BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor industri pariwisata mampu memberikan peranan penting dalam suatu daerah. Adanya pambangunan pariwisata yang baik akan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta mendorong pemerataan wilayah tersebut. Sebagai salah satu sektor andalan adalah kawasan pariwisata semestinya dikembangkan secara terencana dan menyeluruh, sehingga mampu menghasilkan pengembangan terarah yang mampu memberikan hasil optimal bagi pemerintah dan masyarakat sekitar. Undang – undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menjelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Pengembangan ekonomi daerah yang kuat dan berkelanjutan dapat diciptakan dengan kolaborasi yang efektif antara pemanfaatan sumberdaya, masyarakat, dan pemerintah. Pemerintah sebagai regulator berperan dalam mengupayakan kesempatan yang luas bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi penuh dalam setiap aktivitas ekonomi. Sebagai bentuk upaya menanggapi pemanfaatan semberdaya lokal yang optimal adalah dengan mengembangkan pariwisata dengan konsep ekowisata. Konsep Ekowisata melibatkan berbagai aspek yang ada dalam sebuah wilayah yakni mulai dari konservasi, ekonomi, pendidikan, wisata, dan partisipasi masyarakat. Sehingga konsep ini dinilai cocok untuk dikembangkan pada wisata alam. Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang kaya akan objek wisata dan berbagai potensi yang ada didalamnya. Hal ini juga diungkapkan oleh Bupati Jepara, Ahmad Marzuqi bahwa, “Kota Jepara disamping kota ukir/meubel yang mendunia sebernarnya memiliki potensi luar
1
biasa di bidang pariwisata. Utamanya adalah wisata bahari yang sangat eksotis, mulai dari Kepulauan Karimunjawa nan eksostis, Pantai Kartini, Benteng Portugis serta yang telah mendunia sejak jaman RA Kartini yaitu Pantai Bandengan.” Pemerintah Kabupaten Jepara mulai serius dalam mengurus dan mengembangkan pariwisata yang ada di daerahnya yakni salah satunya adalah Kepulauan Karimunjawa. Kepulauan Karimunjawa merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Jepara. Kepulauan ini terletak pada 45 mil laut disebelah barat laut ibukota Kabupaten Jepara Jawa Tengah dengan batasan administrasi dikelilingi oleh Laut Jawa dengan letak koordinat 5º40’ - 5º57’ LS dan 110º40’ BT.
Gambar 1.1. Peta Letak Kepulauan Karimunjawa Terhadap Posisi Jawa Tengah Sumber: Bappeda Kab. Jepara
Luas total dari Kepuluan Karimunjawa mencapai 143.220,74 Ha dengan luas daratan sebesar 7.120 Ha yang terbagi dalam 27 pulau. Dari 27 pulau tersebut hanya ada 5 pulau yang berpenghuni yakni Pulau Karimunjawa, Pulau Kemajuan,
2
Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting. Sedangkan dari segi administrative kepulauan ini tergabung dalam satu kecamatan yang terbagi menjadi 4 desa yakni Desa Karimunjawa, Desa Kemujan, Desa Parang, dan Desa Nyamuk. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 78/Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999 Karimunjawa ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut, seiring dengan tingginya tingkat kepentingan dari berbagai sektor maka dilakukan penyesuaian dan perubahan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK. 28/IV-SET/2012 tentang Zonasi Taman Nasional Karimunjawa (berlaku hingga sekarang). Seiring dengan berkembangnya waktu, pemerintah mulai menggarap lebih serius pariwisata yang ada. Hal ini dibuktikan dengan penambahan jalur transportasi untuk menuju Kepulauan Karimunjawa baik laut maupun udara. Transportasi laut menjadi andalan untuk menuju ke Pulau Karimunjawa dan pulau – pulau kecil di sekitarnya. Perjalanan laut dapat dilakukan dari Pelabuhan di Jepara, Semarang, dan Kendal sedangkan untuk transportasi udara dilayani oleh pesawat kecil dari Bandara Ahmad Yani (Semarang) dan Bandara Juanda (Surabaya) menuju ke Bandara Dewandaru di Pulau Kemujan. Dengan adanya transportasi tersebut maka mendatangkan kunjungan wisata yang cendrung bertambah pada setiap tahunnya. Jumlah Wisatawan
100000 80000 60000
Wisatawan Mancanegara
40000 20000
Wisatawan Nusantara
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
0
Tahun
Gambar 1.2. Kunjungan Wisatawan ke Kepuluan Karimunjawa Sumber : Dinas Pariwisata Kab. Jepara
3
Jika dilihat dari grafik diatas, angka kunjungan wisatawan ke Kepulauan Karimunjawa cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menunjukan bahwa Kepulauan Karimunjawa memiliki potensi yang baik untuk berkembang dalam bidang pariwisata sehingga memberikan peluang besar bagi peningkatan pendapatan daerah dan pendapatan ekonomi dari masyarakat. Namun dibalik kenaikan wisatawan terdapat ancaman kerusakan lingkungan apabila wisatawan yang datang tidak dapat menjaga lingkungan. Pulau Karimunjawa merupakan pulau utama dengan ibukota kecamatan yang dilengkapi dengan berbagai kantor pemerintahan seperti, Kantor Kecamatan, Kantor Polisi, Kantor Kementrian Lingkungan Hidup dan Perhutanan, serta berbagai kantor lainnya. Hal ini dapat memicu timbulnya aktivitas yang cukup padat. Tingginya aktivitas yang ditimbulkan oleh masyarakat dan juga wisatawan yang berkunjung dapat megancam daerah konservasi berupa hutan lindung dengan luasan 61.97% dari luasan total Pulau Karimunjawa. Sebagai kawasan yang berpotensi besar untuk dijadikan kawasan pariwisata harus didukung dengan penyediaan komponen pariwisata yang menunjang. Salah satunya adalah fasilitas, fasilitas pendukung yang ada di Pulau Karimunjawa masih terbilang kurang memadai. Melihat hal tersebut maka penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan studi mengenai penataan di Pulau Karimunjawa dengan konsep ekowisata. Konsep ekowisata dianggap cocok dikarenakan pada Pulau Karimunjawa memiliki kelima element tersebut yakni konservasi, ekonomi, pendidikan, wisata, dan partisipasi masyarakat.
