BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis global pada awal tahun 2009 yang menerpa seluruh dunia tanpa terkecuali, baik negara maju atau adikuasa maupun negara miskin ataupun berkembang menimpa bahkan merubuhkan hampir seluruh sendi-sendi ekonomi, perindustrian, kelembagaan,
pranata sosial, keberlanjutan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun krisis global yang
kedua dalam satu dekade ini lebih unik dan sangat kontradiktif dibandingkan dengan krisis yang terjadi pada tahun 1998, dimana lebih menerpa negaranegara berkembang seperti negara-negara di ASEAN, Benua Afrika dan sebagian negara di Benua Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negara maju (di Benua Amerika dan Eropa). Walaupun krisis global saat ini lebih dahulu menimpa negara-negara maju dan sangat mungkin menimpa negara-negara berkembang termasuk Indonesia, bangsa Indonesia harus lebih antisipatif terhadap fenomena ini apalagi bangsa Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan terutama pembangunan manusia yang menempatkan manusia sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya, guna memperoleh pendapatan untuk mencapai hidup layak, peningkatan derajat kesehatan agar dapat meningkatkan angka
1
harapan hidup, dan terutama meningkatkan pendidikan yang secara signifikan akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Negara-negara yang mempunyai ketahanan dan kemampuan untuk melakukan ekspansi dan investasi dalam berbagai hal, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, industri, ekspor-impor, ditunjukkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi.
Fakta menunjukkan bahwa
Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain.
Berdasarkan
Human Development Indeks Report (2006), pada tahun 2005 Indonesia berada pada ranking 107 dari 177 negara, walaupun dalam 5 tahun terakhir urutannya mengalami kecendrungan naik dimana pada tahun 2000 berada pada ranking 110 dari 177 negara. Indikator dalam menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sangat ditentukan oleh faktor
kualitas
pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Selain itu, era globalisasi ditandai dengan persaingan sangat ketat dalam bidang perekonomian, industri, sumber daya manusia (SDM), ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan
penguasaan teknologi, memperluas keragaman produk (barang/jasa) dan mutu produk agar dapat meningkatkan nilai tambah.
Dan yang terpenting adalah
melakukan terobosan dalam peningkatan ilmu pengetahuan, dengan penekanan pada bidang pendidikan nasional sesuai dengan UU Nomor 20 tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi 2
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Untuk itu perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan agar pendidikan bangsa Indonesia tidak semakin tertinggal dari bangsa-bangsa lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu lembaga pendidikan atau sekolah yang bisa menghasilkan SDM yang unggul sehingga bisa bersaing dalam era globalisasi ini.
Sekolah atau lembaga pendidikan tersebut yang bertaraf
internasional ini disebut dengan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didik berbasis standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia,
berkualitas
internasional
dan
lulusannya
berdaya
saing
internasional. Dimana SBI ini juga merupakan suatu kebijakan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya. Kebijakan pemerintah mengenai SBI tersebut tertuang dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 Bab XIV pasal 50 ayat 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003): “Pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.” Kebijakan pemerintah mengenai Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) selain didukung secara konstitusi dalam Undang Undang, SBI juga merupakan proyek prestisius, karena akan dibiayai oleh Pemerintah Pusat 50%, Pemerintah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20%. 3
Padahal, untuk setiap sekolahnya saja Pemerintah Pusat mengeluarkan 300 juta rupiah setiap tahun paling tidak selama 3 (tiga) tahun dalam masa rintisan tersebut. Selain itu SBI atau di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari bilingual sebagai medium of instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas, berstandar internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) maupun lembaga-lembaga
tersertifikasi
internasional,
seperti
Cambridge,
IB,
TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain. Dengan berbekal keinginan kuat tersebut maka Departemen Pendidikan Nasional mengeluarkan program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Namun demikian karena masih minimnya sarana dan prasarana pendukung serta terbatasnya SDM yang berkompeten di seluruh sekolah di Indonesia maka sebagai program antara sebelum menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dikeluarkan kebijakan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang telah menyertakan ratusan SMP dan SMA di hampir semua Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia termasuk di kota Bogor. RSBI merupakan sekolah rintisan yang diarahkan untuk menjadi sekolah bertaraf international (SBI). Sebagai sebuah sekolah rintisan maka sekolah-sekolah RSBI haruslah memiliki tujuan-tujuan dan program-program yang
komprehensif.
