BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Psikologi sastra adalah interdisiplin antara psikologi dan sastra (Endraswara
dalam Minderop, 2011:59). Psikologi sastra adalah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan (Endraswara dalam Minderop, 2011:54). Analisis psikologi terhadap karya sastra, terutama fiksi dan drama tampaknya memang tidak terlalu berlebihan karena baik sastra maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan (manusia imajiner) oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan Tuhan yang secara riil hidup di alam nyata (Wiyatmi, 2006:106). Karya sastra menyajikan situasi-situasi yang terkadang tidak masuk akal dan motif-motif yang fantastis, dan bahkan upaya mendramatisasi cukup dominan kehadirannya (Wiyatmi, 2006:108). Secara umum, metode psikologi sastra yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis suatu karya sastra ada tiga macam. Pertama, menguraikan hubungan ketidaksengajaan antara pengarang dan pembaca. Kedua, menguraikan kehidupan pengarang untuk memahami karyanya. Ketiga, menguraikan karakter para tokoh yang ada dalam karya yang diteliti (Scott dalam Sangidu, 2004:30). Ketiga metode di atas dapat diterapkan semuanya dalam analisis suatu karya sastra ataupun hanya dimanfaatkan salah satu saja tergantung pada objek material yang diteliti (Sangidu,
1
2
2004:30). Metode ketiga merupakan metode yang digunakan dalam pembahasan dan penelitian psikologi sastra ini. Murakami Ryunosuke, atau yang lebih dikenal dengan nama Murakami Ryu, merupakan salah satu sastrawan Jepang yang cukup termasyur. Ryu lahir pada 19 Februari 1952 di Sosebo, Nagasaki. Langkahnya di dunia sastra diawali saat ia tengah menempuh studi di Musashino Art University, novel pertamanya waktu itu berjudul Kagirinaku Toumeini Chikaku Buruu (Almost Transparent Blue). Karya tersebut berhasil menyabet penghargaan Newcomer’s Literature Prize dan Akutagawa Prize pada tahun 1976. Penghargaan itu diraihnya di usia yang cukup muda, 18 tahun. Apresiasi yang baik dari para penikmat sastra membuat Ryu terus belajar dan berkarya. Garapan-garapannya yang lain terus bermunculan, seperti Koin Rokkaa Beibiizu (Coin Locker Babies), 69, Raffurezu Hoteru (Raffles Hotel), Oodishon (Audition) dan lain-lain. Salah satu novelnya yang cukup populer di era 90-an adalah Oodishon (Audition). Novel ini bercerita mengenai seorang duda (Aoyama) yang berkeinginan untuk menikah kembali. Penyakit kanker telah merenggut kehidupan istrinya (Ryoko). Semenjak kematian istrinya, Aoyama hidup berdua saja dengan anak laki-lakinya (Shige) serta asisten rumah tangga (Rie-san). Tujuh tahun sepeninggal istrinya, Aoyama tidak memiliki masalah dengan status duda dan kesendiriannya. Namun belakangan putra serta sahabat terdekatnya (Yoshikawa) membujuknya untuk menikah kembali. Shige yang tengah beranjak menjadi seorang remaja merasa kasihan kepada ayahnya karena kehidupannya yang
3
