BAB I PENDAHULUAN
A.
Judul Masyarakat Samin dalam Pembangunan (Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Samin
Dalam PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Klopodhuwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah) B.
Alasan Pemilihan Judul 1. Aktualitas Kemiskinan, kesejahteraan, dan program-progam pemberdayaan masyarakat saat ini menjadi bahan perbincangan oleh semua kalangan terutama oleh pihak pemerintahan yang notabene menjadi pihak yang paling bertanggungjawab mengenai hal tersebut. Dengan demikian banyak program-program pemberdayaan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk memerangi kemiskinan sehingga tercipta kesejahteraan sosial di dalam masyarakat. Banyak sekali program-program pemberdayaan yang diinisiasi oleh pemerintah, sehingga tema tentang pemberdayaan masih sangat aktual untuk dikaji. 2. Orisinilitas Di Desa Klopodhuwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora sering menjadi lokasi untuk penelitian dari berbagai disiplin ilmu, banyak hal yang menjadi obyek penelitian, namun belum ada penelitian tentang partisipasi masyarakat Samin dalam PNPM Mandiri Perdesaan. Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya banyak sekali salah satunya adalah membahas tentang keagamaan masyarakat 1
Samin yang dilakukan oleh Siti Nur Aisah mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Jurusan Sejarah dan kebudayaan yang berjudul “ Pola Hidup Keagamaan masyarakat Samin di Era Modernisasi (Studi Kasus di Desa Klopodhuwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora)”. 3. Relevansi dengan Jurusan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Penelitian ini memiliki kaitan yang cukup erat dengan disiplin ilmu yang dipelajari di program studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. Pada program studi ini terdapat tiga minat yang dikembangkan yaitu Kebijakan Sosial, Corporate Social Responsibility (CSR), dan Pemberdayaan Masyarakat. Dalam minat Pemberdayaan Masyarakat dibahas mengenai berbagai macam program yang diluncurkan oleh pemerintah untuk memerangi kemiskinan sehingga tercipta kesejahteraan bagi masyarakat di mana dalam pelaksanaannya membutuhkan adanya pertisipasi dari masyarakat itu sendiri, sehingga masyarakat bukan lagi hanya sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek dalam pelaksanaan pembangunan yang diwujudkan melalui program pemberdayaan. Masyarakat berperan sebagai subyek dengan tujuan agar tercipta pengembangan diri dari masyarakat sehingga kelak akan menjadi masyarakat yang berdaya dan tidak selalu menggantungkan nasibnya kepada pemerintah. C.
Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan
kelompok yang didukung dengan adanya perbedaan kebudayaan, bahasa, dan ras. Masingmasing perbedaan tersebut mempunyai ciri khas yang beda satu sama lain. Masyarakat Samin merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang mempunyai semangat tradisional yang 2
cukup kuat. Sebagai masyarakat yang memiliki sejarah perlawanan dengan tokohnya yang bernama Samin Surosentiko ini sangat dikenal sebagai karakter masyarakat yang sangat tertutup. Masyarakat Samin merupakan potret kehidupan masyarakat Jawa yang secara historis mempunyai semangat hidup yang jauh kedepan. Masyarakat Samin merupakan sekelompok orang yang mengikuti dan mempertahankan ajaran Samin Surosentiko yang muncul pada masa kolonial Belanda yakni pada tahun 1890. Sebagai suatu ajaran tentunya mempunyai ajaran, peraturan, maupun kebiasaan tersendiri yang dianggap benar oleh pengikutnya, begitu juga dengan masyarakat Samin yang mempunyai kebiasaan tersendiri. Kebiasaan-kebiasaan tersebut tercermin dalam sikap dan perilaku atau perbuatan yang tidak selalu mengikuti aturan-aturan yang berlaku di desa atau masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini diawali oleh sikap masyarakat Samin yang berani melawan kebijakan dari pemerintah Belanda sehingga sikap tersebut menjadi awal bagi masyarakat Samin untuk membuat tatanan dan aturan sendiri yang selanjutnya menimbulkan berbagai penilaian dari masyarakat luar baik penilaian yang bersifat positif maupun negatif. Sesungguhnya perbedaan tersebut adalah suatu fenomena yang biasa terjadi dalam masyarakat multikultural. Pada dasarnya masyarakat multikultural menyadarkan tentang adanya cara hidup yang berbeda, sehingga setiap orang bebas untuk memilih apa yang ia pandang sebagai jalan yang benar dan selanjutnya digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-harinya di dalam bermasyarakat. Namun seringkali orang lain yang melihat suatu kepercayaan tertentu hanya berdasarkan kacamata kepercayaannya saja untuk menilai kebudayaan atau kepercayaan orang lain, dengan kata lain orang tersebut hanya menilai secara subyektif. Knitter menyatakan bahwa setiap orang memiliki teleskop masing-masing yang merepresentasikan kebudayaan atau agamanya untuk melihat dan mengamati orang lain. Namun perspektif kita tentang 3
kebijakan hanya sejauh area yang dicapai teleksop ini., karena itulah kita butuh teleskopteleskop lain untuk memperluas sudut pandang kita yang terbatas (Mega hidayati, 2008:24). Salah satu daerah di Indonesia khususnya di Jawa Tengah yang terkenal dengan masyarakat Saminnya adalah kota Blora, sedangkan di Kota Blora terdapat beberapa daerah yang menganut ajaran Samin Surosentika salah satu diantaranya adalah
di Desa
Klopodhuwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Provinsi jawa Tengah. Nama Samin sendiri berasal dari nama salah seorang penduduk yang bernama Samin Surosentiko yang lahir pada tahun 1859 di Desa Ploso Kadiren sebelah utara Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Nama asli Samin Surosentiko adalah Raden Kohar, kemudian diubah menjadi Samin karena diyakini lebih bernafaskan kerakyatan dan pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai menyebarkan ajarannya. Samin Surosentiko menyebarkan ajaran kebatinan yang dimulai dari kota Blora, Madiun, Pati, Bojonegoro, sampai berbagai wilayah di Indonesia. Inti ajarannya adalah menolak semua kebijakan pemerintah Hindia-Belanda melalui aksi pembangkangan yang merupakan sebuah perlawanan menyeluruh terhadap hukum formal (Film “Lari dari Blora”). Kata Samin sendiri berarti sami-sami amin (sami-sami amin = sama rata, sama sejahtera, sama mufakat) (Titi mumfangati, 2004:22). Sebagian besar masyarakat Samin yang tinggal dan bermukim di Desa Klopodhuwur ini bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat Samin hanya sebatas pada tanaman palawija saja, jika pada saat musim penghujan sawah dan ladang ditanami padi dan pada saat kemarau ditanami berbagai jenis biji-bijian seperti jagung, kacang, ketela. Sedangkan untuk jenis hewan ternak yang dipelihara adalah ayam, kambing, dan sapi. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Samin menghabiskan waktu untuk bercocok tanam dari pagi sampai sore dan untuk malam harinya sebelum tidur digunakan untuk duduk-duduk bersantai sambil mengawasi hewan ternak yang dimiliki. 4
