BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latarbelakang
Arsitektur adalah seni bangunan yang bersifat universal. Rumah tinggal sebagai salah satu karya arsitektur merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang tidak dapat berdiri secara independen dan bebas, dipengaruhi oleh ideologi, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berpengaruh pada jenis, kualitas, dan produk karya arsitektur (Utabertha, 2003). Adapun menurut Rasdi (2003), Arsitektur Islam berprinsip pada Alquran dan Sunah (Hadis Nabi), dan menjadikan arsitektur Islam sebagai bagian integral dari Islam, yaitu ”Way of life”. Merujuk pendapat Utaberta (2008), terdapat dua pendekatan untuk memahami Arsitektur Islam. Pendekatan pertama berorientasi pada objek sebagai produk masyarakat Islam, sedangkan pendekatan kedua lebih melihat pada nilai dan prinsip dasar dalam Islam. Pendekatan kedua inilah yang dikembangkan dalam penelitian ini. Terdapat perbedaan antara hal yang menjadi produk masyarakat Islam dan nilai dasar prinsip Islam. Semua produk masyarakat Islam itu belum tentu bernilai Islam, tetapi produk nilai prinsip Islam sudah pasti Islami. Menurut Utaberta (2008), yang mengamati penulisan Spahic Omer, akademisi yang menggunakan pendekatan nilai prinsip Islam, terdapat tiga komponen sebagai inti pembahasan dan kerangka berpikir beliau. Pertama, pemahaman dan pengertian tentang sejarah Islam. Kedua, analisis terhadap Alquran dan Sunah sebagai sumber utama Islam. Ketiga, aktualisasi dari analisis dan rumusan sebelumnya. Penerapan nilai prinsip Islam dalam arsitektur juga dikemukakan oleh Munichy (2010), sebagai arsitek muslim, bahwa penerapan nilai prinsip Islam dalam berarsitektur diharapkan mampu menjamin hubungan hablumminallah,
hablumminannas,
dan
hablumminal’alamin.
Pengaturan
tersebut akan menghasilkan konsep arsitektur Islami yang berpijak pada Alquran dan Hadis, yang mencakup lima hal penting yaitu fungsi, bentuk, teknik, keamanan, dan kenyamanan yang kesemuanya harus mempertimbangkan kontekstualitas dan efisiensi. Nilai-nilai Keislaman terdapat pada dua kitab, yaitu Alquran dan Hadis (Sunah Rasul). Alquran merupakan firman Allah SWT sebagai pedoman hidup manusia yang ditujukan untuk seluruh umat di dunia, baik umat muslim maupun nonmuslim. Adapun Hadis merupakan sabda Rasul yang menjelaskan isi
1
2
Alquran. Kedua kitab ini memberikan petunjuk hidup untuk umat manusia, tidak hanya untuk kehidupan akhirat, tetapi juga kehidupan dunia. Oleh karena itu, arsitektur yang merupakan kebutuhan manusia di dunia sebaiknya juga bercermin pada nilai-nilai yang terkandung pada kedua kitab tersebut (Pramono, 2010). Penggalan pendapat Kamil Khan Mumtaz dalam Utaberta, 2008, menyebutkan bahwa jika ‘Islam‘ merujuk pada Agama Islam, dan ‘muslim’ merujuk pada orang-orang yang memeluk Islam, terminologi ‘Arsitektur Islam’ akan merujuk pada yang diinspirasikan oleh pemikiran dan aplikasi Islam, dan dibuat untuk melayani kebutuhan religius Islam. Muslim atau orang-orang yang memeluk Islam, pada dasarnya beraktivitas dengan mengikuti hal yang diperintahkan dalam Islam dan menjauhi hal yang dilarang di dalamnya. Dalam konteks rumah tinggal, terdapat aturan dan arahan dari ayat Alquran dan Sunah Nabi yang membimbing aktivitas. Apabila hal tersebut dilakukan secara rutin setiap hari, hal itu akan menjadi sikap hidup atau way of life bagi orang yang melaksanakannya yang berpengaruh pada peruangan yang ditinggalinya dan berpengaruh pada perwujudan rumah tinggalnya. Menurut Wahid Ahmadi (2004), sikap hidup muslim dalam