BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sampai saat ini perbankan syariah mengalami perkembangan yang pesat,
dilihat dari meningkatnya jumlah bank syariah maupun bank konvensional yang membuka unit usaha syariah (UUS). Sampai Desember 2011 jumlah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah meningkat menjadi 11 (sebelas) bank umum syariah (BUS) dan 23 (dua puluh tiga) unit usaha syariah (UUS). Dengan banyaknya BUS dan UUS menjadikan total dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah yang dihimpun dari kegiatan BUS dan UUS mencapai Rp 115,415 milyar. Sedangkan total dana yang disalurkan BUS dan UUS per Desember 2011 mencapai Rp 102,655 milyar. Dari seluruh pembiayaan yang disalurkan tersebut hampir 55% merupakan pembiayaan murabahah sedangkan pembiayaan mudharabah hanya 10%. Keseluruhan pembiayaan yang disalurkan dari kegiatan BUS dan UUS per Desember 2011 yaitu sebesar Rp 102,655 milyar. Penyaluran pembiayaan mudharabah yang disalurkan oleh BUS dan UUS yaitu sebesar Rp 10,229 milyar. Jumlah pembiayaan murabahah sebesar Rp 56,365 milyar berasal dari penyaluran pembiayaan dari BUS dan UUS. Pembiayaan mudharabah hanya 18% dari pembiayaan murabahah yang disalurkan BUS dan UUS. Data gabungan perkembangan komposisi jumlah pembiayaan mudharabah dan murabahah BUS dan UUS lebih rinci dapat dilihat pada tabel 1.1. berikut ini:
1
Tabel 1.1 Komposisi Pembiayaan Mudharabah dan Murabahah BUS dan UUS di Indonesia
2009-2011 (dalam miliar Rupiah)
Akad
2009
2010
2011
Mudharabah
6,597
8,631
10,229
Murabahah
26,321
37,508
56,365
Total
32,918
46,139
66,594
Bank Indonesia, 2012
Tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa BUS dan UUS di Indonesia lebih memfasilitasi pembiayaan dalam bentuk murabahah kepada nasabah. Dalam hal pembiayaan, perbankan syariah memang dapat memberikan pembiayaan dengan skema bagi hasil seperti mudharabah maupun pembiayaan yang berbasis profit margin seperti murabahah. Pada umumnya perbankan syariah memilih bentuk pembiayaan yang mudah diterapkan dan kecil risikonya seperti murabahah, sedangkan
secara
konseptual
perbankan
syariah
seharusnya
lebih
memprioritaskan pada pembiayaan produktif yang berbasis bagi hasil seperti mudharabah (Ascarya, 2005: 9). Pada kenyataannya perbankan syariah lebih memilih memperbesar pembiayaan yang memperoleh return lebih pasti dan risiko rendah. Menurut Rosita (2005: 50) yang menjadi penyebab utamanya adalah faktor risiko yang masih tinggi. Apabila debitur pembiayaan mudharabah merugi maka bank akan ikut menanggung kerugian. Kerugian tersebut sangat dihindari oleh bank karena bank tidak menginginkan adanya kegagalan dalam penyaluran pembiayaan. Kegagalan
suatu
bank
dapat
menimbulkan
dampak
terhadap
perekonomian secara menyeluruh dan hal ini disebut dengan risiko sistemik (Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, 2007). Risiko sistemik adalah risiko di mana kegagalan sebuah bank dapat menimbulkan dampak yang menghancurkan
2
perekonomian secara besar-besaran dan bukan hanya dampak berupa kerugian yang secara langsung dihadapi oleh karyawan, nasabah, dan pemegang saham
(Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, 2007). Mengingat risiko yang dihadapi oleh bank cukup besar dalam penyaluran pembiayaan, perbankan menggunakan
beberapa kriteria dalam pemilihan alternatif penyaluran pembiayaan yang dianggap tepat.