4
1.2. Rumusan Masalah Pulau Karimunjawa merupakan salah satu taman nasional yang sedang ramai dikunjungi oleh wisatawan. Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Pulau Karimunjawa dapat memicu kerusakan lingkungan. Tingkat aktivitas yang tinggi dipulau ini dapat mengancam daerah konservasi berupa hutan lindung seluas 61,97% dari luasan total Pulau Karimunjawa. Selain itu, masalah lain yang ditemukan adalah kurangnya ketersediaan fasilitas pendukung bagi masyarakat dan wisatawan di Pulau Karimunjawa.
1.3. Pertanyaan Penelitian Terdapat beberapa pertanyaan berdasarkan rumusan masalah pada penelitian, antara lain: 1. Bagaimana pola pemanfaatan ruang yang sesuai dengan konsep ekowisata? 2. Penyediaan fasilitas apa yang perlu ditambah?
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat rencana penataan Pulau Karimunjawa dengan konsep ekowisata.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Dapat mengkembangkan wilayah sesuai dengan zona dan potensi ekosistem yang ada, 2. Dapat turut menjaga kelestarian ekosistem yang ada di Pulau Karimunjawa, 3. Dapat membantu masyarakat dalam menaikkan taraf hidup, 4. Dapat menjadi usulan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara dalam menyusun penataan Pulau Karimunjawa.
5
1.6. Lingkup Penelitian Pada penelitian ini membahas mengenai Pulau Karimunjawa yang terletak di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Luas dari Pulau Karimunjawa sebesar 4.624 Ha namun daerah yang akan dilakukan penataan hanya seluas 1.766 Ha, dikarenakan adanya hutan lindung sebesar 61,97% dari luas total Pulau Karimunjawa. Untuk mendapatkan konsep penataan ekowisata yang mengarah pada konservasi, maka perlu dilakukan analisis keterkaitan antar kondisi Pulau Karimunjawa, social ekonomi masyarakat, kebutuhan dan ketersediaan
U
fasilitas, serta persepsi dan preferensi dari wisatawan yang berkunjung ke Pulau Karimunjawa. Hal ini dilakukan agar dapat mewujudkan penataan Pulau
Gambar 1.3. Lokasi Penelitian Sumber : Bappeda Kab. Jepara
Karimunjawa yang sesuai dengan konsep ekowisata.
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pariwisata 2.1.1. Pengertian Pariwisata Menurut UU RI No. 10 / 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata (Yoetti,1997). 2.1.2. Jenis dan Tujuan Pariwisata
Jenis Pariwisata Berdasarkan paparan Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan
Investasi Pariwisata dari Kementrian Pariwisata, Wisata sendiri dibagi menjadi : 1. Wisata alam (wisata bahari, ekowisata, dan wisata petualangan), 2. Wisata budaya (wisata warisan budaya dan sejarah, wisata belanja dan kuliner, wisata kota dan desa) 3. Wisata buatan manusia (wisata mice, wisata olahraga, dan objek wisata terintegrasi).
Tujuan Pariwisata Sedangkan jika dilihat berdasarkan motif dari tujuan perjalanan Menurut
James
J.
Spillane
(1987:29-31)
dibedakan
menjadi
beberapa
jenis
pariwisata khusus, yaitu : 1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism) Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang – orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, memenuhi kehendak ingintahunya, mengendorkan ketegangan syaraf, melihat sesuatu
7
yang baru, menikmati keindahan alam, mengetahui hikayat rakyat setempat, mendapatkan ketenangan. 2. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism) Pariwisata ini dilakukan untuk pemanfaatan hari-hari libur untuk beristirahat, memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, dan menyegarkan diri dari keletihan dan kelelahannya. Dapat dilakukan pada tempat yang menjamin tujuan – tujuan rekreasi yang menawarkan kenikmatan yang diperlukan seperti tepi pantai, pegunungan, pusat-pusat peristirahatan dan pusat-pusat kesehatan. 3. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism) Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi, seperti keinginan untuk belajar di pusat – pusat pengajaran dan riset, mempelajari adatistiadat, kelembagaan, dan cara hidup masyarakat yang berbeda-beda, mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan masa lalu, pusat-pusat kesenian dan keagamaan, festival seni musik, teater, tarian rakyat dan lain – lain. 4. Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism) Pariwisata ini dapat dibagi lagi menjadi dua kategori: -
Big
sports events, yaitu
peristiwa –
peristiwa olahraga besar
seperti Olympiade Games, kejuaraan ski dunia, kejuaraan tinju dunia, dan lain – lain yang menarik perhatian bagi penonton atau penggemarnya. -
Sporting tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan mempraktikkan sendiri seperti pendakian gunung, olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lain – lain.
5. Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Business Tourism) Menurut para ahli teori, perjalanan pariwisata ini adalah bentuk profesional travel atau perjalanan karena ada kaitannya dengan
8
pekerjaan atau jabatan yang tidak memberikan kepada seseorang untuk memilih tujuan maupun waktu perjalanan. 6. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism) Pariwisata ini banyak diminati oleh negara-negara karena ketika diadakan suatu konvensi atau pertemuan maka akan banyak peserta yang hadir untuk tinggal dalam jangka waktu tertentu dinegara yang mengadakan konvensi. Negara yang sering mengadakan konvensi akan mendirikan bangunanbangunan yang
menunjang
diadakannya
pariwisata
konvensi. Ada berbagai macam bentuk perjalanan wisata menurut Gamal Suwantoro.
2.1.3. Unsur Penting Dalam Pariwisata Menurut James J. Spillane (1987) terdapat lima unsur industri pariwisata yang sangat penting, yaitu : 1.
Attractions (daya tarik) Attractions dapat digolongkan menjadi dua yaitu site attractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi yang tetap seperti kebun binatang, keraton dan museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat dipindah dengan mudah seperti festival, pameran atau pertunjukan kesenian daerah.
2. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan) Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik disuatu lokasi karena fasilitas hares terletak dengan pasarnya. Selama tinggal ditempat tujuan wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan support industries seperti toko souvenir, cuci pakaian, pemandu, dan fasilitas rekreasi.
9
3. Infrastucture (infrastruktur) Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur perlu untuk mendorong perkembangan pariwisata. Infrastruktur dan suatu daerah sebenarnya dinikmati baik oleh wisatwan maupun masyarakat yang juga tinggal di daerah wisata, maka penduduk akan mendapatkan keuntungan. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan pariwisata. 4. Transportations (transportasi) Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau, pengangkutan sangat dibutuhkan karean sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan wisata. Transportasi baik darat, udara maupun laut merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata. 5. Hospitality (keramahtamahan) Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya
untuk
wisatawan asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan didatangi. Maka kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta kerarnahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata.