sebuah masyarakat muslim akan berdampak pada terbentuknya peradaban muslim, sedangkan wajah sebuah peradaban merupakan bagian dari ekspresi nilai-nilai yang melahirkannya. Kebudayaan dan peradaban Islami pada masyarakat muslim akan berpengaruh pada perwujudan masyarakat dari nilai-nilai yang telah terinternalisasi yang melekat (tersibghah) dalam masyarakat tersebut dan terwujud pada bentukan fisik arsitektur Islam sebagai produk budaya fisik yang mencerminkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ajaran Islam merupakan seperangkat nilai yang integral (mutakamil) dan komprehensif (syamil). Ajarannya membimbing umat manusia seutuhnya menuju kehidupan yang lurus. Fisik, akal pikiran, perasaan, jiwa, dan hati nurani diarahkan menuju satu satu titik yang merupakan tujuan akhir seluruh kehidupan, yaitu Allah SWT. Kita sesungguhnya berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Keterkaitan antara nilai Islam, budaya Islam, dan perwujudannya dapat diuraikan dalam dua hal. Pertama, jika nilai-nilai Islam seorang muslim (masyarakat muslim) telah mengkarakter, nilai tersebut akan memunculkan kebudayaan dan peradaban Islam yang berpengaruh terhadap perwujudan ruang. Kedua, perwujudan
3
arsitektur (termasuk rumah tinggal) dipengaruhi oleh nilai-nilai Islami yang ada pada manusia dan masyarakatnya. Menurut Rasdi (2003), pengertian Karya Arsitektur Islam (termasuk rumah tinggal) tidak hanya terbatas pada perwujudan bentuknya, tetapi juga pada nilainilai hakiki dan semangat moral/akhlak, serta hikmah yang terkandung di dalamnya. Perwujudan/ekspresinya tergantung pada ijtihad dan kretivitas arsitek, pendekatan terhadap materi, ruang, waktu, cara berfikir, dan sudut pandang yang tolok ukurnya bersumber pada Alquran dan Hadis. Rumah tinggal Islami merupakan salah satu karya arsitektur Islam yang masih perlu dibahas lebih mendalam, terkait dengan nilai-nilai Islam yang mengkarakter pada diri penghuninya yang akhirnya terwujud
pada bangunan rumah tinggalnya.
Idealnya, nilai-nilai Islam perlu diwujudkan dalam sebuah bangunan rumah tinggal sehingga tercipta sebuah bangunan yang berguna untuk kehidupan dunia dan sekaligus bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Nilai-nilai Islam yang tertuang dalam ajaran akhlaklah yang akan ditelusuri melalui penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Handryant (2011), menyebutkan bahwa Islam sebagai sebuah agama rahmatan lil ‘alamin memberikan wawasan bahwa sebuah rumah tidak hanya menjadi tempat berkumpul anggota keluarga, tetapi juga menjadi tempat pendidikan dan pembelajaran. Islam juga menjelaskan hubungan antara rumah, perumahan, dan permukiman dengan alam, sehingga setiap elemen di dalam rumah harus dapat mencerminkankan kedamaian dan kesatuan dengan lingkungan, serta menjelaskan pula berbagai aspek tentang rumah tinggal di dalam Islam. Sebaliknya, yang terjadi pada masyarakat Indonesia dewasa ini adalah rendahnya pemahaman umat Islam tentang konsep rumah tinggal Islami (sebuah survei di Surakarta, 2010), juga isu yang berkembang di masyarakat yang mempertanyakan bentuk rumah tinggal islami tersebut (kompas.com, 4-7-09). Pertanyaan lain yang muncul adalah yang mempertanyakan bentuk konsep permukiman yang menerapkan prinsip Islam. Agama
Islam
dipeluk
mayoritas
penduduk
Indonesia,
maka
kecenderungan masyarakat muslim terhadap permintaan produk perumahan dengan
konsep
Islam
akan
semakin
tinggi.
Dengan
demikian,
tidak
mengherankan jika saat ini semakin banyak pengembang yang menggarap proyek hunian berkonsep Islami (kompas,com, 19-8-09).