monoton. Shige berharap ayahnya mau menikah kembali agar kehidupannya lebih terurus. Aoyama memutuskan untuk mencoba mencari calon istri. Ia memiliki kriteria wanita yang cukup unik dan susah untuk dicari. Aoyama dan Yoshikawa dulunya adalah rekan kerja di bidang produksi iklan. Yoshikawa menawarkan ide yang cukup nyleneh dengan mengadakan audisi film untuk mencari wanita yang sesuai dengan kriteria Aoyama, audisi palsu tentunya. Singkat cerita, audisi pun dilangsungkan dan Aoyama bertemu dengan wanita yang sesuai dengan harapannya. Yamasaki Asami, seorang gadis yang piawai berpiano dan tari balet. Aoyama akhirnya berkencan dengan Asami beberapa kali. Dari kencan-kencan itulah, beberapa hal mengenai latar belakang diri Asami mulai terungkap sedikit demi sedikit. Pada suatu malam, Aoyama dan Asami berlibur di luar kota dan menginap di hotel. Pada saat itu, Asami menanyakan keseriusan Aoyama terhadap dirinya. Asami menginginkan Aoyama hanya mencintai dirinya. Hanya dirinya saja. Namun malam itu Asami baru mengetahui bahwa Aoyama tidak sanggup mencintainya seorang. Keesokan harinya, Aoyama mendapati sosok Asami menghilang. Petugas resepsionis menghubungi Aoyama bahwa Asami telah pergi selepas makan malam. Beberapa hari Asami tidak dapat dihubungi sehingga membuat Aoyama semakin stres. Pada suatu malam, Asami menyelinap ke rumah Aoyama dan kebetulan Shige tidak ada di rumah. Hampir tengah malam, Aoyama beristirahat di sofa. Aoyama meminum teh yang ternyata sudah ditambahkan obat bius oleh Asami. Tubuh Aoyama menjadi lumpuh, pada saat itulah Asami melampiaskan kemarahannya
4
pada Aoyama. Dia mencoba membunuh Aoyama dengan jarum-jarum suntik dan gergaji kawat. Tokoh Asami merupakan salah satu tokoh utama yang menjadi magnet perhatian. Child abuse yang dialaminya ternyata berpengaruh pada kepribadiannya hingga dewasa. Sedari kecil, Asami hidup dalam kondisi kebutuhan dasar psikologis yang tidak lengkap. Oleh karena itu, Asami berbuat nekat dengan melakukan percobaan pembunuhan terhadap Aoyama sebagai pelampiasan. Sebagai pelopor Psikologi Humanistik, Abraham Maslow (dalam Minderop, 2011:49) menjelaskan bahwa tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar kehidupan si individu lebih berbahagia dan sekaligus memuaskan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut tentu saja terdapat motivasi yang melatarbelakanginya. Motivasi tersebut dapat berupa hal positif maupun negatif. Cerita dalam Oodishon berpuncak pada percobaan pembunuhan yang dilakukan Asami terhadap Aoyama. Penelitian ini ingin mengungkapkan motivasi apa yang melatarbelakangi percobaan pembunuhan tersebut berdasarkan perspektif psikologi humanistik Abraham Maslow.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa
masalah penelitian sebagai berikut.
5
1) Bagaimana struktur unsur intrinsik novel Oodishon serta bagaimana keterkaitan unsur-unsur intrinsik dalam membentuk totalitas makna? 2) Apa motif percobaan pembunuhan Aoyama yang dilakukan oleh Asami dalam novel Oodishon berdasarkan perspektif psikologi humanistik Abraham Maslow?
1.3
Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini meliputi tujuan
teoritis dan tujuan praktis. Secara teoritis, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan serta menjelaskan motif percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Asami terhadap Aoyama berdasarkan perspektif psikologi humanistik Abraham Maslow. Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan referensi bagi para peminat dan peneliti sastra, khususnya karya sastra Jepang karangan Murakami Ryu.