Hidup yang dijalani oleh masyarakat Samin sangat sederhana dan hidup rukun berdampingan antar masyarakat. Hal ini terlihat pada saat peneliti melakukan pre survey pada tanggal 23 September 2014, hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti tersebut adalah potret kehidupan mereka yang sangat damai tanpa ada konflik satu sama lain. Di sela-sela waktu luangnya dalam bercocok tanam diisi dengan kegiatan saling berkumpul di salah satu rumah warga untuk sekedar berbincang-bincang sambil mengasuh anak. Disamping kehidupan bermasyarakat yang sangat dinamis, peneliti melihat kondisi rumah mereka yang sangat sederhana dimana rumah dibangun tanpa menggunakan fondasi; lantai dari tanah; dinding terbuat dari kayu, blabokan (kulit kayu) dan bambu; bangunan kecil; dan cenderung kumuh. Jika dibandingkan dengan masyarakat lainnya, kehidupan masyarakat Samin memang cenderung lebih sederhana dan apa adanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Titi Mumfangati (2004) di Dukuh Tambak salah satu dukuh yang ada di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. Bentuk rumah yang ada di Desa Klopodhuwur dengan di Dukuh Tambak mempunyai kesamaan yaitu lantainya belum berlantai ubin karena masih berbentuk tanah, dinding terbuat dari kayu jati yang berkualitas rendah atau dari anyaman bambu, bagian atasnya tanpa langit-langit. Jika dikaji dari sisi kebudayaannya, masyarakat Samin memang mempunyai ajaran, kepercayaan, dan peraturan tersendiri yang digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-harinya. Ajaran tersebut tidak hanya diwujudkan dalam tata cara perkawinan, upacara kematian, dan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari saja,
namun juga budaya kesederhanaan yang
diwujudkan dalam pakaian, kelengkapan rumah tangga, dan bangunan rumah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Titi Mumfangati (2004) pakaian untuk pria yang dikenakan oleh masyarakat Samin adalah baju lengan panjang tidak memakai krah, warna hitam, celana 5
kolor ukuran panjang sampai kebawah lutut warna hitam, memakai ikat kepala. Sedangkan untuk wanita pakaiannya berupa kebaya lengan panjang dan mengenakan kain sebatas bawah lutut atau mata kaki. Untuk kelengkapan rumah tangga juga relatif sederhana yaitu kreneng (sebuah wadah yang terbuat dari bambu) dan digunakan untuk tempat jajanan pasar, wakul (bakul tempat nasi yang terbuat dari bambu) yang dipakai untuk tempat menghidangkan nasi, kendhi (tempat air minum yang terbuat dari tanah) untuk minum, dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian di atas maka sebagai referensi untuk menggambarkan kehidupan masyarakat Samin ada beberapa pendapat, sedangkan menurut BPS ada 14 indikator yang digunakan untuk menentukan rumah tangga miskin melalui survey Pendapatan Sosial Ekonomi penduduk 2005/2006 (PSE05). Indikator-indikator tersebut adalah 1) Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 2) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan 3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester 4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain 5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik 6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai/air hujan 7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah 8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu 9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10) Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari 11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan dan puskesmas/poliklinik
6
12) Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,00 per bulan 13) Pendidikan tertinggi kepala keluarga : tidak bersekolah/tidak tamat SD/hanya SD 14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor kredit/non kredit. Pada tahun 2008 melalui Pendapatan Program Perlindungan Sosial (PPLS) ditambah lagi dengan 2 indikator yaitu (www.bps.go.id / diakses pada hari jumat, 21 November 2014 pada pukul 13.00 WIB) : 1) Jenis atap bangunan tempat tinggal terluas adalah sirap, genteng/seng/asbes kondisi jelek/kualitas rendah atau ijuk, rumbia 2) Sering berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sampai saat ini kemiskinan memang menjadi suatu permasalahan besar yang dialami oleh negara Indonesia dan tak kunjung ada jalan keluarnya, walaupun pemerintah telah mengupayakan berbagai hal untuk meminimalisir jumlah kemiskinan namun semuanya tidak ada pengaruhnya, kemiskinan di Indonesia tetap saja tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat bahwa sampai pada bulan Maret 2013 jumlah penduduk miskin kota sebanyak 10.33 juta orang sedangkan penduduk miskin desa sebanyak 17.74 juta jiwa. Dengan demikian jumlah total penduduk msikin yang ada di Indonesia sebanyak 28.07 juta jiwa. (www.bps.go.id / diakses pada hari Jumat, 15 November 2014 pada pukul 1:24 WIB). Pada zaman dahulu masyarakat menjadi miskin bukan karena kekurangan pangan tetapi miskin karena minimnya kemudahan atau materi. Jika dilihat pada zaman modern seperti saat ini, mereka yang hidup pada zaman dahulu tidak mempunyai fasilitas pendidikan, pelayanan, kesehatan, dan kemudahan-kemudahan sebagaimana yang tersedia pada zaman modern 7
sekarang. Melihat fenomena kemiskinan yang terjadi di Indonesia tidak lantas membuat pemerintah acuh tak acuh tetapi sebaliknya, pemerintah telah berusaha sedemikian rupa untuk menyikapi permaslahan yang tidak pernah ada ujungnya. Berbagai macam program pengentasan kemiskinan telah banyak dilakukan oleh pemerintah Indonesia diantaranya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan campur tangan dari semua pihak yang saling terkoordinasi. Pendekatan pemberdayaan masyarakat selama ini telah banyak diupayakan melalui berbagai pembangunan sektoral maupun regional. Namun karena dilakukan tidak secara berkelanjutan sehingga dinilai masih belum dapat bekerja secara optimal, untuk itu melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri diharapkan dapat tercipta harmonisasi prinsip-prinsip dasar, pendekatan, strategi, serta berbagai mekanisme dan prosedur pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga proses peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan tujuan Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 yang berbunyi memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kesejahteraan umum atau kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan jika kemiskinan dapat dikurangi sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan umum dapat dilakukan melalui upaya penanggulangan kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan sejak lama dengan berbagai program penanggulangan kemiskiann. Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dimulai pada tahun 2007 yang dinyatakan dalam Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. 8
PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai sektor di departemen dan pemerintah daerah. Pelaksanaannya juga diprioritaskan pada desa-desa tertinggal dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan
masyarakat
kedalam
kerangka
kebijakan
program
yang
cakupan
pembangunannya diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuh kembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek upaya penanggulangan kemiskinan. PNPM Mandiri terbagi menjadi dua yaitu PNPM Mandiri perkotaan dan PNPM Mandiri
perdesaan.
