BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Pendahulun Superhero adalah karakter fiktif yang mempunyai kekuatan luar biasa untuk kepentingan umum. Pahlawan super memiliki kemampuan atau kesaktian di atas rata-rata manusia, memakai pakaian yang khas dan mencolok serta nama yang khas, dan digambarkan sebagai penolong bagi yang lemah dalam membasmi kejahatan. Kebanyakan orang tentu tidak asing dengan keberadaan superhero, karena superhero sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern. Bagaimana tidak, hampir semua masyarakat mengenal superhero dari berbagai macam media seperti internet, bioskop dan yang paling dekat dengan kita adalah media televisi. Seperti yang kita ketahui televisi mempunyai dampak yang sangat dahsyat dalam memberikan pengaruh kedalam pemikiran masyarakat, terutama dalam hal belajar dan mempelajari sesuatu yang baru. Tidak terkecuali acara superhero, banyak norma-norma yang diajarkan kepada anak-anak yang bisa kita lihat dalam superhero. Salah satu yang paling terkenal adalah konsep “membela kebenaran dan membasmi kejahatan” namun selain konsep tersebut sebenarnya superhero juga mengajarkan banyak hal-hal dasar, karena pada dasarnya target penonton superhero adalah anak-anak, banyak superhero yang mengajarkan konsep dasar seperti berbakti pada orang tua, rajin menolong sesame, dan yang akan saya bahas di penelitian ini adalah konsep nasionalisme secara tidak langsung. Sebelum kita masuk ke pembahasan ada baiknya kita lihat sekilas sejarah superhero di Indonesia. Di Indonesia sendiri banyak film dan acara superhero yang hidup bersama masyarakat pada setiap zaman. Misalnya pada era 80-an banyak sekali superhero lokal yang muncul di Indonesia. Superhero lokal tersebut diantaranya adalah “Goddam” dan “Gundala” yang merupakan contoh dari judul
terkenal dari superhero lokal yang saat itu sempat booming di Indonesia. Bahkan Gundala karya Hasmi ini pada tahun 1982 mendapatkan film layar lebar yang tampil di bioskop Indonesia dan dibintangi artis-artis ternama pada zamannya. Pergantian zaman merupakan pemicu perkembangan superhero, era 90-an merupakan masa berjaya superhero dari negeri sakura di Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai tokusatsu. Tokusatsu berasal dari kata “Tokushu” yang berarti spesial dan “Satsuei” yang berarti film, jadi tokusatsu dapat diartikan menjadi film yang menggunakan spesial efek. Di Indonesia sendiri banyak judul tokusatsu terkenal yang sempat tayang di televisi lokal seperti “Ksatria Baja Hitam” (judul asli: Kamen Rider Black), “Detektif Pemusnah Jiban” (judul asli: Kidou Keiji Jiban) dan Winspector. Serial tersebut merupakan sebuah fenomena fantastis pada masanya dimana hampir tidak ada satupun anak yang pada zaman itu yang tidak mengenal acara Ksatria Baja Hitam sebagai acara superhero yang dipuja oleh anak-anak. Pada masa itu persepsi anak-anak terhadap superhero lebih condong kearah timur, yaitu henshin hero1 atau pahlawan yang menggunakan kemampuan untuk berubah wujud dan menjadi sesosok kesatria dengan kekuatan super yang membasmi kejahatan. Dewasa ini muncul acara superhero baru berjudul “Bima Satria Garuda” . Bima Satria Garuda adalah superhero bertema henshin hero buatan Reino R. Barrack yang ditayangkan di saluran televisi swasta RCTI mulai 30 Juni 2013 hingga 22 Desember 2013, setiap hari Minggu pukul 08.30 WIB dengan tayangan ulangnya pada hari Sabtu pukul 15.00 WIB. Yang menarik adalah Bima Satria Garuda merupakan acara superhero pertama di indonesia yang bekerja sama dengan Ishimori Production, sebuah rumah produksi tokusatsu yang berasal dari Jepang. Ishimori Production dikenal seluruh fans superhero di dunia sebagai studio tokusatsu veteran yang telah membuat acara Ksatria Baja Hitam dan acara terkenal lainya seperti Kamen Rider dan Super sentai atau yang lebih dikenal dengan nama Power Rangers di Indonesia. Tentu saja hal ini langsung menjadi 1
Henshin berarti “berubah” dalam bahasa Jepang. Henshin hero pahlawan yang berubah wujud dengan sebuah alat sebelum melawan musuhnya
daya tarik tersendiri untuk berbagai kalangan baik dari masyarakat awam maupun fans tokusatsu untuk menyaksikan acara Bima Satria Garuda. Daya tarik Bima Satria Garuda ini ada berbagai macam, mulai dari kostum, pose berubah, dan persenjataan semua dibuat unik dan mengambil teknologi serta teknik-teknik film tokusatsu. Meskipun memakai bantuan pihak Jepang dalam produksi
