BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang memiliki Jumlah Penduduk 237,6 juta Jiwa dan menempati posisi urutan ke empat Di dunia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Cina,India dan juga Amerika.Indonesia sebagai negara yang besar dan berkembang suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kemiskinan masih mewarnai dan menyerang pembangunan di Negara ini.Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai Negara yang besar bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan Masalah kemiskinan seakan tak pernah habis sehingga di negara ini rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar selain persoalan kemiskinan. karena kemiskinan yang dihadapi memang sangatlah kompleks serta bersifat multidimensional, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya.Kemiskinan merupakan keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. serta ditandai rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan.Hal ini diakibatkan oleh ketidak mampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya selain itu juga tidak terlepas dari sosok pemimpin. Meskipun demikian berdasarkan Perkembangan angka kemiskinan baik jumlah maupun persentasenya penduduk miskin Indonesia sejak tahun 1976 sampai dengan tahun 2011 telah menunjukan penurunan yang cukup siginifikan. Pada tahun 1976, ada 40% atau sekitar 54 Juta penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 1996 atau selama 2 dekade jumlah penduduk miskin berkurang menjadi 22,5 juta jiwa (13,7%).
Universitas Sumatera Utara
Namun Pada tahun 1998 setelah krisis ekonomi penduduk miskin meningkat menjadi 49,5 juta jiwa (hampir 25%) pada tahun 1998. Penghitungan BPS secara nasional persentase penduduk
miskin yang masih dibawah garis kemiskinan pada bulan Maret 2011 adalah 30,02
juta jiwa (12,49%) jika dibandingkan dengan bulan Maret 2010 yaitu 31,02 juta jiwa (13,33%) maka telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin secara sangat signifikan yaitu sekitar 1 juta jiwa atau telah terjadi penurunan angka kemiskinan sekitar 0,84.Dan pada 2013 ini BPS menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia ialah sebanyak 28,07 juta jiwa turun 52 ribu dibandingkan
September
2012
yang
tercatat
sebanyak
28,59
juta
jiwa.
(http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/1374.pdf.di akses pada tanggal 02 November 2013 Pada Pukul 16.30). Upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan
Bantuan Desa
(Bandes).Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 mana hal ini ditandai dengan munculnya program-program penanggulangan kemiskinan, diantaranya kegiatan-kegiatan seperti Pemetaan Kantong Kemiskinan, Inpres Desa Tertinggal. Namun demikian program penanggulangan kemiskinan yang dibuat pemerintah tersebut belum bisa memecahkan masalah krusial dari kemiskinan. Menurut
Ritonga
(http://www.duniaesai.com/direktori/esai/37-ekonomi/114-mengapa
kemiskinan-di-indonesia-menjadi-masalah-berkelanjutan.html di akses pada tanggal 6/11/2013) pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama : program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Programprogram bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, programprogram bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Alangkah
Universitas Sumatera Utara
lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Faktor Kedua : yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal. Berdasarkan penjelasan Ritonga di atas bahwa penyebab kegagalan program-program penanggulangan kemiskinan selama ini disebabkan penanggulang yang tidak bersifat pemberdayaan, dan kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri. Pengikut sertaan masyarakat dalam pembangunan merupakan salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasikan berbagai kebutuhan yang beragam. Dengan kata lain upaya peningkatan partisipasi masyarakat pembangunan dapat membawa keuntungan substansi, dimana pelaksanaan pembangunan akan lebih efektif dan efesien, disamping akan memberi sebuah rasa kepuasan dan dukungan masyarakat yang kuat terhadap program-program pemerintah. Dari kondisi ini, pendekatan partisipasif merupakan konsep yang harus dikembangkan dan menetapkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan. Pendekatan tersebut lebih bersifat memberdayakan masyarakat atau dapat disebut dengan model partisipasi masyarakat. Dasar proses partisipasi masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka menjadi lebih baik. Proses menggunakan dan mengakses sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Salah satu Program Pengentasan Kemiskinan oleh Pemerintah Dan program yang kini menjadi anak emas dalam menanggulangi kemiskinan adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan atau yang disingkat menjadi PNPM-Mandiri Perkotaan. PNPMMandiri dilaksanakan sejak tahun 2007 yang diharapkan dapat berlangsung secara berkesinambungan.Program ini diadopsi dari Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) pada tahun 2007 dimana sebelumnya P2KP sendiri sudah berjalan sejak tahun 1999.
Universitas Sumatera Utara
Alasan utama pemerintah mengadopsi program P2KP menjadi PNPM-Mandiri Perkotaan adalah karena tingginya angka kemiskinan di wilayah perkotaan. Selain itu, keberhasilan P2KP dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat menjadi alasan terkuat. PNPM-Mandiri Perkotaan diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran Millennium Development Goals (MDGs) sehingga tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50 persen di tahun 2015. PNPM Mandiri Perkotaan yang di mulai dari tahun 2007.Sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Penanggulangan Kemiskinan melalui PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan melalui 3 konsep yang di kenal dengan Tridaya yaitu sosial,ekonomi dan infrastruktur dan upaya penanggulangan kemiskinan melalui hal-hal berikut: (a)Penyediaan dana pinjaman untuk pengembangan kegiatan usaha produktif dan pembukaan lapangan kerja baru.(b)Penyediaan dana hibah untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menunjang pengembangan sumber daya manusia.(c)Peningkatan kemampuan perorangan dalam keluarga miskin melalui upaya bersama berlandaskan kemitraan yang mampu menumbuhkan usaha -usaha.(d)Penyiapan pengembangan dan kemampuan kelembagaan masyarakat di tingkat kelurahan untuk dapat mengkoordinasikan
dan
memberdayakan
masyarakat
dalam
melaksanakan
program
pembangunan(e)Pencegahan menurunnya kualitas lingkungan melalui upaya perbaikan prasarana dan sarana dasar lingkungan. (http://journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/view/651/515jurnal++pengentasan+kemiskinan+m elalui+program+kemiskinan+p2kp.Diakses Pada Tanggal 29 November 2013 Pukul 11.46 WIB). Penerapan PNPM Mandiri Perkotaan lebih memandang kepada pembangunan manusia, proses pemberdayaan, pemampuan dan penguatan masyarakat miskin untuk mengatasi masalah mereka sendiri dan tidak meletakan mereka ke posisi-posisi ketergantungan. Proses yang membutuhkan kemauan baik (political will), baik dari pemerintah (sebagai unsur pendukung) maupun dari komponen masyarakat. Selain itu dengan diikut sertakannya masyarakat dalam pembuatan program pembangunan,maka masyarakat lebih merasa dilibatkan dalam program pemerintah,sehingga timbul rasa tanggung jawab serta kecintaan,kebersamaan,dan rasa memiliki