4
Permasalahan mengenai melemahnya karakter dan daya saing, serta kehidupan beragama merupakan isu selanjutnya. Kehidupan modern, kesibukan, dan rutinitas sering kali membuat orang mengabaikan dan melalaikan nilai-nilai agama. Perubahan gaya hidup dan budaya bangsa pada era globalisasi dan teknologi informasi berpengaruh pada konsep dasar pembentukan rumah tinggal. Antisipasi secara dini diperlukan agar masyarakat Indonesia dan generasi penerus bangsa mendapatkan rumah tinggal dan lingkungan permukiman yang kondusif untuk tumbuh suburnya generasi Islam. Tuntutan untuk lebih mengkondusifkan sarana yang menunjang tumbuh suburnya generasi Islam ini antara lain dapat diiringi dengan dilakukannya penelitian-penelitian terkait. Salah satunya adalah penelitian mengenai penelusuran nilai-nilai Islami dalam meningkatkan kualitas kehidupan. Penelitian tentang hal tersebut saat ini sangat diperlukan (lppm UMS, 2012). Isu berikutnya berkaitan dengan rumah tinggal yang berkelanjutan. Isu tersebut berkaitan dengan fungsi manusia sebagai khalifah, dalam hal ini fungsi arsitek, yang memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan dalam mengelola alam untuk melakukan aktivitasnya di muka bumi dengan prinsip keseimbangan dan keselarasan. Pada dasarnya prinsip Islam dengan prinsip sustainable arsitektur dan green building adalah sejalan atau tidak bertentangan. Prinsip pelestarian alam dan semua turunannya yang gencar disosialisikan pada masa sekarang ternyata telah lebih dahulu dikumandangkan oleh Islam, seperti yang tercantum dalam Alquran Surat Al-Anbiya (surat 21) ayat 107: yang artinya: Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Konsep Islam yang menganjurkan manusia untuk menjaga bumi selaras dengan prinsip green building, sedangkan konsep Islam yang memerintahkan agar mampu menyelaraskan diri dengan alam, mempunyai sifat-sifat yang ada pada alam, tidak boros energi, dan tidak merusak alam sejalan dengan konsep sustainabel. Jadi dalam hal ini, green building dan sustainabel arsitektur termasuk dua hal dalam pembahasan arsitektur Islam. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menempatkan nilai-nilai Islami dalam setiap sendi kehidupan, tidak merusak, penuh rahmat, dan cinta kehidupan. Allah menciptakan manusia
5
sebagai khalifah di muka bumi ini berarti bahwa manusia tersebut merupakan pemimpin, sekaligus pemelihara dan penjaga (Utaberta, 2003). Oleh karena itu, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan alam ini untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pernyataan tersebut jelas bermakna bahwa Islam adalah agama rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam) sehingga lingkungan binaan, dalam hal ini produk arsitektur, harus berprinsip pelestarian alam, yaitu serasi-awet-lestari (Noe’man, 2003). Akhir-akhir ini, telah terjadi kerusakan lingkungan dan krisis energi di bumi. Kerusakan itu kini telah nyata, seperti terjadinya pemanasan global, cuaca yang tidak menentu, pencemaran udara, bencana alam, kerusakan lingkungan, serta krisis energi yang berakibat pada menurunnya kualitas hidup. Hal tersebut terjadi karena konsumsi manusia yang berlebihan dalam menggunakan sumber daya alam. Padahal, jika ditinjau kembali, jumlah sumber daya alam yang ada di dunia ini terbatas sehingga pada akhirnya alam tidak mampu lagi mensuplai dan memperbarui sumbernya untuk kebutuhan manusia dalam jumlah yang lebih (Moughtin, 2005). Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus, dikhawatirkan manusia dan makhluk di bumi tidak dapat terus hidup. Disinyalir, sekitar 48% penyumbang kerusakan di bumi disebabkan oleh bidang pembangunan (konstruksi), mulai dari pengambilan sumber daya alam sampai polusi yang dihasilkannya (Holcim, Akmal, 2007). Sebetulnya, prinsip pengingatan akan kehidupan yang berkelanjutan dan banyaknya kerusakan dimuka bumi telah tercantum dalam Alquran Surat Ar-Ruum (30) ayat 41: Yang artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Salah satu formula konsep berkelanjutan menurut Hiroshi Kawase (2007), pakar sustainabel dari Kyushu University, Jepang, menyatakan bahwa secara kuantitatif, sustainabel habitat dinilai dari daya manfaat yang lebih besar dari daya rusaknya. Sistem Sustainabel Habitat merupakan konsep arsitektur berkelanjutan yang menerapkan metode pereduksian kerusakan lingkungan dan pemeliharaan serta peningkatan kualitas hidup. Hal tersebut dikuantitatifkan