Agar sekolah-sekolah rintisan tersebut dapat
4
berkembang,
mencapai tujuan yang diharapkan dan di kemudian hari
memenuhi standar yang telah ditetapkan untuk menjadi SBI. Hal ini sesuai juga dengan yang dijelaskan dalam Kebijakan Depdiknas Tahun 2007 Tentang “Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, bahwa dalam kerangka pencapaian standar mutu internasional, maka tiap sekolah yang telah menjadi SBI mandiri harus memenuhi indikator kinerja kunci minimal (IKKM) untuk memenuhi delapan unsur Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) yang terdiri dari berbagai unsur x. Sedangkan selama sebagai rintisan SBI diharapkan dapat berupaya memenuhi SNP dan mulai merintis untuk mencapai IKKT sesuai dengan kemampuan dan kondisi sekolah. Oleh karena itu pencapaian pemenuhan IKKT sangat ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah, guru, komite sekolah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan yang lain. Guna mencapai pemenuhan indikator yang telah ditetapkan baik IKKN maupun IKKT untuk menjadi SBI maka sekolah-sekolah rintisan haruslah dapat meningkatkan mutu pendidikannya.
Dalam proses pendidikan di
sekolah terdapat dua pelaku pendidikan yang paling berperan dan sangat menentukan mutu pendidikan yakni kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling
berperan
dalam
meningkatkan
kualitas
pendidikan,
seperti
diungkapkan Supriadi (1998:346) bahwa “erat hubungan antara mutu kepala
5
sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah dan menurunnya prilaku nakal peserta didik.” Seorang kepala sekolah dalam rangka meningkatkan mutu sekolah maka diharapkan memiliki kapabilitas di dalam menggapai visi, mengemban misi serta mampu menjalankan roda kegiatan sekolah secara efektif. Kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang mampu mengelola sekolah, sumberdaya manusia, sarana prasarana dan fasilitas penunjang pendidikan secara efektif dan efisien.
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan program RSBI ini. Keberadaan kepala sekolah yang efektif merupakan faktor penting sebab meskipun sekolah memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, dana besar yang tersedia bagi terselenggaranya kegiatan operasional sekolah dan potensi sumberdaya manusia yang tersedia untuk mengoperasikan kegiatan sekolah, semuanya akan sia-sia bilamana tidak dikelola secara profesional oleh kepala sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan secara mikro, yang secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh Mulyasa (2003:89) bahwa “Kepala Sekolah dalam paradigma baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak positif dan perubahan yang cukup mendasar dalam pembaruan sistem pendidikan di sekolah. terhadap
efektifitas
pendidikan,
Dampak tersebut antara lain
kepemimpinan
sekolah
yang
kuat,
pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, budaya mutu, teamwork yang 6
kompak, cerdas dan dinamis, kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat, keterbukaan (transparansi) manajemen, kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik), evaluasi dan perbaikan berkelanjutan, responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, akuntabilitas dan sustainabilitas. Selain kepala sekolah, yang paling berperan dalam meningkatkan mutu sekolah adalah guru. Guru merupakan ujung tombak dalam proses belajar mengajar. Seperti yang diungkapkan oleh Sidi (2000) dalam Mustafa (2005) mengemukakan berdasarkan hasil studi di negara-negara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa (36 %), manajemen (23 %), waktu belajar (22 %) dan sarana fisik (19 %). Oleh karena itu maka guru diharapkan memiliki kemampuan akademik serta kemampuan profesional di dalam melakukan tugas dan fungsinya sebagai fasilitator di sekolah. Guru wajib mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan profesionalnya, sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru adalah salah satu unsur pelaksana pendidikan yang memegang peranan sangat penting yakni sebagai edukator, fasilitator dan motivator.
Maka guru dituntut melaksanakan
kegiatan pembinaan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, pendidikan dan pengajaran sesuai dengan bidang dan disiplin ilmunya serta memberikan bimbingan kepada siswa dalam rangka memenuhi kebutuhan dan minat siswa dalam proses pendidikan di sekolah sehingga sesuai dengan output dan outcome yang diharapkan. Oleh karena itu dipandang perlu untuk 7
mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi mutu pendidikan pada sekolah-sekolah rintisan tersebut, selain kemampuan manajerial kepala sekolah, kinerja dan kompetensi dasar guru merupakan aspek yang sangat penting.