PNPM
Mandiri
perkotaan
dahulu
bernama
P2KP
(Program
penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang berubah nama sejak tahun 2008 dengan program pemberdayaannya yang dikenal dengan Tridaya yaitu infrastruktur, sosial, dan ekonomi. Sedangkan PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat. Strategi yang dikembangkan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. PNPM Mandiri Perdesaan lebih menekankan pada pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Melalui PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan masyarakat 9
dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Desa Klopodhuwur merupakan salah satu desa yang menjadi sasaran dari PNPM Mandiri Perdesaan sejak tahun 2009 sampai tahun 2014 ini. Walaupun jika ditelaah dari sisi budaya, masyarakat Samin yang tinggal di Desa Klopodhuwur tidak merasa bahwa dirinya adalah orang miskin yang membutuhkan bantuan dari pemerintah, karena pedoman hidup mereka adalah hidup dalam kesederhanaan sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Samin Surosentiko, karena pada dasarnya kemiskinan dapat terjadi karena kebudayaan dan miskin karena memang individu tersebut miskin. Kemiskinan menurut penyebabnya terbagi menjadi dua macam yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor adat budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu sehingga membuatnya tetap melekat dengan kemiskinan. Kemiskinan seperti ini bisa dihilangkan atau sedikitnya bisa dikurangi dengan mengabaikan faktor-faktor yang menghalanginya untuk melakukan perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik. Sedangkan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil, karenanya mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah dan tidak memiliki akses untuk mengembangkan dan membebaskan diri mereka sendiri dari perangkap kemiskinan atau dengan kata lain “seseorang atau sekelompok masyarakat menjadi miskin karena mereka miskin. “ (www.bps.go.id / diakses pada hari jumat, 21 November 2014 pada pukul 13.00 WIB). Namun 10
demikian PNPM Mandiri hadir sebagai suatu upaya pembangunan sosial tanpa melihat atau mempertimbangkan ajaran yang berlaku pada masyarakat tersebut. PNPM Mandiri Perdesaan sebagai upaya pembangunan sosial yang mengupayakan antara satu daerah dengan daerah lain mempunyai tingkat kesejahteraan yang sama tanpa melihat aspek budaya yang sedang berlaku di suatu daerah. Pembangunan sosial melihat tingkat kesejahteraan masyarakat dari kategi BPS sebagaimana diungkapkan diatas. Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan tentu tidak hanya membutuhkan peran dari pemerintah saja, melainkan peran masyarakat justru lebih dibutuhkan yang diwujudkan dalam partisipasi pada saat program sedang berjalan. Jadi dalam hal ini masyarakat bukan lagi sebagai obyek tetapi sebagai subyek. Jika mengingat masalah kemiskinan di Indonesia yang sangat kompleks, maka partisipasi masyarakat menjadi sangat penting karena partisipasi masyarakat dapat dijadikan sebagai jembatan untuk memperoleh informasi mengenai apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat sehingga program pemberdayaan yang akan diberikan dapat sesuai dengan kebutuhannya dan tidak salah sasaran. Desa penerima PNPM Mandiri Perdesaan wajib berpartisipasi dalam seluruh tahapan program dan untuk dapat berpartisipasi dituntut adanya kesiapan dari masyarakat dan desa dalam menyelenggarakan dan memberikan partisipasinya. Partisipasi dapat diberikan melalui kehadiran warga masyarakat dalam pertemuan-pertemuan, swadaya masyarakat, dan menyediakan kader-kader desa yang bertugas secara gotong royong dan suka rela ada kesanggupan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam PNPM Mandiri Perdesaan. Swadaya masyarakat adalah kemauan dan kemampuan masyarakat yang disumbangkan sebagai bagian dari rasa ikut memiliki terhadap program. Swadaya masyarakat merupakan salah satu wujud partisipasi dalam pelaksanaan tahapan PNPM Mandiri Perdesaan. Swadaya masyarakat bisa diwujudkan dengan menyumbangkan tenaga, dana, maupun material pada saat pelaksanaan 11
kegiatan. Dasar dari keswadayaan adalah kerelaan masyarakat sehingga harus dipastikan bebas dari tekanan atau keterpaksaan (PTO PNPM Mandiri Perdesaan). Berdasarkan laporan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan Desa Klopodhuwur dapat diperoleh informasi bahwa ada beberapa program yang kembali diusulkan pada tahun berikutnya dan ada pula program yang hanya berjalan satu tahun saja. Program yang tidak berlanjut adalah PMT (Pemberian Makanan Tambahan) bulanan pada balita dan pelatihan membatik. PMT bulanan pada balita diusulkan pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 tidak diusulkan kembali karena dari pihak desa memang tidak mengusulkan untuk PMT dan setelah dilakukan klarifikasi oleh UPK Kecamatan Banjarejo mendapatkan jawaban bahwa pada tahun 2010 setiap dilaksanakan PMT hanya ada satu atau dua orang ibu dan balita saja yang menghadiri dengan demikian pada tahun 2011 tidak mengusulkan untuk pemberian PMT. Sedangkan untuk pelatihan membatik sebelum mendapatkan dari PNPM Mandiri Perdesaan, Desa Klopodhuwur sempat mendapatkan pula pelatihan membatik dari dinas Kabupaten Blora kemudian pada tahun 2013 Desa Klopodhuwur mengusulkan pelatihan membatik kepada UPK dan direalisasi. Tetapi pada tahun 2014 Desa Klopodhuwur tidak mengusulkan kembali karena semakin hari ibu-ibu yang mengikuti pelatihan membatik semakin sedikit. Peserta membatik yang aktif hanya masyarakat yang tinggal di sekitar tempat tinggal Ibu Kepala Desa. Alasan kedua tidak diusulkannya kembali pelatihan membatik yaitu dirasa masyarakat telah menguasai teknik dasar dalam membatik, sehingga masyarakat hanya perlu menerapkan pengetahuan yang didapatnya selama mengikuti pelatihan membatik secara mandiri.