Universitas Sumatera Utara
masyarakat terhadap lingkungannya. dan Melalui program ini keluarga miskin ditumbuhkan minat dan gairahnya untuk berwirausaha dan dibantu untuk mengembangkannya, sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan sosial ekonominya sesuai dengan tahapan keluarga sejahtera agar dapat lepas dari keterbelakangan sosial, ekonomi dan budaya. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam program ini dituntut mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan dan keberlanjutan program PNPM Mandiri Perkotaan. Apabila masyarakat berpartisipasi aktif, maka diharapkan pada kegiatan selanjutnya dapat berkembang atas kemauan dan kemampuan mereka sendiri. Dua prinsip inilah yang menjadi inti dari konsep pemberdayaan PNPM Mandiri Perkotaan, yaitu partisipatif dan kemandirian. Melalui kadar partisipasi dan peran aktif masyarakat yang tinggi, penguatan masyarakat sasasaran program dapat terwujud. partisipasi masyarakat terhadap PNPM Mandiri Perkotaan menurut Soemkamto kadar partisipasi masyarakat dapat diukur melalui 3 dimensi,dari : (1) dimensi pemberdayaan masyarakat miskin (2) dimensi terwujudnya kemandirian masyarakat miskin, dan (3) dimensi perekonomian rakyat.Dimensi pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan terutama dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonominya.Dimensi kemandirian masyarakat dapat dicapai melalui asas gotong royong, keswadayaan dan partisipasi.Sedangkan dimensi perekonomian rakyat dapat ditandai oleh tersedianya dana untuk modal
usaha
guna
dikembangkan
oleh
masyarakat
miskin
itu
sendiri.(https://www.google.com/#q=jurnal+partisipasi+masyarakat+dalam+P2KP,Di akses Pada 11 November 2013 Pukul 19.45 WIB). Pembiayaan Program PNPM Mandiri Perkotaan berasal dari alokasi APBN, dan dana hibah lembaga/negara pemberi bantuan serta pinjaman dari Bank Dunia. PNPM
Mandiri
menyediakan dana bantuan sekitar Rp.500 juta perkelurahan dan tergantung dari jumlah penduduk. PNPM Mandiri Perkotaan memusatkan kegiatannya pada masyarakat perkotaan yang paling miskin atau pinggiran. Kemudian bersama-sama terlibat dalam proses perencanaan partisipatif dan pengambilan keputusan untuk mengalokasi sumber dana tersebut. Hal ini dilakukan atas dasar kebutuhan pembangunan dan prioritas yang ditentukan bersama dalam sejumlah forum musyawarah.
Universitas Sumatera Utara
Sejak pelaksanaan P2KP pada tahun 2007 saat ini telah terbentuk sekitar 6.405 BKM yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kota/kabupaten yang tersebar di Indonesia, telah memunculkan lebih dari 291.000 relawan-relawan dari masyarakat setempat, serta telah mencakup 18,9 Juta orang pemanfaat (penduduk miskin), melalui 243.838 KSM.Pada tahun 2008 keberlanjutan pelaksanaan P2KP diperluas menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan(PNPM Mandiri Perkotaan) dengan mrengalokasikan tambahan dana yang cukup signifikan telah mencakup 8.813 Kelurahan di 955 kecamatan tersebar pada 245 kota/kabupaten.Provinsi Sumatera Barat
menjadi salah satu sasaran PNPM Mandiri
Perkotan sejak tahun 2007 yang tersebar di 12 kabupaten/kota yaitu : 26 kecamatan dan di 107 desa atau kelurahan/nagari. Kota Padang Panjang merupakan sebuah kota Kecil di Provinsi Sumatera Barat dengan luas wilayah 23Km2 (0,05% dari luas wilayah Sumatera Barat)
memiliki Jumlah penduduk
50,197 juta jiwa (BPS tahun 2007) berdasarkan data Informasi kemiskinan Pada 2011 Pendataan oleh BPS Di Kota Padang Panjang menyatakan jumlahnya 2.600 rumah tangga miskin (RTM) atau sekitar 63%.Kota Padang Panjang hanya terdiri dari 2 kecamatan yaitu Kecamatan Padang Panjang Barat dan Kecamatan Padang Panjang Timur masing-masing kecamatan memilki 8 Kelurahan dengan luas wilayah yang sangat kecil inilah menyebabkan Kota ini memiliki potensi terbatas sehingga memilki lapangan kerja yang terbatas juga.hal ini merupakan salah satu karekteristik yang rentan menyebabkan Kemiskinan di Kota Padang Panjang. Kelurahan Koto Panjang yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur merupakan salah satu kelurahan yang menjadi lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan dari 8 Kelurahan yang ada di Kecamatan Padang Panjang Timur.dengan jumlah penduduknya 20.575 juta jiwa terdiri atas 4.181 KK(Bappeda Kota Padang Panjang,tahun 2012).Kelurahan ini mempunyai tingkat kemiskinan cukup tinggi dengan kondisi Ekonomi yang ada
masyarakatnya masih
banyak pengangguran tidak memilki pekerjaan tetap,disetai tingkat pendapatan dalam sebulan kurang dari Rp.600.000 yang dinilai rendah dan sumber mata pencarian penduduk yang banyak dominasi oleh petani,buruh dan Pedagang.Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Koto Panjang telah memasuki tahap ke 3 dan di laksanakan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat(BKM) yang bernama BKM Sejahterah yang didirikan sesuai dengan rembug warga pada tanggal 26 september 2006 yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam
Universitas Sumatera Utara
mensukseskan program pengentasan kemiskinan PNPM Mandiri Perkotaan.BKM Sejahterah semenjak berdiri telah berkomitmen untuk membangun kehidupan masyarakat yang sejahterah dan mandiri dalam mengatasi kemiskinan di lingkungan kelurahan koto panjang dan menumbuhkan solidaritas sosial ekonomi serta mengorganisasikan warga secara partisipatif untuk merumuskan partisipasi sesama warga di lingkungan kelurahan menjadi forum musyawarah untuk upaya pembangunan masyrakat. Sebagai salah satu Kelurahan yang menjadi sasaran Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di harapkan mampu untuk menanggulangi masalah kemiskinan secara mandiri dan memberdayakan kelompok miskin karena melalui PNPM Mandiri Perkotaan potensi yang dimiliki kelompok miskin ditingkatkan, diaktualisasikan dengan cara dilakukan pendampingan, bimbingan dan pembentukan jaringan kerja.(http://jurnalberita.com/tag/programpengentasan-kemiskinan/,diakses pada 18 November 2013 pukul 14.20 WIB). Menyadari kondisi tersebut untuk membangun masyarakat dan menanggulangi kemiskinan itu memerlukan upaya yang sungguh-sunnguh,sistematis,dan teroganisir,dan diperlukan peran aktif dari semua komponen masyarakat dalam Pengentasan Kemiskinan khususnya dalam PNPM Mandiri Perkotaan maka Penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul “Partisipasi Masyarakat Dalam Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan(PNPM Mandiri Perkotaan) di Kelurahan Koto Panjang Kecamatan Padang Panjang Timur,Kota Padang”. 1.2.Rumusan Masalah Perumusan
masalah
sangat
penting
agar
diketahui
arah
jalannya
suatu
penelitian.Berdasarkan uraian latar belakang di atas,maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana
Pengaruh
Partisipasi
Masyarakat
dalam
Implementasi
Program
Pemberdaayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan)” di Kelurahan Koto Panjang,Kecamatan Padang Panjang Timur,Kota Padang- Panjang. 2. Hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam Implementasi Program PNPM Mandiri Perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
1.3.Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi Program PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Koto Panjang. 2. Untuk mengetahui Implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Koto Panjang.