10
2.2. Penataan 2.2.1. Pengertian Penataan Pengertian Penataan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan menata, pengaturan, penyusunan. 2.2.2. Pengertian Kawasan -
UU No 26 tahun 2008, kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau pun budidaya.
-
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kawasan adalah daerah tertentu yang memiliki cara tertentu, seperti tempat tinggal, pertokoan, industry dan lainnya.
-
Aidid A. Ghafar, 2008 mengungkapkan kawasan adalah suatu wilayah yang didasari pada pengelompokan fungsi kegiatannya seperti kawasan industri, kawasan perumahan, kawasan perdagangan.
2.2.3. Konsep Perencanaan Pariwisata Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.1 Perencanaan juga dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada serta seefesian dan seefektif mungkin.2 Komponen dasar pengembangan pariwisata di dalam proses perencanaan adalah :
1 2
Atraksi wisata dan aktivitasnya.
Fasilitas akomodasi dan pelayanan
UU RI no 25 Tahun 2004 Sujarto, 1986 dalam Paturusi 2008
11
Fasilitas wisatawan lainnya dan jasa seperti : operasi perjalanan wisata, tourism information, restoran, retail shopping, bank, money changer, medical care, public safety dan pelayanan pos.
Fasilitas dan pelayanan transportasi
Infrastruktur lainnya meliputi persediaan air, listrik, pembuangan limbanh dan telekomunikasi.
Elemen
kelembagaan
yang
meliputi
program
pemasaran,
pendidikan dan pelatihan, perundang-undangan dan peraturan, kebijakan investasi sektor swasta, organisasi struktural private dan public serta program sosial ekonomi dan lingkungan.3 2.3. Pulau Kecil Saat ini belum ada batasan dan kesepakatan tentang definisi pulau kecil yang tegas baik di tingkat nasional maupun dunia, namun terdapat kesepakatan umum bahwa yang dimaksud dengan pulau adalah pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland) dan memiliki batas yang pasti, terisolasi dari habitat lain sehingga mempunyai sifat insulair (Dahuri, 1998). Pusat Penelitian dan Pengembangan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung (P3WK-ITB) menyatakan bahwa istilah pulau kecil tidak hanya dapat dilihat dari besaran fisik atau luas wilayah karena bersifat relatif. Istilah pulau kecil cenderung dikaitkan dengan pulau lain yang merupakan induknya sebagai pusat pelayanan sosial-ekonomi yang mencakup pulau kecil tersebut. Batasan bahwa pulau kecil adalah ruang daratan yang dikelilingi lautan dengan luas sekurangkurangnya sama dengan luas maksimum pemilikan tanah atau luas kawasan budidaya minimum tiga kali luas kawasan lindungnya (Takulputra, 1997).
3
Oka A. Yoeti. 1996.Pengantar Ilmu Pariwisata. Angkasa
12
Yang dimaksud dengan pulau-pulau kecil adalah pulau yang biasanya dengan jumlah penduduk sedikit dan pada umumnya tidak mudah terjangkau sehingga walaupun lokasinya relatif dekat tetapi memiliki akses yang terbatas ke kawasan yang sudah berkembang (Tjahjati, 1995). Selain itu, pulau-pulau kecil tersenut memiliki keterbatasan dalam prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, air irigasi, kesehatan, pendidikan dan lainnya yang menyebabkan kawasan tersebut makin sulit untuk berkembang. Berdasarkan tingkat pengembangannya, pulau-pulau kecil di Indonesia dapat dibedakan sebagai berikut:
Pulau-pulau kecil yang termasuk dalam kawasan yang potensial tumbuh, seperti Pulau Batam, Pulau Bintan dan kawasan-kawasan lain di Propinsi Riau yang termasuk dalam segitiga pertumbuhan. Pulau-pulau tersebut relatif sudah berkembang tertarik oleh perkembangan ekonomi wilayah sekitarnya.13
Pulau-pulau kecil di kawasan perbatasan yang memiliki potensi untuk pertahanan dan keamanan seperti Pulau Sangihe Talaud dan sekitarnya
Pulau-pulau kecil yang memiliki potensi sumber daya yang dapat dikembangkan, seperti kepulauan Seribu, Pulau Nias dan Pulau Karimun Jawa memiliki potensi pariwisata
Pulau-pulau kecil yang masih tertinggal dan membutuhkan pengembangan, seperti pulau Weh di Aceh dan pulau-pulai di pantai darat Pulau Sumatera seperti Pulau Nias, Siberut dan sebagainya
13
Batasan dan karakteristik pulau kecil, yaitu (Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2001):
Pulau yang luasnya kurang atau sama dengan 10.000 km2 dengan jumlah penduduknya kurang atau sama dengan 200.000 orang
Secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitas pulau induk sehingga bersifat insular
Mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman
Daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut. Dari uraian di atas terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan dalam
membuat batasa suatu pulau kecil yaitu batasan fisik (luas pulau), batasan ekologis (proporsi spesies endemik dan terisolasi) dan keunikan budaya. Selain ketiga kriteria tersebut, dapat pula ditambahkan kriteria tambahan yakni kemandirian penduduknya dalam memenuhi kebutuhan pokok, jika di suatu pulau penduduknya mendatangkan kebutuhan pokoknya berasal dari pulau lain atau pulau induknya, maka pulau tersebut dapat digolongkan pulau kecil.
2.3.1. Karakteristik Pulau Kecil Tentang karakteristik ekosistem pulau-pulau kecil dengan sistematis di gambarkan bahwa dalam suatu wilayah pesisir khususnya di wilayah pulau-pulau kecil terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) pesisir dan sumberdaya pesisir (Dahuri, 1998). Ekosistem pesisir tersebut dapat bersifat alamiah ataupun buatan (man made). Ekosistem alami yang terdapat di pulau-pulau kecil pesisir antara lain adalah: Terumbu karang (coral reefs), hutan mangroves, padang lamun (seagrass beds), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pes-caprea, formasi baringtonia,
14
estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa: kawasan pariwisata, kawasan budidaya (marine culture) dan kawasan pemukiman Pulau kecil (small island) memiliki rasio yang tinggi antara panjang keliling pantai dan luas tanah, areal tanah relatif sempit, daerah tangkapan (catchment area) kecil, proporsi air hujan dan material tanah (soil) yang hilang tererosi ke laut umumnya besar sehingga kapasitas air tawarnya sangat terbatas dan rawan kekeringan, memiliki spesies endemik lebih tinggi dibandingkan daratan luas apalagi kontinental serta secara terus menerus terbuka terhadap aksi gelombang laut pada semua sisi. Pada daerah angin siklon misalnya, pulau terlalu kecil untuk menangkis angin topan dan memodifikasi sirkulasi udara. Sehingga lingkungan pulau bersifat sangat mudah luka (vulnerable) dan kemudahlukaan (vulnerability) pulau kecil secara langsung sangat berkorelasi dengan kecilnya ukuran pulau (Beller, 1990). Oleh Brookfield suatu pulau disebut pulau kecil (small island) bila memiliki luas kurang dari 1.000 m2. Ciri lain dari pulau kecil menurut Brookfield adalah sangat rawan terhadap pengaruh-pengaruh perubahan iklim jangka panjang sebagai konsekuensi. Memperhatikan karakteristik lingkungan pulau kecil, maka pendekatan yang sangat penting untuk dilakukan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan dan tidak mengakibatkan perubahan
yang
radikal
terhadap
ekossitem.
