BAB I PENDAHULUAN 1.3. Latar Belakang Permasalahan kesehatan dalam jangka panjang di Indonesia dari waktu ke waktu akan semakin kompleks. Indonesia sebagai negara kepulauan yang mempunyai letak strategis (posisi silang), berperan penting dalam lalu lintas orang dan barang. Meningkatnya pergerakan dan perpindahan penduduk sebagai dampak peningkatan pembangunan, serta perkembangan teknologi transportasi menyebabkan kecepatan waktu tempuh perjalanan antar negara melebihi masa inkubasi penyakit. Hal ini memperbesar risiko masuk dan keluar penyakit menular (new infection diseases, emerging infections diseases dan re-emerging infections diseases), dimana ketika pelaku perjalanan memasuki pintu masuk negara gejala klinis penyakit belum tampak. Disamping kemajuan teknologi di berbagai bidang lainnya yang menyebabkan pergeseran epidemiologi penyakit, ditandai dengan pergerakan kejadian penyakit dari satu benua ke benua lainnya, baik pergerakan secara alamiah maupun pergerakan melalui komoditas barang di era perdagangan bebas dunia yang dapat menyebabkan peningkatan faktor risiko. Pandemi pertama yang tercatat dalam sejarah terjadi ketika tahun 430 sebelum Masehi. Ketika perang Peloponnesia antara dua kota utama Yunani kuno, Athena dan Sparta. Penduduk Athena harus menghadapi maut dikarenakan wabah penyakit yang selama empat tahun kemudian menyebabkan kematian sepertiga warga dan militernya. Warga yang sehat tiba-tiba diserang penyakit, yang dimulai dengan rasa panas seperti terbakar di kepala. Kemudian terjadi radang sampai merah membara di mata dan organ bagian dalam seperti tenggorokan atau lidah. Radang itu sampai berdarah dan mengeluarkan bau busuk yang tidak alami. Tetapi itu baru permulaan saja, pasien kemudian menderita bersin dan batuk, diikuti dengan diare, muntah-muntah dan sekujur tubuh kejang.Kulit penderita menjadi pucat dan penuhi benjolan serta bisul. Tenggorokan terasa seperti terbakar dan penderita terus menerus merasa haus. Kebanyakan warga Athena yang terserang penyakit ini meninggal dunia pada hari ketujuh atau kedelapan.Tetapi ketika penyakit bergerak ke bagian pencernaan tubuh, yang ditandai dengan luka
1
lambung dan diare yang parah ditambah dengan daya tahan tubuh yang rentan, kebanyakan orang saat itu yang mengalami ini juga meninggal. Hanya sedikit orang yang selamat, tetapi sering kali mereka pun kehilangan jari tangan, jari kaki, alat vital atau penglihatan mereka. Itulah gambaran tentang pandemi pertama di dunia yang tercatat dalam sejarah. Selanjutnya pandemi kembali melanda pada abad kedua Masehi di kerajaan Romawi ketika tahun 165 M pasukan Romawi pulang dari di Timur membawa penyakit yang diyakini banyak ahli sebagai penyakit cacar. Wabah ini menewaskan sekitar lima juta orang. Wabah kedua merebak antara tahun 251 dan 266 Masehi, dan pada masa terburuk wabah itu dikatakan menewaskan 5.000 warga Romawi setiap harinya. Pandemi berikutnya adalah penyakit yang pada awalnya disebut wabah Justinian. Seperti diketahui lebih lanjut dalam sejarah, penyakit yang ternyata dibawa oleh kutu dari tikus itu sebenarnya adalah pandemi penyakit pes pertama yang menelan korban jiwa besar Dari tahun 541 sampai 542 Masehi, wabah itu membunuh empat puluh persen penduduk Konstantinopel. Penyakit ini kemudian menyebar ke seluruh kawasan timur Laut Tengah dan menewaskan seperempat penduduk kawasan tersebut.Wabah besar kedua yang terjadi pada tahun 588 Masehi menyebar lebih jauh lagi sampai ke Perancis dan menyebabkan korban jiwa akibat penyakit pes di Eropa mencapai sekitar 25 juta orang. Penyakit ini kembali menyerang daratan Eropa dan Mediterrania dari 1347 hingga1351. Masa itu adalah awal dari siklus berkepanjangan serangannya yang berlanjut hingga awal abad ke-18. Serangan besar terakhir yang tercatat adalah yang terjadi di Marseille pada1722. Kolera adalah pandemi berikutnya yang menakutkan umat manusia. Meskipun hingga sekarang di beberapa daerah termasuk Indonesia masih dapat di temui, penyakit yang pertama kalinya disebutkan oleh seorang dokter berkebangsaan Portugis, Garcia de Orta pada abad 16 M namun penyakit ini mencapai puncaknya pada tahun 1816. kolera ini muncul juga di India dan menyebar masuk Rusia dan Eropa Timur hingga Amerika Utara. Memasuki abad 20 pandemi yang terjadi adalah pandemi influenza. Dalam abad lalu tercatat tiga pandemi flu. Yang pertama dan terburuk adalah flu Spanyol
2