1.4
Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa karya tulis berupa skripsi yang menjadikan psikologi
humanistik Abraham Maslow sebagai objek formal. Fatma Noor Aini, mahasiswa Sastra Jepang Universitas Gadjah Mada telah menulis skripsi berjudul Motif Pembunuhan Kenji oleh Yayoi dalam Novel Auto Karya Natsuo Kirino pada tahun 2010. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa Yayoi membunuh suaminya, Kenji, lantaran kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya yang belum terpenuhi. Sebelum
6
menikah dengan Kenji, Yayoi merasa utuh karena kebutuhan-kebutuhan dasarnya telah terpenuhi. Namun setelah menikah justru keadaannya berbeda. Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar—kebutuhan rasa aman, kasih sayang dan penghargaan—itulah, Yayoi membunuh suaminya, Kenji. Ada pula penelitian atas novel Oodishon (Audition) yang pernah dilakukan. Zulian Zukova, mahasiswa Sastra Jepang Universitas Padjajaran, telah menulis skripsi dengan judul Penyimpangan Perilaku tokoh Asami dalam Novel Audition Karya Murakami Ryu (Melalui Pendekatan Psikologi Sosial) pada tahun 2012. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa tindakan abnormal tokoh Asami dipengaruhi oleh lingkungan pada masa kecilnya. Titik utamanya adalah bahwa keluarga memiliki peranan penting dalam proses pembentukan kepribadian seseorang. Pengalaman masa kecil itulah yang membuat Asami memiliki beberapa penyimpangan, seperti apati, tingkah laku bizar, seklusif dan psikopati. Penelitian ini akan membahas masalah yang sama dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh saudari Fatma, namun demikian terdapat perbedaan dengan penelitian tersebut. Kesimpulan penelitian terdahulu tidak menyampaikan secara khusus dan spesifik mengenai motif pembunuhan yang dilakukan tokoh Yayoi. Bagian kesimpulan hanya menyampaikan bahwa kebutuhan Yayoi pada tingkat kedua, ketiga dan keempat mengalami hambatan sehingga memunculkan motivasi pembunuhan. Berbeda pula dengan penelitian Zulian Zukova, penelitian ini terfokus pada motivasi percobaan pembunuhan Aoyama oleh Asami. Motivasi tersebut tentu saja
7
memiliki latar belakang atau alasan tertentu sehingga Asami melakukan percobaan pembunuhan terhadap Aoyama. Beberapa latar belakang itulah yang akan diteliti sehingga motivasi percobaan pembunuhan tersebut dapat dijelaskan melalui konsep tingkat kebutuhan dasar Abraham Maslow.
1.5
Kerangka Teori Teori yang akan digunakan dalam meneliti novel Oodishon ini adalah teori
Struktural dan teori Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Teori Struktural digunakan untuk menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerita serta keterkaitannya satu sama lain, sedangkan teori Psikologi Humanistik digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar tokoh Asami serta pengaruhnya terhadap motivasi percobaan pembunuhan yang dilakukannya.
1.5.1 Teori Struktural Sebuah struktur karya sastra harus dilihat sebagai suatu totalitas karena sebuah struktur terbentuk dari serangkaian unsur-unsurnya. Unsur-unsur itu harus tunduk pada kaidah-kaidah yang mencirikan sistem sebagai sebuah sistem (Piaget dalam Sangidu, 2004:16). Artinya, unsur-unsur karya sastra yang dominan harus memainkan peranan penting dalam menghasilkan makna, sedangkan unsur-unsur yang kurang dominan harus mengabdi pada unsurunsur yang dominan. Semua unsur tersebut mempunyai potensi dalam menghasilkan makna secara menyeluruh (totalitas). Besar kecilnya potensi
8
yang dimiliki oleh masing-masing unsur tergantung pada dominan dan tidaknya unsur-unsur yang bersangkutan (Teeuw dalam Sangidu, 2004:16). Unsur-unsur dominan dalam cerita ini meliputi tema, penokohan dan pelataran.
i. Tema Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaanperbedaan (Hartoko dan Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 1995:68). Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita (Nurgiyantoro, 1995:68).
ii. Penokohan Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokohtokoh tersebut (Stanton dalam Nurgiyantoro, 2995:165). Tokoh cerita (character), menurut Abrams (1981:20), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
9
tindakan
(Nurgiyantoro,
“penokohan”
1995:165).
Dengan
demikian,
istilah
lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan
“perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapakah tokoh cerita, bagaimanakah perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1995:166).
iii. Latar Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216). Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu seolah-olah seungguhsungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995:217).