Dalam
konteks
pengembangan pulau kecil, pendekatan berkelanjutan terdisi atas berbagai kegiatan pertanian terkendali, penangkapan di perairan pantai dan laut lepas, budidaya tambak/laut, pariwisata dan sektor jasa (Hein, 1990).
15
2.3.2. Pedoman Pemanfaatan Ruang Pulau Kecil Dalam pemanfaatan ruang pulau kecil harus dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Letak geografis
Kerentanan wilayah (terhadap bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan ekologi)
Ketersediaan sarana dan prasarana, kawasan konservasi dan endemisme flora dan fauna termasuk di dalamnya yan terancam punah
Karakter politik, sosial, budaya dan kelembagaan masyarakat lokal
Tata guna lahan dan zonasi laut. Pengaturan tata guna lahan dan laut harus mempertimbangkan konflik pemanfaatan dan faktorfaktor lain seperti keunikan, kepekaan dan transformasi sumberdaya alamnya. Keterpaduan penggunaan lahan dan laut menjadi salah satu prinsi utama yang harus dipertimbangkan
Skala ekonomi dalam pengembangan kegiatan. Tingkat pengelolaan suatu pulau kecil harus sebanding dengan skala ekonominya agar dapat diperoleh tingkat efisiensi yang optimal
Pelibatan para pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang terdiri dari pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam proses perencanaan pemanfaatan ruang
16
2.3.3. Pedoman Kebijakan tentang Pengelolaan Pulau Kecil dan Wilayah Perairan Sekitarnya 1. Dalam melakukan pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah perairan di sekitarnya harus mempertimbangkan 2. Pemerintah
pusat,
pemerintah
daerah
provinsi
dan
kabupaten/kota harus menjamin bahwa pantai dan perairan pulau-pulau kecil merupakan akses yang terbuka bagi masyarakat 3. Pengelolaan ekosistem pulau-pulau kecil perlu dilakukan secara menyeluruh berdasarkan satu kesatuan gugusan pulau-pulau dan/atau keterkaitan pulau tersebut dengan ekosistem pulau besar. 4. Kegiatan
pengelolaan
pulau-pulau
kecil
yang
berbasis
masyarakat harus memperhatikan adat, norma dan sosial budaya serta kepentingan masyarakat setempat. 5. Pengelolaan pulau-pulau kecil oleh pihak ketiga dengan tujuan observasi, penelitian dan komppilasi data/spesimen untuk keperluan
pengembangan
iptek
wajib
melibatkan
lembaga/instansi terkait setempat dan/pakar di bidangnya. Data, informasi, hasil penelitian dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) menjadi milik pihak-pihak terlibat 6. Pulau-pulau yang terlah ditetapkan sebagai kawasan konservasi yaitu kawasan otorita, kawasan tertentu khususnya tempat latihan militer dan pangkalan militer tidak termasuk di dalam pedoman umum pengelolaan pulau-pulau kecil. 7. Pengelolaan pulau-pulau kecil hanya dapat digunakan untuk kepentingan sebagai konservasi, budidaya laut, kepariwisataan, usaha penangkapan dan industri perikanan secara tradisional, pertanian organik dan peternakan skala rumah tangga, industri teknologi tinggi nonekstraktif, pendidikan dan penelitian,
17
industri manufaktur dan pengolahan sepanjang tidak merusak ekosistem dan daya dukung lingkungan 8. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil yang menimbulkan dampak penting lingkungan tidak diizinkan 9. Kegiatan pengelolaam pulau-pulau kecil yang diarahkan untuk kegiatan kepariwisataan harus memperhatikan persyaratan pengelolaan lingkungan yang ketat 10. Pengelolaan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pihak ketiga harus memberdayakan masyarakat lokal, baik dalam bentuk penyertaan saham ataupun kemitraan lainnya secara aktif dan memberikan keleluasaan aksesibilitas terhadap pulau kecil tersebut.
2.3.4. Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pulau Kecil Kebijakan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dimana Rencana Tata Ruang Propinsi/Kota/Kabupaten akan menjadi pedoman untuk perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang guna mewujudkan keterpaduan, kertertarikan dan keseimbangan pembangunan di daratan,wilayah pesisir dan lautan. Esensi tata ruang menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang adalah rencana tata ruang, pedoman permanfaatan ruang, dan cara pengendalian pemenfaatan ruang (Pasal 13; 15 dan 17 UU Nomor 14/1992). Perencanaan tata ruang pada dasarnya merupakan perumusan penggunaan ruang secara optimal dengan orientasi produksi dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Perencanaan tata ruang wilayah mengarahkan alokasi kegiatan, ketertarikan antar fungsi serta indikasi program dan kegiatan pembangunan.
18
Perumusan
kebijakan
tersebut
di
dalam
pelaksanaan
pembangunan dan pemanfaatan wilayah pulau kecil adalah perlunya perencanaan tata ruang bedasarkan fungsi utama kawasan meliputi:
Kawasan non budidaya (kawasan lindungan/konservasi), misalnya suakan alam, konservasi hutan mangrove, taman nasional, taman wisata alam, dan
Kawasan budidaya, misalnya kawasan industri, kawasan permukiman, kawasan pertanian dan kawasan budidaya perikanan. Tata ruang pulau kecil adalah pengaturan penggunaan tanah
pulau kecil melalui pengelompokan penggunaan lahan ke dalam unitunit dari keseragaman fisik, non fisik, sosial , budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Esensi tata ruang menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang adalah rencana tata ruang, pedoman permanfaatan ruang, dan cara pengendalian pemenfaatan ruang (Pasal 13; 15 dan 17 UU Nomor 14/1992). Perencanaan ruang wilayah Nasional, Propinsi, dan wilayah Kabupaten/Kota tidak hanya meliputi ruang daratan, tetapi juga mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai batas tertentu yang berkaitan dengan wadah kegiatan masyarakat daerah setempat Perencanaan tata ruang wilayah megerahkan dan mengatur alokasi kegiatan, keterkaitan antar fungsi kegiatan serta indikasi program dan kegiatan pembangunan. Penyusupan rencana tata ruang harus selalu dilandasi pemikiran perspekrif menuju keadaan pada masa ke keadaan pada masa depan yang didambakan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dapat dipakai, serta memperhatikan
keragaman
wawasan
kegiatan
tiap
sektor.