yang terjadi pada tahun 1918 di tiga lokasi yang saling berjauhan: Brest di Perancis; Boston di Amerika Serikat; dan Freetown di Sierra Leone. Penyakit itu memiliki tingkat kematian tinggi dan yang mengherankan orang berusia 20 sampai 40 tahun yang jatuh menjadi korban dan bukan mereka yang tua renta. Penyakit flu juga mampu bergerak dengan sangat cepat dengan membunuh 25 juta orang dalam waktu enam bulan. Seperlima warga dunia terinfeksi. Sampai hari ini, asal jenis flu manusia itu belum pernah ditemukan tetapi penelitian baru yang dilakukan oleh Institut Penyakit Menular pada Angkatan Bersenjata Amerika Serikat mengisyaratkan bahwa kemungkinan besar penyakit influenza berasal dari burung. Influenza kemudian menghilang hampir sama cepatnya, namun setelah menewaskan sekitar 40 juta orang. Jumlah ini lebih besar dari korban jiwa dalam Perang Dunia Pertama yang berakhir pada waktu yang hampir bersamaan hingga kemudian dunia kembali menemukan panyakit flu burung di Hongkong pada tahun 1997. Flu burung tidak dikenal menyerang manusia sampai ditemukan kasus di Hongkong ini menyerang 18 orang dan menewaskan enam diantaranya. Kematian diakibatkan radang paru-paru dan gangguan pernafasan, gagal ginjal dan komplikasi lainnya. Gejala timbulnya penyakit ini sama dengan influenza biasa yaitu demam, batuk dan sebagainya. Walaupun manusia punya kekebalan terhadap virus influenza namun pada kasus flu burung ini tubuh kita belumterbiasa dengan varietas virus yang baru ini. Bank Dunia mendesak para pembuat kebijakan di seluruh dunia agar menjadikan ancaman pandemi flu burung global prioritas utama mereka. Organisasi itu mengatakan, pihaknya sangat khawatir akan dampak ekonomi yang dapat ditimbulkan oleh pandemi global, dan menyerukan agar segala cara dilakukan guna membatasi penyebaran flu burung pada sumbernya, sehingga mengecilkan resiko pandemi di kalangan manusia. Dalam masalah kesehatan, kekhawatiran terbesar adalah virus ini bisa berkembang sehingga menular dari manusia ke manusia. Ini tentu saja akan menimbulkan konsekuensi serius karena akan sangat berpengaruh pada industri seperti turisme dan perhubungan. Seorang pejabat tinggi PBB memperingatkan, mungkin akan terjadi wabah baru influenza setiap saat, yang mungkin
3
menewaskan 150 juta orang. Selain pandemi tersebut di atas pada tahun 2004 wabah SARS juga melanda dunia yang mengakibatkan banyak korban jiwa maupun kerugian ekonomi. Dalam rangka mencegah penularan penyakit melalui lintas batas Negara, Anggota organisasi WHO telah merancang sebuah kesepakatan bersama untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit yaitu International Health Regulation (IHR) 2005 yang merupakan hasil revisi IHR 1969. Dalam IHR 2005 cakupan penyakit menjadi lebih luas dan implementasinya memiliki prinsip pengendalian penyakit menular tanpa harus menghambat perjalanan dan perdagangan secara proporsional. Oleh karena itu, dalam IHR (2005) dipersiapkan pula Legal Framework atau instrumen untuk mengkaji dan melaporkan informasi tersebut secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health Emergency
of
International
Concern
(PHEIC)/
Kedaruratan
Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia, yang nantinya diharapkan berguna bagi suatu negara untuk melakukan tindakan pengendalian lebih lanjut. Di samping itu, dipersiapkan pula prosedur pelaporan baru yang bertujuan untuk mempercepat alur informasi secara cepat dan akurat kepada WHO tentang potensi PHEIC. Salah satu upaya di bidang kesehatan masyarakat adalah karantina kesehatan yang dalam pelaksanaannya mempunyai implikasi yang sangat luas dan kompleks meliputi aspek legalitas, biaya, kemampuan manajemen, dukungan unsur-unsur manajemen. Di samping itu mempunyai dampak ke berbagai aspek antara lain hak azasi manusia, kelangsungan dunia usaha, sosial, perekonomian, budaya, keamanan, hubungan luar negeri dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, pelaksanaan karantina kesehatan harus dalam kendali yang kuat dari pemerintah dalam suatu koordinasi dan kerjasama yang baik antara berbagai pihak terkait pada seluruh tingkat administrasi dan juga dengan berbagai pihak di tingkat internasional terutama pada pengawasan keberangkatan di pelabuhan laut dan bandara pada kondisi pandemi penyakit PHEIC. 1.2. Tujuan 3.1.
Tujuan umum
4
Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui pengawasan keberangkatan di pelabuhan laut dan bandara pada kondisi pandemi penyakit PHEIC. 3.2.