Kinerja guru merupakan kemampuan yang harus dimiliki guru
ditambah lagi dengan motivasi yang ada dalam dirinya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk menjalankan tugas profesionalnya. Kompetensi sangatlah diperlukan karena kemampuan ini merupakan syarat untuk memangku profesi keguruan, dengan harapan agar guru mampu dan bisa menjalankan tugas kependidikannya dengan baik sesuai dengan tugas dan kewenangan yang telah ditetapkan. Selain itu motivasi juga diperlukan untuk menumbuhkan semangat kerja diman motivasi dipengaruhi oleh kebutuhan individu, kondisi fisik pekerjaan dan kondisi sosial pekerjaan. Iim Wasliman (2006) mengemukakan bahwa slogan pahlawan tanpa tanda jasa yang melekat pada profesi guru menunjukkan pada tingginya pengabdian seorang guru dalam dunia pendidikan. Tidak hanya itu sikap keaifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok panutan menjadikan profesi satu ini berbeda dengan yang lain. Lantaran tanggung jawab dari profesi guru tidak berhenti pada saat ia selesai mengajar, melainkan keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekan serta mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik langsung maupun tak langsung. Hal ini membuat citra seorang guru di mata masyarakat selalu berada di tempat yang lebih baik dan mulia.
8
Akan tetapi citra guru ini tengah dipertaruhkan berkaitan dengan rendahnya kinerja guru, penguasaan guru terhadap materi dan metode mengajar yang masih dibawah standar. Secara rinci aspek rendahnya mutu guru secara umum menurut Sudarminta dalam Mujiran (2005) antara lain ampak dari gejala-gejala berikut: (1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; (2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang ada dalam kenyataan lapangan yang diajarkan; (3) kurang efektifnya cara pengajaran; (4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; (5) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; (6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir dan keteguhan sikap sehingga cukup banyak guru dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; (7) relative rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK dibandingkan yang masuk universitas. Selain rendahnya mutu guru tersebut di atas pada sekolah-sekolah rintisan bertaraf internasional mendapat tambahan halangan atau kendala lagi yaitu dalam hal masih rendahnya kemampuan guru-guru dalam penguasaan bahasa Inggris dan ICT.
Sedangkan pada sekolah-sekolah bertaraf
internasional, kompetensi guru yang dimiliki haruslah melebihi kompetensikompetensi guru yang ada pada sekolah-sekolah reguler.
Untuk proses
pembelajaran sudah diharuskan bilingual dan ICT, selain itupula kualifikasi 9
gurunya 30 % harus sudah S2 dan yang lainnya minimal S1 seperti yang diungkapkan oleh Kepala Bagian Dasar dan Menengah Dinas Pendidikan Kota Bogor dalam wawancaranya dengan peneliti. Hal inilah yang menjadi kendala yang ditemui di lapangan dalam penyelenggaraan program rintisan sekolah bertaraf internasional terutama di Kota Bogor. Untuk itulah mutu pendidikan RSBI akan meningkat bila melalui proses pendidikan yang bermutu. Merupakan sesuatu yang mustahil terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu harus didukung oleh personalia, seperti administrator, guru, konselor dan tata usaha yang bermutu dan profesional.
