1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan ibu dan anak masih merupakan masalah di beberapa negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Berdasarkan Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) 2008, tercatat pada tahun 2007 kematian ibu sebanyak 228/100.000 kelahiran hidup. Walaupun angka ini menunjukkan penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2002, yaitu kematian ibu 307/100.000 kelahiran hidup, akan tetapi angka ini masih tinggi di antara negara ASEAN. Bila mengacu pada target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 sebesar 102/100.000 kelahiran hidup, maka angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan (Depkes, 2007). Upaya yang dilakukan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu adalah dengan mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Hal ini telah dilakukan oleh Depkes sejak tahun 1990. Pada tahun tersebut dimulai penempatan bidan di setiap desa, dan tahun pada 1996 telah mencapai target 54.120 bidan. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa hampir semua desa yang berada di wilayah negara Republik Indonesia telah mempunyai akses pelayanan kebidanan (Depkes, 2007). Laporan Bappenas (2011), menyebutkan bahwa WHO memperkirakan sekitar 15-20% ibu hamil, di negara maju maupun berkembang, akan mengalami risiko tinggi (risti) atau komplikasi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ibu-ibu muda dan kurang berpendidikan cenderung untuk tidak berkunjung ke bidan, dokter umum, dan sarana kesehatan, serta lebih besar kemungkinan untuk datang terlambat ke unit gawat darurat ketika mengalami kecelakaan. Pada masa kehamilan, keadaan ibu-ibu muda tersebut sangat buruk. Begitu pula bayi mereka mempunyai berat lahir yang rendah dan juga waktu menyusui yang kurang baik (Murray, et al., 2003), menyebabkan perilaku ini akan menambah risiko pada ibu-ibu muda dan bayi tersebut. Persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih berdasarkan data Susenas 2002 sebesar 66,7%, kemudian meningkat menjadi 77,34% pada tahun 2009. Sementara, pada data Riskesdas tahun 2010 pencapaian pertolongan oleh tenaga kesehatan sebesar 82,3% (Kemenkes, 2010) Namun, angka ini masih mengalami
2
disparitas, karena di daerah-daerah tertentu persentasenya masih cukup rendah, seperti pada daerah Maluku 42,5%, Papua Barat 60,4%, Riau 82,7%, Bengkulu 85,2%, Bali 96,2%, DI Yogyakarta 96,9%, DKI Jakarta 98,1% dan Sulawesi Tengah 62,5% (Bappenas, 2011). Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang didiami 12 etnis, di antaranya suku asli seperti Pamona, Lauje, dan Kaili. Suku Kaili merupakan salah satu suku terbesar dari beberapa suku tersebut, dengan jumlah hampir separuh dari penduduk Sulawesi Tengah yaitu 45% (Matulada, 1991). Tingkat persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih di provinsi yang diapit oleh Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan ini tergolong rendah. Berdasarkan hasil laporan Bappenas 2011, pencapaian persalinan oleh nakes di Sulawesi Tengah sebesar 62,5%. Cakupan ini masih perlu mendapatkan perhatian agar sesuai dengan target yang ditetapkan Kementerian Kesehatan tahun 2010 sebesar 90% (Wilopo, 2011). Menurut Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah, pada tahun 2008 ibu-ibu yang bersalin di daerah Sulawesi Tengah masih banyak menggunakan jasa dukun, sebesar 36,29% (BPS Sulawesi Tengah, 2010). Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari beberapa kabupaten, seperti Kabupaten Buol, Toli-Toli, Donggala, Sigi Biromaru, Parigi Moutong, Poso, Tojo Una-una, Morowali, Bangai, dan Banggai Kepulauan, ditambah dengan Kotamadya Palu. Dari kabupaten yang ada di provinsi ini, Parigi Moutong merupakan daerah yang banyak didiami oleh suku Kaili, selain Kotamadya Palu (Na’a & Pibete, 2000). Peningkatan persalinan ibu bersalin oleh tenaga kesehatan yang terlatih di Kabupaten Parigi Moutong masih membutuhkan kepedulian dari semua komponen masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS), dalam laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Parigi Moutong 2010, mencatat pada tahun 2008 kelahiran yang ditolong dokter 4,43%, tenaga medis lain 0,63%, bidan 47,55%. Sementara, yang menggunakan jasa dukun sebesar 37,06%. Data tersebut menggambarkan bahwa dukun masih menjadi penolong persalinan yang banyak digunakan di daerah ini. Pada tahun 2010, Bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dinkes Parigi Moutong mencatat jumlah ibu hamil sebanyak 8.880 orang, ibu bersalin mencapai 8,476 orang, yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih
6,208 orang.