12
D.
Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : “Mengapa partisipasi masyarakat Samin dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Desa Klopodhuwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah rendah?” E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Suatu penelitian mempunyai tujuan yang selanjutnya akan memberikan manfaat dan penyelesaian dari penelitian yang dilaksanakan, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui partisipasi masyarakat Samin, serta faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat Samin dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Klopodhuwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi ilmu pengetahuan 1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai sejauh mana partisipasi masyarakat Samin dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan sehingga dapat berguna bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang serupa dengan tema atau subyek yang sama, serta memberikan kontribusi akademik bagi pengembangan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan pada khususnya dan pengembangan Ilmu Sosial pada umumnya.
13
2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam pembangunan desa melalui PNPM Mandiri Perdesaan. b. Bagi pemerintah 1) Penelitian ini diharapkan berfungsi sebagai pelengkap data mengenai partisipasi masyarakat Samin dalam PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Klopodhuwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, serta dapat menjadi referensi bagi pemerintah untuk melaksanakan program pembangunan desa. 2) Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap program yang akan dilakukan oleh pemerintah di masa yang akan datang. 3) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pengembil kebijakan pemerintah dalam pengelolaan Sumber Daya Daerah. c. Bagi penulis 1) Penulis dapat menerapkan ilmu yang didapat selama belajar di jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. 2) Melalui penelitian ini penulis dapat menambah wawasan mengenai partisipasi masyarakat Samin dalam program pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah.
14
F.
Tinjauan Pustaka 1. Masyarakat Samin Masyarakat Samin dikenal sebagai indigenous people atau masyarakat adat yaitu komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun temurun diatas suatu wilayah adat yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, mempunyai kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya (http://gcftaskforce.org / diakses pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2014 pukul 22.13 WIB). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa indigeneous people merupakan komunitas asli, masyarakat atau bangsa yang secara historis memiliki
teritorial
dan
identitas
diri
sebelum
masa
penjajahan
dan
mengidentifikasikan diri sebagai kelompok yang berbeda dan kini berjuang untuk mempertahankan sebagian atau seluruh teritorialnya (Hudayana, 2005:2). Pada masa penjajahan Belanda keberadaan masyarakat adat semakin termarjinalkan karena dianggap sebagai masyarakat yang tak beradab. Sebutan primitifpun diberikan kepada masyarakat adat oleh pemerintah kolonial. Sebutan primitif tersebut diabsahkan dengan kajian-kajian antropologis yang menafsirkan identitas yang dikonstruksi berdasarkan sudut pandang masyarakat barat dan pemisahan atau marjinalisasi tersebut telah membawa masyarakat adat untuk memasuki wilayah pedalaman. Adanya pemerintah kolonial menandakan masyarakat adat harus hidup dibwah pengaruh pemerintah Belanda dan seluruh bangunan sosial politik dan ekonomi yang telah meminggirkan posisi masyarakat adat di tanah kelahirannya sendiri (Hudayana, 2005:4).
15
Masyarakat adat adalah pihak-pihak yang paling banyak menderita akibat kebijakan-kebijakan negara sejak Indonesia merdeka. Di bidang ekonomi ditemukan berbagai kebijakan dan hukum yang secara sepihak menetapkan alokasi dan pengelolaan sumberdaya alam yang sebagian besar berada di dalam wilayahwilayah adat dibawah kekuasaan dan kontrol pemerintah. Berbagai peraturan perundangan sektoral seperti UU Kehutanan, UU Pertambangan, UU Perikanan, UU transmigrasi, dan UU Penataan Ruang telah menjadi instrumen utama untuk mengambil alih sumber-sumber ekonomi yang dikuasai masyarakat adat dan kemudian penguasaannya diserahkan kepada perusahaan swasta yang dimiliki oleh elit politik (Atok, 2004:1). Bila dibandingakan dengan kelompok masyarakat lainnya, masyarakat adat menghadapi situasi yang lebih sulit dalam bidang politik. Masuknya konsep desa yang diterapkan di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa telah menghancurkan sistem pemerintahan adat dengan akibat hilangnya kemampuan masyarakat adat untuk mengurus dan mengatur dirinya sendiri. Masuknya konsep desa ditengah masyarakat adat tersebut telah mengubah bentuk pengambilan keputusan yang ada didalamnya secara paksa. Kehancuran sistem-sistem adat ini menjadi lebih parah lagi dengan masuknya Bintara Pembina Desa (BABINSA) sebagai salah satu unsur kepemimpinan desa (Atok, 2004:3). Dalam kondisi politik ekonomi hanya mengakomodasikan kepentingan segenlintir elit kekuasaan sehingga hukum yang diciptakan oleh negara hanya untuk mengamankan kepentingan kekuasaan sehingga menimbulkan ketidak-adilan hukum terhadap masyarakat adat. Permasalahan yang sedemikian kompleks ini menunjukkan adanya ketimpangan
16