1.4.Manfaat Penelitian Disamping tujuan yang hendak dicapai diatas, maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis peroleh selama perkuliahan di Departemem Ilmu Administrasi Negara. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran dalam menjalankan berbagai Program Penanggulangan Kemiskinan. 3. Bagi Departemen Administrasi Negara FISIP USU, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melengkapi ragam penelitian yangf telah dilakukan oleh para mahasiswa. Serta menjadi bahan masukan bagi fakultas dan menjadi salah satu referensi tambahan bagi mahasiswa/mahasiswi di masa yang akan datang. 1.5.Kerangka Teori 1.5.1. Partisipasi 1.5.1.1.Pengertian Partisipasi Kata
partisipasi
sering
dikaitkan
dengan
kegiatan-kegiatan
yang
bernuansa
pembangunan, pengambilan keputusan, kebijakan, pelayanan pemerintah. Sehingga partisipasi itu memiliki arti yang penting dalam kegiatan pembangunan, dimana pembangunan itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan masyarakat. Dan Partisipasi adalah salah satu elemen pemberdayaan masyarakat yang menjadi pendukung utama bagi keberhasilan dan keberlanjutan sebuah program pembangunan. Partisipasi juga membuka peluang bagi terjadinya perubahan-perubahan yang mendasar pada masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
pelaku serta aparat pemerintahan bisa terlibat, saling belajar, berbagi pengalaman dan menggabungkan kekuatan serta kemampuan yang dimiliki untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik didaerah mereka. Kemudian Oakley (1991:10) mengartikan partisipasi kedalam tiga bentuk, yaitu : 1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan. 2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang diantara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental
bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa
organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat
perbedaan
bentuk organisasional sebagai
sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses partisipasi. Selanjutnya dalam
melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya melalui
beberapa dimensi, yaitu : a. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan). b. Sumbangan materi (dana, barang, alat). c. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja). d. Memanfaatkan/melaksanakan pelayanan pembangunan. 3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefenisikan, akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut
terlibat dalam
pembangunan. Secara umum ada 2 (dua) jenis defenisi partisipasi yang beredar di masyarakat, menurut Loekman (1995:208), yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana atau proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam defenisi ini pun diukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan pembangunan. 2. Partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi rakyat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemampuan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu. Dan disamping itu Partisipasi masyarakat selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini : a. Bersifat proaktif, dan bukan reaktif, yang artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak. b. Ada kesepakatan yang dilakukan oleh semua yang terlibat. c. Ada tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut. d. Ada pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan setara. Conyers(1991:154)menyebutkan
tiga
alasan
pentingnya
mengapa
partisipasi
masayarakat mempunyai siafat yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan yaitu: 1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. 2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut. Kepercayaan semacam ini
Universitas Sumatera Utara
adalah penting khususnya bila mempunyai tujuan agar dapat diterima oleh masyarakat. 3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan mereka pun mempunyai untuk turut “rembug“ (memberikan saran) dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka. Partisipasi masyarakat menjadi elemen yang penting dalam pembagian masyarakat, Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi hal yang sangat penting ketika diletakkan di atas keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling penting tahu apa yang menjadi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Maka di dalam partisipasi masyarakat dalam pembagunan dapat dibagi dalam empat tahapan (Kaho 2007: 127) yaitu: 1. Partisipasi dalam Proses Pembuatan Keputusan Dalam tahap ini partisipasi masyarakat sangat mendasar sekali, terutama karena putusan politik yang diambil menyangkut nasib mereka secara keseluruhan. Masyarakat hanya akan terlihat dalam aktifitas selanjutnya apabila mereka merasa ikut andil dalam menentukan apa yang akan dilaksanakan. 2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Partisipasi ini merupakan tindakan selanjutnya dari tahap pertama, partisipasi dalam pembangunan akan terlihat ketika masyarakat ikutserta dalam memberi kontribusi guna menunjang pelaksanaan pembangunan yang berwujud tenaga, uang, barang material, ataupun informasi yang berguna bagi pelaksanaan pembangunan. 3. Partisipasi dalam Memamfaatkan Hasil Pembangunan Tujuan pembangunan adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur, maka dalam tahap ini masyarakat secara bersama akan menikmati hasil pembangunan dengan adil tanpa ada pengecualian. Setiap masyarakat akan mendapatkan bagian sebesar kontribusi atau pengorbanan yang diberikan. Mamfaat yang dapat diterima dalam pembangunan ini yaitu mamfaat materialnya; mamfaat sosialnya; dan mamfaat pribadi. 4. Partisipasi dalam Evaluasi
Universitas Sumatera Utara
Suatu kegiatan dapat dinilai apabila memberi mamfaat yang sepantasnya bagi masyarakat. Maka dalam tahap ini, masyarakat diberi kesempatan untuk menilai sendiri hasil yang sudah didapat dalam pembangunan, dan masyarakat menjadi hakim yang adil dan jujur dalam menilai hasil yang ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, dalam keseluruhan proses kegiatan yang berlangsung. Partisipasi juga penting dalam rangka membangun public trust. Ketika masyarakat diberikan kesempatan untuk berpartisipasi maka mereka merasa bahwa pemerintah tidak menipu mereka, pemerintah dekat dengan mereka, pemerintah dapat dipercaya. Sementara itu, kepentingan mereka mendapatkan perhatian dalam kesempatan itu karena mereka diberi keleluasan untuk menyampaikan berbagai pendapat, keluhan dan sebagaianya. Partisipasi juga diperlukan untuk kepentingan masyarakat (ada learning process atau education, gain skills) dan juga untuk pemerintah (meyakinkan masyarakat, membangun trust, mengurangi kegelisahan, dan lain-lain).
