BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun belum sebanding dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral (2012), konsumsi energi final pada tahun
2010 sebesar
1.067,53 juta Setara Barrel Minyak (SBM) dan meningkat pada tahun 2011 sebesar 1.114, 76 juta SBM. Total impor untuk energi primer pada tahun 2010 adalah sekitar 101,1 juta SBM. Lembaga tersebut juga melaporkan bahwa impor energi pada tahun 2011 sebesar 282,775 juta SBM yang didominasi oleh gas alam dan minyak bumi. Sementara itu, cadangan minyak bumi telah menipis sekitar 4,30 milyar barrel pada tahun 2009 dan pada tahun 2012 tinggal 3,74 milyar barrel, demikian juga kemampuan produksi minyak bumi terus menurun, pada tahun 2009 kemampuan produksi minyak bumi
sebesar 346,31 juta barrel, sedangkan pada tahun 2012
sebesar 314,67 juta barrel (Ditjen Migas, 2012). Oleh karena itu di pasar harga minyak baik itu premium, solar ataupun minyak tanah mengalami pelonjakan harga yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Keterbatasan energi dalam negeri dan naiknya harga Bahan Bakar Minyak
mendorong masyarakat dan industri untuk
menggunakan energi alternatif terbarukan. Penggunaan sumber energi alternatif terbarukan kini mulai digiatkan, termasuk diantaranya penggunaan biomassa. Menurut Pusat Data dan Informasi 1
2
Sumber Daya Mineral (2012) menyebutkan bahwa total konsumsi energi dari biomassa pada tahun 2010 sebesar 280,05 juta SBM dan biomassa yang terhitung di sini termasuk kayu bakar dan arang. Beberapa contoh biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan bakar adalah limbah tebangan kayu berupa ranting dan limbah gergajian, limbah - limbah pertanian, limbah dari peternakan,
serta limbah dari
industri, termasuk diantaranya adalah limbah dari industri perkayuan, yang berupa limbah sebetan, kepingan kayu, serbuk kayu, limbah hasil bubut, dan kulit hasil dari pengulitan. Dalam penelitian Roliadi dan Gintings (2001) dinyatakan bahwa jumlah limbah biomassa di Indonesia yang dihasilkan dari penebangan hutan kurang lebih sebesar 29,7 juta m3 per tahun, dan limbah kayu yang dihasilkan dari proses produksi di industri besarnya sekitar 11,57 juta m3 per tahun. Penggunaan biomassa sebagai sumber energi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung contohnya dibuat sebagai kayu bakar dan secara tidak langsung yaitu dengan membuat kayu sebagai arang, briket arang, contoh yang lain seperti bioetanol dari limbah pertanian, biogas dari limbah peternakan atau menggunakan kayu sebagai bahan bakar ketel uap untuk pembangkit listrik. Dorodjatun (1984) menyebutkan bahwa penggunaan bahan bakar kayu di industri sebagian
digunakan untuk
mengeringkan kayu, dan sebagian yang lain digunakan untuk pembangkit panas untuk melebur bijih logam. Selain itu, energi panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu dapat diubah menjadi tenaga listrik oleh turbin uap. Penggunaan energi alternatif dari biomassa ini dipilih karena sifatnya yang dapat terbarukan dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama.
3
Salah satu sumber energi terbarukan dari biomassa adalah kayu. Kayu dipilih oleh masyarakat Indonesia dan industri sebagai sumber energi karena memiliki beberapa keuntungan secara ekonomi maupun dari segi lingkungan. Kayu bakar lebih murah bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil dan bersifat lestari sehingga pasokannya terus ada. Ditinjau dari segi lingkungan, kayu bakar memiliki keuntungan yaitu jumlah karbon dioksida yang dikeluarkan selama proses pembakaran biasanya 90% lebih rendah dari pada bahan bakar fosil. Kayu bakar mengandung logam sulfur dan logam berat yang rendah dan bukan merupakan ancaman hujan asam dan emisi partikel (Forest Product Laboratory, 2004). Kayu bakar termasuk biomassa, yang merupakan salah satu bahan baku bio-fuel (bahan bakar nabati). Bio-fuel ini dapat berbentuk padat atau cair dan dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik atau panas. Energi yang dihasilkan oleh kelompok kayu daun sekitar 4.930 kal/g sedangkan untuk kelompok kayu jarum sebesar 5.220 kal/g (Panshin dan De Zeeuw, 1980). Keuntungan menggunakan kayu
sebagai
sumber energi juga harus diimbangi dengan ketersediaan potensi bahan baku kayu. Indonesia memiliki hutan tropis yang memberikan banyak potensi sebagai sumber energi. Salah satu daerah yang berpotensi menghasilkan biomassa adalah Papua. Menurut Direktorat Jendral Planologi Kehutanan (2012) menyebutkan bahwa Papua memiliki luas area hutan sebesar 40.546.360 Ha dan untuk kawasan produksi sebesar 21.901.450 Ha. Luas kawasan hutan tersebut adalah yang terbesar di Indonesia. Selain kawasan hutan produktifnya yang luas, potensi hutan di Papua adalah yang kedua terbesar di Indonesia dalam satuan volume per hektar. Papua