6
dengan Rumus Dasar T=W-D, dengan T adalah Throughput (keluaran), W adalah Welfare (kemanfaatan), dan D adalah Environmental Damage (Kerusakan Lingkungan). Menurut rumus ini, sebuah bangunan dan lingkungan dikatakan sustainabel apabila kemanfaatannya lebih besar dari kerusakannya. Adapun Konsep Perancangan Arsitektur Islam menurut Noe’man (2003), adalah bahwa nilai-nilai Islami yang diacu dalam perancangan bangunan arsitektur mengandung unsur-unsur rahmatan lil alamin, berkiblat, beraturan, efisien, keindahan dalam kesederhanaan, silaturrahim, bersih, sehat, nyaman, dan berkelanjutan (sustainabel). Sebagai contoh, rumah tinggal merupakan salah satu produk bangunan yang membutuhkan, antara lain material sumber daya dan energi alam. Konsep yang mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia itu merupakan konsep arsitektur berkelanjutan atau sustainable arsitektur (Probo H, 2007). Konsep desain permukiman Islam, antara lain dikemukakan oleh Hakim (1988), yaitu tentang aturan elemen-elemen eksterior dan interior pada rumah tinggal dan elemen pembentuk permukiman muslim. Hal-hal yang diatur termasuk posisi jalan terhadap rumah, lorong pada permukiman, dan tinggi bukaan pada jendela yang menghadap ke jalan, yang memperhatikan aturan Islam, terutama bertujuan untuk melindungi privasi tuan rumah (terutama perlindungan untuk wanita muslim). Hakim (1988) menambahkan bahwa pada prinsipnya rumah adalah aurat sehingga segala sesuatu yang ada di dalam rumah jangan sampai terlihat jelas dari luar. Hal ini terlihat dari aturan bukaan jendela yang menghadap ke jalan, yang posisi bukaannya berada di atas kepala manusia yang sedang berjalan di luar. Dengan posisi lantai rumah yang lebih tinggi dari jalan, orang-orang di dalam rumah dapat melihat ke luar, tetapi orang di luar tidak dapat melihat ke dalam rumah. Konsep desain permukiman Islam juga dikemukakan oleh Mortada (2003), bahwa desain rumah tinggal dan permukiman di Arab bervariasi, antara rumah tinggal untuk keluarga kecil dan rumah tinggal untuk keluarga besar, yang dizoningkan berdasarkan aktivitas kegiatan untuk tiap lantainya. Pada lantai paling bawah, digunakan untuk kegiatan publik, seperti menerima tamu laki-laki sehingga semakin keatas, sifat kegiatan yang dilakukan di dalamnya semakin pribadi.
7
Salah satu contoh permukiman berkonsep desain arsitektur Islam dilihat dari bangunan dan lingkungan kehidupannya adalah Perumahan Bukit Az Zikra Sentul, yang dikembangkan oleh PT Cigede Griya Permai. Pada permukiman tersebut diterapkan tata pergaulan dan kehidupan yang Islami. Terdapat masjid, hotel berkonsep syariah, Islamic center, pondok pesantren, dan sport center. Misalnya, pada fasilitas sport center penghuni laki-laki dipisahkan dari penghuni wanita ketika melakukan olahraga. Penerapan program Islami pada tata hidup dan aktivitas penghuninya dilakukan dengan program harian, pekan, bulanan, dan tahunan. Sebagai contoh, kaum wanita jika keluar rumah harus mengenakan jilbab. Program harian di antaranya salat berjamaah di masjid, kajian Alquran, dan pengajian untuk anak-anak. Program setiap pekan berupa zikir bersama setiap hari Minggu, buka puasa bersama setiap hari Senin dan Kamis, tarbiyah (pendidikan), dan salat tahajud bersama tiap akhir pekan. Program bulanan berupa taushiyah (ceramah) dan zikir akbar. Adapun program tahunan berupa peringatan hari-hari besar Islam, yakni tahun baru Islam, Nuzulul Quran, Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha. Selain itu, terdapat program Ramadhan berupa buka puasa bersama, salat malam berjamaah, itikaf, dan tausyiah (http://www. bukitazzikrasentul.com/). Dalam dunia arsitektur, terdapat banyak teori mengenai rumah tinggal. Teori arsitektur yang berkaitan dengan rumah tinggal, antara lain Teori Lang (1987), yaitu teori tentang faktor yang mempengaruhi pola rumah tinggal. Di dalamnya disebutkan bahwa bentuk pola rumah tinggal dipengaruhi oleh jumlah penghuni, aktivitas penghuni, tingkat pendapatan penghuni, status rumah, dan nilai filosofi yang dianut. Rapoport (1969) menyebutkan bahwa dalam desain rumah tinggal, bentuk rumah tinggal mengikuti adat budaya lingkungan sekitar. Hal ini berlaku pada semua tempat termasuk pada permukiman Islami yang di dalamnya
terdapat
langgam
arsitektur
kontekstual.