1.5.1.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Partisipasi Tjokroamidjojo (1994:226-228), mengatakan bahwa ada tiga hal penting yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu : 1. Masalah Kepemimpinan. bahwa unsur pertama dari proses pengendalian usaha dalam pembangunan ditentukan sekali oleh adanya serta kualitas kepemimpinan. Peranan kepemimpinan nasional dan kepemimpinan politik suatu bangsa adalah amat menentukan. Bahkan seringkali menjadi penentu utama dari bisa tidaknya proses pembangunan terselenggara. 2. Komunikasi. Ia menjelaskan bahwa supaya masyarakat terlibat dalam suatu sistem dan dalam pengendalian tujuan-tujuan pembangunan, hendaklah administrasi pemerintah menjangkau (penetrasi) golongan masyarakat yang paling jauh dan yang paling perlu bagi berhasilnya usaha-usaha pembangunan. 3. Pendidikan. Ia menjelaskan bahwa tingkat pendidikan yang memadai akan memberikan kesadaran yang lebih tinggi dalam berwarga negara, dan memudahkan
Universitas Sumatera Utara
bagi pengembangan nilai-nilai dan sikap-sikap kualitas hidup sebagai bangsa. pendidikan ini perhatian tidak saja diberikan mengenai pendidikan formal tetapi untuk kepentingan partisipasi perhatian pun perlu diberikan kepada pendidikan non formal. Pendapat yang di kemukana di atas, menyiratkan bahwa kepemimpinan, komunikasi dan pendidikan merupakan penyebab menculnya partisipasi masyarakat dalam Pembangunan. 1.5.2. Kebijakan Publik Kebijakan(Polcy) hendaknya dibedakan dengan kebijaksanaan ,karena kebijaksanaan merupakan pengejewatahan peraturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan kondisi setempat oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan public adalah masyarakat umum itu sendiri,yang
selayaknya
di
urus,
diatur,dan
dilayani
oleh
pemerintah
sebagai
administrator,tetapi juga sekaligus bertindak sebgai penguasa dalam pengaturan hukum tatanegaranya. Kebijakan public membahas mengenai soal bagaimana isu-isu dan persoalan-persoalan public itu disusun (constructed) dan didefinisikan ,dan bagaimana kesemuanya itu diletakan dalam agenda kebijakan dan agenda politik. Menurut Sofyan Effendi (Syafiie,1999:107) pengetahun tentang kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab ,konsekuensi dan kinerja kebijakan dan program public,sedangkan pengetahuan dalam kebijakan public adalah proses menyediakan informasi dan pengetahuan untuk para eksekutif ,anggota legislatif,lembaga peradilan dan masyarakat umumyang berguna dalam proses perumusan kebijakan serta yang dapat meningkatkan kinerja kebijaksanaan. Proses kebijakan public adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politisi.Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan
yang
mencakup
penyusunan
agenda
,formulasi
kebijakan,adopsi
kebijakan,implemenatsi kebijakan,dan penilaian kebijakan. Menurut Holwet dan M. Ramesh (Surbasono ,2005:13) berpendapat bahwa proses kebijakan public terdiri atas lima tahapan sebagai berikut: 1. Penyusunan agenda,yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
2. Formulasi kebijaka,yakni
proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh
pemerintah. 3. Pembuatan kebijakan,yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan. 4. Implenatsi Kebijakan,yakni proses untuk melaksanakan kebijakan agar mencapai hasil . 5. Evaluasi Kebijakan,yakni proses untuk memonitor dan menilai kinerja atau hasil kebijakan.
1.5.2.1.Implementasi Program Dalam setiap perumusan suatu kebijakan (program) selalu diiringi dengan suatu implementasi.betapun baiknya suatu program tanpa implementasi yang benar dan baik maka tidak akan berarti.Suatu Program hanyalah rencana bagus di atas kertas jika tidak dapat diimplementasikan dengan baik dan benar .Implementasi bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur rutin melalui saluran-saluran
birokrasi ,melainkan lebih dari satu implementasi menyangkut masalah
konflik,keputusan,dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan.Oleh karena itu tidaklah terlalu salah jika dikatakan bahwa implementasi merupakan aspek yang sangat penting dalam seluruh proses kebijakan.Udoji (Wahab,1991:45) menyatakan bahwa pelaksanaan (Implementasi) kebijakan adalah sesuatu yang lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Pressman dan Wildavsky (Hessel Nogi ,2003:17) mengartikan Implementasi sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sasaran-sasaran tindakan dalam mencapai tujuan tersebut atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Definisi lain tentang Implementasi diberikan oleh Lineberry .Menurut Lineberry (Putra,2003:81) imlementasi adalah tidakan-tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu dan kelompok yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan public. Dari beberapa pemahaman di atas terlihat dengan jelas bahwa implementasi merupakan suatu rangakaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada
Universitas Sumatera Utara
masyarakat
sehingga
kebijakan
tersebut
membawa
hasil
sebagaimana
yang
diharapkan.Rangakain kebijakan tersebut mencakup,pertama : persiapan serangkaian peraturan yang merupakan interpensi dari kebijakan tersebut.Dari sebuah Undang-undang muncul sebuah peraturan pemerintah,maupun peraturan pemerintah Daerah. kedua : menyiapkan sumber daya guna menggerakan kegiatan implementasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana sumber daya keuangan,dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut.ketiga : adalah bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat. Kelihatanya implementasi merupakan hal yang mudah ,namun kenyataanya sangatlah kompleks. Untuk mengefektifkan kebijakan yang ditetapkan,maka diperlukan adanya tahapantahapan implementasi kebijakan. Brian W Hogwood dan Lewis A.Gunn ( Wahab,1991:36) mengemukan sejumlah Tahapan Implementasi sebagai berikut : Tahap I : Terdiri atas kegiatan-kegiatan : 1. Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas. 2. Menentukan Standar Pelaksanaan. 3. Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan.