4
memiliki potensi volume kayu per hektar kedua terbesar setelah Maluku dengan kelas diameter lebih dari 20 cm, lebih dari 50 cm, dan lebih dari 60 cm secara berurutan 124,6 m3/Ha; 72,83 m3/Ha; dan 55,13 m3/Ha (Direktorat Jendral Planologi Kehutanan, 2012). Kawasan hutan di Merauke terdiri dari berbagai jenis pepohonan yang potensial sebagai industri kayu dan pulp yang tentunya akan menghasilkan limbah kayu dari industri - industri tersebut. Beberapa jenis yang tumbuh di hutan Merauke adalah Acacia mangium, Eucalyptus pellita, Melaleuca viridiflora, Acacia crassicarpa, dan Lophostemon suaveolens. Penelitian pada jenis kayu dari hutan di Merauke sebagai sumber energi penting untuk industri sebagai alternatif sumber bahan bakar. Menurut Direktorat Jendral Planologi Kehutanan (2012) Industri perkayuan di Papua terdiri dari industri kayu gergajian, vinir dan ceriping kayu. Limbah yang dihasilkan dari industri - industri kayu tersebut meliputi limbah yang dari penebangan, penggergajian, maupun proses produksi lain yang menghasilkan limbah berupa potongan maupun kepingan kayu dan kulit dari kegiatan pengulitan. Penelitian mengenai limbah biomassa kayu dan kulit, selain untuk memperoleh informasi efektifitas kayu dan kulit sebagai sumber bahan bakar, penelitian tentang energi juga penting untuk
estimasi besarnya energi yang dihasilkan dari suatu
kawasan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang kayu dan kulit dari hutan di Merauke sebagai sumber energi seperti nilai kalor. Nilai kalor ini penting untuk membandingan efektifitas dari beberapa kayu agar diketahui
jenis kayu yang
menghasilkan energi tinggi, sehingga efektif digunakan sebagai sumber energi.
5
Nilai kalor merupakan parameter yang penting untuk menentukan dan membandingkan efektifitas dari beberapa bahan bakar (Kumar dkk., 2011). Lebih lanjut, Kumar dkk., menyatakan bahwa kualitas bahan bakar dapat diketahui dari jumlah panas yang dihasilkan dari satu satuan massa dari bahan bakar (MJ/kg). Selanjutnya, disebutkan juga bahwa nilai kalor merupakan pertimbangan penting sebagai parameter untuk membandingkan suatu bahan bakar dengan bahan bakar yang lain. Menurut Montes dkk. (2011) nilai kalor bergantung pada komposisi kimia, kadar air, kerapatan, dan kadar abu yang terdapat dalam kayu. Penelitian nilai kalor beberapa jenis kayu penting dilakukan karena adanya perbedaan nilai kalor, seperti yang dijelaskan oleh Bowyer dkk. (2007) bahwa nilai kalor juga bervariasi dengan spesies karena bervariasinya proporsi zat arang, oksigen, dan hidrogen yang ada. Pada pohon ternyata proporsi kulit juga besar, sehingga potensi limbah juga besar namun tidak digunakan dalam industri. Fengel dan Wegener (1995) menyebutkan bahwa keberadaan kulit berkisar antara 10% – 20% dari batang tergantung pada jenis pohon dan kondisi pertumbuhan. Nilai kalor kayu berbeda dengan nilai kalor kulitnya karena perbedaan sifat yang dimiliki kayu dan kulit (Bowyer dkk., 2007). Selain itu kayu A. mangium, E. pellita, M. viridiflora, A. crassicarpa, L. suaveolens merupakan kayu yang dapat digunakan untuk
pulp.
Dalam industri pulp, bahan utama yang digunakan adalah ceriping kayu kayu yang telah dikuliti, sehingga keberadaan limbah kulit cukup banyak dan sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai energi sehingga diperlukan penentuan nilai kalor dari kulit kayu tersebut. Oleh karena itu, penelitian nilai kalor kulit dan kayu ini diharapkan
6
dapat memberikan informasi besarnya energi yang dihasilkan oleh kayu dan kulit, dari lima jenis pohon dari hutan di Merauke.
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui nilai kalor kayu dan kulit dari lima jenis kayu dari hutan di
Merauke. 2. Mengetahui hubungan kadar air, berat jenis, kadar abu, kadar zat mudah
menguap, kadar karbon terikat yang berpengaruh terhadap nilai kalor dan indeks nilai kayu bakar dari kayu dan kulit lima jenis pohon dari hutan di Merauke. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait nilai kalor kayu dan kulit dari limbah biomassa lima jenis pohon dari hutan di Merauke. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan tambahan informasi tentang estimasi besarnya energi yang dihasilkan dari lima jenis kayu tersebut sebagai bahan bakar untuk memperkirakan besarnya energi dari minyak bumi yang dapat digantikan atau dihemat, dan meningkatkan apresiasi masyarakat dan industri terhadap energi yang diperoleh dari pemanfaatan limbah industri sebagai sumber energi alternatif.