Hal tersebut didukung pula oleh sarana
prasarana pendidikan, fasilitas, media serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat serta lingkungan yang mendukung (Nana Syaodih, 2006:6). Berdasarkan hal tersebut di atas, disadari bahwa kepala sekolah melalui kemampuan manajerialnya dan kinerja guru yang optimal akan sangat menentukan terhadap terciptanya sekolah yang memiliki mutu pendidikan yang baik untuk mencapai indikator-indikator yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diungkap sejauhmana kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan kinerja guru terhadap mutu pendidikan pada sekolah-sekolah rintisan di tingkat pendidikan dasar agar sekolah-sekolah rintisan tersebut dapat meningkatkan levelnya menjadi sekolah bertaraf internasional. 10
B. Identifikasi Masalah Dalam rangka implementasi program RSBI diperlukan adanya kepala sekolah yang memiliki kemampuan manajerial (Surya Darma: 2006), yaitu: (1) seorang kepala sekolah yang mampu menyusun rencana strategis jangka panjang, menengah dan pendek, berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dimiliki atau dihadapi sekolah dengan melibatkan seluruh stakeholder; (2) seorang kepala sekolah yang mampu mengorganisasikan kinerja sekolah dalam suatu pengorganisasian yang ramping struktur, gemuk fungsi, memiliki kejelasan pembagian tugas pokok dan fungsi, daya koordinasi sinergitas yang handal dan mengakomodasikan semua program yang telah direncanakan; (3) seorang kepala sekolah yang mampu memotivasi,
mendorong,
menggalang,
mengarahkan,
membimbing,
mensupervisi seluruh pendidik dan tenaga kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya dalam satu kesatuan untuk menggapai visi, mengemban misi dan melaksanakan program aksi yang telah direncanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder; (4) seorang kepala sekolah yang mampu meotivasi dirinya sendiri maupun seluruh pimpinan unit kerja di sekolahnya agar secara kontinyu, sistematis, obyektif dan konstruktif melakukan monitoring dan evaluasi diri (self accesment). Fakta empiris yang perlu diantisipasi dalam penyelenggaraan RSBI di Kota Bogor seperti kurangnya daya tampung pada Rintisan Sekolah Bertaraf International dibandingkan minat atau keinginan yang besar dari para siswa dan atau orang tua murid pada saat Penerimaan Siswa Baru (PSB), selain itu 11
masih banyak RSBI-RSBI di Kota Bogor yang belum memenuhi standar IKKT khusus untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia, karena RSBI menstandarkan 30 persen dari gurunya dan kepala sekolah berkualifikasi S2, sedang tenaga kependidikannya, minimal berkualifikasi S1.
Begitu pula
kompetensi guru dalam penguasaan bahasa Inggris dan ICT yang masih lemah, sarana prasarana yang belum memadai dan juga pada pembiayaan sekolah tersebut. Karena menurut Pedoman Bantuan Orangtua Siswa (BOS) 2009 dalam peraturan yang berlaku di departemen pendidikan, disampaikan bahwa sekolah negeri kategori RSBI dan SBI diperbolehkan memungut dana dari orang tua siswa yang mampu dengan persetujuan Komite Sekolah. Hal ini dapat menjadi sebuah keputusan yang sulit atau dilema bagi sebagian siswa dan atau orang tua sebagai penopang
biaya siswa yang akan
mewujudkan keinginan agar mempunyai kualitas pendidikan yang bisa bersaing di dunia pendidikan dan dunia kerja.
Dilema dalam arti ingin
meraih kualitas pendidikan yang maksimal, tetapi biaya yang sangat tinggi membuat keinginan tersebut terkubur. Sehingga penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf International (RSBI) dalam arti pelayanan pendidikan secara universal harus mempunyai makna yang dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak dengan tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Apabila
ditinjau
dari
sudut
pandang
fungsi
manajemen,
penyelenggaraan RSBI tersebut perlu mendapat penegasan yang tepat mengingat sesuatu pencapaian tujuan tanpa perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara efektif maka hasilnya sulit untuk dilakukan penilaian tingkat 12
keberhasilannya. Kondisi tersebut, tentunya perlu dicari penyebab dan pemecahannya agar hasilnya atau outcomenya sesuai dengan yang diharapkan dan
agar
sekolah-sekolah
rintisan
tersebut
bisa
mempertahankan
eksistensinya dalam menghadapi berbagai masalah dan perubahan lingkungan serta dapat mengembangkan kualitas lembaganya untuk mencapai standar yang diinginkan.
