BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan dan kemajuan kota yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk menyebabkan pengelolaan sumberdaya air menjadi kurang begitu diperhatikan. Selain itu, penggunaan lahan yang semakin tinggi menyebabkan daerah resapan air hujan akan semakin sedikit, sehingga air akan banyak dilimpaskan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi terjadinya banjir, maka dilakukan pengamatan terhadap jeluk hujan dan intersitas hujan per durasi tertentu. Pada umumnya dilakukan perhitungan dengan menghubungkan intensitas dengan durasi dan frekuensi dapat diekspresikan dengan kurva Intensity-Duration-Frequency (IDF). Hal tersebut dengan menganalisis frekuensi dari data curah hujan harian. Sedangkan untuk menggambarkan curah hujan sebagai fungsi dari durasi untuk periode ulang dalam proses hidrologi dengan kurva Depth-DurationFrequency (DDF) (Overeem A. et.al 2008) Pada praktikum ini dengan menggunakan data kedalaman hujan Chicaco Airport tahun 1949-1972 akan dianalisa kedalaman hujan tiap durasi waktu dan beberapa periode ulangnya dengan menggunakan kurva DDF dan IDF. Data tersebut akan dianalisis dengan metode hidrologi, sedangkan untuk memprakirakan kejadian banjir dengan beberapa periode ulang. 1.2 Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk menentukan dan menganalisis kedalaman hujan tiap durasi waktu pada beberapa periode ulang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Depth Duration Frequency (DDF) Kurva Depth Duration Frequency (DDF) ini menggambarkan menggambarkan kedalaman curah hujan sebagai fungsi dari durasi untuk periode ulang dalam proses hidrologi (Overeem A. et al. 2008). Dalam pembuatan kurva DDF, beberapa distribusi teoritis jumlah curah hujan yang ekstrim untuk sejumlah durasi adalah tetap. Sebuah langkah logis untuk melanjutkan adalah
menggambarkan perubahan parameter dari distribusi dengan durasi oleh hubungan fungsional. Suatu masalah dalam pendekatan ini adalah estimasi parameter untuk durasi yang berbeda saling berkorelasi. Teknik regresi standar mungkin tidak sesuai untuk memperkirakan koefisien yang tidak diketahui dalam hubungan yang menentukan kurva DDF dan ketidakpastian hubungan ini. Buishand (1993) dalam Overeem A. et.al (2008) mempelajari pengaruh korelasi pada penentuan kurva DDF untuk De Bilt (Belanda) dengan menggunakan jumlah maksimum tahunan untuk durasi antara 1 dan 10 hari. Sebuah distribusi. Itu menunjukkan bahwa ketidaktahuan tentang korelasi antara hasil estimasi parameter Gumbel dari standar deviasi perkiraan kurva DDF.
2.2. Intensity Duration Frequency (IDF) Analisis hubungan dua parameter hujan yang penting berupa intensitas dan durasi dapat dihubungkan secara statistik dengan suatu frekuensi kejadiannya. Penyajian secara grafik berupa kurva Intensity-Duration-Frequency (IDF) (Loebis 1992 dalam Suroso 2006).
Gambar 1 Tampilan Kurva IDF Sumber: R. Pitt (2002) Intensitas curah hujan merupakan ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Joesron Loebis 1992 dalam Suroso 2002). Besar dari intensitas curah hujan ini sangat diperlukan untuk melakukan perhitungan debit banjir berdasarkan metode rasional durasi, yaitu lamanya suatu kejadian hujan. Suatu intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas (Sudjarwadi 1987). Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Jika
tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimentil seperti rumus Talbot, Sherman dan Ishigura. Periode ulang (return period) dapat diartikan sebagai waktu di mana hujan atau debit dengan satuan besaran tertentu rata-rata akan dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama jangka waktu ulang itu (misalnya T tahun) hanya sekali kejadian yang melampaui, tetapi merupakan perkiraan bahwa hujan atau debit tersebut akan dilampaui K kali dalam jangka panjang L tahun, dimana K/L kira-kira sama dengan 1/T (Sri Harto 1993).
Kemudian menuliskan hasilnya pada tabel dengan format berikut: T (year) 25 10 5 2 7.
8.