Perkembangan mayarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis, begitu pula dengan ilmu pengetahuan dan juga tekhnologi 19
yang berkembang pesat seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu agar rencana tata ruang yang ada akan disusun tetap sesuai dengan tuntutan pembangunan dan masyarakat serta perkembangan keadaan, maka rencana tata ruang dapat ditinjau kembali arau disempurnakan. Dalam perencanaan tata ruang wilayah dilakukan kegiatan penetapan alokasi ruang yang dibangun bedasarkana metoda dan kriteria-kriteria. Kriteria penetapan tata ruang wilayah belum secara tajam digariskan bedasarkan ketentuan hukum, misalnya Peraturan Pemerintahan, Keputusan Mentri dan sebagainya. Sejauh ini belum dapat didefinikasi persyaratan teknis pemanfaatan ruang yang bersifat umum atau dapat dipakai secara nasional yang ditetapkan dalam suatu peraturan, kecuali tentang penetapan Kawasan Lindung yang diatur dalam keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 dari secara parsial tentang penetapan hutan lindung bedasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian Nomor 837/kpts/UM/II/1980. Hardjowigento dan Nasution (1990) menyatakan bahwa pendekatan perencanaan tata ruang melalui perencanaan tata guna lahan dapat dilakukan dengan cara penilaian terhadap lahan dan komponenkomponennya, seperti tanah, air, iklim, dll untuk memenuhi kebutuhan manusia yang selalu berubah menurut waktu dan ruang. Konsep perencanaan tata guna lahan harus mempertimbangkan aspek kebutuhan masyarakat, kemampuan teknis, tenaga kerja serta modal yang dapat menjadi konstribusi bagi masyarakat. Suatu tata guna lahan yang terencana harus dapat diimplementasikan/diterapkan, dapat diterima masyarakat setempat dan dapat meningkatkan taraf hidup atau tingkat pendapatan masyarakat. Fokus lainnya dalam perencanaan tata guna lahan ialah sumber daya lahan itu sendiri. Sumberdaya lahan pada dasarnya tetap, tidak
20
berubah atau berpindah dan pada tempat yang berbeda akan memberikan kesempatan yang berbeda serta penanganan yang berbeda pula. Perencanaan tata guna lahan sering kali mendorong industri teknologi baru yang berimplikasi pada aspek sosial dan lingkungan yang juga harus dinilai dalam perencanaan. Keputusan akan penggunaan lahan tidak selalu bedasarkan pada kesesuaiaan lahan, akan tetapi harus mempertimbangkan permintaan akan produk dan tujuan khusus atas wilaya serta yang mengakomodir kebutuhan nyata masyarakat. Rencana tata ruang wilayah merupakan strategi dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Adapun aspek-aspek pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang mempunyai batasan yang ditegaskan dalam Undang-Undang nomor 24 Tahun 1992 tentang Perencanaan Ruang.
2.4. Zonasi Biosphere Reserves Biosphere reserves bertujuan untuk mencapai pengelolaan terpadu tanah, perairan tawar dan laut, dan sumber daya alam dengan menempatkan skema perencanaan bioregional berdasarkan konservasi terpadu dalam pembangunan
melalui
zonasi
yang
tepat.
Ketika
negara-negara
mempertahankan fleksibilitas pada level nasional yang berhubungan dengan definisi dari zona, zonasi perlu untuk memastikan bahwa biosphere reserve secara efektif bergabung dengan konservasi, pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan dan generasi pengetahuan melalui zonasi terintegrasi dan pengelolaan yang bersifat kolaboratif.
21
Zonasi Biosphere Reserves dikeluarkan oleh UNESCO yang kemudian meliputi :
Core area adalah area yang aman untuk melestarikan keanekaragaman hayati, memantau ekosistem yang terganggu, dan melakukan penelitian yang bersifat tidak merusak dan penggunaan lain yang memiliki dampak rendah (contoh : edukasi). Selain fungsi konservasi, core area juga berkontribusi untuk berbagai pelayanan ekosistem lainnya, dalam hal mengenai fungsi pengembangan. core area dapat dihitung dalam hal ekonomi (contoh: penyerapan karbon, stabilisasi tanah, suplai air bersih dan udara bersih, dll) . kesempatan kerja juga dapat melengkapi tujuan konservasi ( contoh: pendidikan lingkungan, penelitian, rehabilitasi lingkungan, tindakan konservasi, rekreasi dan eco-tourism).
Buffer zone merupakan zona yang biasanya mengelilingi area inti (Core area), dan digunakan untuk aktivitas yang cocok dengan praktik yang bersifat ekologis, termasuk pendidikan lingkungan, rekreasi, ecotourism,
penelitian
dasar
dan
penelitian
yang
telah
diterapkan.selain fungsi yang berkaitan dengan area inti (Core area), zona ini juga memiliki intrinsik sendiri, fungsi ‘berdiri sendiri’ untuk mengelola antropogenik, biologis, dan keragaman budaya. Zona ini juga memiliki fungsi konektivitas penting dalam konteks spasial yang lebih
besar
karena
zona
ini
menghubungkan
komponen
keanekaragaman hayati dalam area inti dengan area transisi.
Transition area merupakan wilayah dengan fungsi pusat dalam pembangunan berkelanjutan yang mungkin mengandung berbagai kegiatan pertanian,pemukiman, dan pemanfaatan lainnya dan di mana warga lokal, agensi manajemen, ilmuwan, lembaga non-pemerintahan, kelompok budaya, kepentingan ekonomi dan pemangku kepentingan lainnya bekerja bersama untuk mengelola dan mengembangkan sumber daya pada wilayah ini secara berkelanjutan.