Bima Satria Garuda tetap memasukan
unsur
Keindonesiaan seperti motif burung Garuda dan warna dasar kostum merah putih. Selain daya tarik dari unsur internal, unsur eksternal Bima Satria Garuda juga tidak bisa dipandang remeh. Sebagai contoh yang cukup jelas adalah mainan. Mainan dari Bima Satria Garuda ini tidak tangung-tanggung ditangani secara langsung oleh produsen mainan Jepang yang sudah terkenal diseluruh dunia, yaitu perusahaan BANDAI2. Tentu saja ini menjadi salah satu kekuatan Bima Satria garuda dalam segi pemasaran, karena mainan produksi BANDAI pasti tersebar ke seluruh penjuru dunia dan tidak hanya Indonesia saja. Dengan begitu pamor Bima Satria Garuda akan tersebar pula ke seleruh dunia. Sebagai acara baru di televisi Indonesia dengan tema yang tidak biasa, Bima Satria Garuda mendapatkan rating yang cukup tinggi. Seperti yang tercatat di NIELSEN hari minggu tanggal 01 desember 2013, Bima Satria Garuda menempati urutan ke 12 dari rangking harian program acara televisi Indonesia. Penulis melihat target marketing Bima Satria Garuda bukan hanya anakanak saja. Target utama dalam pemasaran yang sebenarnya adalah para pengemar superhero yang beranjak dewasa maupun sudah tua, karena mereka memiliki daya beli yang cukup besar untuk merchandise Bima. Melihat kemajemukan penonton Bima Satria Garuda penulis tertarik untuk membuat sebuah penelitian tentang resepsi masyarakat terhadap acara Bima Satria Garuda dalam mengkodekan tema nasionalisme yang ditampilkan dalam acara tersebut. Penulis berpikir hal ini menarik mengingat Bima Satria Garuda di promosikan sebagai superhero asli Indonesia. Dari awal kemunculan Bima Satria Garuda memakai banyak atribut 2
http://www.bandai-asia.com/newsite/index.php diakses 02 desember 2013
dan unsur Indonesia. Sehingga secara tidak langsung acara tersebut dapat membawa tema nasionalisme dan berpengaruh dalam diri masyarakat yang menontonya. 2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membuat sebuah
penelitian yang bertema "Bagaimana resepsi khalayak dalam memaknai tema nasionalisme dalam teks yang disajikan dalam serial Bima Satria Garuda?" B.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Nasionalisme dalam konten media Pengertian nasionalisme secara etimologi berasal dari kata “nasional” dan
“isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air; memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan
bangsa;
memiliki
rasa
solidaritas
terhadap
musibah
dan
kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan. Nasionalisme adalah sikap politik dan sosial dari sekelompok bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa dan wilayah serta kesamaan citacita dan tujuan dengan meletakkan kesetiaan yang mendalam terhadap kelompok bangsanya. Nasionalisme dapat juga diartikan sebagai paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara (nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Bertolak dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikankepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa. Media telah menjadi hal yang tidak terpisahkan dari sejarah nasionalisme bangsa manapun tidak terkecuali bangsa Indonesia. Bagaimana tidak? Tanpa
adanya media bangsa Indonesia tidak akan dapat mencapai kemerdekaan dan revolusi seperti sekarang. Dimulai dari zaman penjajahan belanda sampai akhirnya kemerdekaan diraih oleh bangsa Indonesia media berperan besar dalam sejarah bangsa Indonesia terutama dalam hal menggerakan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri media merupakan alat penyebar nasionalisme paling efektif dalam sejarah, baik itu media tertulis maupun audio visual. Televisi merupakan salah satu media paling efektif yang ada di msyarakat saat ini. Televisi sebagai salah satu media audio visual mempunyai peranan dan tujuan menidik, sehingga kesan yang ditimbulkan dari acara-acara yang bersifat mendidik dan faktual menimbulkan reaksi yang positif terhadap para pemirsa. Ini menunjukkan bahwa informasi yang disampaikan oleh media televisi berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan masyarakat terutama dalam pendidikan opini dan mental masyarakat, tidak terkecuali dalam penyebaran tema nasionalisme. 2.