Tujuan khusus Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui alur pengawasan keberangkatan di pelabuhan laut pada kondisi pandemi penyakit PHEIC 2) Untuk mengetahui alur pengawasan keberangkatan di bandara pada kondisi pandemi penyakit PHEIC 2.3. Permasalahan Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimana metode / mekanisme pengawasan keberangkatan di pelabuhan laut pada kondisi pandemi penyakit PHEIC. 2) Bagaimana metode / mekanisme pengawasan keberangkatan di bandara pada kondisi pandemi penyakit PHEIC 1.4. Manfaat Manfaat penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut. 1) Menambah pengetahuan penulis tentang kesehatan masyarakat 2) Menambah keterampilan penulis dalam menyusun laporan 3) Manfaat untuk KKP adalah sebagai masukan untuk mempersiapkan SDM dan sarana/prasarana ke depannya dalam menghadapi kondisi pandemic penyakit PHEIC. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian PHEIC Secara definisi, PHEIC (Public Health Emergency of International Concern) atau Kedaruratan Kesehatan yang Meresahkan Dunia dalam IHR(2005) diperluas jangkauannya dibandingkan IHR(1969) yang hanya mencakup penyakit kolera, pes dan yellow fever. Perluasan ini dimaksudkan untuk menjangkau penyakit new emerging dan re- emerging, termasuk gangguan atau risiko kesehatan yang disebabkan bukan oleh infeksi (penyakit menular). 1
5
PHEIC juga dapat diartikan dalam kejadian/KLB luar biasa dengan ciri ciri berikut: 2 1) membahayakan
kesehatan
masyarakat
negara
lain
melalui
lalu
lintas/perjalanan internasional berpotensi memerlukan kerjasama/koordinasi internasional 2) berpotensi memerlukan kerjasama/koordinasi internasional Jenis – jenis penyakit yang berpotensi KLB/PHEIC menurut IHR dan Permenkes adalah sebagai berikut. a. IHR Mengingat terbatasnya ruang lingkup aplikasi IHR(1969) yang hanya melakukan kontrol terhadap 3 penyakit karantina, yaitu kolera, pes, dan yellow fever, maka pada Mei 2005 para anggota WHO yang tergabung dalam World Health Assembly (WHA) melakukan revisi terhadap IHR(1969). IHR(1969) ini digantikan dengan IHR(2005) yang diberlakukan pada 15 Juni 2007. Revisi IHR (2005)
diperlukan
untuk
menjawab
keterbatasan
IHR(1969)
dalam
mengidentifikasi dan menanggulangi kejadian luar biasa (KLB) serta penyakitpenyakit yang berdimensi internasional. Hal ini menimbulkan tantangan terhadap pengendalian penyebaran penyakit infeksi, seperti penyakit new emerging dan reemerging atau semua jenis ancaman (PHEIC). Era informasi dewasa ini juga memungkinkan penyebaran penyakit baru muncul melalui banyak jalur, baik formal maupun informal. New Emerging Disease
Re-emerging disease
Penyakit menular potensial wabah
-
SARS Avian Flu Ebola Hantaan Virus Nipah Virus
-
TBC Malaria Rabies Anthrax DHF Meningitis Encephalitis
-
Pes Kolera Yellow fever
b. Permenkes RI No. 1501/Menkes/PER/X/2010 Tabel 2.1. Jenis-Jenis Penyakit Berpotensi KLB
6
Menurut Permenkes RI No. 1501/Menkes/PER/X/2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Penyakit Kolera Pes Demam Berdarah Dengue Campak Polio Difteri Pertusis Rabies Malaria
No. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Jenis Penyakit Avian influenza (H5N1) Antraks Leptospirosis Hepartitis Influenza A baru ( H1N1) Meningitis Yellow Fever Chikungunya
3.2. Fase-Fase Pandemi Pandemi adalah wabah penyakit yang menjangkiti banyak negara di dunia. Fase-fase pandemi menurut WHO ada 6. Berikut akan dijelaskan mengenai fasefase pandemi, sebagai contoh yaitu pandemi influenza. Fase Inter Pandemi Fase 1 :Tidak ada subtipe virus baru yang terdeteksi pada manusia. Suatu subtipe virus influenza yang telah menyebabkan infeksi pada manusia bisa saja terdapat pada hewan. Jika virus ini terdapat pada Fase 2
hewan, risiko infeksi atau penyakit pada manusia akan rendah. : Tidak ada subtipe virus baru yang terdeteksi pada manusia. Namun suatu subtipe virus influenza pada hewan yang bersirkulasi
memiliki risiko menimbulkan penyakit pada manusia. Fase Waspada Pandemi Fase 3 : Pandemic Alert Periode. Infeksi pada manusia bisa disebabkan oleh subtipe baru, tetapi tidak bisa menyebar dari manusia ke manusia, atau setidaknya ada kejadian langka adanya penyebaran Fase 4
pada kontak yang erat. : Adanya kluster kecil, dengan penularan terbatas manusia ke manusia, tetapi penyebaran sangat terlokalisir, memberi kesan bahwa virus kurang beradaptasi dengan manusia.
7
Fase 5
: Adanya kluster besar, dengan penularan manusia ke manusia yang penyebarannya masih terlokalisasi, menunjukkan bahwa virus menjadi semakin lebih baik beradaptasi dengan manusia, tetapi mungkin belum sepenuhnya berbahaya (adanya risiko pandemi yang cukup besar).