Setiap bank berhak menentukan kriteria tersendiri untuk mengelola risiko
dalam proses penyaluran pembiayaan sesuai dengan risiko yang telah
dipertimbangkan oleh masing-masing manajemen perbankan itu sendiri dengan
tetap mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh bank sentral, Bank Indonesia. Kriteria yang dipilih perbankan pada umumnya dalam penyaluran pembiayaan adalah jenis mata uang, jangka waktu pembiayaan, dan sektor ekonomi (Nurtjahja, 2000). Alternatif yang menjadi pilihan dari kriteria jenis mata uang adalah Rupiah dan valuta asing. Sedangkan alternatif yang menjadi pilihan dari kriteria jangka waktu adalah pembiayaan jangka panjang dan jangka pendek. Berbeda dengann alternatif lainnya, jumlah alternatif untuk kriteria sektor ekonomi lebih banyak yaitu terdiri dari 10 sektor ekonomi menurut Bank Indonesia. Kriteria jenis mata uang dipilih melalui berbagai pertimbangan. Dana yang disalurkan dalam denominasi mata uang asing memiliki risiko yang lebih tinggi dari dana yang disalurkan dalam mata uang rupiah karena adanya risiko fluktuasi nilai tukar (Nurtjahja, 2000). Pertimbangan tersebut diambil atas dasar pengalaman perbankan di
Indonesia saat
terjadi krisis moneter
yang
mengakibatkan penurunan mata uang Rupiah terhadap US Dollar yang merosot tajam. Jatuhnya nilai tukar tersebut diakibatkan oleh para spekulan yang bertujuan mengguncang nilai tukar mata uang asia (Bank Indonesia, 2012) Dalam penyaluran dana juga dipertimbangkan masalah jangka waktu penyaluran dana. Penyaluran dana dalam jangka panjang (lebih dari 1 tahun) memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan penyaluran dana jangka pendek (kurang dari 1 tahun). Tidak menutup kemungkinan dalam jangka waktu yang lama
3
tersebut ada banyak perubahan yang tidak terprediksi sebelumnya dan dapat menyebabkan meningkatnya risiko kerugian dari pembiayaan yang disalurkan.
Perubahan yang dimaksud dapat berupa perubahan nilai mata uang, perubahan dan perubahan kondisi ekonomi. inflasi,
Selain jangka waktu, kriteria yang secara umum perbankan gunakan dalam
penyaluran pembiayaan adalah sektor ekonomi. Dalam kriteria sektor ekonomi banyak sekali alternatif pilihan sehingga menjadikan kriteria ini merupakan kriteria paling kompleks. Kebutuhan model yang akurat dalam mengukur risiko
dan menentukan urutan risiko sektor ekonomi sehingga dapat diketahui alternatif
pilihan yang tepat dari kriteria dalam proses penyaluran pembiayaan sangat dibutuhkan. Beberapa model telah digunakan dalam menghitung risiko pembiayaan. Salah satunya penelitian Fitri (2005) yang dilakukan di salah satu BMT di Indonesia. Penelitian tersebut mengukur risiko pembiayaan murabahah dengan model internal credit risk yang dikembangkan oleh Credit Suisse Financial Product (CSFP) tahun 1997. Penelitian ini hanya dilakukan di salah satu BMT saja sehingga sampel penelitian terlalu sempit dan belum dapat menjelaskan risiko dari pembiayaan secara menyeluruh dengan multi kriteria. Masih berkenaan dengan pengukuran risiko, menurut penelitian Dewi (2005) yang dilakukan di salah satu bank umum syariah di Indonesia berkaitan dengan risiko pembiayaan murabahah, pengukuran risiko dengan pendekatan internal lebih rasional dalam mengestimasi kemungkinan default nasabah. Pengukuran risiko pembiayaan dengan pendekatan standar yaitu Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) menggambarkan risiko terbesar terhadap aktiva produktif yang dimiliki bank sehingga semakin besar pembiayaan yang disalurkan ke masyarakat akan semakin memperbesar risiko pembiayaan bank tersebut. Estimasi risiko dengan pendekatan standar mempunyai selisih yang sangat besar bila diukur dengan menggunakan pendekatan internal. Penelitian ini hanya dilakukan di salah satu bank umum syariah saja dan hanya pembiayaan murabahah saja yang diteliti.
4
Hasil penelitian Dewi (2005) diperkuat dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fachrizah (2005). Penelitian Fachrizah dilakukan di salah satu bank
konvensional di Indonesia. Penelitian tersebut mengukur risiko kredit korporasi dengan menggunakan model internal yang dikembangkan oleh J. P. Morgan.
Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa kerugian tertinggi di sektor jasa dengan model internal jauh lebih rendah dibanding dengan model ATMR kredit di sektor jasa. Penggunaan model dalam penelitian ini hanya pada bank umum
konvensional dan penggunaan model belum digunakan pada BUS dan UUS.
Ada banyak metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung risiko.
Salah satunya adalah metode yang termasuk kelompok credit scoring models yaitu regresi logistik. Metode regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kategori atau interval (Hosmer dan Lemeshow, 1989 dalam Masyud Ali, 2006). Selain perbedaan pengukuran risiko para peneliti juga memiliki perbedaan tentang nilai risiko dari pengukuran yang dilakukan. Salah satu penelitian mengenai risiko sektor ekonomi adalah penelitian Nurlianti (2008) yang dilakukan pada perbankan konvensional. Tujuan penelitian Nurlianti dilakukan adalah untuk mencari kombinasi portofolio kredit yang menghasilkan risiko kredit terkecil berdasarkan sektor ekonomi pada masing-masing kategori perbankan di Indonesia.