22
Gambar 2.1. Zonasi Biosphere Reserves Sumber: UNESCO
2.5. Ekowisata 2.5.1. Pengertian Ekowisata Pengertian ekowisata menurut peraturan menteri dalam negeri No.33 tahun 2009 adalah kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab pemahaman,dan
dengan
memperhatikan
dukungan
terhadap
unsur
pendidikan,
usaha-usaha
konservasi
sumberdaya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Sementara pengembangan ekowisata adalah kegiatan perencanaan, pemamfaatan, dan pengendalian ekowisata. Sedang ekowisata secara konseptual diartikan sebagai konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan mendukung upaya-upaya
pelestarian
lingkungan
(alam
dan
budaya)
dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Pengertian
ekowisata
dalam
konteks
pengelolaan
yaitu
penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggungjawab di tempat-
23
tempat alami, yang secara ekonomi berkelanjutan dan memberikan mamfaat langsung kepada masyarakat setempat dari generasi serta mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya). Pengertian lain dari Ekowisata menurut Seba (2012) adalah pilihan yang diperlukan saat ini dan merupakan bentuk terbaik dari pariwisata berkelanjutan, ekowisata memberikan lebih fokus pada pembangunan ekonomi destinasi pariwisata dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. 2.5.2. Element Penting Ekowisata Dalam ekowisata terdiri dari lima elemen penting yaitu: -
Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan yang dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman akan pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatankegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.
-
Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.
-
Mengikutsertakan
masyarakat
dalam
pengelolaan
dan
pelaksanaannya. -
Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk itu, kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan).
-
Dapat terus bertahan dan berkelanjutan.
24
2.5.3. Prinsip Ekowisata Lima Prinsip Dasar Pengembangan Ekowisata di Indonesia: -
Pelestarian Prinsip kelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata
yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya setempat. Salah satu cara menerapkan prinsip ini adalah dengan cara menggunakan sumber daya lokal yang hemat energi dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat, tapi wisatawan juga harus menghormati dan turut serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerah yang dikunjunginya. Lebih baik lagi apabila pendapatan dari ekowisata dapat digunakan untuk kegiatan pelestarian di tingkat lokal. Misalnya dengan cara sekian persen dari keuntungan dikontribusikan untuk membeli tempat sampah dan membayar orang yang akan mengelola sampah. -
Pendidikan Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan
unsur pendidikan. Ini bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan hewan yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk obat atau dalam kehidupan seharihari, atau kepercayaan dan adat istiadat masyarakat lokal. Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam maupun budaya. Kegiatan ini dapat didukung oleh alat bantu seperti brosur, buklet atau papan informasi. -
Pariwisata Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan
dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi. Ekowisata juga harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk
25
dan, jasa pariwisata yang ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan diterima oleh pasar. -
Ekonomi Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat
terlebih lagi apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal seperti transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan harus memberikan pendapatan dan keuntungan (pro t) sehingga dapat terus berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan hal itu, yang penting untuk dilakukan adalah memberikan pelayanan dan produk wisata terbaik dan berkualitas. Untuk dapat memberikan pelayanan dan produk wisata yang berkualitas, akan lebih baik apabila pendapatan dari pariwisata tidak hanya digunakan untuk kegiatan pelestarian
di
tingkat
lokal
tetapi
juga
membantu
pengembangan pengetahuan masyarakat setempat, misalnya dengan pengembangan kemampuan melalui pelatihan demi meningkatkan jenis usaha/ atraksi yang disajikan di tingkat desa. -
Partisipasi masyarakat setempat Partisipasi masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu
memberikan manfaat langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka alam/ budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah hubungan timbal balik antara atraksi wisatapengelolaan manfaat yang diperoleh dari ekowisata dan partisipasi. Partisipasi masyarakat penting bagi suksesnya ekowisata di suatu daerah tujuan wisata. Partisipasi dalam kegiatan pariwisata akan memberikan manfaat langsung bagi kita, baik untuk pelestarian alam dan ekonomi. Bila kita yang menjaga alam tetap lestari dan bersih, maka kita sendiri yang akan menikmati kelestarian alam tersebut, bila kita berperan dalam kegiatan pariwisata, maka kita juga yang akan mendapatkan manfaatnya secara ekonomi.
26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam melakukan penelitian haruslah menentukan batasan lokasi dan waktu penelitian agar dapat berjalan dengan baik. Berikut adalah lokasi dan waktu penelitian yang direncanakan. 3.1.1. Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah Pulau Karimunjawa yang terletak di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Diantara pulau – pulau yang ada di Kepulauan Karimunjawa, Pulau Karimunjawa merupakan pulau utama yang memiliki hutan lindung dengan luas sebesar 2.858 Ha atau 61,97% dari luas total Pulau Karimunjawa. Sehingga luas daerah yang akan dilakukan penataan merupakan sisa dari kawasan hutan lindung yakni sebesar 1.766 Ha. Di Pulau Karimunjawa terdapat dermaga utama yang mengangkut wisatawan dari berbagai daerah yang datang setiap harinya. Sehingga pada
U
pulau tersebut harus tetap menjaga antara unsur pariwisata dan konservasi. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan Penataan di Pulau Karimunjawa
Gambar 3.1. Lokasi Penelitian Sumber : Bappeda Kab. Jepara
dengan menggunakan konsep ekowisata.
27
3.1.2.
Waktu Penelitian Rencana penelitian dinilai sangat perlu dan membantu peneliti dalam
memperkirakan waktu penyusunan laporan. Dalam membuat rencana ini telah disesuaikan dengan satuan pembelajaran. Rencana penelitian dapat dilihat pada table di bawah ini. Tabel 3.1. Rencana Penelitian No.
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kuliah Penjelasan Kolokium Membuat Alternatif Topik Penetapan Topik Survey Awal Membuat BAB I Asistensi BAB I Revisi BAB I & Membuat BAB II Membuat BAB III Asistensi BAB II dan BAB III Revisi BAB II dan BAB III Membuat BAB IV Asistensi semua BAB SIDANG UTS Survey Primer Survey Sekunder Melengkapi BAB III & IV Asistensi BAB III & IV Revisi BAB III & IV Asistensi Laporan Secara Keselurahan SIDANG UAS
19 20
Agustus 4 5
Bulan/Minggu Ke September Oktober 1 2 3 4 1 2 3 4
November 1 2 3 4
(2016) Desember 1 2 3 4
Sumber : Hasil Olahan Penulis
3.2.Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan studi, diperlukan data-data yang harus dikumpulkan secara tepat dan lengkap sesuai dengan kebutuhan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan jenis data sebagai berikut :
28
3.2.1. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap obek studi. Data yang diperoleh dapat berupa kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan beberpa metode, yaitu : -
Survey Lapangan Survey lapangan dilakukan dengan mengamati objek studi secara
langsung. Dalam hal ini peneliti melihat langsung kondisi yang ada di Pulau Karimunjawa, sehingga dengan mudah mampu memahami kondisi eksisting objek studi serta dapat melihat potensi dan masalah yang ada di Pulau Karimunjawa. -
Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperdalam data yang sudah
didapatkan terlebih dahulu. Dalam metode ini, wawancara dilakukan dengan pihak – pihak terkait dalam hal ini pemerintah, masyarakat, dan wisatawan yang ada di Pulau Karimunjawa. -
Dokumentasi Dokumentasi dilakukan sebagai penunjang dari metode survey
lapangan dan wawancara. Data – data yang dikumpulkan dari metode dokumentasi berupa foto dan video yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi eksisting dari objek studi secara visual. -
Kuesioner Kuesioner yaitu jenis pengumpulan data yang dimuat dalam bentuk
format daftar pertanyaan yang ditampilkan dalam bentuk table dan diisi oleh responden. Kuesioner merupakan alat analisis yang dapat membantu peneliti untuk mengetahui presepsi dan preferensi masyarakat mengenai fasilitas dan objek wisata.