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan 1. Data kedalaman hujan (debit) tahunan untuk tiap durasi pengukuran dari stasiun cuaca Chicago airport tahun 1949-1972 2. Microsoft Word dan Microsoft Excel 3.2 Prosedur Kerja 1. Mengurutkan tahun yang terbesar sampai yang terkecil. 2. Memberi nomor urut (ranking) untuk masing-masing data. 3. Menentukan peluang (probabilitas) pada setiap urutan data dengan metode Weibull. P = m/(n+1) P : probabilitas m : nomor urut data n : jumlah data 4. Mengubah peluang ke dalam bentuk persen. 5. Memplotkan data ke grafik dengan kedalaman hujan (sumbu y) dan probabilitas (sumbu x) untuk tiap durasi, dan menggunakan persamaan logaritmik. 6. Periode ulang kejadian hujan dapat diperoleh dengan persamaan. T = 1/P Untuk menghitung kedalaman hujannya dengan cara mensubtitusikan persamaan yang telah didapat pada poin ke 5 dengan nilai P (Probabilitas).
T (yr)
P
P(%)
Durasi 6
1
24
Membuat kurva DDF dengan durasi (hour) sebagai sumbu x dan kedalaman (inch) sebagai sumbu y. Kemudian mengaktifkan trendline dengan skala logaritmik Untuk membuat kurva IDF, nilai kedalaman hujan masing-masing durasi dibagi dengan lama durasi untuk mendapatkan intensitas hujan. Kemudian hasilnya ditulis pada tabel dengan format berikut:
P
P (%)
Durasi (hr) 1
6
24
Intensitas (in/hr) 1 6 24
25 10 5 2 9.
Mebuat kurva IDF dengan durasi (hr) sebagai sumbu x dan intensitas (in/hr) sebagai sumbu y.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada praktikum ini mengenai analisis kurva DDF (Depth Duration Frequency) dan kurva IDF (Intensity Duration Frequency). Untuk membentuk kurva DDF diperlukan kurva probabilitas yang akan menghasilkan persamaan logaritmik yang fungsinya menentukan nilai kedalaman hujan pada durasi tertentu dengan periode ulang tertentu. Pada tabel 1 menunjukkan data kedalaman hujan di Chicago Airport pada tahun 1949-1972. Dari data tersebut dapat ditentukan peluang probabilitas dan persentasenya. Terlihat bahwa kemungkinan peluang yang terjadi dengan nilai kedalaman hujan yang semakin kecil maka persentase probabilitasnya menjadi semakin besar.
Tabel 1 Kedalaman Hujan Chicago Airport Tahun 1949-1972
1969
0.91
1.6
1.82
1.19
1970
0.86
1.58
1.8
1.14
PERIODE ULANG
1971
0.79
1.56
1.6
1.09
1972
0.65
1.43
1.57
1.04
TAHUN
KEDALAMAN
KEDALAMAN
KEDALAMAN
1 JAM
6 JAM
24 JAM
1949
2.32
5.23
1950
2.08
4.58
5.55
12.50
1951
2.06
3.93
5.39
8.33
1952
1.82
3.73
4.58
6.25
1953
1.78
3.65
3.85
5.00
1954
1.75
3.24
3.68
4.17
1955
1.69
2.84
3.51
3.57
1956
1.61
2.54
3.29
3.13
1957
1.55
2.52
3.09
2.78
1958
1.55
2.5
2.97
2.50
1959
1.53
2.48
2.95
2.27
1960
1.5
2.42
2.92
2.08
1961
1.41
2.19
2.73
1.92
1962
1.38
2.15
2.63
1.79
1963
1.19
2.05
2.57
1.67
1964
1.16
2.03
2.42
1.56
1965
1.13
1.84
2.25
1.47
1966
1.07
1.82
2.09
1.39
1967
1.04
1.69
2.06
1.32
1968
1.02
1.64
1.91
1.25
6.24
25.00
Dengan menghubungkan antara persentase probabilitas dengan nilai kedalaman hujan pada masing-masing durasi dapat dibentuk kurva probabilitas seperti pada gambar 2. Dengan mengaktifkan trend logaritmik dari kurva tersebut dapat diperoleh persamaan pada masing-masing durasi. Pada durasi 1 jam persamaan yang didapat adalah y = -0,50ln(x) + 3,249 dengan nilai R² = 0,904 dan durasi 6 jam persamaannya yaitu y = -1,22ln(x) + 7,030, R² = 0,989 sedangkan untuk durasi 24 jam persamaannya adalah y = -1,51ln(x) + 8,615 dengan R² = 0,977, dari nilai R2 tersebut dapat diketahui bahwa hubungan antara probabilitas dengan kedalaman hujan berkorelasi tinggi, dengan kata lain, bahwa semakin tinggi kedalaman hujan maka peluang untuk terjadinya curah hujan dengan kedalaman tersebut akan sangat jarang ditemukan, sebab kedalaman curah hujan yang tinggi hanya akan terjadi pada kondisi tertentu.