Fase Pandemi Fase 6 : Adanya peningkatan dan penularan berkelanjutan pada populasi umum. Pada saat ini, dunia telah memasuki fase-3 WHO, dan untuk Indonesia telah memasuki fase 3B (virus penyebab pandemi telah beredar di Indonesia, dan telah menular dari unggas ke manusia, namun belum ada bukti penularan dari manusia ke manusia). Keadaan kritis akan terjadi bila dunia telah memasuki fase-4 WHO, dimana virus penyebab pandemi influenza ini telah mampu menularkan secara langsung dari manusia ke manusia lain disuatu tempat di dunia ini, apakah itu didalam atau diluar Indonesia. Bila hal ini terjadi, segala upaya akan dilakukan oleh pemerintah di negara tersebut dengan bantuan WHO dan dunia internasional untuk meredam agar penularan penyakit ini tidak meluas, dan bisa berhenti hanya sampai ditempat itu saja. Upaya ini dikenal dengan nama “Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza”. Bila upaya ini gagal, penyebaran penyakit ini segera meluas, memasuki fase-5 WHO. Secara teoretis, pada fase-5 ini masih dimungkinkan melaksanakan upaya penanggulangan seperti penanggulangan dalam fase-4. Namun bila upaya ini juga gagal, maka dunia akan memasuki fase6, dan upaya penanggulangan yang dilakukan hanyalah untuk meminimalkan dampak negatif dari pandemi ini terhadap kesehatan manusia, kehidupan sosial dan ekonomi. Bila fase-6 ini terjadi di Indonesia, upaya penanggulangan pertama akan difokuskan pada wilayah-wilayah administratip dimana ia mulai ada kasus. Dimulai dari upaya penanggulangan disuatu wilayah kelurahan, lalu ke wilayah kecamatan, berlanjut ke wilayah Kabupaten/Kota, Provinsi, dan akhirnya penanggulangan dalam skala nasional. 2.3. Kegiatan Pengawasan Keberangkatan Di Pelabuhan Laut
8
Karantina Kesehatan di Pelabuhan Laut Pengertian: Semua kegiatan di pelabuhan laut yang terdiri dari surveilans epidemiologi factor risiko, intervensi rutin dan respon dalam rangka pencegahan penyebaran penyakit yang berpotensi KLB, wabah yang mengakibatkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Syarat: Apabia ada orang, barang dan kapal yang berasalkan dari daerah/Negara wilyah episenter/terjangkit berpotensi pandemi yang berdasarkan hasil pemeriksaan diduga terkontaminasi penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Kapan dilakukan: Dilaksanakan setelah ada pernyataan pemerintah (Menteri Kesehatan) bahwa telah terjadi episenter pandemi di suatu daerah/negara dan perintah pelaksanaan penanggulangannya. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menindaklanjuti pernyataan pemerintah tersebut melali intruksi IHR National Focal Point IHR Indonesia (Dirjen PP&PL, Kementerian Kesehatan) dengan melakukan pengawasan ketat pada keberangkatan dan kedatangan di pelabuhan laut dengan memperhatikan wilayah Indonesia yang telah terjadi episenter pandemi dan informasi dari website WHO. Sasaran: Orang, hewan, kapal berikut barang/peralatan yang beasal dari daerah/Negara wilayah episenter pandemi berpotensi pandemi dan diduga terkontaminasi penyakit yang termasuk menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Langkah kegiatan yang dilakukan:
9
a. Tindakan Kekarantinaan KTP/Paspor)
di
Ring
II
(Pemeriksaan
Identitas
10
- Petugas karantina Kesehatan harus melakukan penyelidikan epidemiologis untuk mengetahui
kemana saja calon penumpang dan pengantar tersebut telah
melakukan perjalanan sebelumnya.
11
- Pelaksana kegiatan adalah aparat keamanan (Polisi, TNi dan Keamanan Bandara) dan petugas Karantina Kesehatan. - Petugas yang berada di ring II menggunakan Alat Pelindung Diri minimal Masker. b. Tindakan Kekarantina di Ring I Berkaitan dengan kasus suspek suatu pandemi ada tiga kriteria: 1. Dapat berangkat dengan membawa HAC bila: - Tidak kontak/dalam 7 hari tidak berada di wilayah episenter pandemi dan - Tidak suspek suatu penyakit yang menjadi pandemi. 2. Dilakukan tindakan karantina bila: - Riwayat kontak/dalam 7 hari tidak berada di wilayah episenter pandemi dan - Tidak suspek suatu penyakit yang menjadi pandemi. 3. Dilakukan rujukan ke RS rjukan bila suspek suatu pandemi. Yang berkaitan dengan peraturan umum kesehatan kapal penumpang yang sakit ditunda keberangkatannya untuk diperiksa dulu di poliklinik KKP. Kemingkinan bias diberangkatan setelah diperiksa oleh dokter KKP dan memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
Langkah kegiatan:
12
13
Untuk calon penumpang lainnya yang tidak menunjkkan gejala klinis dibagi HAC untuk diisi dan selanjutnya dianalisa
dan diseleksi apakah ada
riwayat kontak dan memiliki keluhan seperti penyakit yang dimaksudkan (salah satu penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia). Langkah kegiatan:
-
Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan diwajibkan
menggunakan APD lengkap dan diberi profilaksis. Kegiatan pemeriksaan diberlakukan untuk seluruh orang yang akan memasuki wilayah pelabuhan laut.
14
-
Apabila calon penumpang tertunda keberangkatannya, seluruh tiket dan
barang bawaan akan diurus oleh petugas tiket/ground handling. 2.4. Kegiatan Pengawasan Keberangkatan Di Bandara Karantina Kesehatan di Bandara Pengertian Semua kegiatan di bandara yang terdiri dari surveilans epidemiologi factor risiko, intervensi rutin dan respon dalam rangka pencegahan penyebaran penyakit yang berpotensi KLB, wabah yang mengakibatkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Syarat Apabia ada orang, barang dan pesawat yang berasalkan dari daerah/Negara wilyah
episenter/terjangkit
berpotensi
pandemi
yang
berdasarkan
hasil
pemeriksaan diduga terkontaminasi penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Kapan dilakukan Dilaksanakan setelah ada pernyataan pemerintah ( Menteri Kesehatan) bahwa telah terjadi episenter pandemi di suatu daerah/negara dan perintah pelaksanaan penanggulangannya. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menindaklanjuti pernyataan pemerintah tersebut melali intruksi IHR National Focal Point IHR Indonesia (Dirjen PP&PL, Kementerian Kesehatan) dengan melakukan pengawasan ketat pada keberangkatan dan kedatangan di bandara dengan memperhatikan wilayah Indonesia yang telah terjadi episenter pandemi dan informasi dari website WHO.