29
3.2.2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung. Data tersebut bisa didapatkan dari berbagai sumber yang ada yakni dari Bappeda Kab. Jepara, Dinas Pariwisata Kab. Jepara, Kementrian Kehutanan, Kecamatan Karimunjawa, dan melalui internet.
3.3. Teknik Pengolahan Data Dalam teknik pengolahan data dibagi menjadi dua bagian yakni menjelaskan mengenai metode dan alat analisis. 3.3.1. Metode Analisis A. Analisis Kebijakan William N. Dunn (2000) mengemukan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu social terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argument untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah – masalah kebijakan. Dalam penelitian ini analisis kebijakan digunakan sebagai arahan kebijakan dan batasan perencanaan dalam proses penataan agar sesuai dengan Visi dan Misi, serta RPJMD dari Pemerintah Kabupaten Jepara. B. Analisis Biosphere Reserves Analisis Biosphere Reserves digunakan untuk mengetahui daerah yang dapat dikembangkan untuk menjadi kawasan wisata tanpa merusak ekosistem yang sudah ada. Biosphere Reserves sendiri bertujuan untuk mencapai pengelolaan terpadu antara tanah, perairan tawar dan laut, serta sumber daya alam dengan menempatkan skema perencanaan bioregional dengan konservasi terpadu dalam pembangunan zonasi yang tepat. Data yang akan digunakan yakni dengan melihat peta zonasi dari Kawasan Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa. 30
C. Analisis Lokasi dan Tapak Analisis lokasi menitikberatkan pada tiga unsur yakni jarak, kaitan (Interaction), dan gerakan (movement). Dalam penelitian ini analisis lokasi dimaksudkan untuk mengetahui struktur keruangan kawasan yang terdapat di kawasan Pulua Karimunjawa. Pada analisis lokasi dan tapak digunakan untuk mendapatkan potensi dan masalah serta strategi yang tepat dalam melakukan penataan Pulau Karimunjawa. Analisa tapak dilakukan setelah melihat potensi dan masalah dari lokasi lahan, analisa ini berhubungan dengan potensi perkembangan pasar dan kondisi eksisting tapak. Aspek yang ditinjau di dalam analisis ini dari aspek fisik (tanah), legalitas, dan lingkungan di Pulau Karimunjawa. D. Analisis Daya Dukung Lingkungan Analisa daya dukung lingkungan merupakan analisa yang memperhatikan potensi dan masalah dari suatu lingkungan. Dengan mengetahui potensi serta masalah dari lingkungan objek study, kemudian dapat diketahui layak atau tidaknya suatu lahan dijadikan kawasan wisata dengan penggunaan lahan yang tepat. E. Analisis Sosial Ekonomi Analisis sosial ekonomi digunakan untuk melihat kondisi social dari masyrakat yang tinggal pada suatu daerah. Selain itu, digunakan pula untuk mengetahui bentuk partisipatif masyarakat dalam suatu lingkungan dan melihat komunitas yang berperan dalam pembangunan daerah. F. Analisis Best Practice Analisis ini membutuhkan studi kasus berupa kawasan wisata yang telah di kelola dengan baik yang karakteristiknya mirip dengan objek studi, sehingga dapat di jadikan acuan dalam penataan kawasan yang di rencanakan.
31
G. Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Fasilitas Analisis kebutuhan dan ketersediaan fasilitas merupakan analisa suatu objek studi berdasarkan ketersediaan fasilitas di daerah tersebut sehingga akan diketahui kebutuhan fasilitas yang dibutuhkan dari daerah tersebut untuk pembangunan yang lebih baik. H. Analisis Persepsi-Preferensi Pengunjung Analisis persepsi-preferensi pengunjung merupakan analisa berdasarkan
persepsi-preferensi
wisatawan
yang
bertujuan
untuk
mengetahui sejauh mana kesenjangan yang terjadi antara tingkat kemendesakan dan tingkat kepentingan yang dinginkankan dengan persepsi pengunjung terhadap kualitas faslitas wisata dan atraksi wisata di Pulau Karimunjawa. I.
Analisis Kebutuhan Ruang Analisis kebutuhan ruang bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar luas lahan yang dibutuhkan oleh kelompok - kelompok aktivitas yang direncanakan agar dapat berfungsi dan berjalan dengan baik sehingga tercipta keberlangsungan aktivitas di kawasan perancangan. Analisis kebutuhan ruang ini di lakukan mengetahui luasan yang di butuhkan dalam mengakomodasi kegiatan – kegiatan atau aktivitas yang terdapat di kawasan wisata Pulau Karimunjawa.
3.3.2. Alat analisis Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah, sebagai berikut : A. Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis yang dilakukan untuk memperoleh suatu gambaran tentang apakah data fasilitas pendukung dan data-data lainnya yang dikumpulkan dari obyek studi sudah mencukupi
32
untuk digunakan sebagai alat analisis dalam penilaian ini. Data-data ini diperoleh dari hasil survey, dan lain-lain. B. SWOT Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu organisasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis internal meliputi peniaian terhadap faktor kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness). Sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (Opportunity) dan tantangan (Threath). Analisis SWOT digunakan untuk menentukan strategi penataan fisik Kepulauan Karimunjawa.