Berdasarkan data KIA tersebut, persentase persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Parigi Moutong mencapai 73,24%. Angka ini masih jauh di bawah target
3
yang ditetapkan Kemenkes pada tahun 2010, yaitu sebesar 90%. Tercatat pada data tersebut kematian ibu maternal pada tahun yang sama sebanyak 18 kasus. Wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong terdiri dari 20 kecamatan. Di sebelah utara, berbatasan dengan Provinsi Gorontalo dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Poso. Sarana kesehatan daerah telah tersedia berupa rumah sakit yang berada di ibu kota kabupaten. Puskesmas, pustu, polindes dan poskesdes tersebar di semua kecamatan (BPS Parigi Moutong, 2010). Pencapaian pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan dari 20 kecamatan di Kabupaten Parigi Moutong masih mengalami disparitas, yaitu Kecamatan Ampibabo pencapaiannya 99,54%, dan 18 kecamatan lainnya masih rendah, berkisar antara 64,28% sampai dengan 88,92% dan salah satu kecamatan yang rendah pencapaian persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Kecamatan Parigi Barat sebesar 67,5% Cakupan ini belum memenuhi yang diharapkan oleh Kementrian Kesehatan, yaitu sebesar 90% pada tahun 2010 (Dinkes Parigi Moutong, 2011). Parigi Barat merupakan wilayah yang belum lama menjadi sebuah Kecamatan. Sarana prasarana di kecamatan baru ini sudah cukup memadai, berupa sarana kesehatan yang tersedia di semua desa, seperti poskesdes, polindes dan puskesmas pembantu. Dari keseluruhan 5 desa yang ada di wilayah Parigi Barat, suku Kaili merupakan penduduk mayoritas pada semua desa tersebut dan pada daerah ini masih ditemukan keyakinan, kepercayaan serta kebudayaan lokal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Diketahui bahwa norma sosial yang berkelanjutan dapat dibentuk oleh pengetahuan (Rosen, et al., 2009). Pada saat ibu hamil, masyarakat Suku Kaili mempunyai kepercayaan bahwa bila ibu tersebut keluar rumah harus membawa bawang merah atau jeruk purut. Perbuatan tersebut bertujuan untuk menghindari gangguan pok-pok atau roh-roh halus yang dipercaya dapat mengganggu janin dalam kandungan (Sirait, 2009). Sebelum persalinan, sando mpoana (dukun beranak) mempunyai peran penting pada masyarakat suku Kaili, karena orang tersebut dianggap memiliki kemampuan meramu obat untuk menjaga kesehatan ibu hamil, dan memperbaiki posisi bayi ketika dalam kandungan. Pada saat dan pasca persalinan, keterlibatan sando akan sangat terlihat, seperti membantu perawatan ibu setelah melahirkan, merawat bayi sampai lepas pusat, serta memimpin upacara ritual adat, atas selamatnya ibu dan anak tersebut (Sirait, 2009).
4
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa budaya dan kepercayaan masih kuat mempengaruhi masyarakat suku Kaili dalam persalinan. Modal sosial berupa kepercayaan dan kebudayaan di masyarakat dapat mempengaruhi seseorang dalam memilih penolong persalinan (Setyawati & Alam, 2010). Hal ini dapat diketahui dari jumlah persalinan di Kecamatan Parigi Barat, pada tahun 2010 jumlah persalinan sebanyak 412, dan yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak 278 persalinan dan jumlah kematian ibu sebanyak 2 orang. Angka ini setara dengan 486/100.000 persalinan (Dinkes Parigi Moutong, 2011). B. Rumusan Masalah Berdasar uraian latar belakang di atas, didapatkan gambaran bahwa persalinan di daerah Parigi Moutong masih banyak menggunakan jasa dukun sebagai penolong persalinan. Sementara, di lain sisi, sarana kesehatan di daerah ini telah tersedia di seluruh wilayah kerja Dinas Kesehatan Parigi Moutong, baik puskesmas yang berada di setiap kecamatan, maupun polindes atau poskesdes yang tersebar di semua desa di wilayah kerja puskesmas. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, dapat diketahui bahwa adanya sarana kesehatan yang tersedia tidak serta merta mengubah pencarian pertolongan persalinan oleh masyarakat suku Kaili. Berdasarkan realita tersebut, dapat diasumsikan bahwa dukun masih menjadi pilihan utama, untuk menolong persalinan. Upaya memahami perilaku ibu hamil suku Kaili dalam pencarian pertolongan persalinan, kepercayaan, budaya, keyakinan, serta pola pikir mereka, tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimana kebiasaan ibu hamil Suku Kaili dalam perilaku pencarian pertolongan persalinan ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui budaya dan perilaku pada ibu hamil suku Kaili dalam mencari pertolongan persalinan, serta dapat menjelaskan konsep dan cara pandang mereka terhadap pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh penolong persalinan di desa mereka. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang ibu hamil suku Kaili dalam memilih pelayanan persalinan.