1.5.2 Teori Psikologi Humanistik Abraham Maslow menerangkan bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar manusia tersusun secara bertingkat. Kebutuhan-kebutuhan tersebut yakni: i. Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan yang biasa dijadikan titik-tolak teori motivasi adalah apa yang disebut dorongan fisiologis (Maslow, 1994:43). Umumnya
10
kebutuhan
fisiologis
bersifat
homeostatik
(usaha
menjaga
keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, gula, garam, protein serta kebutuhan istirahat dan seks (Maslow via Alwisol, 2009:204).
ii. Kebutuhan akan Keselamatan Apabila kebutuhan fisiologis relatif telah terpenuhi, maka akan muncul seperangkat kebutuhan baru, yang kurang lebih dapat dikategorikan dalam kebutuhan akan keselamatan (keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas; kekuatan pada diri pelindung, dan sebagainya) (Maslow, 1994:47). Orang dewasa yang sehat mentalnya, ditandai dengan perasaan aman, bebas dari rasa takut dan cemas. Sementara yang tidak sehat ditandai dengan perasaan seolah-olah selalu dalam keadaan terancam bencana besar (Maslow dalam Yusuf dan Nurihsan, 2008:158).
iii. Kebutuhan akan Rasa Memiliki dan Rasa Cinta Apabila kebutuhan fisiologis dan keselamatan cukup terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan rasa cinta, rasa kasih, dan rasa memiliki, dan seluruh daur yang telah digambarkan diulang kembali dengan menempatkan hal-hal tersebut sebagai titik pusat yang baru (Maslow, 1994:53). Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara,
11
seperti: persahabatan, percintaan, atau pergaulan yang lebih luas. Melalui kebutuhan ini seseorang mencari pengakuan, dan curahan kasih sayang dari orang lain, baik dari orang tua, saudara, guru, pimpinan, teman, atau orang dewasa lainnya (Maslow dalam Yusuf dan Nurihsan, 2008:158).
iv. Kebutuhan akan Harga Diri Manakala kebutuhan dimiliki dan mencintai telah relatif terpuaskan, kekuatan motivasinya melemah, diganti motivasi harga diri (Maslow dalam Alwisol, 2009:206). Kebutuhan ini meliputi dua kategori, yaitu: (a) harga diri meliputi kepercayaan diri, kompetensi, kecukupan, prestasi, dan kebebasan; (b) penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, perhatian, prestise, respek, dan kedudukan (Maslow dalam Yusuf dan Nurihsan, 2008:159).
v. Kebutuhan akan Perwujudan Diri Kebutuhan ini adalah puncak dari hirarki kebutuhan manusia yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan kapasitas secara penuh. Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadi segala sesuatu yang dia mampu menjadi itu (Maslow via Yusuf dan Nurihsan, 2008:160). Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fulfilment), untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat
12
melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya (Maslow dalam Alwisol, 2009:206).
1.6
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik. Metode
deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2004:53). Tahapan awal dalam penelitian ini adalah penentuan objek penelitian, baik material maupun formal. Objek material penelitian ini adalah novel Oodishon karya Murakami Ryu, sedangkan objek formalnya adalah teori Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Tahapan selanjutnya adalah pembacaan objek guna pengambilan data, meliputi data primer dan sekunder. Data primer berupa kutipankutipan dalam novel terkait, didukung dengan data sekunder berupa buku-buku yang membahas psikologi humanistik Abraham Maslow. Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis. Pertama, menganalisis unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam novel Oodishon serta keterkaitannya satu sama lain. Kedua, menganalisis motif percobaan pembunuhan dengan menguraikan serta menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar tokoh Asami yang memicu percobaan pembunuhannya terhadap tokoh Aoyama berdasarkan perspektif Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Tahapan terakhir yakni merumuskan kesimpulan sehingga didapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah.
13
1.7
Sistematika Penulisan Skripsi ini memuat 5 bab. Bab I menjelaskan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II berisi riwayat pengarang serta kepangarangannya. BAB III berisi analisis struktural, meliputi ringkasan cerita, analisis tema, penokohan dan pelataran serta keterkaitan antar unsur dalam membentuk totalitas makna. BAB IV berisi analisis motif percobaan pembunuhan berdasarkan perspektif psikologi humanistik Abraham Maslow, yakni analisis kebutuhankebutuhan dasar yang memicu tindakan percobaan pembunuhan. BAB V berisi kesimpulan dan penutup.