15
Sasaran Orang, hewan, pesawat berikut barang/peralatan yang beasal dari daerah/Negara wilayah episenter pandemi berpotensi pandemi dan diduga terkontaminasi penyakit yang termasuk menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Langkah Kegiatan yang dilakukan
a. Tindakan Kekarantinaan KTP/Paspor)
di
Ring
II
(Pemeriksaan
Identitas
16
17
Petugas karantina Kesehatan harus melakukan penyelidikan epidemiologis
untuk mengetahui kemana saja calon penumpang dan pengantar tersebut telah melakukan perjalanan sebelumnya. Pelaksana kegiatan adalah aparat keamanan (Polisi, TNi dan Keamanan Bandara) dan petugas Karantina Kesehatan. Petugas yang berada di ring II menggunakan Alat Pelindung Diri minimal Masker. b. Tindakan Kekarantina di Ring I Berkaitan dengan kasus suspek suatu pandemi ada tiga kriteria: 1. Dapat berangkat dengan membawa HAC bila: - Tidak kontak/dalam 7 hari tidak berada di wilayah episenter pandemi dan - Tidak suspek suatu penyakit yang menjadi pandemi. 2. Dilakukan tindakan karantina bila: - Riwayat kontak/dalam 7 hari tidak berada di wilayah episenter pandemi dan - Tidak suspek suatu penyakit yang menjadi pandemi. 3. Dilakukan rujukan ke RS rjukan bila suspek suatu pandemi. Yang berkaitan dengan peraturan umum kesehatan penerbangan penumpang yang sakit ditunda keberangkatannya untuk diperiksa dulu di poliklinik KKP. Kemingkinan bias diberangkatan setelah diperiksa oleh
dokter
KKP
dan
memenuhi
persyaratan
keselamatan
penerbangan.
Langkah kegiatan:
18
Untuk calon penumpang lainnya yang tidak menunjkkan gejala klinis dibagi HAC untuk diisi dan selanjutnya dianalisa
dan diseleksi apakah ada
riwayat kontak dan memiliki keluhan seperti penyakit yang dimaksudkan (salah satu penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia). Langkah kegiatan:
19
-
Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan
-
diwajibkan menggunakan APD lengkap dan diberi profilaksis. Kegiatan pemeriksaan diberlakukan untuk seluruh orang yang
-
akan memasuki wilayah bandara. Apabila calon penumpang tertunda keberangkatannya, seluruh tiket dan barang bawaan akan diurus oleh petugas tiket/ground handling.
Sasaran pada keberangkatan
20
Calon penumpang, Pilot dan Pramugari, Pegawai di lingkungan bandara dan Tamu VIP. 2.5. Kompetensi Petugas Kesehatan di KKP Sebagai Pelaksana Teknis : 1) Karantina : Tenaga dengan latar belakang kesehatan minimal Diploma III yang sudah mengikuti pelatihan kekarantinaan 2) Surveilans Epidemiologi : Tenaga dengan latar belakang pendidikan kesehatan minimal Diploma III, yang sudah mengikuti pelatihan Surveilans Epidemiologi 3) Pengawasan OMKABA : Tenaga dengan latar belakang pendidikan kesehatan minimal Diploma III, yang sudah mengikuti pelatihan pengawasan OMKABA 4) Kesehatan Matra: Dokter,
Perawat
yang
sudah
mengikuti
pelatihan/pendidikan Kesehatan Kerja 5) Poliklinik : Dokter, Perawat, Asisten Apoteker, Bidan, Laboran 6) Gawat Darurat : - Dokter yang sudah mengikuti pelatihan ATLS, ACLS, PPGD, EKG - Perawat yang sudah mengikuti pelatihan PPGD, BTLS, BCLS 2.6.2. Mekanisme kerja Mekanisme kerja pada karantina meliputi : a. Penanggung Jawab Program. (Kepala Kantor) Penanggung Jawab Program Karantina bertugas : 1) Mengawasi mengorganisir dan menerima laporan dari penanggung jawab teknis. 2) Mengirim laporan hasil kegiatan setiap bulannya kepada Direktur Jendral PP & PL DepKes RI 3) Membangun jejaring kerja baik dengan lintas/sektor dan lintas program dalam rangka meningkatkan kinerja. b. Ketua (Penanggung jawab teknis) Program Karantina Bertugas : 1) Menjalankan seluruh program karantina 2) Membina dan mengevaluasi seluruh program karantina 3) Menyiapkan perencanaan program karantina 4) Melaporkan seluruh hasil kegiatan kepada penanggung jawab program (kepala kantor kesehatan pelabuhan) 5) Membantu penanggung jawab program dalam rangka membangun jejaring kerja baik dengan lintas sektor dan lintas program dalam rangka meningkatkan kinerja.