Tahap II : Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktir staff,sumber daya ,prosedur,biaya,beserta metode .
Tahap III : Merupakan Kegiatan-kegiatan : 1. Menentukan jadwal. 2. Melakukan pemantauan. 3. Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran program Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil tindakan sesuai dengan segera.Dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada dalam tercapainya kegiatan implementasi.Program akan menunjang implementasi karena dalam program telah dimuat berbagai aspek antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya tujuan yang ingin dicapai 2. Adanya kebijaksanaan – kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan tersebut. 3. Adanya peraturan-peraturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus di lalui. 4. Adanya Perkiraan anggaran yang dibutuhi. 5. Adanya strategi anggaran yang dibutuhkan.
Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih teroganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan.Lebih lanjut Jones(1991:296),memberikan pengertian program adalah acara yang disahkan untuk mencapai tujuan.Unsur kedua yanhg harus dipenuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program sehingga masyarakat tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan
dan peningkatan dalam kehidupanya.Tanpa memberikan
manfaat kepada masyarakat maka boleh dikatakan program itu telah gagal dilaksanakan. Berhasil tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaanya. Maka unsur pelaksana ini merupakan unsur ketiga. Jones(Hessel Nogi,2003:32) menyebutkan apakah suatu program terimplementasi dengan efektif atau tidaknya dapat diukur dengan standar penilaian yaitu organiisasi,interpretasi,,dan penerapan. a. Intrepetasi Intrepetasi yang dimaksudkan sebagai usaha untuk mengerti apa yang dimaksudkan oleh pembentukan kebijaksanaan dan mengetahui betul apa dan bagaimana tjuan akhir itu harus diwujudkan . Tahap ini yaitu bagaimana menafsirkan agar program dapat menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima sehingga dapat dilaksanakan dengan baik.
b. Organisasi Pelaksanaan dilakukan dengan pembentukan badan-badan atau unit-unit untuk menyelenggarakan kegiatan untuk pencapaian tujuan . Hal ini dapat dilihat melalui:
Universitas Sumatera Utara
1. Struktur organisasi,yang berkaitan dengan interaksi,hirarki,tujuan,dan sifatsifat. 2. Sumber daya manusia,yaitu berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 3. Sumber dan Prasarana,berkaitan dengan fasilitas yang mendukung agar pekerjaan yang dihasilkan berkualitas dan bermanfaat secra efektivitas dan efesiensi. 4. Metode kerja atau Prosedur kerja,yaitu berhubungan dengan sistem dan prosedur kerja yang sudah baku sehingga dapat bekerja secara terpandu dan tidak tumpah tindih serta sudah memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing,sehingga memudahkan untuk melaksanakan tugas masingmasing dengan efektif. 5. Perangkat hukum,yaitu berkaitan dengan undang-undang ,peraturanperaturan yang mendukung suatu organisasi menjalakan aktivitasnya secara formal.Dalam hal ini oerganisasi harus memiliki kekuatan hukum., 6. Anggaran dana c. Penerapan Penerapan segala keputusan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk terealisasikan tujuan dari program.
1.5.2.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut George Edward III (dalam Tangkilisan;2003) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap kebersihan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan,yaitu faktor sumber daya,birokrasi,komunikasi,dan disposisi. 1) Faktor sumber daya (resources) Faktor
sumber
daya
mempunyai
peranan
penting
dalam
implementasi
kebijakan,karena bagaimanapun jelas dan kosistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan
suatu
kebijukan,jika
para
personil
yang
bertanggung
jawab
mengimplementasikan kebijkan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara eektif,maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.Sumber-sumber penting dalam implementasi kebijkana yang dimaksud antara
Universitas Sumatera Utara
lain mencakup;staf yang harus mempunyai keahlian dan kemampuan untuk bisa melaksanakan tugas,perintah,dan anjuran atasan/pimpinan.
2) Struktur Birokrasi Meskipun
sumber-sumber
untuk
mengimplementasi
suatu
kebijakan
sudah
mencukupi dan para implementator mengetahui apa dan bagaimana cara melakukanya,serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukanya,implementasi bisa jadi masih belum efektif,karena ketidak efesienan struktur birokrasi yang ada.
3) Faktor Komunikasi Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaanya,harapan atau pengalamanya kepada orang lain (The Liang Gie,1976).Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting,karena dalam setiap proses kegiatan yang melibatkan unsure manusia dan sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan “bgaimanapun hubungan yang dilakuka”.
4) Faktor Disposisi (sikap) Disposisi ini diartikan sebagai sokap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan.Dalam implementasi kebijakan,jika bingin berhasil secara efektif dan efesien,para implementator tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk implementasi kebijakan tersebut,tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Menurut Mazmanian dan Sabatier(1983) keberhasilan implementasi rencana dipengaruhi oleh otonomi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan kompleksitas dari rencana itu sendiri. Efektivitas suatu implementasi ditentukan oleh 6 kondisi yaitu : 1. Adanya perundang-undangan atau intruksi pemerintah yang memberikan tanggung jawab tentang suatu kebijakan yang jelas dan kosisten atau menentukan pedoman bagi penyelesaian berbagai konflik yang akan dicapai.