Rapoport
(1977)
menyebutkan bahwa latar belakang dari seorang manusia menentukan sistem aktivitas dari manusia tersebut sehingga berpengaruh pada jenis wadah kegiatannya. Teori perubahan dalam rumah tinggal oleh Lang (1987) menyebutkan
bahwa
perubahan
dalam
kehidupan
akan
menyebabkan
perubahan pada susunan ruang atau rumah. Menurut Rapoport (1983), bentuk perubahan lingkungan buatan tidak terjadi langsung secara spontan dan menyeluruh, tetapi sesuai dengan kedudukan elemen-elemen tersebut dalam
8
sistem budaya, yaitu core element (seting yang selalu tetap) dan peripheral element (seting yang berubah sesuai perkembangan). Menurut Maslow (2003), kebutuhan manusia menunjukkan hierarki dari kebutuhan yang paling dasar/pokok hingga kebutuhan tingkat lanjut (advance). Teori Maslow tersebut menjelaskan hierarki kebutuhan manusia terhadap pemenuhan hunian. Tuntutan akan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini pada umumnya akan berjenjang lima tahapan, mulai dari 1) Psysiological Needs atau Survival Needs (Fisiologis), 2) Safety Needs atau Security Needs (Keamanan), 3) Social Needs (Sosial), 4) Esteem Needs (Penghargaan), dan 5). Self Actualization Needs (Kebutuhan aktualisasi diri). Kaitan Social Need dengan manusia sebagai makhluk sosial dalam ajaran Islam adalah interaksi hubungan hablum minannas, yaitu bahwa pada dasarnya manusia ingin berhubungan dengan manusia lainnya dan ingin diakui serta diterima sebagai anggota masyarakat. Teori Al Faruqi (1999) tentang Seni Islam (Arsitektur Islam) menyatakan bahwa seni Islam selain sebagai ungkapan keindahan juga merupakan ungkapan kebenaran dan kebaikan bagi para pemeluknya. Beliau merumuskan bahwa seni Islam merupakan pandangan tentang keindahan yang muncul dari pandangan dunia tauhid yang merupakan inti ajaran Islam, yaitu keindahan yang dapat membawa kesadaran penanggap kepada ide transendensi. Klasifikasi Al Faruqi (1999) terhadap produk estetis dunia Islam (Produk Seni Islam) yang konsisten dengan dasar pandangan tauhid adalah (1) seni sastra, (2) seni kaligrafi, (3) seni dekorasi, (4) arabesque/stilisasi versi Islam, (5) seni suara, meliputi handasah alshawt/tilawah Alquran, seni musik, dan seni pertunjukan/performance art, serta (6) seni ruang (spatial art) meliputi arsitektur, pertamanan (hortikultura & aquakultura), tata kota (urban planning), dan tata desa (rural planning). Contoh penggunaan Struktur Arabesk (stilisasi versi Islam) dalam seni ruang di antaranya (a) struktur multi unit, (b) struktur saling mengunci (interlocking), (c) struktur berkelok, dan (d) struktur mengembang. Al Faruqi menempatkan Arsitektur sebagai salah satu bagian dalam seni ruang, yang di dalamnya terdapat enam karakteristik estetis seni Islam, yaitu abstraksi, struktur modular, kombinasi suksesif, repetisi, dinamisme, dan kerumitan. Teori-teori tersebut terwujud dalam fisik rumah tinggal yang sangat beragam, bergantung pada pemahaman, pemaknaan, dan tingkah laku yang diungkapkan, baik secara
9
terbuka maupun tersembunyi. Perlu diketahui bahwa, rumah tinggal muslim berbeda dengan rumah tinggal nonmuslim karena di dalamnya terdapat aktivitas beribadah sesuai dengan tuntunan Alquran dan Hadis Rasulullah. Dalam rumah tinggal muslim, terdapat tempat untuk menghadap Allah SWT, yaitu tempat untuk salat lima waktu, baik dijalankan sendiri-sendiri maupun berjamaah. Mayoritas
penduduk
Indonesia
beragama
Islam,
tetapi
dalam
kenyataannya kesadaran untuk mewujudkan rumah Islami masih tergolong rendah (Nurjayanti, 2010). Hal ini dipengaruhi oleh sekulerisasi pendidikan arsitektur yang dipengaruhi budaya barat. Perkembangan arsitektur yang dipelopori
oleh
bangsa
Eropa
lebih
mementingkan
konsep
topografi,
pemandangan, arah mata angin, sirkulasi, aksesibilitas, dan pengendalian kebisingan. Kesemuanya itu menekankan pada tujuan kenyamanan semata atau kesejahteraan duniawi. Konsep ini tertanam kuat dalam dunia pendidikan arsitektur di Indonesia. Jika diperhatikan, arsitektur rumah tinggal tradisional lebih religius dibandingkan rumah tinggal modern. Sebagai contoh, arsitektur rumah tradisional Jawa dan Bali yang menekankan