Adapun sekolah-sekolah rintisan tersebut itu memiliki
target untuk bisa menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI) pada masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan kepala sekolah yang memiliki kemampuan manajerial dan juga kinerja guru yang baik dalam mengelola lembaganya, agar sekolah-sekolah rintisan tersebut dapat berkembang untuk mencapai indikator-indikator yang telah ditetapkan sebagai SBI. Terdapat berbagai pemicu timbulnya berbagai masalah di lingkungan sekolah dalam mengelola lembaganya atau tidak berkembangnya sekolah rintisan tersebut untuk mencapai indikator-indikator yang telah ditetapkan antara lain : 1. Kemampuan manajerial kepala sekolah yang kurang optimal dalam melaksanakan
kepemimpinannya
sebagai
educator,
manager,
administrator leader, inovator dan motivator terhadap peserta didik. Ada beberapa kepala sekolah yang belum mampu menyusun rencana strategis, belum memahami bagaimana cara merumuskan visi dan misi sekolah, belum mampu menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan sekolah masing-masing. Kepala sekolah yang belum mampu memotivasi, mendorong, menggalang, mengarahkan, membimbing, mensupervisi 13
seluruh pendidik dan tenaga kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya, belum terbiasa melakukan monitoring dan evaluasi diri (Surya Dharma, 2006). 2. Kurangnya kinerja serta kompetensi guru yang memenuhi indikator IKKM atau IKKT sebagai standar kompetensi yang ditetapkan untuk sekolahsekolah rintisan. 3. Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang ada kaitannya dengan laboratorium, perpustakaan dalam rangka meningkatkan mutu sekolahsekolah rintisan tersebut. 4. Kurangnya pelatihan dan pengembangan kompetensi guru untuk meningkatkan kompetensinya. Dengan adanya berbagai fenomena di atas, kondisi seperti inilah yang menarik perhatian Penulis untuk mengadakan penelitian dalam rangka memperoleh gambaran tentang: Kontribusi Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Kinerja Guru Terhadap Mutu Pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional tingkat pendidikan dasar di Kota Bogor.
C. Rumusan Masalah RSBI sebenarnya dihadirkan sebagai jawaban dunia pendidikan atas perkembangan jaman yang pesat sekarang ini. Era global tentunya menuntut sumberdaya manusia yang juga memiliki kualifikasi global. Karena itu perlu dimulai satu sistem pendidikan yang bisa menjembatani anak didik masuk ke dunia global.
Namun demikian dalam kenyataanya sebagaimana telah 14
dipaparkan pada sub bab latar belakang sampai sub bab identifikasi masalah, dalam penyelenggaraan RSBI masih banyak hambatan atau permasalahan ada terkait dengan Kontribusi Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Kinerja Guru terhadap mutu pendidikan RSBI tingkat pendidikan dasar di Kota Bogor. Adapun rumusan-rumusan masalahnya yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah gambaran mengenai Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah RSBI di Kota Bogor sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan RSBI tingkat pendidikan dasar? 2. Bagaimanakah gambaran mengenai Kinerja Guru di Kota Bogor sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan RSBI tingkat pendidikan dasar? 3. Bagaimanakah gambaran mengenai Mutu Pendidikan di RSBI Kota Bogor ? 4. Seberapa besar Kontribusi Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah terhadap Mutu Pendidikan RSBI di Kota Bogor tingkat pendidikan dasar? 5. Seberapa besar Kontribusi Kinerja Guru terhadap Mutu Pendidikan RSBI di Kota Bogor tingkat pendidikan dasar? 6. Seberapa besar Kontribusi Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Kinerja Guru terhadap Mutu Pendidikan RSBI di Kota Bogor tingkat pendidikan dasar? 15
D. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Secara umum penelitian bertujuan untuk menggali, mengkaji dan menganalisis informasi dalam rangka memecahkan pemasalahan pada rintisan sekolah bertaraf internasional agar dapat meningkatkan mutu pendidikannya serta mengetahui sejauh mana Dinas Pendidikan Kota Bogor menetapkan suatu sekolah menjadi Rintisan SD-SMP Bertaraf International.
2.
Tujuan Khusus Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan : 1) Untuk mengetahui gambaran tentang Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah RSBI di Kota Bogor sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan RSBI tingkat pendidikan dasar. 2) Untuk mengetahui gambaran tentang Kinerja Guru di Kota Bogor sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan RSBI tingkat pendidikan dasar. 3) Untuk mengetahui gambaran tentang mutu pendidikan pada Rintisan SD SMP BI di kota Bogor. 4) Untuk menganalisis keeratan hubungan dan besarnya kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap mutu pendidikan pada Rintisan SD SMP BI di kota Bogor.
16
5) Untuk menganalisis keeratan hubungan dan besarnya kontribusi kinerja guru terhadap mutu pendidikan pada Rintisan SD SMP BI di kota Bogor. 6) Untuk menganalisis keterkaitan hubungan dan besarnya kontribusi antara kemampuan manajerial kepala sekolah, dan kinerja guru, terhadap mutu pendidikan pada Rintisan SD SMP BI di kota Bogor.
E. Manfaat Penelitian Terdapat sejumlah manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini, yang dapat ditinjau dari dua aspek, yakni secara teoritis dan praktis. (a) Secara Teoritis Hasil penelitian ini dapat memperkaya kajian keilmuan dalam konsep manajemen sumber daya manusia terhadap penyelengaraan RSBI di tingkat pendidikan dasar.
