah utama yang harus dilakukan yaitu melalui jalan preventif. Pencegahan yang paling utama adalah melakukan suatu upaya untuk mengurangi Unsafe Act/Unsafe Behavior (perilaku tidak aman) dan Unsafe Condition (kondisi tidak aman) dikarenakan kedua hal tersebut merupakan penyebab mendasar terjadinya kecelakaan kerja.
5 Teori Bird (dalam Ningsih & Ardyanto, 2013) menjelaskan bahwa nyaris celaka/near-miss yang berulang secara terus menerus sebagian besar disebabkan oleh unsafe act atau unsafe behavior yang dapat meningkatkan resiko kecelakaan kerja yang lebih serius. Hal ini sesuai dengan penelitian DuPont (2005) yang menghasilkan fakta bahwa kecelakaan kerja yang selama ini terjadi diakibatkan unsafe act sebesar 96% dan unsafe condition sebesar 4%. National Safety Council (NSC) (2011) dalam penelitiannya juga menghasilkan fakta penyebab kecelakaan kerja yaitu 88% adalah adanya unsafe behavior, 10% karena unsafe condition dan 2% tidak diketahui penyebabnya. Unsafe behavior merupakan perilaku kelalaian oleh manusia yang sering kali mengakibatkan terjadinya kecelakaan di tempat kerja (Cooper, 2009) Wiegman (dalam Syaaf, 2008), mengklasifikasikan tindakan tidak aman (unsafe act) menjadi kesalahan (errors) dan pelanggaran (violations). Kesalahan adalah representasi dari suatu aktivitas mental dan fisik seseorang yang gagal mencapai sesuatu yang diinginkan. Di sisi lain, kegagalan mengacu pada niat untuk mengabaikan petunjuk yang telah ditetapkan. Pada dasarnya kesalahan manusia terbagi menjadi tiga, yaitu kesalahan dalam memutuskan (decision error), kesalahan persepsi (perceptual error) dan kesalahan disebabkan kemampuan (skil-based error). Pelanggaran terbagi menjadi routine violations dan exceptional violation. Ada beberapa metode yang umum dilakukan perusahaan untuk mereduksi adanya unsafe act dan unsafe condition. Pada intinya semua metode yang digunakan adalah guna menyadarkan karyawan terkait pentingnya perilaku aman berbasis K3 saat bekerja. Bentuk pencegahan yang dilakukan oleh perusahaan tentunya dengan berbagai cara, antara lain training, penetapan SOP kerja, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dan lain sebagainya. Salah satu metode untuk mengurangi unsafe act dan meningkatkan safety behavior
yaitu dengan
safety talk.
Safety
talk
merupakan
pertemuan antara
6 pekerja/karyawan dengan atasan/supervisor yang dilakukan sebelum memulai suatu pekerjaan guna memahami resiko dan juga memahami kembali terkait alat pelindung diri serta perilaku aman dalam melaksanakan pekerjaan. Safety talk dapat dilaksanakan dalam rentang waktu harian, mingguan maupun bulanan disesuaikan dengan kebutuhan masingmasing departemen. Tujuan utama dari safety talk adalah menciptakan perilaku karyawan berbasis K3/ safety behavior. Di PT Adaro Indonesia, kebijakan dan prosedur disusun ke dalam suatu sistem manajemen terpadu sesuai dengan standar internasional seperti ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001. Safety talk menjadi salah satu metode yang telah ada dalam sistem keselamatan dengan standar internasional yang merupakan implementasi dari standar OHSAS 18001 tahun 2007 klausul 4.3.3 yaitu perihal komunikasi, partisipasi dan konsultasi. Di PT Adaro Indonesia diadakan safety talk dalam rentang waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan) setiap memulai pekerjaan. Pada area kerja Kelanis, safety talk dilaksanakan setiap hari (awal shift) sebelum memulai pekerjaan. Beberapa informasi yang sering disampaikan dalam safety talk antara lain; dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), investigasi kecelakaan, Alat Pelindung Diri (APD), Job Safety Analysis (JSA), Standard Operating Procedure (SOP), jenis kebakaran dan cara pemadaman api, temuan / finding inspeksi dan observasi, sharing accident, hasil pengukuran / monitoring, lifting and rigging, mechanical safety, chemical safety, dsb. Safety talk merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperkuat peran manajemen perusahaan dalam upaya mengurangi angka kecelakaan kerja. Metode tersebut tidak lepas dari usaha manajemen untuk meningkatkan safety behavior dan menyadarkan karyawan pentingnya mematuhi K3 saat melakukan suatu pekerjaan. Ketika karyawan sadar pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan muncul motivasi internal dari masing-masing karyawan untuk berperilaku aman saat bekerja.