21
c. Pelaksana teknis program karantina kesehatan bertugas sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. 2.6.3. Ruang lingkup Secara operasional penyelenggaraan identifikasi faktor risiko penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah meliputi : a. Alat angkut (kapal, pesawat terbang) dan muatannya (termasuk kontainer) b. Manusia (ABK/crew, penumpang) c. Lingkungan pelabuhan dan bandara 2.6.4. Sasaran a. Manusia b. Barang c. Kontainer d. Alat angkut 2.6.5. Jejaring Kerja a. Lintas sektor 1) Administrator pelabuhan 2) Bea dan Cukai 3) Imigrasi 4) Karantina hewan 5) Karantina tumbuhan 6) Kesatuan pelaksana pengamanan pelabuhan (KPPP) 7) Swasta (angkasa pura, pelindo, IATA, INSA) b. Lintas program 1) Dinas Kesehatan Propinsi 2) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 3) Rumah Sakit 2.6.6. Sarana Kepmekes No. 0152/YanMed/RSKS/1987, tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik. Kepmenkes No 143/Menkes-kesos/SK/II/2001, tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik. Diperlukan standarisasi perlengkapan umum dan medik pada kendaraan ambulans AGDT, khususnya untuk keseragaman dan peningkatan mutu pelayaan rujukan kegawatdaruratan medik. Yang diatur dalam Kepmenkes adalah jenis kendaraan : 1. Ambulans transportasi; 2. Ambulans gawat darurat; 3. Ambulans rumah sakit lapangan; Acuan lain :
22
Surat Ketua IKABI, nomor 005./IKABI/PP/VIII/2002, tanggal 12 Agusutus 2002, perihal : Spesifikasi AGD 118 Homepage : http://www.ikabi.or.id . Diperlukan rekomendasi komisi trauma IKABI atas ambulans yang dibuat atau di supplay oleh perusahaan karoseri lokal. AMBULANS TRANSPORT Tujuan Penggunaan : Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan perawatan khusus/ tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama dalam perjalanan. Persyaratan Kendaraan : Teknis
Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak Warna kendaraan : putih (DKI warna hijau lapis ) Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency,
disamping kanan dan kiri tertulis : ambulans dan logo : bintang enam biru dan ular tongkat. Ruang penderita mudah dicapai dari tempat pengemudi Tempat duduk bagi petugas dan keluarga di ruangan penderita Dilengkapi sabuk pengaman untuk petugas dan penderita Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang-kurangnya satu tandu Ruangan penderita berhubungan langsung dengan tempat pengemudi Gantungan infus terletak sekurangnya 90 sm di atas tempat penderita Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita Lampu ruangan secukupnya/bukan neon, dan lampu sorot yang dapat
digerakan Lemari obat dan peralatan Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah Sirine dua nada Lampu rotator warna merah dan biru, di tengah atas kendaraan Radio komunikasi dan atau radio genggam di ruang kemudi Tersedia peta wilayah Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia Tanda pengenal ambulans transportasi dari bahan pemantul sinar Kendaraan mudah dibersihkan, lantai landai dan batas dinding dengan
lantai tidak menyudut Dapat membawa inkubator transport Tabung oksigen dengan peralatannya
23
Alat penghisap cairan/lendir 12 Volt DC Peralatan medis PPGD (tensimeter dengan manset anak-dewasa, dll) Obat-obatan sederhana, cairan infus secukupnya Petugas 1 (satu) supir dengan kemampuan BHD (bantuan hidup dasar) dan
berkomunikasi 1 (satu) perawat dengan kemampuan PPGD
AMBULANS GAWAT DARURAT; Tujuan Penggunaan : Pertolongan Penderita Gawat Darurat Pra Rumah Sakit. Pengangkutan penderita dawat darurat yang sudah distabilkan dari lokasi kejadian ke tempat tindakan definitif atau ke Rumah Sakit Sebagai kendaraan transport rujukan. Persyaratan : Teknis Kendaraan
Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak Warna kendaraan : kuning muda Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency,
disamping kanan dan kiri tertulis : Ambulans dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular
tongkat. Menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang pengemudi. Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas. Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu. Tandu dapat
dilipat. Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk
melakukan tindakan Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat
penderita Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita Lampu ruangan secukupnya/ bukan neon dan lampu sorot yang dapat
digerakan Meja yang dapat dilipat Lemari obat dan peralatan
24
Tersedia peta wilayah dan detailnya Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah Sirine dua nada Lampu rotator warna merah dan biru Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia Peralatan rescue Lemari obat dan peralatan Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang Peralatan medis PPGD Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi Suction pump manual dan listrik 12 V DC Peralatan monitor jantung dan nafas Alat monitor dan diagnostik Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa Minor surgery set Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya Entonok Kantung mayat Sarung tangan disposable Sepatu boot Petugas 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
AMBULANS RUMAH SAKIT LAPANGAN Tujuan Penggunaan : Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan ambulans pelayanan medik bergerak. Sehari-hari berfungsi sebagai ambulans gawat darurat Persyaratan : Teknis Kendaraan
Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak Warna kendaraan : kuning muda Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency,
disamping kanan dan kiri atas tanda : Ambulans dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
25
Kendaraan menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang
pengemudi. Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas. Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu. Tandu dapat
dilipat. Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk
melakukan tindakan Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat
penderita Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita Lampu ruangan secukupnya, bukan neon dan lampu sorot yang dapat
digerakan Meja yang dapat dilipat Lemari obat dan peralatan Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah Sirine dua nada Lampu rotator warna merah dan biru terletak di atap sepertiga depan. Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia Peralatan rescue Lemari obat dan peralatan Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin. Medis Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang Peralatan medis PPGD Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi Suction pump manual dan listrik 12 V DC Peralatan monitor jantung dan nafas Alat monitor dan diagnostik Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa Minor surgery set Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya Kantung mayat Sarung tangan disposable
26
Sepatu boot Petugas 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD BTLS/BCLS 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
2.7. Sumber Daya Manusia KKP Sesuai dengan pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 356/Menkes/Per/Iv/2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya
penyakit, penyakit
potensial wabah, surveilans epidemiologi,
kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara. Untuk menjalankan tugas tersebut maka KKP Kelas I Medan memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.1.