dalam hubungan dan posisi antara negara dengan masyarakat adat yang secara geografis hidup di wilayah-wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan ini. Melihat fenomena tersebut muncul berbagai macam bentuk perlawanan dari masyarakat adat yang telah mengalami marjinalisasi oleh pemerintah Belanda. Salah satunya adalah ajaran Samin yang dikenalkan oleh seorang tokoh yang bernama Samin Surosentiko dan selanjutnya oleh pengikut-pengikutnya ajaran tersebut digunakan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari di masyarakat. Ajaran Samin muncul sebagai wujud perlawanan dari pemerintah Belanda yang telah menjajah bangsa Indonesia, sehingga masyarakat Samin dikenal sebagai masyarakat yang kolot, tidak mengakui keberadaan pemerintah, tidak mau membayar pajak, dan hidup dengan kesederhanaan. Menurut Prof. Juned terdapat enam hak-hak masyarakat adat, yaitu menjalani sistem pemerintahan sendiri; menguasai dan mengelola sumber daya dalam wilayahnya terutama untuk kemanfaatan warganya; bertindak kedalam untuk mengatur dan mengurus warga serta lingkungannya, bertindak keluar atas nama persekutuan sebagai badan hukum; hak ikut serta dalam setiap transaksi yang menyangkut lingkungannya; hak memberntuk adat; serta hak menyelenggarakan sejenis peradilan (http://gcftaskforce.org / diakses pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2014 pukul 22.13 WIB). Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di Desa Klopodhuwur, Blora. Desa Klopodhuwur dikenal sebagai tempat bersemayamnya Samin Surosentiko (Suripan, 1996:13-14). Untuk konsep hubungan masyarakat Samin dengan Tuhan pada umumnya mengikuti ajaran Samin Surosentiko yang mempunyai kepercayaan sendiri-sendiri bagi generasi tua, sedangkan untuk generasi anak cucunya telah banyak yang 17
menganut agama Islam. Agama masyarakat Samin dikenal dengan sebutan Adam Nitik yang mengandung unsur-unsur agama lain. Penganut ajaran Saminisme percaya kepada Tuhan dan mengakui kebaikan akan agama itu sendiri, karena pada dasarnya semua agama mengajarkan orang atau penganutnya untuk berbuat kebaikan dan menghindari kejahatan. Masyarakat Samin memandang agama dalam arti kepercayaan dan keyakinan semua sama yaitu semua agama mempunyai tujuan yang baik (Titi Mumfangati, 2004:49). Seiring berkembangnya zaman, masyarakat Samin mulai membuka diri dan berinteraksi dengan masyarakat luar yang bukan merupakan pengikut ajaran Samin, sehingga lama kelamaan masyarakat Samin mengadopsi kebudayaankebudayaan luar yang lebih modern. Hal ini terbukti dari cara berpakain mereka yang tidak lagi menggunakan pakaian serba hitam lengkap dengan ikat kepala kecuali pada saat ada suatu acara tertentu yang mengharuskan mereka menggunakan pakaian adat, misalnya pada acara pertemuan rutin masyarakat Samin tiap hari Selasa Kliwon di Pendopo Samin yang terletak di dukuh Karangpace, Desa Klopodhuwur. Selain itu pada saat ini sudah mulai masuk teknologi-teknologi canggih seperti kendaraan bermotor, televisi, handphone, dan alat-alat pertanian yang canggih untuk mengolah lahan pertanian. Namun demikian
kehidupan
masyarakat
Samin
dapat
dikatakan
dalam
taraf
kesedeehanaan sehingga cenderng lebih rendah bila dibanding dengan masyarakat luas pada umumnya. 2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan PNPM Mandiri Perdesaan hadir sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri perdesaan merupakan salah satu program yang dikeluarkan oleh 18
pemerintah dalam rangka menanggulangi kemiskinan yang dikhususkan kepada masyarakat perdesaan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif dengan tujuan untuk pembangunan masyarakat secara berkelanjutan.
Dalam
pelaksaannya
PNPM
Mandiri
Perdesaan
tidak
mempertimbangkan kebudayaan atau tata nilai dan norma yang sedang berlaku di dalam suatu masyarakat karena pada dasarnya program pemberdayaan mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk memberdayakan masyarakat sehingga program pembangunan antara satu desa dengan desa yang lain mempunyai prosentasi dan kualitas yang sama. Ada dua tujuan yang diusung oleh PNPM Mandiri Perdesaan. Tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kamandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolan pembangunan.
Sedangkan
untuk
tujuan
khususnya
ada
beberapa
yaitu
meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau
kelompok
pelaksanaan,
perempuan
pemantauan,
dalam dan
pengambilan
pelestarian
keputusan
pembangunan;
perencanaan, melembagakan
pengelolaan pembangunan partisipastif dengan menyalahgunakan sumber daya lokal; mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif; menyediakan sarana prasarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat; melembagakan pengelolaan dana bergulir; mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa; mengembangkan
kerjasama
antar
pemangku
kepentingan
dalam
upaya
penanggulangan kemiskinan perdesaan (PTO PNPM Mandiri Perdesaan 2008). 19
Dalam pelaksanaannya, PNPM Mandiri tidak bekerja secara sembarangan melainkan harus sesaui dengan prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan dalam setiap tindakan yang akan dilaksanakan. Adapun Prinsip-prinsip tersebut adalah bertumpu pada pembangunan manusia yang berarti bahwa masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata, karena pembangunan manusia lebih bermanfaat untuk kedepannya dengan cara selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian akan menghasilkan pendapatan bagi masyarakat. misalnya adalah kegiatan pelatihan membatik, hal ini akan lebih bermanfaat daripada pembangunan fisik seperti pengaspalan jalan. Prinsip yang kedua adalah otonomi, yang berarti bahwa masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggungjawab tanpa intervensi negatif dari luar. Prinsip yang ketiga yaitu desentralisasi. Desentralisasi adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat. Dalam hal ini masyarakat mempunyai kemampuan untuk mengatur dirinya dalam pembangunan yang ada tetapi tetap di bawah pengawasan pemerintah. Prinsip keempat yaitu berorientasi pada masyarakat miskin, dalam prinsip ini segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin. Sebagimana dengan tujuan program pemberdayaan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka PNPM Mandiri Perdesaan diperuntukkan bagi masyarakat yang miskin. Prinsip kelima yaitu partisipasi. Partisipasi adalah peran masyarakat secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasan mulai dari tahap perencanan, pelaksanaan, 20