7 Safety talk berperan sebagai pemberi informasi serta pengingat bagi para karyawan terkait keselamatan kerja sehingga dapat terus mengingat dan memahami pentingnya safety behavior dan mencegah adanya unsafe act yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Melalui metode safety talk, peran manajemen sebagai pihak yang bertanggung jawab terkait keselamatan dan kesehatan karyawan dapat dirasakan langsung oleh para karyawan. Hal tersebut karena dengan pelaksanaan safety talk, karyawan akan bertemu secara langsung dengan pihak manajemen sehingga mereka merasakan perhatian dan dukungan secara langsung untuk mentaati peraturan dan menjalankan perilaku keselamatan. Informasi perihal keselamatan dan kesehatan kerja secara spesifik dan relevan sangat diperlukan bagi karyawan dengan resiko kerja tinggi. Bentuknya antara lain metode pelaksanaan tugas kerja, SOP, alat pelindung diri, regulasi dan sebagainya. Melalui cara tersebut, angka resiko kecelakaan akan terus berkurang. Pengetahuan mengenai tugas kerja akan meningkatkan safety behavior pada karyawan saat melaksanakan suatu tugas kerja. Oleh karena itu, safety talk terus dilaksanakan dan terus ditingkatkan kualitas serta efektivitasnya karena memberikan manfaat yang sangat positif baik kepada karyawan maupun bagi pihak perusahaan dalam menumbuhkan safety behavior. Safety behavior sendiri merupakan suatu bentuk perilaku karyawan yang secara sadar menjalankan pekerjaan berdasarkan K3 guna menghindari kecelakaan kerja. Griffin and Neal (2000) membedakan safety behavior menjadi dua jenis yaitu kepatuhan keselamatan dan partisipasi keselamatan. Kepatuhan keselamatan menunjukkan perilaku mendasar yang dilakukan oleh karyawan untuk memastikan keselamatan pribadi di lokasi kerja yang melibatkan mengikuti prosedur keselamatan dan melakukan pekerjaan dengan cara yang aman. Kepatuhan keselamatan dapat dilakukan dengan cara mematuhi Standard Operating
8 Procedure (SOP), tidak melanggar peraturan keselamatan, menggunakan alat pelindung diri sesuai kondisi dan lingkungan kerja. Partisipasi keselamatan mengacu pada perilaku yang membantu mengembangkan dan mendukung lingkungan keselamatan, tidak hanya menjamin keselamatan pribadi tetapi juga keselamatan bersama. Membantu rekan kerja, mempromosikan program keselamatan dan menjadi relawan untuk semua kegiatan keselamatan dianggap sebagai beberapa bentuk perilaku partisipasi keselamatan. Partisipasi keselamatan berkaitan dengan perilaku keselamatan proaktif yang berkontribusi keseluruh keselamatan organisasi melalui pembahasan perilaku tersebut kepada orang lain, pekerjaan dan lingkungan kerja. Safety behavior menjadi output yang sangat diharapkan oleh semua pihak baik karyawan maupun manajemen perusahaan. Hal tersebut dikarenakan dengan munculnya safety behavior akan tercipta kondisi yang aman dan nyaman di lingkungan kerja. Safety behavior merupakan perilaku yang menguntungkan pihak karyawan dan manajemen perusahaan karena diharapkan tidak ada kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan cidera, fatality, kehilangan jam kerja dan juga kerugian secara materi. Safety behavior dapat muncul dan ditingkatkan dengan cara menumbuhkan self awareness terkait keselamatan kerja pada karyawan. Salah satu cara menumbuhkan self awareness selain dari internal individu juga dapat berasal dari dukungan pihak manajemen. Dukungan manajemen berbentuk komunikasi antara manajemen dengan karyawan dilakukan dengan metode safety talk. Adanya safety talk menjadi media yang diharapkan pihak perusahaan sebagai metode pemberi informasi, pengingat serta mengarahkan karyawan dalam menjalankan suatu tugas kerja yang efektif dan efisien yang pada akhirnya bertujuan untuk bagaimana para karyawan dapat menerapkan safety behavior di lingkungan kerja. Pihak manajemen PT Adaro Indonesia melalui berbagai metode dalam sistem manajemen keselamatan
9 senantiasa berusaha agar tercapai zero accident di setiap proses berjalannya perusahaan. Safety talk yang dilaksanakan setiap hari (awal shift) diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan safety behavior pada karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Selain itu, safety talk erat kaitannya dengan masa kerja. Secara rasional, apabila seseorang yang memiliki masa kerja lebih lama tentunya akan semakin banyak mengikuti safety talk. Hal tersebut menarik untuk diungkap apakah safety talk dan masa kerja sejalan dalam mempengaruhi karyawan dalam mempertahankan dan meningkatkan safety behaviornya. Bersadarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masih tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia. Selain karena lokasi kerja dengan resiko yang relatif tinggi, faktor utama penyebab tingginya kecelakaan kerja yaitu unsafe act/ unsafe behavior para karyawan saat melakukan pekerjaan. Safety talk digunakan manajemen perusahaan sebagai salah satu usaha pencegahan terjadinya kecelakaan yang berkaitan erat dengan tujuan terciptanya safety behavior. Oleh karena itu, perlu ditinjau lebih lanjut terkait hubungan antara persepsi karyawan terhadap safety talk yang didukung dengan masa kerja karyawan dengan safety behavior sehingga dapat ditemukan metode yang tepat untuk terus meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi para karyawan.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap safety talk dengan safety behavior pada karyawan di PT Adaro Indonesia.
C. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis.
10 1. Manfaat teoritis Diharapkan dapat memperkaya hasil-hasil penelitian di bidang keilmuan Psikologi yang berkaitan dengan safety talk dan safety behavior sebagai penunjang program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan atau masukan bagi pihak manajemen perusahaan, khususnya oleh bidang Quality, Health and Safety Environment (QHSE), serta penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana hubungan antara persepsi terhadap safety talk yang didukung masa kerja dengan safety behavior pada pekerja perusahaan yang mempunyai risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Hasil penelitian juga dapat menjadi informasi bagi perusahaan dalam mengambil kebijakan sebagai upaya meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.