27
Tabel 2.2. Gambaran SDM Menurut Tingkat Pendidikan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pendidikan S2 Kesehatan Masyarakat Kedokteran Umum Dokter Spesialis S1 Kesehatan Masyarakat S1 Administrasi S1 Ekonomi S1 Biologi S1 Farmasi S1 Keperawatan S1 Teknik D3 Kesehatan Lingkungan
Jumlah 9 7 1 15 3 3 1 1 1 1 10
28
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
D3 Farmasi D3 Keperawatan D3 Komputer SMAK SPPH SPK SMF SLTA SLTP SD Total
1 9 1 1 6 5 4 10 3 3 96
Tabel 2.3 Gambaran SDM Menurut Jabatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Pendidikan Struktural Epidemiolog Kesehatan Pelaksana Epidemiolog Kesehatan Pelaksana Lanjutan Epidemiolog Kesehatan Penyelia Epidemiolog Kesehatan Pertama Epidemiolog Kesehatan Muda Sanitarian Pelaksana Sanitarian Pelaksana Lanjutan Sanitarian Penyelia Sanitarian Pertama Sanitarian Muda Perawat Pertama Analis Kepegawaian Muda Total
Jumlah 13 2 5 8 3 1 4 2 3 3 2 1 1 48
2.7.3. Peralatan Peralatan yang dimiliki KKP Kelas I Medan untuk menunjang tugastugasnya di antaranya adalah AED, Bone Mass Index, Emergency Set, kulkas vaksin, stik tes HIV, thermo infra-red, trauma kit, USG dan vaksin. Tabel 2.4 Daftar Barang Bergerak Inventaris KKP Kelas I Medan Tahun 2010 Jenis Barang Station Wagon Pick Up Ambulance Mobil untuk kesehatan masyarakat
Jumlah 4 unit 4 unit 5 unit 1 unit
29
Mobil unit rontgen Kenderaan roda dua
1 unit 11 unit
Tabel 2.5 Daftar Peralatan untuk Deteksi Penyakit Jenis Barang Blood Cell Counter Tensimeter Digital Nebulizer Timbangan badan Stetoscope
Jumlah 2 buah 5 buah 1 buah 4 buah 5 buah BAB III PEMBAHASAN
3.1. Mekanisme Penentuan PHEIC Apabila terdapat terdeteksi kasus cacar, polio, human influenza yang disebabkan oleh sub tipe baru dan SARS, harus segera dilaporkan kepada WHO tanpa melalui mekanisme algoritma yang sudah ditetapkan (terlampir). Setiap kasus tersebut akan dilaporkan kepada WHO oleh Focal Point IHR ( Dirjen PP dan PL Kementerian Kesehatan Republik Indonesia). Setiap kejadian yang berpotensi terhadap kesehatan internasional termasuk penyebab yang tidak diketahui harus dinilai apakah terdapat dampak yang serius terhadap kesehatan masyarakat. Apabila terdapat dampak yang merupakan kejadian yang tidak biasa/ tidak diperkirakan, harus diberitahukan kepada WHO sesuai IHR. Apabila dampak yang ditimbulkan bukan merupakan kejadian yang tidak biasa dan memiliki risiko penyebaran internasional, harus diberitahukan kepada WHO. Apabila tidak berisiko terhadap penyebaran internasional tetapi berisiko terhadap perjalanan dan perdagangan secara internasional, harus diberitahukan kepada WHO. Akan tetapi, jika tidak berisiko terhadap perjalanan dan perdagangan internasional, tidak diberitahukan kepada WHO. Selanjutnya, apabila tidak menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan masyarakat dan merupakan kejadian yang biasa, harus dinilai apakah berisiko terhadap penyebaran penyakit internasional. Jika terdapat risiko penyebaran internasional, harus diberitahukan kepada WHO. Jika tidak, akan ditetapkan jika ada informasi dan pada tahap ini tidak diberitahukan kepada WHO. . Begitu pula
30
halnya dengan penyakit kolera, pneumonic plaque, yellow fever, ebola, lassa, Marburg, West Nile Fever, Dengue Fever, DBD, demam bukit Rift dan penyakit Meningococcal harus terlebih dahulu dianalisis sesuai dengan algoritma yang sudah ditetapkan pada Anex 2 IHR 2005.