aspek ketuhanan atau memuat
aspek religius, sementara arsitektur rumah tinggal modern cenderung lebih mementingkan nilai-nilai fungsional semata. Rumah tinggal tradisional Jawa sebagai contoh mempunyai ruang senthong tengah sebagai tempat untuk beribadah dan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali mempunyai tempat pemujaan (pemerajan) yang terletak di arah timur laut lahan. Nilai-nilai keislaman pada rumah rumah tinggal yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah nilai berdasar Alquran dan Hadis, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas dalam rumah tinggal. Islam merupakan norma untuk mengatur semua aktivitas manusia. Adapun arsitektur merupakan ruang/wadah untuk berlangsungnya aktivitas manusia sehingga dalam Islam ruang tersebut harus mampu menampung dan mengakomodasi semua aktivitas takwa (halal) dan tidak mewadahi aktivitas yang haram. Jika ruang tersebut menjadi wadah untuk aktivitas-aktivitas yang bersifat takwa, ruang tersebut dapat disebut ruang takwa (Reza, 2004). Ruang takwa ini mewadahi norma-norma absolut yang bersumber pada Alquran dan Hadis. Agama Islam mengajarkan Alquran dan Hadis sebagai pedoman hidup dan dasar tolok ukur seseorang atas ketaqwaannya kepada Allah yang dijabarkan dalam Rukun Iman dan Rukun Islam sebagai landasan akidah dan sebagai landasan pengamalan. Rukun Iman sebagai dasar keyakinan
10
terdiri atas enam keimanan, yaitu iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi/Rasul Allah, iman kepada hati kiyamat, dan iman kepada takdir Allah. Rukun Islam sebagai dasar pengamalan terdiri atas lima rukun, yaitu syahadat, salat, puasa, zakat dan haji (Shihab, 1992). Masing-masing harus dikerjakan dan diamalkan sesuai kemampuan dalam tingkatan pemahaman manusia terhadap Iman, Islam, dan Ihsan. Selain itu, keduanya pun tercermin dalam nilai-nilai Islami yang tampak secara batiniah dan lahiriah, yang juga berdampak pada wujud kehidupan individu dan sosial pada kehidupan dunia sebagai bekal hidup di akhirat. Prinsip Iman merupakan dasar keyakinan yang fundamental dalam ajaran Islam. Keyakinan kuat terhadap Allah, yakni keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa, Mahakuasa, Mahakaya, dan Maha segala-galanya, akan menempatkan manusia pada kedudukan yang sebenar-benarnya yang taat dan patuh serta berserah diri kepada zat penciptanya, yaitu Allah subhanahuwata’ala. Sikap berserah diri dan tunduk yang didasari keyakinan penuh inilah yang disebut Islam. Dengan keimanan yang kuat, kokoh, dan membaja dengan dilandasi oleh rasa berserah diri sepenuhnya kepada zat pencipta, Allah SWT, manusia akan merasa bahwa semua tingkah laku, perbuatan, dan ucapannya selalu diawasi dan dikontrol oleh Allah SWT. Pemahaman tersebut menyebabkan manusia berhati-hati dalam bertindak, tidak melakukan penyelewengan, ketidakjujuran, kemunafikan, dan sebagainya karena perbuatan manusia setiap harinya selalu diketahui Allah dan terekam, serta tercatat oleh malaikat. Semua kegiatan muslim berlandaskan pada ibadah untuk mencari rida Allah ini disebut Ihsan. Jadi, ajaran Islam yang pokok adalah Iman, Islam, dan Ihsan. Dari berbagai uraian sebelumnya, dapat diuraikan tentang State of the Art mengenai penelitian Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1 berikut:
11
STATE OF THE ART NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM RUMAH TINGGAL TEORI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL: Lang(1987),Rapoport (1969, 1977), Ronald (2005) SUSTAINABEL ARSITEKTUR: Hiroshi Kawase (2007) Moughtin (2005) Teori ARSITEKTUR ISLAM: Faruqi (1999), (Hakim, 1988) (Mortada, 2003) Noe’man, 2003 ISLAM: Nilai-nilai Alquran +Hadis: Tauhid, Ibadah, Akhlaq, Muamalah, Syari’ah, diamalkan dlm Ibadah Mahdhah &Ghairu Mahdhah
ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL ISLAMI: Definisi, Hakekat, Karakter/sifat, Fungsi, Prinsip Islami Aktivitas islami, Zona Islami, Tata Ruang Islami, Estetika islami