7
kedalaman hujan (inchi)
6
durasi 1 jam y = -0.501ln(x) + 3.2498
5
durasi 6 jam y = -1.221ln(x) + 7.0302
4 3
durasi 24 jam y = -1.528ln(x) + 8.6692
2 1 0 0
20
40
60
80
100
120
probabilitas Gambar 2 Kurva Probabilitas Dari persamaan-persamaan tersebut kedalaman hujan dengan periode ulang nanti akan digunakan dalam penghitungan tertentu. Pada tabel 2 dibawah ini tersaji nilai
kedalaman hujan dari durasi 1, 6 dan 24 jam pada periode ulang 25, 10, 5 dan 2 tahun. Nilai periode ulang ini berbanding terbalik dengan nilai probabilitasnya, hal ini dikarenakan semakin lama periode ulangnya maka akan semakin kecil peluang suatu kejadian curah hujan, hal ini terkait pada tabel 2 yang juga menunjukkan dengan semakin besarnya periode ulangan maka nilai kedalaman hujan akan semakin besar, sebab hal ini berkaitan dengan akumulasi air dari curah hujan yang terjadi dan karena curah hujan yang ekstrem (curah hujan tinggi) hanya akan dijumpai pada kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya curah hujan yang tinggi.
Dari tabel 1 juga terlihat bahwa, dengan semakin rendahnya jeluk hujan, maka periode ulang akan semakin tinggi, karena selama jeluk hujan berada pada keadaan normal maka kejadian tersebut akan banyak ditemukan/terjadi. Kedalaman hujan tetinggi pada periode ulang 25 tahun dengan durasi 24 jam yaitu 6.55 inch. Sedangkan nilai kedalaman hujan terendah pada periode ulang 2 tahun dengan durasi 1 jam yaitu 1.29 inch. Hubungan kedalaman/jeluk hujan dengan durasi ini digambarkan oleh kurva DDF (Depth Duration Frequency).
Tabel 2 Kedalaman Hujan Durasi 1 Jam, 6 Jam, dan 24 Jam dalam Periode Ulang 25, 10, 5 dan 2 Tahun T (yr)
P
P(%)
Kedalaman Hujan (inch) 1
6
24
25
0.04
4
2.55
5.34
6.55
10
0.1
10
2.09
4.22
5.15
5
0.2
20
1.75
3.37
4.09
2
0.5
50
1.29
2.26
2.69
kedalaman hujan (inchi)
8.00 7.00
periode 2 tahun
6.00
y = 0.4456ln(x) + 1.3395
5.00
periode 5 tahun
y = 0.7451ln(x) + 1.836
4.00 3.00
periode 10 tahun
2.00
y = 0.9717ln(x) + 2.2115
1.00
periode 25 tahun
0.00
y = 1.2712ln(x) + 2.7079 0
5
10
15
20
25
30
durasi (hour) Gambar 3 Kurva DDF Dari gambar 3 dapat diketahui menandakan bahwa tidak ada aliran air ke bahwa semakin lama durasi hujan terjadi dalam tanah. Hal yang sama akan terjadi maka akan meningkatkan kedalaman hujan, apabila periode yang digunakan semakin karena dengan semakin lama durasi kejadian lama, maka akan menunjukkan kedalaman hujan maka akan semakin banyak air hujan hujan yang tinggi pula, akibat yang terkonsentrasi pada suatu lokasi dan terakumulasinya curah hujan dalam periode akan terus terakumulasi hingga kapasitas tersebut. Dengan data seperti ini maka dapat infiltrasi bernilai sangat rendah yang diketahui waktu kejadian untuk terjadinya
intensitas hujan yang tinggi ini, sehingga dapat mempermudah para instansi terkait untuk melakukan antisipasi dan mitigasi akan datangnya kejadian tersebut. Selain itu, instansi terkait dapat melakukan pembangunan fasilitas untuk meredam
kemungkinan terjadinya bencana yang mungkin terjadi, dengan kata lain adanya peningkatan kapasitas adaptasi untuk daerah tersebut.