sampai pada tahap pemeliharaan dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil. Kesetaraan dan keadilan gender merupakan prinsip dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan yang keenam, dalam hal ini baik masyarakat laki-laki maupun perempuan mempunyai kesetaraan dalam peranannya pada setiap tahap pembangunan. Prinsip ketujuh adalah demokratis, yaitu masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyawarah dan mufakat. Prinsip kedelapan transparansi dan akuntabel. Masyarakat mempunyai akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu prioritas masuk sebagai prinsip kesembilan, yaitu masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan manfaat untuk pengentasan kemiskinan. Prinsip yang terakhir atau yang kesepuluh adalah keberlanjutan, bahwa dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan pembangunan mulai dari tahap perencanaan sampai pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya (PTO PNPM Mandiri Perdesaan 2008). Lokasi sasaran PNPM Mandiri Perdesaan meliputi seluruh kecamatan perdesaan di Indonesia yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan tidak termasuk kecamatan-kecamatan bermasalah dalam PPK atau PNPM Mandiri Perdesaan dengan kelompok sasarannya yaitu masyarakat miskin di perdesaan, kelembagaan masyarakat di perdesaan, dan kelembagaan pemerintah lokal. PNPM Mandiri Perdesaan merupakan program Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah yang direncanakan dan didanai bersama berdasarkan persetujuan dan kemampuan yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah 21
Daerah yang sumber dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), swadaya masyarakat, serta partisipasi dunia usaha. Terdapat empat macam kegiatan yang dibiayai oleh PNPM Mandiri Perdesaan, yaitu kegiatan pembangunan atau perbaikan sarana prasarana dasar yang dapat memberikan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang secara ekonomi bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin; kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan pelatihan pengembangan ketrampilan masyarakat (pendidikan non formal); kegiatan peningkatan kapasitas atau ketrampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya lokal (tidak termasuk penambahan modal); penambahan permodalan simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP). PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Klopodhuwur sendiri telah berlangsung selama enam tahun yang dimulai sejak tahun 2009 sampai pada tahun 2014. Pada tahun 2009 program yang masuk adalah Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Tahun 2010 dialokasikan untuk peningkatan jalan dan perkerasan sertu, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada balita, serta SPP. Pada tahun 2011 program SPP kembali diusulkan dan ditambah dengan pembangunan fisik yaitu pembangunan gedung Taman Kanak-Kanak (TK). Tahun 2012 mengusulkan dua program yaitu SPP dan pengaspalan jalan. Sedangkan pada tahun 2013 dialokasikan untuk perkerasan jalan telfot, talaud jalan, dan pelatihan membatik untuk kaum wanita. Tahun 2014 Desa Klopodhuwur hanya mengusulkan satu program yaitu pembangunan saluran drainase.
22
3. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Masalah pembangunan merupakan sebuah masalah yang sangat kompleks karena pembangunan sosial sebagai suatu proses perubahan sosial yang terencana dan dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui kebijakan sosial yang mencakup seluruh aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, ketenagakerjaan, jaminan sosial, dan penanggulangan kemiskinan. Menurut Soetomo terdapat empat unsur dasar dalam pembangunan masyarakat yaitu pembangunan masyarakat pada dasarnya merupakan proses perubahan; pembangunan masyarakat adalah proses semakin terciptanya hubungan yang harmonis antara kebutuhan masyarakat dengan potensi, sumber daya, dan peluang; pembangunan masyarakat merupakan proses peningkatan kapasitas masyarakat untuk merespon berbagai persoalan yang berkembang; serta pembangunan masyarakat merupakan proses yang bersifat multidimensi (Soetomo, 2011:34). Dalam membahas pembangunan masyarakat tentunya tidak terlepas dari pemberdayaan masyarakat. Istilah pemberdayaan kini tidak lagi menjadi sesuatu yang asing bagi bangsa Indonesia, karena beberapa tahun ini pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan program-program pemberdayaan untuk masyarakat yang rentan. Menururt Agnes Sumartiningsih dalam buku pemberdayaan masyarakat desa melalui institusi lokal, pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan sendiri sehingga bebas dan mampu untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan secara mandiri (Agnes Sunartiningsih, 2004:50). Sedangkan secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan, sehinnga pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk 23
memperoleh daya atau kekuatan atau kemampuan dan atau proses pemberian daya atau kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Ambar Teguh, 2004:77). Pemberdayaan bukan hanya konsep pembangunan ekonomi, melainkan juga konsep sosial, budaya, dan politik. Pemberdayaan masyarakat bukan hanya menyangkut kesejahteraan dalam ukuran material, tetapi juga berkenaan dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan dambaan setiap orang untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Kemajuan dan kemandirian sebagai sasaran-sasaran utama pembangunan bukan hanya ukuran kemampuan ekonomi melainkan juga menunjukkan sikap seseorang atau masyarakat (Agus Sarjono, 1999:199). Menurut Pranarka dalam buku kemitraan dan model-model pemberdayaan menyatakan bahwa pemberdayaan mengandung dua arti yaitu to give power or authority yang berarti memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang atau belum berdaya dan arti yang kedua adalah to give ability to or enable yang berarti memberikan kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu (Ambar Teguh, 2004;78). Sedangkan menurut Winarni, pemberdayaan meliputi tiga hal yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya kemandirian sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan tidak saja terjadi pada masyarakat yang tidak mempunyai kemampuan, akan tetapi pada masyarakat yang memiliki daya yang masih tebatas, dapat dikembangkan hingga mencapai kemandirian (Ambar Teguh, 2004:79).