Ditinjau dari aspek yang diteliti diperoleh
gambaran yang jelas, sehingga apabila dilihat dari segi teoritis dapat mendukung atau membatalkan teori yang ada. Dilihat dari disiplin ilmu Administrasi
Pendidikan
memperkaya
dan
hasil
penelitian
mengembangkan
ini
khasanah
dapat ilmu
menambah, Administrasi
Pendidikan, khususnya dalam bidang kajian manajemen sumber daya manusia.
17
(b) Secara Praktis 1.
Hasil penelitian ini dapat pula digunakan secara praktis dalam organisasi pendidikan khususnya dalam peningkatan mutu layanan pendidikan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh para pengelola, praktisi, pejabat untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja keberhasilan suatu organisasi atau sekolah sebagai umpan balik dalam menyusun strategi yang lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.
2.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peningkatan dan perbaikan faktor mutu pendidikan pada sekolah-sekolah rintisan tersebut dalam hal kepemimpinan kepala sekolah, kompetensi guru, kurikulum dan peserta didik sehingga dapat lebih meningkatkan mutu untuk menjadi sekolah bertaraf international.
3.
Memberikan sumbangsih dan pemikiran bagi sekolah-sekolah dalam meningkatkan mutunya menjadi sekolah-sekolah rintisan yang kemudian bisa menjadi sekolah bertaraf international.
4.
Disamping itu hasil temuan dapat dijadikan bahan pertimbangan kebiijakan dan pengambil keputusan dalam upaya perbaikan perencanaan pendidikan sesuai visi dan misi kota Bogor. Bagi penulis, sendiri penelitian ini memberikan makna yang mendalam dan memiliki kepuasan tersendiri di samping dapat menambah wawasan pengetahuan tentang MSDM khususnya tentang konteks pengembangan kemampuan manajerial kepala 18
sekolah dan kepemimpinannya, meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang kinerja guru dan hal-hal yang terkait dengan mutu pendidikan sebagai pendekatan yang cukup efektif dalam mengukur keberhasilan program RSBI khususnya di tingkat pendidikan dasarnya.
F. Paradigma Penelitian Sugiyono (2005 : 24 – 25) menyatakan bahwa “Paradigma adalah pandangan terhadap dunia dan alam sekitarnya yang merupakan perspektif umum, suatu cara untuk menjabarkan masalah-masalah dunia nyata yang kompleks. Jadi yang dimaksud dengan paradigma penelitian adalah sebagai pandangan atau model atau pola pikir yang dapat dijabarkan berbagai variabel yang akan diteliti kemudian yang dapat membuat hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya”. Penelitian kuantitatif ini menggunakan hipotesis sebagai pembuktian melalui penelusuran aplikasi secara benar pada pendidikan dasar RSBI di kota Bogor. Apabila kepala sekolah memiliki kemampuan manajerial yang baik yang dijalankan sebagaimana mestinya dan guru-guru memiliki kompetensi yang sesuai dan betul-betul kompeten dengan bidangnya, maka akan terjadi keselarasan antara kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kinerja guru dimana keduanya akan saling menunjang dan saling tergantung satu sama lain yang mana akan berpengaruh pada produktivitas kerja guru sehingga akan memberikan proses pembelajaran yang maksimal dan menarik 19
yang pada akhirnya berujung pada tercapainya peningkatan mutu pendidikan sekolah. Dengan kata lain kepemimpinan kepala sekolah dengan kemampuan manajerialnya, kinerja guru dan proses pembelajaran merupakan bagian dari mutu pendidikan.
Hal ini sesuai dengan keputusan Mendiknas RI No.
087/U/2002 mutu pendidikan ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : (1)
Kurikulum
dan
proses
belajar;
(2)
manajemen
sekolah;
(3)
organisasi/kelembagaan sekolah; (4) sarana dan prasarana; (5) ketenagaan; (6) pembiayaan; (7) peserta didik; (8) peran serta masyarakat; dan (9) lingkungan kultur sekolah.