5
2. Tujuan khusus Penelitian ini mempunyai tujuan khusus, yaitu untuk mengetahui latar belakang sosial budaya pada ibu hamil suku Kaili dalam pencarian pertolongan persalinan di desa mereka. Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut: a. Memahami konsep ibu hamil suku Kaili tentang persalinan. b. Mengetahui pola perilaku ibu hamil suku Kaili terhadap persalinan. c. Mengetahui penerimaan ibu hamil suku Kaili terhadap penolong persalinan. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi instansi a. Dapat memberikan masukan bagi instansi kesehatan bahwa latar belakang sosial budaya terhadap persalinan perlu mendapatkan perhatian yang serius dikarenakan masih rendahnya persalinan oleh tenaga kesehatan pada daerah tersebut. b. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan program kesehatan. c. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah untuk mendorong masyarakatnya bersalin di tenaga kesehatan, dalam bentuk kebijakan. 2. Bagi peneliti Sebagai proses pembelajaran dan diharapkan menjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai perilaku persalinan sudah banyak dilakukan. Namun, penelitian mengenai perilaku pencarian pertolongan persalinan pada masyarakat suku Kaili, sepanjang pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan. Adapun penelitian dengan tema yang sama, di antaranya: penelitian tentang determinan pemilihan penolong dan tempat pertolongan persalinan yang dilaksanakan di Kecamatan Gebang dan Pituruh Kabupaten Purworejo, dilakukan oleh Wijayanti (1999). Tujuan umum dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui variabelvariabel pada ibu, kaitannya dengan pemilihan penolong persalinan dan tempat persalinan. Subjek penelitian adalah ibu-ibu pasca bersalin. Metode yang digunakan adalah kuantitatif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa komponen predisposing-enabling-need yang mempengaruhi pemilihan bidan sebagai penolong persalinan adalah variabel paritas, sikap, persepsi, dan kebutuhan terhadap
6
pelayanan, sedangkan komponen predisposing-enabling-need yang mempengaruhi pemilihan tempat persalinan adalah variabel sikap dan jarak. Perbedaan penelitian terletak pada tempat, subjek dan metode. Penelitian yang dilakukan ini bertempat di Kabupaten Parigi Moutong, subjek tidak mengkhususkan pada ibu-ibu pasca bersalin, dan metode yang digunakan kualitatif. Penelitian dengan tema yang sama juga dilakukan oleh Rukmawan (2002), dengan judul penelitian Faktor-faktor pemilihan penolong persalinan di Kabupaten Sumedang tahun 2002. Tujuan penelitian tersebut untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku ibu bersalin dalam memilih penolong
persalinan. Metode yang digunakan kuantitatif. Hasil penelitian adalah ibu memilih penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang terbanyak karena dukungan keluarga, sedangkan memilih dukun bayi karena biayanya murah. Letak perbedaan penelitian pada tempat, tujuan dan metode penelitian. Penelitian yang dilakukan ini bertempat di Kabupaten Parigi Moutong, tujuannya untuk mengetahui budaya dan perilaku suku Kaili dalam mencari pelayanan persalinan, dan metode yang digunakan kualitatif. Penelitian dengan tema yang sama lainnya dilakukan oleh Kambayong, (2006) dengan judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan di Puskesmas Mindiptana dan Puskesmas Tana Merah Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua. Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui hubungan antara predisposing factor, enabling factor, dan dukungan keluarga terhadap pemilihan penolong persalinan. Jenis penelitian adalah pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian tersebut, adalah ada hubungan antara variabel pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga dengan pemilihan penolong persalinan. Sementara, variabel umur, paritas, pengetahuan, kemudahan pelayanan, dan kepuasan pelayanan, tidak memiliki hubungan signifikan dengan pemilihan penolong persalinan. Terdapat variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemilihan penolong persalinan, yaitu pendidikan dan dukungan keluarga. Perbedaan penelitian terletak pada tujuan dan metode. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui budaya dan perilaku suku Kaili mencari pertolongan persalinan, metode yang digunakan kualitatif yang bersifat eksploratif. Berikutnya, adalah penelitian tentang persepsi ulama dalam pemilihan pertolongan persalinan bagi ibu hamil di Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin
7
Kalimantan Selatan, yang dilakukan oleh Hermansyah tahun 2009. Tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi ulama pada pemilihan pertolongan persalinan ibu hamil. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan eksploratif. Hasil dari penelitian tersebut adalah informan memiliki persepsi bahwa persalinan sangat berisiko dan sebagai ulama berupaya membantu dengan do’a. Sikap ulama netral dalam memilih penolong persalinan dan menyerahkan sepenuhnya ke pihak keluarga. Kemudian, hubungan antara ulama dengan bidan kurang akrab dan perlu diperbaiki. Kesimpulannya adalah persepsi ulama positif terhadap persalinan. Walaupun penelitian tersebut menggunakan metode yang sama, akan tetapi berbeda pada tempat, tujuan dan subjek. Penelitian yang dilakukan ini bertempat di Kabupaten Parigi Moutong, tujuannya untuk mengetahui budaya dan perilaku dalam mencari pelayanan persalinan, subjek ibu hamil suku Kaili. Penelitian dengan tema yang sama dilakukan oleh Setyawati dan Alam tahun 2010 dengan judul penelitian Modal sosial dan pemilihan dukun dalam proses persalinan: Apakah relevan? Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan terletak pada metode. Penelitian tersebut mengunakan metode survei, sementara penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif. Kesamaan penlitian terletak pada subjek, keduanya menggunakan subjek ibu hamil.