Nasionalisme Dalam Konten Fiksi Kita mengenal istilah karya fiksi dan non fiksi, Nonfiksi adalah karya
yang dibuat berdasarkan data-data yang otentik saja, namun dapat pula dikembangkan menurut imajinasi penulis. Sedangkan fiksi meupakan tayangan yang berisi kisahan atau cerita yang dibuat berdasarkan khayalan atau imajinasi pengarang . Fiksi atau cerita rekaan biasanya berbentuk novel, dan cerita pendek (cerpen) maupun Film. Fiksi ilmiah fiksi ilmu pengetahuan adalah fiksi yang ditulis berdasarkan ilmu pengetahuan, teori, atau spekulasi ilmiah. Karya-karya fiksi seperti sastra dan film banyak digunakan sebagai pembangkit rasa nasionalisme. Mungkin stereotip yang banyak berkembang adalah bahwa karya tersebut hanya fiktif belaka, sifatnya hanya imajinatif. Sehingga tidak layak untuk menjadi sebuah pedoman atau panutan. Pendapat ini tidak sepenuhnya salah. Selama ini sastra berjalan dalam dunianya sendiri karena dianggap berbeda, tidak ilmiah sehingga dianggap tidak layak masuk dalam ranah ilmu pengetahuan. Seperti Putu Wijaya pernah mengatakan istilah sastra hanya menjadi “penumpang gelap” dalam mata peajaran Bahasa Indonesia.
Namun tentu kita juga harus melihat dari segi isi dan pesan yang disampaikan. Metode perfilman ini mengandaikan pembentukkan mental-mental kebangsaan melalui peniruan terhadap sifat-sifat tokoh-tokoh, maupun melalui penyerapan
makna dari karya sastra tersebut. Kita tidak bisa menutup mata
bahwa karya sastra, baik novel maupun puisi, bisa mempengaruhi pikiran dan sikap pembaca atau masyarakat. Jika kita mengambil contoh novel tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata misalnya, begitu mengispirasi dan memotivasi banyak orang, pendidik bahkan juga peserta didik. Penyerapan karakter para tokoh di dalamnya, kondisi sosial dan kebudayaan hingga makna yang tersirat di dalamnya, menjadi bahan pelajaran yang berharga yang nantinya akan diserap oleh masyarakat dengan resepsi mereka masing-masing. Di televisi juga ada acara-acara yang mengambil tema fiksi seperti superhero. Tayangan fiksi berusaha menghidupkan perasaan atau menggugah emosi penontonya. Itulah sebabnya, tayangan ini lebih dipengaruhi oleh subjektifitas pengarang naskahnya. Dalam tayangan fiksi tersebut banyak sekali menggunakan tema-tema yang dapat diterima secara langsung maupun tidak langsung di masyarakat. Salah satunya Nasionalisme, tema Nasionalisme merupakan tema yang sensitif untuk beberapa orang, bagi orang yang sadar, simbol-simbol nasionalisme sebenarnya banyak ditemukan di berbagai adegan di sebuah film.