Universitas Sumatera Utara
2. Dengan perundanf-undangan tersebut dimungkinkan pendayagunaan suatu teori yang tepat dapat menemukan faktor-faktor utama dalam kaitan sebab akibat yang mempengaruhi tujuan kebijaksanaan yang hendak dicapai dan juga memberikan wewewnang seta kendali yang strategis bagi pelaksanaan atas kelompokkelompok sasaran untuk mencapai hasil yang diharapkan. 3. Perundang-undangan itu dapat membetuk proses implementasi sehingga dapatr memaksimalkaan kemungkinaan keberhasilan pihak pelaksanaa dan kelompok sasaran. 4. Pemimpin badan atau institussi pelaksana memilki kapsitas kecakapan manjerial dan politis,rasa pengabdian dan tanggung jawab pada upaya pencapain sasaran yang digariskan sesuaai dengan peraturan yang berlaku. 5. program tersebut mendapat dukungan tokoh utama dari pihak legislative atau eksekutif,sedangkn lembaga yudikatif bersifat netraal. 6. Tingkat prioritas sasaran-sasaran yang hendak dicapai tidak berubah meskipun munculnya kebijakan public yang saling betentangan atau dengan terjadinya perubahan kondisi social ekonomi yang mengurangi kekuatan teori keterkaitan sebab akibat yang mendukung peraturan atau kekuatan dukungan politis (Mazmanian,1983). Dalam implementasi kebijkan bukan sajka masalah komunikasi,informasi,respon masyarakat tetapi juga pendanaan,waktu,jadwal kegiatan untuk mendukung tim atau organisasi pelaksana dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya (wahab,1991). Salah satu kendala yang menentukan efektivitas rencana program adalah lemahnya mekanisme pengendalian pembangunan (Development control).Hal ini di sebabkan oleh berbagai hal,antara lain karena pemerintah daerah seringkali tidak mempunyai akses terhadap rencanarencana pembangunan sektoral yang dibuat dan ditentukan oleh pusat.Selain itu juga karena rencana-rencana yang telah disusun bisa berubah total akibat adanya investasi berskala besar yang tidak diduga sebelumnya.
1.5.3. Kemiskinan 1.5.3.1.1. Defenisi Kemiskinan
Universitas Sumatera Utara
Menurut Peter Townsend dalam Usman (2004 : 125), paling tidak ada tiga macam konsep kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan subyektif. Konsep kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret dimana ukuran tersebut biasanya berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat seperti sandang, pangan dan papan. Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu dimana dasar asumsinya adalah bahwa kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang lain. Konsep kemiskinan ini biasanya diukur berdasarkan pertimbangan anggota masyarakat tertentu dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Lalu konsep kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick, dan tidak memperhitungkan the idea of relative standard karena kelompok yang menurut ukuran kita berada di bawah garis kemiskinan, bisa jadi tidak menganggap dirinya sendiri miskin. Menurut United Nations Development Programme (UNDP), Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya, kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan sosial. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya (http://crackbone.wordpress.com/penyebab-kegagalan-kebijakan-dan-program-pengentasankemiskinan-di-indonesia/ diakses pada 20 September 2013 Pukul 14.35 WIB). Menurut Friedman dalam Suharto (2004 : 6), kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi : modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan) ; sumber keuangan (pekerjaan, kredit) ; organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial) ; jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa ; pengetahuan dan keterampilan ; dan informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.
Universitas Sumatera Utara
Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu : 1. Banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. 2. Ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. 3. Mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. 1.5.3.2.
Penyebab Kemiskinan
Secara teoritis kemiskinan dapat dipahami melalui akar penyebabnya yang dibedakan menjadi dua kategori : 1. Kemiskinan Natural atau alamiah Yakni, kemiskinan yang timbul sebagai akibat terbatasnya jumlah sumber daya dan/atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah. Artinya faktor-faktor yang menyebabkan suatu masyarakat menjadi miskin adalah secara alami memang ada, dan bukan bahwa akan ada kelompok atau individu di dalam masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang lain. Mungkin saja dalam keadaan kemiskinan alamiah tersebut akan terdapat perbedaanperbedaan kekayaan, tetapi dampak perbedaan tersebut akan diperlunak atau dieliminasi oleh adanya pranata-pranata tradisional, seperti pola hubungan patron-client, jiwa gotong royong dan sejenisnya yang fungsional untuk meredam kemungkinan timbulnya kecemburuan sosial. 2. Kemiskinan struktural Yakni, kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Dengan demikian sebagian anggota masyarakat tetap miskin walaupun sebenarnya jumlah total produksi yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut bila dibagi rata dapat membebaskan semua anggota masyarakat dari kemiskinan. Kemiskinan struktural ini dapat diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber,dan oleh karena itu dapat dicari pada
Universitas Sumatera Utara
strukur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena struktur sosial yang berlaku adalah sedemikan rupa keadaannya sehingga mereka yang termasuk ke dalam golongan miskin tampak tidak berdaya untuk mengubah nasibnya dan tidak mampu memperbaiki hidupnya. Struktur sosial yang berlaku telah mengurung mereka kedalam suasana kemiskinan secara turun temurun selama bertahun-tahun. Sejalan dengan itu, mereka hanya mungkin keluar dari penjara kemelaratan melalui suatu proses perubahan struktur yang mendasar. Kemiskinan struktural, biasanya terjadi di dalam suatu masyarakat di mana terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang hidup melarat dengan mereka yang hidup dalam kemewahan dan kaya raya. Mereka itu, walaupun merupakan mayoritas terbesar dari masyarakat, dalam realita tidak mempunyai kekuatan apa-apa untuk mampu memperbaiki nasib hidupnya. Sedangkan minoritas kecil mayarakat yang kaya raya biasnya berhasil memonopoli dan mengontrol berbagai kehidupan, terutama segi ekonomi dan politik. Selama golongan kecil yang kaya raya itu masih menguasai berbagai kehidupan masyarakat, selama itu pula diperkirakan struktur sosial yang berlaku akan bertahan. Akibatnya terjadilah apa yang disebut dengan kemiskinan struktural. Golongan yang menderita kemiskinan struktural itu misalnya terdiri dari para petani yang tidak memiliki tanah sendiri, atau para petani yang tanah miliknya kecil sehingga hasilnya tidak mencukupi untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluarganya. Termasuk golongan miskin lain adalah kaum buruh yang tidak terpelajar dan terlatih, atau apa yang dengan kata asing disebut unskilled labors. Golongan miskin ini meliputi juga para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah - yang sekarang dapat dinamakan golongan ekonomi sangat lemah. Ciri utama dari kemiskinan struktural ialah tidak terjadinya - kalaupun terjadi sifatnya lamban sekali - apa yang disebut sebagai mobilitas sosial vertikal. Struktur sosisl yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Ciri lain dari kemiskinan struktural adalah timbulnya ketergantungan yang kuat antara pihak si miskin terhadap kelas sosial-ekonomi di atasnya. Menurut Mas’oed adanya ketergantungan inilah yang selama ini berperan besar dalam memerosotkan kemampuan si miskin untuk bargaining dalam dunia hubungan sosial yang sudah timpang antara pemilki tanah dan penggarap, antara majikan dan buruh. Buruh tidak mempunyai
Universitas Sumatera Utara
kemampuan untuk menetapkan upah, petani tidak bisa mendapatkan harga hasil taninya (Soetrisno, 2001:38). 1.5.3.3.