Sedangkan menurut Edward Sallis (1993:12)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menentukan mutu pendidikan mencakup (1) gedung yang terpelihara dengan baik; (2) guru yang baik (profesional) yang mempunyai nilai moral yang baik dari hasil rekruitmen yang baik dan sesuai dengan spesialisasinya; (3) ada dukungan dari orang tua siswa, lingkungan bisnis dan masyarakat di sekitarnya; (4) adanya sumber yang berlimpah ; (5) aplikasi teknologi yang baru; (6) kepemimpinan yang kuat yang mempunyai visi dan misi; (7) peduli dan perhatian terhadap siswa; (8) keseimbangan kurikulum. Dari kedua pendapat di atas penulis mencoba membuat kesimpulan bahwa mutu pendidikan itu ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : (1) kurikulum dan PBM; (2) manajemen sekolah; (3) kemampuan manajerial kepala sekolah; (4) sarana dan prasarana; (5) kompetensi mengajar guru ; (6) pembiayaan ; (7) peserta didik ; (8) peran serta masyarakat ; (9)
20
lingkungan/kultur sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Kurikulum dan PBM Manajemen Sekolah Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Sarana dan prasarana
MUTU PENDIDIKAN
Kinerja guru
Pembiayaan Peserta didik Peran serta masyarakat Lingkungan/ kultur sekolah Gambar 1.1. Bagan Mutu Pendidikan Paradigma penelitian ini akan berfungsi sebagai ancangan teoritis atau sebagai perspektif secara teoritis dengan tujuan untuk memandu proses penelitian. Masalah yang akan diselidiki akan sangat ditentukan oleh berbagai landasan teori dan konsepsi yang dipilih serta sekaligus juga memberikan kerangka pemikiran yang dikembangkan serta dirumuskan. 21
G. Premis Penelitian Premis atau asumsi adalah suatu titik tolak pemikiran yang menjadi landasan dari penyelidikan suatu masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno Surakhmad (1990:107) yang mengemukakan bahwa : “Fungsi asumsi dalam sebuah tesis merupakan titik pangkal penelitian dalam rangka penulisan tesis. Asumsi dapat berupa teori, evidensi-evidensi dan dapat pula pemikiran peneliti sendiri. Materi di dalam premis merupakan sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan atau dibuktikan lagi kebenarannya, sekurang-kurangnya bagi masalah yang diteliti saat ini.
Premis
dirumuskan sebagai landasan bagi hipotesis. Adapun premis yang penulis ajukan adalah sebagai berikut : 1. Dengan kemampuan manajerial dan kepemimpinan yang memadai dari seorang kepala sekolah selain dapat memimpin lembaganya untuk menjadi lebih baik juga dapat menyusun perencanaan strategik yang tepat dengan memiliki tujuan, visi dan misi yang terarah dengan memperhatikan faktor lingkungan internal maupun eksternalnya juga daya
dukung
maupun
hambatan-hambatannya,
sehingga
lembaga/sekolah rintisan tersebut memiliki program-program yang terpadu untuk meningkatkan potensi atau mutu sekolah tersebut menjadi lebih baik. 2. Dengan memiliki kinerja guru yang baik dan sesuai maka proses pembelajaran yang ideal dapat terwujud yang menghasilkan kinerja 22
guru yang tinggi dan juga berdampak pada peningkatan kualitas lulusan yang mengarah pada pencapaian indikator kinerja kunci minimal (IKKM) dan indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) untuk menjadi sekolah bertaraf internasional, yang pada akhirnya berimplikasi pada mutu sekolah rintisan tersebut. 3. Dengan adanya hubungan dan kontribusi antara kemampuan manajerial kepala sekolah dan kinerja guru terhadap mutu pendidikan RSBI tingkat pendidikan dasar maka perlu memperbaiki hubungan dan kontribusi tersebut secara lebih kuat yang berdampak pada peningkatan mutu pendidikan baik dari sumber daya manusianya (tenaga pendidik dan kependidikan), sarana prasarana, kurikulum dan proses pembelajaran maupun kualitas lulusannya.
H. Hipotesis Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 64) bahwa “Hipotesa dapat juga dipandang sebagai konklusi, suatu konklusi yang sifatnya sangat sementara”. Berdasarkan kerangka berpikir dan premis penelitian, maka hipotesisnya secara umum dirumuskan sebagai berikut : “Peningkatan Mutu Pendidikan RSBI tingkat pendidikan dasar di kota Bogor dapat mencapai sasaran, jika faktor-faktor yang berpengaruh sebagai faktor determinan telah diidentifikasi secara cermat yang dijadikan landasan sebagai implementasi RSBI di kota Bogor”.