Gambar 3.2. Skema Analisis SWOT
Analisis internal terdiri dari: 1. Kuadran I (positif, positif) Pada posisi ini fasilitas pendukung dalam keadaan kuat untuk melakukan ekspansi serta memperbesar pertumbuhannya 2. Kuadran II (positif, negatif)
33
Pada posisi ini fasilitas pendukung kawasan pariwisata dalam keadaan kuat namun mengalami ancaman. Ancamanancaman tersebut dapat berupa
lokasinya
yang
terlalu
jauh dengan obyek wisata, kurangnya prasarana pendukung, dan lain-lain 3. Kuadran III (negatif, positif) Pada posisi ini fasilitas pendukung dalam keadaan leah, tetapi masih
mempunyai peluang. Pada posisi ini strategi
fasilitas pedukung harus diubah. 4. Kuadran IV (negatif, negatif) Pada posisi ini keadaan fasilitas pendukung dalam keadaan lemah, sehingga dibutuhkan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal, dan memperbaiki kinerjanya.
C. Crosstab Merupakan salah satu bagian dari SPSS. Alat ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain, mengenai preferensi pengunjung terhadap fasilitas pendukung kawasan wisata.
D. IPA (Importance Performance Analysis) Dalam menganalisis data penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif-kuantitatif. Untuk menjawab perumusan masalah mengenai tingkat pelayanan dan kebutuhan pengembangan sarana dan prasarana, maka dianalisis dengan menggunakan Importance Performance yang merupakan suatu teknik penerapan untuk mengukur atribut dari tingkat kepentingan dan kondisi saat ini.
34
Analisis Importance-Performance merupakan suatu cara untuk memetakan setiap atribut berdasarkan skor rata-rata antara tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja. Untuk menempatkan tiap atribut maka diperlukan suatu diagram kartesius yang terbagi menjadi empat bagian (BASRI, n.d.). Sumbu mendatar (X) di isi skor kondisi yang ada dilapangan (performance), sedangkan sumbu tegak (Y) di isi oleh skor tingkat kepentingan (kinerja). Analisis tingkat kepentingan dan kondisi ini diukur dengan menggunakan skala likert 4 tingkat. Skala likert digunakan untuk mengukur pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Rentang skala ini dapat dilihat pada tabel dibawah. Tabel 3.2. Nilai Menurut Tingkat Kepentingan dan Kondisi Skor
Tingkat Kepentingan
Kondisi
1
Sangat Tidak Penting
Sangat Tidak Baik
2
Tidak Penting
Tidak Baik
3
Penting
Baik
4
Sangat Penting
Sangat Baik Sumber : (BASRI, n.d.)
Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi 4 (empat) bagian kedalam diagram kartesius sebagai berikut :
35
Gambar 3.3. Diagram Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja Sumber : (BASRI, n.d.) Keterangan :
X = Rata-rata bobot penilaian responden terhadap kondisi yang ada di lapangan.
X = Rata-rata dari rata-rata bobot penilaian responden terhadap kondisi yang ada dilapangan
Y = Rata-rata bobot penilaian responden terhadap tingkat kepentingan.
Y = Rata-rata dari rata-rata bobot penilaian responden terhadap tingkat kepentingan.
Kuadran I Menunjukan kinerja yang telah berhasil dilaksanakan pemerintah dalam pengembangan sarana dan prasarana, maka wajib dipertahankan.Faktor atau atribut ini dianggap sangat penting dan sangat memuaskan.
36
Kuadran II Menunjukkan kinerja yang mempengaruhi masyarakat atau
wisatawan
kurang
penting,
akan
tetapi
dalam
pelaksanaannya berlebihan, dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan. Kuadran III Menunjukkan kinerja yang dianggap masyarakat atau wisatawan kurang penting dan tidak memuaskan. Kuadran IV Menunjukkan kinerja yang dianggap mempengaruhi kepuasan masyarakat atau wisatawan yang dianggap sangat penting, namun kondisinya belum sesuai ekspektasi masyarakat atau wisatawan sehingga mengecewakan atau tidak puas.
E. Kuesioner Kuesioner meupakan salah satu alat yang digunakan dalam melakukan penelitian yang digunakan untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh wisatawan secara lebih luas dan mudah. Untuk melakukan penyebaran kuesioner terlebih dahulu harus disiapkan desain dari pertanyaan. Berikut adalah desain dari kuesioner :
37
Tabel 3.3. Desain Kuesioner No
Komponen
Tujuan
Item Pertanyaan Jenis Kelamin
Mengetahui karakteristik 1
Profil Responden
wisatawan yang mengunjungi Kepulauan Karimunjawa
Usia Asal / Kewarganegaraan Pekerjaan Moda Transportasi Lama Perjalanan
Untuk dapat menentukan skala 2
Skala Pelayanan
layanan dari Kepulauan Karimunjawa serta melihat daya tarik wisata
Maksud/Tujuan Kunjungan Daya Tarik Frekuensi dan Waktu Kunjungan Teman Berkunjung Atraksi Wisata
3
4
Mengetahui pendapat wisatawan
Kondisi Destinasi Wisata
Pendapat
terhadap kondisi destinasi wisata
Kondisi Fasilitas
Wisatawan
& keberadaan fasilitas pendukung Kemudahan penggunaan pariwisata.
sarana
Mengetahui tingkat kepentingan
Tingkat Kepentingan &
Persepsi
dan kondisi dari kunci utama
Kondisi aspek pendukung
Wisatawan
keberhasilan pariwisata
pariwisata Kepulauan
Kepulauan Karimunjawa
Karimunjawa Sumber : Olahan Penulis
Populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan Kepuluan Karimunjawa yang pada tahun 2015 berjumlah 92.115 jiwa dengan pembagian 8.536 wisatawan nusantara dan 7.579 merupakan wisatawan mancanegara. Sehingga dapat dilakukan perhitungan untuk sampel dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Slovin (Ir. Syofian Siregar. 2013) 38
𝑛=
𝑁 1 + 𝑁 . 𝑒2
Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi (Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Karimunjawa tahun 2015) e = Presentase tingkat kesalahan dalam pengambilan sampel (10% = 0,1)
Jumlah sampel yang diambil adalah : 𝑛=
92115 1 + 92115 𝑥 0,12
𝑛 = 99,99 = 100 (dibulatkan keatas) Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui jumlah sampel wisatawan sebanyak 100 sampel. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan metode teknik Insidential sampling, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila orang tersebut dipandang cocok sebagai sumber data.
F. Programming Programming merupakan salah satu alat analisis yang digunakan untuk menghitung serta mengetahui luasan dari setiap penggunaan lahan yang berada di atas tapak kita. Hal ini digunakan dalam membuat rencana zonasi di Pulau Karimunjawa. Dengan programming juga membantu dalam penghitungan luasan zonasi di Pulau Karimunjawa.
39