3.2. Kesiapan KKP Kelas I Medan Dalam Menghadapi KLB Kesiapan koordinasi dan jejaring kerja KKP Kelas I Medan secara nasional sudah baik. Akan tetapi, belum ada koordinasi atau jejaring kerja dengan KKP negara lain (internasional). SDM di KKP Medan cukup memenuhi standar . Dokter, perawat, tenaga farmasi, komputer dan lain – lain sudah dimiliki oleh KKP Medan. Masingmasing dibagi dalam beberapa bidang di KKP Medan. Akan tetapi, belum semua mendapatkan pelatihan surveilance terutama tentang analisa/ alur penentuan PHEIC. Sumber daya manusia yang dimiliki perlu ditingkatkan dengan melaksanakan pelatihan-pelatihan dan pemberian beasiswa agar para tenaga kerja lebih terampil dan siap dalam menangani masalah dan kejadian luar biasa yang ada. Selain itu perlu tambahan dokter spesialis mengingat dokter spesialis di KKP Medan hanya 1. Hal ini sangat perlu karena jika didapati kejadian luar biasa bisa lebih cepat ditangani jika kejadian tersebut berhubungan dengan spesialisasi dokter tersebut. Jumlah perawatan yang mendapat pendidikan S1 harus ditambah sehingga lebih trampil dalam merawat pasien. Sering kali dalam menangani pasien petugas kesehatan panik . Dari segi sarana dan prasaran KKP kelas I Medan sudah cukup memadai. Barang – barang standard sudah dimiliki KKP Medan seperti tempat tidur, lemari penyimpanan , wastafel, lemari obat kaca, dll. Alat – alat penting juga dimiliki KKP Medan seperti USG, ambu bag, EKG, trauma kit, thermo-scan dan body clean. Selain itu, KKP Medan juga melayani pemeriksaan osteoporosis, memeriksa IMT, vaksinasi, jemaah haji berupa vaksinasi meningitis, pemeriksaan lab. Tetapi
sarana untuk angkut pasien seperti ambulan perlu ditambah
jumlahnya dan memenuhi standar karena dapat membahayakan pasien sendiri dan orang lain. Keselamatan pasien bisa
terancam
karena fasilitas tidak
31
mencukupi untuk menolong pasien sedangkan
ambulans yang tidak standar
misalnya membawa pasien yang berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat banyak atau pasien dengan penyakit menular mematikan dapat membahayakan keselamatan dengan resiko keluarnya kuman dari ambulans akibat tidak terproteksi dengan baik. Oleh karena itu petugas kesehatan pun juga harus dilengkapi dengan alat proteksi khusus yang lebih steril dan dengan bahan yang tidak mudah dimasuki mikroorganisme dalam ukuran kecil.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan
32
1.
Instrumen pengambilan keputusan untuk mengkaji dan memberitahukan kejadian yang dapat menimbulkan PHEIC telah ditetapkan oleh WHO
sesuai Annex 2 IHR 2005. 2. Mekanisme pengambilan keputusan tersebut sangat memudahkan petugas KKP untuk melakukan penilaian, pengkajian, serta analisis terhadap penyakit yang berpotensi PHEIC sebelum kejadian tersebut dilaporkan oleh Focal Point IHR kepada WHO. 3. Kesiapan koordinasi dan jejaring kerja KKP dengan instansi terkait di pelabuhan dan bandara dan secara nasional telah terjalin dengan baik, namun kordinasi dan komunikasi dengan KKP yang ada di luar negeri secara internasional belum terjalin. 4. Kesiapan SDM secara umum sudah memenuhi standar namun belum semua petugas mengikuti pelatihan yang terkait dengan surveilans 5.
epidemiologi dan teknik analisis alur penentuan PHEIC. Kesiapan sarana/prasarana KKP untuk deteksi dini dan pencegahan penyakit sudah cukup memadai seperti thermal scanner, lab sederhana, body clean, ambu bag, dan ambulance. Namun ruang isolasi dan ruang karantina di wilayah pelabuhan dan bandara belum dimiliki oleh KKP sebagaimana yang diamanatkan oleh IHR. Demikian juga halnya dengan Alat Pelindung Diri (APD) yang masih sangat terbatas.
4.2. Saran 1. Diperlukan koordinasi dan jejaring kerja KKP Kelas I Medan dengan KKP negara lain (internasional) dalam menghadapi kemungkinan terjadinya KLB/PHEIC. 2. Diperlukan peningkatan SDM terutama pelatihan tentang keterampilan analisis algoritma dalam penentuan PHEIC kepada semua petugas teknis KKP. 3. Diperlukan sarana/prasarana yang memenuhi standar berdasarkan Kepmenkes RI No. 0152/YanMed/RSKS/1987 tentang Standarisasi Kenderaan Pelayanan Medik. 4. Diperlukan penyediaan APD lengkap (standard) dengan jumlah yang cukup. 5. Perlu segera dibangun ruangan isolasi dan ruang karantina di wilayah pelabuhan dan bandara.
33
DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Dan Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza. 2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. 2008. Panduan Petugas Kesehatan Tentang International
Health
Regulations
(IHR)
2005.
Available
from:
http://www.pdfwindows.com/pdf/buku-saku-ihr-untitled/ [Accessed 25 Mei 2011]. 3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Kepmenkes No. 612/ MENKES/ SK/ V/ 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Karantina Kesehatan Pada Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia. Jakarta 4. Kepmenkes No. 425/MENKES/SK/IV/2007.
Available
from:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20425%20ttg %20Pedoman%20Penyelenggaraan%20Karantina%20Kesehatan%20di%20Kantor %20Kesehatan%20Pelabuhan.pdf [Accessed 25 Mei 2011].
34
5. Permenkes RI No. 1501/Menkes/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangannya. Available from: http://www.dinkes.jogjaprov.go.id/index.php/cdownload.html [Accessed 25 Mei 2011]. 6. Rai, Kumarai. 2008. Rai, Kumarai. Peraturan Kesehatan Internasional (International
Health
Regulation/IHR2005).
http://pbbsibolga.files.wordpress.
Available
from:
com/2008/02/ihr-rev-1-cempaka-28-
juni.pdf. [Accessed 25 Mei 2011]. 7. World Health Organization. 2011. Current WHO Phase of Pandemic Alert for Avian
Influenza
H5N1.
Available
from:
http://www.who.int/csr/
disease/avian_influenza/phase/en/ [Accessed 25 Mei 2011].
8. World Health Organization. 2005. International Health Regulation 2005. Available from: http://www.who.int/ihr/en/ [Accessed 25 Mei 2011].
35