Mengingat hipotesis itu
23
masih luas, maka untuk lebih fokusnya perlu rincian khusus hipotesis sebagai berikut: 1.
Terdapat kontribusi yang signifikan antara kemampuan manajerial kepala sekolah dengan mutu pendidikan RSBI di tingkat pendidikan dasar di kota Bogor.
2.
Terdapat kontribusi yang signifikan antara kemampuan manajerial kepala sekolah dengan kinerja guru pada RSBI di tingkat pendidikan dasar di kota Bogor.
3.
Terdapat kontribusi yang signifikan antara kinerja guru dengan mutu pendidikan pada RSBI di tingkat pendidikan dasar di kota Bogor.
4.
Kemampuan manajerial kepala sekolah dan kinerja guru memberikan kontribusi yang signifikan terhadap mutu pendidikan pada RSBI di tingkat pendidikan dasar di kota Bogor.
Untuk memperjelas kerangka berpikir penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan sekolah pada RSBI tingkat pendidikan dasar, dapat dilihat pada model statistik penelitian yang menggambarkan hubungan antar variabel yang terdapat dalam penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah (X1) dan Kinerja Guru (X2) dan Mutu Pendidikan (Y). Keterkaitan antar variabel penelitian meliputi : pengaruh X1 terhadap X2, pengaruh X1 terhadap Y, pengaruh X2 terhadap Y serta pengaruh X1, dan X2 terhadap Y. Besar kecilnya Y akan menggambarkan besar kecilnya
24
mutu pendidikan sekolah. Secara statistik hubungan tersebut digambarkan sebagai berikut :
ɛ rX1Y
X1 rx1x2
X2
Y rX2Y
Gambar 1.2. Hubungan Variabel Penelitian dengan Analisis Jalur Keterangan Gambar : X1 = Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah X2 = Kinerja Guru Y = Mutu Pendidikan pada Rintisan SD SMP Bertaraf International ɛ = Error
H. Metode Penelitian yang Digunakan Metode penelitian menurut Surakhmad (1998:131) merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan mempergunakan teknik serta alatalat
tertentu.
Cara
utama
itu
dipergunakan
setelah
peneliti
mempertimbangkan kewajarannya ditinjau dari tujuan penelitian serta dari situasi penelitan.
25
Penelitian ini dirancang untuk menguji hipotesis dari suatu pengaruh atau hubungan antara variabel, mendeskripsikan data, fakta dan kecenderungan yang terjadi, selanjutnya dianalisis dan direkomendasikan apa yang harus dibangun untuk mencapai suatu keadaan. Penelitian ini secara konsep dikategorikan metode kuantitatif pendekatan studi survei. I.
Pemilihan Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Kota Bogor dengan berbagai pertimbangan, diantaranya : 1. Secara geografis Kota Bogor berbatasan dengan Ibukota DKI Jakarta yang notabene memiliki standar kualitas pendidikan yang tinggi yang berimplikasi pada standar pendidikan yang diharapkan tidak berbeda jauh antara Kota
Bogor dan Ibukota
DKI Jakarta
sehingga
sangat
dimungkinkan untuk mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) di Kota Bogor; 2. Mengingat di DKI Jakarta sudah jenuh dilihat dari berbagai aspek, baik dari penyediaan lahan maupun sarana dan prasarana pendukung sehingga pengembangan RSBI Kota Bogor diharapkan dapat menjadi acuan keberhasilan atau success story bagi pengembangan RSBI di wilayah lain. 3. Untuk kondisi Di kota Bogor sendiri, sudah ada tujuh sekolah RSBI yakni SD Sukadamai 3, SMP Negeri I, SMP Negeri 4, SMA Negeri I, SMA Negeri 2, SMA Negeri 3, dan SMK Negeri 3, dan satu Sekolah lagi yaitu 26
SMA Negeri 6 yang memberlakukan kurikulum bertaraf Internasional. Namun pada penelitian ini lebih difokuskan pada tingkat pendidikan dasar. Dengan demikian sekolah yang akan menjadi lokasi penelitian adalah seluruh sekolah tingkat pendidikan dasar SD dan SMP Negeri maupun Swasta di Kota Bogor yang telah berstatus RSBI sampai dengan tahun 2009, adalah SD Sukadamai 3, SMP Negeri 1 dan SMP negeri 4.
27