24
Pemberdayaan masyarakat akan membawa masyarakat ke dalam zaman baru dan memasuki kehidupan modern. Ia akan meninggalkan kebiasaan dan nilai-nilai lama yang bersifat tradisional yang tidak relevan dan menghambat kemajuan kehidupannya. Pemberdayaan masyarakat membuka pintu proses akulturasi yaitu perpaduan nilai-nilai baru dengan nilai-nilai lama yang menggambarkan jati diri (Agus Sarjono, 1999:198). Hal ini pula yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat adat yang mempunyai kebudayaan yang masih kental yaitu masyarakat Samin yang berada di Desa Klopodhuwur, Blora. Di dalam masyarakat yang dikenal sebagai masyarakat yang kolot, tidak mengakui keberadaan negara, dan sederhana tesebut masuklah sebuah program pemberdayaan masyarakat yang mengharapkan tingkat kehidupan mereka lebih layak walaupun prinsip hidup mereka adalah hidup sederhana dan tidak mengejar materi. Disamping latar belakang kehidupannya yang masih sangat kental dengan kebudayaan tersebut, masuklah sebuah program pemberdayaan yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) Mandiri Perdesaan sebagai upaya pembangunan nasional. Walaupun prinsip hidup masyarakat Samin adalah hidup sederhana dan tidak mengejar materi namun pembangunan nasional tetaplah pembangunan nasional yang mempunyai prinsip bahwa pembangunan nasional antara daerah satu dengan daerah yang lainnya harus sama atau seimbang, sehingga pembangunan nasional tidak memandang suatu masyarakat hidup dibawah garis kemiskinan karena budaya atau memang karena mereka tidak mempunyai sumber daya manusia yang tinggi. Pemerintah dan pembangunan nasional melihat indikator kemiskinan dari Badan Pusat Statistik salah satu indikator tersebut adalah rumah warga berlantai tanah. Salah satu indikator ini telah menggambarkan bahwa 25
masyarakat Samin hidup dalam indikator kemiskinan yang telah ditetapkan oleh BPS, sehingga program PNPM Mandiri Perdesaan masuk sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Di dalam pemberdayaan masyarakat terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu : 1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Pada tahap ini pihak pemberdaya atau aktor atau pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan prakondisi supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif. Sentuhan penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran masyarakat tentang kondisinya saat itu dengan demikan akan dapat merangsang kesadaran mereka tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. 2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapanketrampilan agar terbuka wawasannya dan memberikan ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapanketrampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipsai pada tingkat yang rendah yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subyek pembangunan. 3) Tahap sehingga
peningkatan
kemampuan
terbentuklah
mengantarkan
pada
inisiaitif
kemandirian
intelektual, dan yang
kecakapan-ketrampilan
kemampuan ditandai
inovatif oleh
untuk
kemampuan 26
masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi, dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya (Ambar Teguh, 2004: 83-84). Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya
atau kemampuan
yang dimiliki
(http://dkijakarta.bkkbn.go.id / diakses pada tanggal 11 Desember 2014, pukul 09.34 WIB). 4. Konsep Partisipasi Partisipasi dinilai sebagai suatu komponen penting dalam keseluruhan proses pembangunan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap hasil dari pembangunan itu sendiri. Menurut Keith Davis dalam Thesis Ummul Chusnah menyatakan bahwa partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan (http://eprints.undip.ac.id / diakses pada hari Senin, tanggal 1 Desember 2014 pukul 11.30 WIB). Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pembangunan tidak hanya tergantung dari peran pemerintah sendiri melainkan peran aktif dari segenap lapisan masyarakat yang semakin meluas dan merata juga dibutuhkan, karena 27
beban pembangunan dipikul oleh masyarakat dan hasil dari pembangunan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Partisipasi merupakan peran serta seseorang dalam kegiatan yang dilakukan atau dilaksanakan di lingkungan tempat tinggalnya. Partisipasi yang diberikan oleh masyarakat dapat berupa pikiran, tenaga, uang, barang,
ataupun keahlian.
Keterlibatan masyarakat
dapat
menciptakan suatu keberhasilan terhadap sebuah program karena keterlibatan tersebut muncul dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Dalam pembangunan desa membutuhkan partisipasi dari masyarakat karena partisipasi tersebut akan sangat berpengaruh kepada masyarakat itu sendiri yang selanjutnya dapat mengubah kehidupannya di masa depan. Partisipasi masyarakat sebagai proses kemandirian karena yang mengetahui apa yang dibutuhkan dan apa yang harus dilaksanakan adalah masyarakat itu sendiri sehingga sebuah pembangunan desa dapat mengalami keberhasilan. Salah satu tokoh dari teori partisipasi adalah Sherry Arnstein yang mendefinisikan strategi partisipasi didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat (komunitas) dengan pemerintah (agency). Arnstein memformulasikan peran serta masyarakat sebagai bentuk dari kekuatan rakyat (citizen partisipation is citizen power) dimana terjadi pembagian kekuatan (power) yang memungkinkan masyarakat yang tidak berpunya (the have-not citizens) yang sekarang dikucilkan dari proses politik dan ekonomi untuk terlibat kelak. Peran serta masyarakat menurut Arnstein adalah bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam perubahan sosial yang memungkinkan mereka mendapat bagian keuntungan dari kelompok yang berpengaruh. Melalui typologinya yang dikenal dengan delapan Tingkatan
28
Partisipasi Masyarakat, Arnstein menjabarkan peran serta masyarakat yang didasarkan pada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir. Delapan tangga partisipasi menurut Arnstein tersebut adalah sebagai berikut Tabel 1.1 Tangga Partisipasi Sherry Arnstein Pengawasan masyarakat
Kekuasaan Pendelegasian Kekuasaan
Masyarakat
Kemitraan
Penentraman Konsultasi
Tokenisme
Menyampaikan informasi
Terapi
Non-Partisipasi
Manipulasi