Hakekat Rahmatan lil alamin Fungsi rumah tinggal sbg sarana ibadah Aktivitas: hablumminallahh ablumminannas, hablum minal alamin. Zona berkonsep muhrim Ruang-ruang wajib dan ruang sunah Seni tauhid/hias islami
Nilai-nilai Keislaman dan perwujuda nnya dalam Rumah Tinggal:
Gambar 1.1: State of the art Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal
Gambaran pentingnya penelitian (urgensi penelitian) terlihat pada Tabel 1.1 yang menunjukkan adanya Theoretical Gap, yaitu bahwa hal yang masih perlu diteliti adalah penelitian tentang keterkaitan hubungan antara nilai-nilai keIslaman dan perwujudannya dalam rumah tinggal, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga penelitian ini layak dilakukan. Tabel 1.1: Theoretical Gap Teori & Konsep
Gap
Empiri
Teori Lang (1987), Rapoport (1969,1977), adalah teori arsitektur yang belum dikolaborasikan dengan konsep Islam khususnya Rumah Tinggal Islami
Belum ada kasus khusus yang meneliti keterkaitan hubungan antara nilai– nilai keislaman dengan perwujudannya dalam rumah tinggal serta faktor-faktor yang berpengaruh pada terwujudnya rumah tinggal
Penelitian pada kasus di tiga lokasi yang berbeda dengan citra Islam, dilihat dari: waktu mulai terbangun, nilai historis, kebudayaan, dan corak bangunan, menyiratkan adanya hubungan antara nilai-nilai keislaman dan perwujudannya dalam rumah tinggal
Adapun kerangka pemikiran penelitian Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal terlihat pada Gambar 1.2
12
Gambar 1.2: Kerangka Pikir Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal
1.2. Perumusan Masalah Konsep yang menjelaskan hubungan antara nilai-nilai keislaman dan perwujudan ruangnya pada rumah tinggal belum banyak ditemukan sehingga perlu diteliti lebih mendalam. Diharapkan hasil penelitian nanti dapat digunakan untuk membangun dan memperkaya konsep perwujudan rumah tinggal islami dengan mengambil kasus-kasus permukiman yang bercitra Islam. Novelty atau nilai kebaruan penelitian terletak pada kondisi sekarang, yang di dalamnya dijumpai:
13
a. Isu kebutuhan rumah tinggal bernilai keislaman pada masa kini, yang disandingkan dengan fenomena yang muncul berupa melemahnya karakter kehidupan beragama Islam. b. Kebutuhan untuk mengantisipasi menurunnya kehidupan beragama Islam, khususnya dalam perwujudan rumah tinggalnya sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terwujudnya rumah tinggal Islami.
c. Keterkaitan antara teori atau konsep rumah tinggal pada umumnya belum dikaitkan dengan ajaran agama Islam. Dalam Islam, ilmu tidak dapat dipisahkan dengan agama sehingga dilakukan penggabungan antara The Law of God (prinsip berdasar hukum Allah, yaitu Nilai-nilai keislaman, yang tercantum dalam Al-Qur’an), dan The Law of Nature (prinsip berdasar hukum alam dan teori hasil olah pikir manusia) sebagai teori pendukung.
1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan
pada
kompleksitas
persoalan
yang
telah
dijabarkan
sebelumnya, maka pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini akan menjadi fokus selanjutnya. a. Apakah terdapat nilai-nilai keislaman dalam rumah tinggal dan bagaimana perwujudan ruangnya pada rumah tinggal di Kampung Kauman Kudus, Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3 Sleman DIY? b. Mengapa wujud fisik rumahnya demikian dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada perwujudan ruang dalam rumah tinggalnya? c. Bagaimana rumusan konsep rumah tinggal Islami berdasar Alquran dan Hadis? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Menelusuri dan mencari adanya nilai-nilai keislaman yang berwujud aktivitas islami dalam rumah tinggal dan perwujudan ruangnya pada rumah tinggal di Kampung Kauman Kudus, Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3 Sleman DIY.
14
b. Mencari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perwujudan ruang dalam rumah tinggal di Kampung Kauman Kudus, Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3 Sleman DIY. c. Menelusuri dan merumuskan konsep rumah tinggal islami berdasar Alquran dan Hadis.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: a.