Penelitian
Nurlianti
menggunakan
metode
Markowitz
untuk
menentukan portofolio optimal atas kredit yang diberikan. Penelitian Nurlianti dilakukan di perbankan konvensional dan belum dicoba di perbankan syariah. Menurut Nurlianti (2008) sektor ekonomi yang memiliki nilai risiko terkecil adalah sektor listrik air dan gas. Penelitian mengenai penyaluran dana dibeberapa sektor ekonomi juga dilakukan oleh Nurtjahja (2000). Penelitian Nurtjahja membahas tentang risiko kredit di beberapa sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, perindustrian, jasa, perdagangan, konstruksi dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan model AnalyticL Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan urutan risiko dari masing-
5
masing kelompok tersebut. Menurut Nurtjahja (2000) sektor yang memiliki nilai risiko yang terendah adalah sektor konstruksi. Namun menurut Azmi model
pengukuran risiko yang dirumuskan dalam penelitian Nurtjahya (2000) terlalu subjektif.
Mendasarkan hal-hal tersebut di atas masih perlu dilakukan pemilihan
analisis yang akurat untuk mengukur nilai risiko kerugian dalam penyaluran pembiayaan pada bank umum syariah dan unit usaha syariah per sektor ekonomi. Analisis tersebut diharapkan dapat menganalisis nilai risiko secara akurat.
Dampak selanjutnya dari analisis yang dilakukan adalah dapat diketahui sektor
ekonomi yang dikategorikan memiliki nilai risiko kerugian yang rendah serta kriteria dominan yang mempengaruhi kebijakan penyaluran pembiayaan. Oleh karena itu, menarik untuk dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Nilai Risiko Kerugian Dalam Proses Penyaluran Pembiayaan Per Sektor Ekonomi dengan Menggunakan Penggabungan Metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dan Logit Multinomial Pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Periode 2009-2011”. 1.2.Rumusan dan Batasan Masalah 1.2.1. Rumusan Masalah Dengan latar belakang yang telah dijabarkan oleh penulis, dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana cara mengukur nilai risiko dalam proses penyaluran pembiayaan dengan multi kriteria? 2. Sektor ekonomi manakah yang memiliki nilai distribusi risiko yang paling rendah? 3. Kriteria-kriteria apa yang berkontribusi dalam kebijakan penyaluran pembiayaan?
6
1.2.2. Batasan Masalah
Penulis membatasi penelitian dengan berusaha mencapai kualitas
penelitian yang dapat menjawab tujuan penelitian. Adapun pembatasan penelitian
dilakukan pada beberapa ruang lingkup antara lain:
1. Tingkat keyakinan (confidence level) yang digunakan untuk mengukur
risiko kerugain adalah 95%.
2. Data yang digunakan adalah data pembiayaan yang diberikan, inflasi, dan
BI rate pada periode Januari 2009-Desember 2011.
3. Nilai kriteria yang ditetapkan, variable judgement of excess risk yang digunakan berasal dari penelitian terdahulu. 4. Kriteria dan alternatif yang digunakan dalam penelitian merujuk pada penelitian sebelumnya yaitu jenis mata uang, jangka waktu, dan sektor ekonomi. 1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian. 1. Mengetahui bagaimana cara mengukur nilai risiko secara akurat. 2. Mengidentifikasi sektor ekonomi yang memiliki nilai distribusi risiko paling rendah sesuai kriteria yang digunakan. 3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang berkontribusi dalam kebijakan penyaluran pembiayaan. 1.3.2. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Sebagai faktor pendukung atas perkembangan ilmu pengetahuan dari segala aspek baik secara empiris maupun teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi positif dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
7
2. Bagi Perbankan syariah
Bagi perbankan syariah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai cara menghitung nilai risiko kerugian dalam proses
penyaluran pembiayaan secara akurat. Juga, penelitian ini diharapkan memberikan
informasi mengenai sektor ekonomi yang memiliki nilai distribusi kerugian yang
paling rendah. Informasi lainnya yang diharapkan memberikan kontribusi positif bagi perbankan syariah adalah kriteria yang dipilih sebagai acuan dalam menentukkan kebijakan penyaluran pembiayaan. Dari informasi yang diberikan,
penulis berharap perbankan syariah dapat menyalurkan pembiayaan secara efektif
dan efisien ke setiap sektor ekonomi sehingga kerugian dalam penyaluran dana dapat di minimalisir. 3. Bagi peneliti berikutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar dan bahan pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang. Penelitian ini juga dapat dikembangkan lebih baik lagi oleh peneliti selanjutnya. 4. Bagi nasabah Memberikan informasi mengenai risiko kerugian tiap sektor ekonomi. Diharapkan dari informasi kerugian di sektor ekonomi tersebut dapat memberi masukan kepada nasabah dalam memilih sektor ekonomi yang tepat dalam mengembangkan usaha.
8