.
Bendera sebuah Negara, tempat-tempat bersejarah, lagu kebangsaan dan cara berbicara masyarakat merupakan contoh kecil penyebaran tema nasionalisme yang di munculkan di dalam sebuah acara televisi secara tidak langsung. Hal ini juga yang terdapat dalam serial Bima Satria Garuda. 3.
Resepsi Audience di televisi Seperti yang sudah saya singgung sedikit sebelumnya, televisi merupakan
salah satu sarana untuk menyampaikan berita (pesan) yang paling diminati masyarakat pada umumnya. Penyampaian pesan yang disampaikan kepada penerima pesan (penonton) dengan cara yang lebih menarik yaitu dengan adanya
tampilan audio visual sehingga terasa lebih hidup dan dapat menjangkau ruang lingkup yang sangat luas, sehingga hal ini merupakan salah kekuatan yang dimiliki media televisi. Namun perlu disingkapi bagaimana seorang audience memaknai pesan yang disampaikan oleh setiap acara televisi tersebut pasti berbeda dengan audience yang lain. Adalah David Morley (1980) mempublikasikan Studi of the Nationwide Audience yang kemudian dikenal sebagai pakar yang mempraktikkan analisis resepsi secara mendalam. Pertanyaan pokok studi Morley tersebut adalah mengetahui bagaimana individu menginterpretasikan suatu muatan program acara televisi dilihat dalam kaitannya dengan latar belakang sosio kultural pemirsanya. Disini peneliti ingin mendapatkan data tentang bagimana audience yang dipilih memaknai sebuah teks dan isinya dalam acara Bima Satria Garuda yang nantinya akan digunakan untuk hasil penelitian. C.
KERANGKA KONSEP
1.
Indikator Nasionalisme dalam Bima Satria Garuda Yang menjadi kerangka konsep untuk penelitian saya kali ini adalah apa
yang menjadi indikator nasionalisme dalam acara Bima Satria Garuda. Menurut saya paling tidak indikator tersebut terbagi menjadi 2 jenis: a.
Indikator secara langsung Indikator Secara langsung atau indikator terlihat adalah benda-benda
terlihat mata yang dapat dipakai untuk mengindikasikan perlambangan bangsa Indonesia. Contoh indikator secara langsung adalah bendera negara, lambang negara maupun hal-hal yang dapat dilihat secara fisik yang ditampilkan di Bima Satria Garuda. b.
Indikator secara tidak langsung Indikator secara tidak langsung atau indicator tidak terlihat adalah konsep-
konsep yang dipakai dalam acara Bima Satria Garuda yang berhubungan dengan
unsur Keindonesiaan. hal ini mencakup bahasa, norma-norma atau sopan santun, serta simbolisme tak terlihat lainya. 2.
Teori Resepsi Analisis Stuart Hall Teori analisis resepsi yang akan saya gunakan adalah teori dari Stuart Hall
(1980). Hall adalah seorang pemikir sosiologis terkemuka akhir kedua puluh dan awal abad ke-21, yang tulisan-tulisannya sering mencakup perspektif media. Ia mengajar Media di London pada tahun enam puluhan. Selain mengeksplorasi bagaimana teks membuat makna, seperti praktek dominan pelopor analitis. Menurut Hall, makna teks tidak inheren dalam teks itu sendiri. Hall mengklaim bahwa tidak ada jumlah analisis dapat menemukan teks yang sebenarnya yang berarti karena orang yang berbeda yang mengalami teks akan membuat interpretasi yang berbeda. Menurut Hall ada 3 hal yang perlu dicermati untuk melihat resepsi penonton dalam sebuah teks: 1.
Dominant (atau ‘hegemonic’) reading : pembaca sejalan dengan kode-
kode program (yang didalamnya terkandung nilai-nilai,sikap,keyakinan dan asumsi) dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh si pembuat program. 2.