Tabel 3 T (yr)
P
P(%)
Kedalaman Hujan (inch)
Intensitas (inch/hour)
1
6
24
1
6
24
25
0.04
4
2.55
5.34
6.55
2.55
0.89
0.27
10
0.1
10
2.09
4.22
5.15
2.09
0.70
0.21
5
0.2
20
1.75
3.37
4.09
1.75
0.56
0.17
2
0.5
50
1.29
2.26
2.69
1.29
0.38
0.11
intensitas hujan (inchi/hour)
3.00 periode 2 tahun
2.50
y = -0.377ln(x) + 1.2163
2.00
periode 5 tahun
y = -0.504ln(x) + 1.6618
1.50
periode 10 tahun
1.00
y = -0.6ln(x) + 1.9989
0.50 periode 25 tahun
y = -0.728ln(x) + 2.4444
0.00 0
5
10
15
20
25
30
durasi (hour) Gambar 4 Kurva IDF Intensitas curah hujan merupakan Suripin (2004) bahwa sifat umum hujan ketinggian curah hujan yang terjadi pada adalah makin singkat hujan berlangsung, suatu kurun waktu di mana air tersebut intensitasnya cenderung makin tinggi dan terkonsentrasi. Pada data di tabel 3 nilai makin besar periode ulangnya makin tinggi intensitas hujan diperoleh dari pembagian pula intensitasnya (Suripin, 2004). antara kedalaman hujan pada masing-masing Pada tabel 3 juga menunjukkan bahwa periode ulangan dengan durasinya. Dari tabel semakin lama intensitas curah hujan maka tersebut dapat disajikan dalam kurva IDF akan semakin kecil nilai probabilitasnya, hal yang tersaji pada gambar 4 yang berlawanan ini dikarenakan bahwa semakin tinggi dengan gambar 3 untuk kurva DDF. intensitas curah hujan (curah hujan yang Dari kurva IDF terlihat bahwa ekstrem) maka akan sangat jarang intensitas hujan tinggi berlangsung dengan ditemui/terjadi kondisi curah hujan dengan durasi pendek. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas tinggi sebab curah hujan dengan hujan deras pada umumnya berlangsung intensitas yang tinggi akan terjadi pada dalam waktu singkat namun hujan tidak deras kondisi ektrem saja. (rintik-rintik) berlangsung dalam waktu lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan
BAB V KESIMPULAN Dalam pembuatan kurva DDF diperlukan kurva probabilitas yang akan menghasilkan persamaan logaritmik yang fungsinya untuk menentukan nilai kedalaman hujan pada durasi tertentu dengan periode ulang tertentu. Dari data yang telah dihitung, nilai periode ulang ini berbanding terbalik dengan nilai probabilitasnya. Sedangkan dari kurva IDF dengan semakin tingginya nilai durasi maka intensitasnya akan semakin berkurang. Sehingga semakin tinggi jeluk hujan maka durasi yang dibutuhkan akan sangat lama dan probabilitas untuk jeluk hujan yang tinggi akan kecil. Hal serupa pada intensitas curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan nilai probabilitas yang rendah tetapi durasi untuk kejadiannya dalam waktu yang singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Loebis.1992.Banjir Rencana 48 Bangunan Air.Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Overeem, A., T. A. Buishand, and I. Holleman. 2008. Rainfall DepthDuration-Frequency Curves and Their Uncertainties. Jurnal of Hydrology Volume 348, Issues 1-2, 1 Januari 2008 Pages 124-134 R. Pitt. 2002. Regional Rainfall Conditions and Site Hydrology for Construction Site Erosion Evaluations. http://rpitt.eng.ua.edu/Workshop/WS ErorionControl/Module4/Module4.h tm#_Alabama_Rainfall_Conditions Sri Harto Br. 1993. Analisis Hidrologi. PT Gramedia. Jakarta Suroso. 2006. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity Duration Frequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabupaten Banyumas. Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 1 Januari 2006. Sudjarwadi.1987.Teknik Sumber Daya Air.Yogyakarta: UGM-Press.
LAMPIRAN CONTOH PERHITUNGAN 1. Menghitung peluang probabilitas dengan mengurutkan randking dari data dengan persamaan:
P m n
: probabilitas : nomor urut data : jumlah data = 24
contoh: m =1, sehingga
2. 3. 4.
5.
Menghitung persentase probabilitas Contoh: P=0.04, Persentase P = 0.04 x 100% = 4% Menghitung periode ulang kejadian hujan dengan persamaan: Contoh: T = 25 Tahun, = = 0.04 Menghitung kedalaman hujan dari persamaan yang diperoleh dari fungsi logaritmik kurva probabilitas. Contoh: Pada periode ulang 25 tahun untuk durasi 1 jam dengan persentase P = 4, diperoleh persamaan , maka nilai kedalamanannya adalah Menghitung intensitas hujan dengan membagi nilai kedalaman hujan pada setiap durasinya dengan durasinya. Contoh: intensitas hujan dengan durasi 1 jam dalam periode ulang 25 tahun adalah