Indikator Kemiskinan
Untuk lebih memahami batasan tentang masyarakat yang tergolong miskin atau tidak, ada beberapa garis batas kemiskinan yang sering dipergunakan, antara lain: 1. Ukuran dari Sayogyo Sayogyo memberikan batas garis kemiskinan untuk masyarakat pedesaan setara dengan 20 kg beras perkapita perbulan dan bagi masyarakat perkotaan sama dengan 30 kg beras perkapita per bulan. Sebelum menetapkan ukuran beras perkapita perbulan sebagaimana disebutkan diatas, ukuran yang digunakan Sayogyo untuk kategori penduduk miskin adalah pengeluaran perkapita per tahun kurang dari 320 kg beras untuk penduduk pedesaan dan 480 kg beras untuk penduduk perkotaan. Sedangkan pengeluaran setara atau kurang dari 180 kg beras bagi penduduk pedesaan dan 270 kg beras bagi penduduk perkotaan dijadikan batas bagi kelompok penduduk paling miskin. 2. Batasan Menurut Badan Pusat statistik Badan Pusat Statistik menetapkan garis kemiskinan berdasarkan tingkat kecukupan konsumsi kalori yaitu 2.100 kalori per kapita per hari. Suatu keluarga digolongkan sangat miskin jika pendapatannya hanya mampu memenuhi kebutuhan minimum kalori yang ditetapkan, sedangkan bila pendapatannya selain mampu mencukupi kebutuhan kalorinya juga mampu memenuhi kebutuhan pokok lainnya seperti perumahan, air, sandang, dan pendidikan digolongkan sebagai keluarga miskin. 3. Ukuran Sam F. Poli Sam F. Poli menyatakan bahwa batas garis kemiskinan di Indonesia bagi masyarakat pedesaan adalah sama dengan 27 kg ekuivalen beras perkapita per bulan dan untuk masyarakat perkotaan sama dengan 40 kg beras perkapita perbulan. Ukuran Sam F. Poli ini lebih tinggi dari ukuran yang diusulkan oleh Sayogyo. 4. Ukuran Bank Dunia Bank Dunia menetapkan ukuran garis kemiskinan untuk Indonesia berdasarkan pendapatan perkapita. Penduduk yang pendapatan perkapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional termasuk dalam kategori miskin. Secara umum Bank Dunia menetapkan garis batas kemiskinan sebesar US S1 perhari bagi negara-negara berkembang dan
Universitas Sumatera Utara
US$ 2 bagi negara-negara maju (http://jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/download/109/138/ diakses pada 5 Desember 2013 Pukul 13:43 WIB). 1.5.3.4.Model Penanggulangan Kemiskinan Menurut SMERU, ada empat kebijakan dan program yang bisa dilakukan untuk penanggulangan kemiskinan. Empat kebijakan tersebut adalah: 1. Kebijakan dan Program untuk Membuka Peluang atau Kesempatan Bagi Orang Miskin Kebijakan ini diarahkan pada pembukaan peluang yang seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi. Lemahnya kemampuan ekonomi masyarakat miskin bukan berarti menutup peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Justru aktivitas ekonomi yang yang pertama kali bangkit dari keterpurukan akibat krisis adalah sektor informal yang dijalankan masyarakat miskin. Contoh programnya antara lain adalah: penyediaan sarana kesehatan bagi masyarakat miskin, sarana dan prasarana pendidikan, pemberdayaan masyarakat, pembentukan modal, dan lain-lain. 2. Kebijakan dan Program untuk Memberdayakan Kelompok Miskin Pemberdayaan dilaksanakan dengan pembukaan akses bagi masyarakat miskin untuk terlibat tidak hanya pada bidang ekonomi. Kemiskinan memiliki aspek yang sangat luas dan tidak hanya ekonomi sehingga penanggulangannya harus bersifat multidimensi. Politik, sosial, hukum dan kelembagaan adalah bidang-bidang yang bersentuhan dan menentukan kehidupan masyarakat miskin sehingga aksesibilitas masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut dapat mendorong masyarakat untuk memberdayakan diri. Contoh programnya antara lain: penguatan pengelolaan kelompok atau organisasi sosial, keterlibatan kelompok miskin dalam proses pendidikan demokrasi, dan lain-lain. 3. Kebijakan dan Program yang Melindungi Kelompok Miskin Masyarakat miskin sangat rentan terhadap terjadi goncangan internal maupun eksternal. Kematian, sakit, bencana alam atau konflik sosial bisa berakibat pada semakin terpuruknya masyarakat dalam kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan jaminan atau ketahanan masyarakat miskin terhadap krisis akibat goncangan yang terjadi. Kebijakan ini diarahkan untuk mengurangi penyebab terjadinya goncangan, memperkuat masyarakat miskin sehingga tahan dalam menghadapi goncangan, dan penciptaan jaminan sosial dalam masyarakat. 4. Kebijakan dan Program untuk Memutus Pewarisan Kemiskinan Antar Generasi
Universitas Sumatera Utara
Hak anak dan peranan perempuan Perempuan dan anak-anak adalah pihak yang paling lemah dalam keluarga miskin. Peran domestik menyebabkan kurangnya akses dan keterlibatan terhadap kondisi di luar lingkungan rumahnya. Pemberdayaan dan keterlibatan pada kegiatan di luar wilayah domestik akan menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan dan anak sehingga tidak semakin terpuruk dalam lingkaran kemiskinan. Contoh programnya antara lain: pemberian bantuan sarana pendidikan untuk sekolah di daerah miskin dan beasiswa kepada anak-anak miskin, pemberian makanan tambahan, pemberdayaan perempuan melalui kegiatan produktif, dan lain-lain (www.smeru.or.id/newslet/2008/news26.pdf diakses pada 7 Desember 2013 Pada Pukul 11:54 WIB). 1.5.4.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Dalam Pedoman Umum PNPM Mandiri Perkotaan ( edisi Juni 2008) disebutkan bahwa
PNPM Mandiri Perkotaan
adalah salah
satu program nasional yang dilaksanakan oleh
pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya yang mengusung nilai-nilai luhur dan prinsip universal.untuk mendukung kesepakatan Global pada awal tahun 2000 Mengenai Millenium Development Gols(MDGS). PNPM Mandiri Perkotaan diyakini dapat memahami bahwa akar penyebab dari persoalan kemiskinan yang sebenarnya adalah karena kondisi masyarakat yang belum berdaya dengan indikasi kuat yang dicerminkan oleh perilaku/sikap/cara pandang masyarakat yang tidak dilandasi dengan nilai-nilai universal kemanusiaan yakni jujur, dapat dipercaya, ikhlas, kerelawanan, adil, kesetaraan serta kesatuan dalam keragaman dan tidak bertumpu pada prinsip-prinsip universal kemasyarakatan yakni transparansi, akuntabilitas, partisispasi, demokrasi, desentralisasi. Sehingga PNPM, Mandiri Perkotaan meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran (edukasi) masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian
Universitas Sumatera Utara
masyarakatnya. Adapun substansi PNPM Mandiri Perkotaan sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat, nantinya dilakukan dengan terus menerus untuk menumbuh kembangkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan dan prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Proses pembelajaran di tingkat masyarakat ini dilangsungkan selama masa Program PNPM Mandiri Perkotaan oleh masyarakat sendiri dengan membangun dan melembagakan komunitas belajar di kelurahan.Sedangkan substansi PNPM Mandiri Perkotaan sebagai penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam rangka mengedepankan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, dilakukan melalui perlibatan intensif PEMDA pada pelaksanaan siklus kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan , penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) agar mampu menyusun dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) dan PJM Pronangkis Kota/Kabupaten berbasis aspirasi dan program masyarakat (Pronangkis Kelurahan). Selain itu dalam programnya PNPM Mandiri Perkotaan juga mendorong kemandirian serta kemitraan masyarakat bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan. Namun, untuk lebih menjamin kapasitas kemandirian masyarakat dan pemda agar mampu menangani kemiskinan di wilayahnya, maka perlu didorong upaya-upaya menuju tatanan kepemerintahan yang baik (good governance) yakni demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, desentralisasi. 1.6.Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (Sugyono, 2005:70). Berdasarkan masalah penelitian di atas maka peneliti merumuskan hipotesis terhadap penelitian ini adalah: Hipotesis nol : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara partisipasi masyarakat (Variabel X) dengan pelaksanaan P2KP (variabel Y). Hipotesisi alternative: Terdapat hubungan yang signifikan antara Partisipasi masyarakat (variabel X) dengan Pelaksanaan P2KP(variabel Y).
Universitas Sumatera Utara
1.7.Definisi Konsep. Konsep merupakan istilah dan definsi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial
(Singarimbun,
1995:30).
Berdasarkan
pengertian
tersebut,
maka
penulis
mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang digunakan yakni: 1. Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara aktif dengan memberikan kontribusi dalam pembangunan berupa barang, pikiran dan tenaga serta mempunyai rasa tanggung jawab guna mencapai tujuan. 2. Implementasi adalah merupakan serangkaian aktifitas dalam rangka menghantrkan kebijakan kepada masayarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil sebagaimana diharapkan.Rangkaian kebijakan tersebut mencakup,pertama persiapan seperangkat peraturan yang merupakan interpretasi dari kebijkaan tersebut.Dari sebuah Undang-undang munculah sebuah peraturan yaitu peraturan pemerintah daerah.Kedua,menyiapkan
sumber
daya
guna
yang
menggerakan
kegiatan
implementasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana,sumber daya keuangan,dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijkan tersebut.Ketiga,adalah bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masayarakat.Kelihatanya implentasi merupakan hal yang mudah namun sangatlah kompleks. 3. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan merupakan Program Nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunanan lokal lainnya yang mengusung nilai-nilai luhur dan prinsip universal, sehingga dapat terbangun gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan yang berkelanjutan.
1.8.Definisi Operasional Konsep Definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variable atau suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang
Universitas Sumatera Utara
ingin menggunakan variable yang sama ( Singarimbun,1995:46-47).Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indicator-indikator agar lebih memudahkan operasional dari suatu penelitian. 1. Variabel Partispasi Masyarakat(X) Partisipasi masyarakat dalam Perencanaan.Indikator : a. Mengikuti rapat/pertemuan b.
Masyarakat ikut menentukan jenis kegiatan proyek
c. Masyarakat ikut mengambil keputusan d. Masayarakat ikut Menyumbangkan ide/gagasan e. Masyarakat Menentukan Lokasi kegiatan
Partisipasi masyarakat dalam Pelaksanaan,Indikator : a. Masyarakat mengikuti pelaksanaan kegiatan dalam PNPM Mandiri Perkotaan b.
Menyumbang tenaga
c.
Menyumbang dana
d.
Masyarakat Terlibat menentukan material yang digunakan
Partisipasi masyarakat dalam Pemanfaatan dan pemeliharaan hasil,Indikator: a. Memanfaatkan hasil pembangunan dari PNPM Mandiri Perkotaan b.
Memelihara hasil pembangunan dari PNPM Mandiri Perkotaan
Partisipasi masyarakat dalam Pengawasan dan evaluasi,Indikator : a. Masyarakat terlibat mengawasi kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan b. Masyarakat terlibat mengevaluasi kegiatan dari PNPM Mandiri Perkotaan
2. Variabel Program PNPM Mandiri Perkotaan(Y): Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan(PNPM MP),Memiliki Dimensi: 1) Pengembangan Daya Sosial,dengan indicator:
Universitas Sumatera Utara
a. Peningkataan akses pelayanan social yaitu peningkatan mutu pendidikan bagi keluarga miskin b. Pemenuhan ketersediaan pangan yang bermutu dan terjangkau c. Peningkatan kualitas sumber daya manusia.
2) Pengembangan Ekonomi,dengan Indikator: a. Peningkatan keterampilan melalui pelatihan-pelatihan. b. Pengembangan peluang usaha. c. Terbukanya kesempatan kerja.
3) Perlindungan Lingkungan,dengan indicator a. Terpenuhi kebutuhan perumahan. b. Perbaikan kondisi lingkungan c. Keadaan sanitasi yang layak dan sehat
Universitas Sumatera Utara