Tangga pertama yaitu manipulasi atau penyalahgunaan dan tangga kedua adalah terapi atau perbaikan. Tangga pertama dan tangga kedua tidak termasuk dalam konteks partisipasi yang sesungguhnya karena masyarakat terlibat dalam suatu program tetapi sesungguhnya keterlibatan mereka tidak dilandasi oleh suatu dorongan mental, psikologis, dan disertai konsekuensi keikutsertaan yang memberikan kontribusi dalam program tersebut. Pada posisi ini masyarakat hanya
29
sebagai objek dalam pembangunan. Tangga ketiga adalah pemberian informasi, tangga keempat konsultasi, dan tangga kelima penentraman adalah suatu bentuk usaha untuk menampung ide, saran, masukan dari masyarakat untuk sekedar meredam keresahan masyarakat. oleh karena itu tangga ini merupakan kategori tokenisme atau pertanda. Penyampaian informasi atau pemberitahuan merupakan suatu bentuk pendekatan kepada masyarakat agar memperoleh legitimasi publik atas segala program yang dicanangkan. Konsultasi yang disampaikan hanyalah untuk mempertajam legitimasi bukan untuk memperoleh pertimbangan dan mengetahui keberadaan publik. Tangga kelima adalah penentraman yang intinya sama saja dengan kedua tahap sebelumnya kemudian Arnstein menyebutnya sebagai tingkat penghargaan atau formalitas. Pada tangga keenam inilah Arnstein menyatakan bahwa terjdai partisipasi atau kemitraan masyarakat. pada tahap ini masyarakat telah mendapat tempat dalam suatu program pembangunan. Pada tangga ketujuh adalah pendelegasian wewenang dimana masyarakat telah terjadi pelimpahan wewenang oleh pemerintah kepada masyarakat. tangga kedelapan adalah pengawasan masyarakat dimana masyarakat telah dapat melakukan kontrol terhadap program pembangunan (http://ejournal-unisma.net / diakses pada diakses pada tanggal 11 Desember 2014, pukul 09.41 WIB). Untuk memahami delapan tangga partisipasi pada teori partisipasi Arnstein pada dinamika partisipasi masyarakat Samin di Desa Klopodhuwur, Blora dalam PNPM Mandiri Perdesaan bahwa masyarakat harus menjalani tingkatan partisipasi sebagaimana diungkapkan oleh Arnstein. Pada tahap perencanaan proyek Simpan Pinjam Perempuan (SPP), partisipasi masyarakat Samin berada pada level nonparticipation. Pada level ini masyarakat berpartisipasi tidak dilandasi oleh 30
dorongan mental dan psikologis, sehingga level ini belum termasuk dalam konteks partisipasi yang sesungguhnya. Pada tahap pelaksanaan serta tahap pemanfaatan dan pemeliharaan berada pada level citizen power, karena pada kedua level tersebut masyarakat mempunyai hak penuh untuk mengatur dan mengelola dana pinjamannya tersebut setelah dana SPP cair. Partisipasi pada tahap perencanaan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada balita, masyarakat Samin tidak menunjukkan partisipasi tersebut. Pada tahap pelaksanaan, beberapa masyarakat Samin turut menghadiri pelaksanaan PMT. Namun mereka hanya hadir beberapa kali dan selanjutnya mereka kembali tidak terlihat ikut berpartisipasi. Sedangkan partisipasi pada tahap perencanaan program membatik saat diadakan sosialisasi, masyarakat Samin turut berpartisipasi namun hanya beberapa orang. Partisipasi yang terjadi pada tahap ini adalah non-participation, dimana masyarakat hanya mengikuti sosialisasi. Pada tahap pelaksanaan, partisipasi masyarakat Samin berada pada level tokenism yang berarti bahwa pemerintah tidak menghalangi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program pelatihan membatik. Pada tahap pemanfaatan dan pemeliharaan, partisipasi masyarakat berada pada level citizen power. Pada level ini masyarakat mempunyai hak untuk mengatur dan mengelola ketrampilan yang dimilikinya. Pada proyek pembangunan fisik, masyarakat Samin tidak menunjukkan partisipasinya dalam tahap perencanaan. Sedangkan dalam tahap pelaksanaan masuk pada level tokenism, partisipasi masyarakat Samin diwujudkan dalam menyiapkan makanan ringan dan minuman untuk para pekerja. Selain itu, partisipasi ditunjukkan dengan cara masyarakat Samin menjadi pekerja dalam 31
proses pembangunan fisik tersebut dengan mendapatkan upah yang berlaku pada saat itu di Desa Klopodhuwur. Pada tahap pemanfaatan dan pemeliharaan, partisipasi masyarakat Samin berada pada level citizen power. Dalam level ini tercipta partisipasi masyarakat yang ideal karena masyarakat mempunyai hak penuh untuk mengelola, memelihara, serta mengambil manfaat dari seluruh program yang telah hadir di Desa Klopodhuwur. Fokus partisipasi dalam penelitian ini dapat dipahami bahwa konsep partisipasi merupakan sikap masyarakat Samin dalam mengikuti program PNPM Mandiri Perdesaan. Sejauh ini partisipasi masyarakat Samin masih sangat kurang jika dibanding dengan desa-desa lain di Kecamatan Banjarejo, Blora yang menerima PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi dapat diwujudkan dalam berbagai macam bentuk, misalnya kehadirannya pada saat rapat berlangsung, pembayaran iuran jika diperlukan, tingkat gotong royong pada suatu acara tertentu, ide atau pikiran pada saat rapat , dan lain sebaginya. Partisipasi masyarakat Samin dalam PNPM Mandiri Perdesaan dikatakan tergolong rendah karena memang masyarakat cenderung acuh tak acuh merespon program pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah perangkat desa kurang informatif, adanya diskriminasi terhadap masyarakat Samin yang dilakukan oleh pemerintah desa, sifat masyarakat Samin yang apatis, serta pola pikir masyarakat Samin yang beranggapan bahwa proses pemberdayaan merupakan tugas dari pemerintah jadi masyarakat tidak harus turut serta berpartisipasi dalam pelaksanaannya.
32
PNPM Mandiri Perdesaan PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebuah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan
berkelanjutan. Lokasi sasaran PNPM Mandiri Perdesaan
meliputi seluruh kecamatan perdesaan di Indonesia yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan tidak termasuk kecamatan-kecamatan kategori kecamatan bermasalah dalam PPK/PNPM Mandiri Perdesaan. Sedangkan kelompok sasarannya adalah masyarakat miskin di perdesaan, kelembagaan masyarakat di perdesaan, dan kelembagaan pemerintah lokal.
Partisipasi Masyarakat Samin
Perencanaan
pelaksanaan
Pemafaatan dan pemeliharan hasil
Perangkat Desa Fasilitator Kabupaten
Masyarakat Non Samin PNPM Mandiri Perdesaan
UPK (Unit Pengelola
TPK (Tim Pengelola
Kegiatan)
Kegiatan) Masyarakat Samin
Gambar 1.1 Kerangka Berfikir
33