Negotiated reading : pembaca dalam batas-batas tertentu sejalan dengan
kode-kode program dan pada dasarnya menerima makna yang disodorkan oleh si pembuat program namun memodifikasikannya sedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minat-minat pribadinya. 3.
Oppositional (‘counter hegemonic’) reading: pembaca tidak sejalan
dengan kode-kode program dan menolak makna atau pembacaan yang disodorkan, dan kemudian menentukan frame alternatif sendiri di dalam menginterpretasikan pesan/program.
D.
METODE PENELITIAN
1.
Metode Kualitatif Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis
resepsi, yaitu penelitian yang mendasarkan pada kesadaran atau cara subyek dalam memahami obyek dan peristiwa dengan pengalaman individu. Analisis resepsi dapat melihat mengapa khalayak memaknai sesuatu secara berbeda, faktor-faktor psikologis dan sosial apa yang mempengaruhi perbedaan tersebut, dan konsekuensi sosial apakah yang muncul?. 2.
Analisis resepsi Analisis resepsi merupakan bagian khusus dari studi khalayak yang
mencoba mengkaji secara mendalam proses aktual di mana wacana media diasimilasikan melalui praktek wacana dan budaya khalayaknya. Analisis resepsi merujuk pada sebuah komparasi antara analisis tekstual wacana media dan wacana khalayak, yang hasil interpretasinya merujuk pada konteks seperti cultural setting dan context atas isi media lain. Menurut McRobbie (1991) analisis resepsi merupakan sebuah “pendekatan kulturalis” dimana makna media dinegosiasikan oleh individual berdasarkan pengalaman hidup mereka. Dengan kata lain pesan-pesan media secara subjektif dikonstruksikan khalayak secara individual. Paradigma yang mendasari penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Konstruktivis menempatkan ilmu sosial sebagai analis sistematis terhadap socially meaningfull action melalui pengamatan langsung, alamiah, penafsiran tentang pelaku sosial dalam mengelola dunia sosial mereka. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Resepsi (Reception Analysis). Dimana dalam penelitian ini subyek mempunyai kesempatan yang terbuka dalam menentukan dan mendefinisikan batasan-batasan konsep yang akan dipakai dalam menginterpretasi teks media. Dalam penelitian ini dibutuhkan kedalaman pemaknaan yang subyektif dari para subyek atas teks media berdasarkan konteks.
3.
Sumber data Dalam penelitian ini sumber data utama ialah kata-kata yang didapat dari
sumber informasi yaitu subyek. Pemilihan subyek dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih secara purposive berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. subyek adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. subyek harus memiliki banyak pengalaman tentang latar penelitian. Untuk penelitian ini penulis akan memilih subyek dengan umur berbeda dan memiliki kriteria pernah menonton acara Bima Satria Garuda dari televisi maupun dari video rekaman. Informan dipilih dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, agama, dan pengalaman pribadi. Masing-masing informan yang terpilih memiliki latar belakang yang berbeda sesuai beberapa aspek yang sudah disebutkan di atas. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. 4.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Wawancara Mendalam (Indepth-Interview) Wawancara
Mendalam
(Indepth-Interview)
merupakan
metode
pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan subyek atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.
b.
Obervasi- Partisipan Dengan cara ini peneliti terlibat langsung atau berpartisipasi dalam
fenomena.. Dengan cara ini peneliti dapat mengumpulkan data tentang ekspresi
diri (pendekatan, motivasi, pengetahuan, keahlian dan gagasan) dari subyek penelitian baik dalam konteks pemahaman teks maupun reaksi yang ditimbulkan subjek c.
Studi dokumen terkait Metode ini digunakan untuk merangkum mengenai dinamika yang
berkaitan dengan acara televisi yang diteliti. Mulai dari sejarah Bima Satria Garuda sampai pada pengaruh yang ditimbulkan yang telah di dokumentasikan baik tulisan maupun video.