Manfaat bagi ilmu pengetahuan: memperkaya teori tentang arsitektur rumah tinggal islami secara khusus, dan arsitektur Islam secara umum.
b. Manfaat bagi Desainer: memberi masukan bagi arsitek Indonesia tentang konsep nilai-nilai keislaman pada rumah tinggal. c. Manfaat bagi Masyarakat: memberi masukan kepada masyarakat tentang landasan desain rumah tinggal berkonsep islami. 1.6. Lingkup Penelitian Berdasarkan skala kompetensi atau tingkatan dalam analisis, penelitian dalam bidang arsitektur (Snyder, 1984) terbagi atas tiga klasifikasi, yaitu (1) mikro: bangunan; (2) messo: komplek bangunan; dan (3) makro: kota. Berdasarkan klasifikasi tersebut, fokus penelitian ini berada pada lingkup mikro, yaitu pada studi bangunan rumah tinggal terkait nilai-nilai keislaman dan perwujudannya. Bidang keilmuan terkait bidang arsitektur dapat dilihat pada Tabel 1.2 Tabel 1.2: Bidang Keilmuan terkait bidang arsitektur No
Uraian
Bidang Keilmuan terkait bidang arsitektur
1
Bidang Ilmu
Perumahan dan Permukiman
2
Kompetensi
Arsitektur Rumah Tinggal Islami
3
Area keilmuan
Arsitektur Islam (Arsitektur yang berpedoman pada Nilai-nilai dalam Alquran dan Hadis)
15
1.7. Keaslian Penelitian Disertasi yang terkait dengan arsitektur bernilai Islam adalah disertasi Utaberta (2009), dari Fakulti Alam Bina, Universiti Teknologi Malaysia (UTM), dengan judul “Pemikiran Senibina Islam Moden di Nusantara pada abad ke 20”. Desertasi ini memiliki tujuan mendokumentasi dan menganalisis berbagai ide, falsafah, serta pemikiran tentang senibina Islam (arsitektur Islam) yang terwujud pada zaman modern, abad ke 20 di Nusantara, dengan fokus pada perkembangan Arsitektur Islam di Indonesia dan Malaysia. Dalam hasil kajiannya ditemukan bahwa sebagian besar pemikiran senibina Islam (arsitektur Islam) era modern di Malaysia dan Indonesia mengambil pedoman dan panduan dari pemikiran di dunia, yaitu pendekatan klasik-sejarah, deskipsi-fisikal, metafisikal-ekspresionisme, hukum-syariat dan regionalisme-kawasan. Terdapat dua pemikiran dari dua orang tokoh di Malaysia yang menganjurkan pemikiran modern-kontekstual dan konservasi yang tidak terdapat dalam model pemikiran dunia modern abad 20. Disertasi tersebut meneliti pemikiran arsitektur Islam di Nusantara dalam lingkup makro, sedangkan disertasi yang tengah ditulis ini meneliti rumah tinggal yang bersifat Islam dalam lingkup mikro. Penelitian yang telah dipublikasikan pada jurnal terkait arsitektur rumah tinggal dilihat dari sudut pandang nilai-nilai Islam antara lain: 1. Penelitian Azizah, dkk., (2012), yang mengkaji proses dan pola interaksi sosial, serta tata ruang pada rumah tinggal keturunan Arab di kelurahan Pasar Kliwon Surakarta. Penelitian ini menemukan bahwa pola interaksi sosial berpengaruh pada perwujudan manifestasi hijab. 2. Studi literatur yang dilakukan Reza (2012) tentang Sunah Space, menunjukkan bahwa dalam dunia desain arsitektur, aktivitas penghuni dianggap sama, baik penghuni yang Islam maupun nonIslam. Adapun kondisi di lapangan, aktivitas penghuni Islam yang mempunyai sifat takwa berbeda dengan aktivitas nonIslam. Dengan demikian, menurut disiplin ilmu arsitektur, misalnya sebuah rumah tinggal sudah memenuhi persyaratan fisik maupun non fisik berupa zoning ruang dan persyaratan kebutuhan ruang yang ideal, pada kenyataannya penghuni yang bertakwa masih merasa tidak nyaman karena tidak dapat mengamalkan sunah Nabi semaksimal mungkin. Beberapa sunah space yang ditemukan, antara lain orientasi kiblat, suci-
16
najis, muhrim, tamzis, balig, gender, ruang orang tua, kawasan haram, dan kawasan wakaf. 3. Penelitian Mappaturi (2012) tentang pagar hunian sebagai citra, estetika, atau simbol permusuhan terhadap lingkungan sekitar, dikaitkan dengan perintah Islam untuk memuliakan tetangga, yaitu menjaga hablumminannas dengan tetangga. Kesimpulan penelitian tersebut adalah bahwa dalam mendesain pagar hunian yang bersifat semi transparan, sebaiknya memberi kesan terbuka serta pengaruh baik pada rasa persaudaraan dan interaksi dengan tetangga. 4. Penelitian Triyosoputri dan Etikawati (2012) mengkaji tentang peranan dan pengaruh nilai Islam pada rumah tinggal di Malang. Penelitian ini mempunyai fokus kajian pada elemen pembatas ruang publik dan ruang privat. Temuannya berupa adanya pembatas antara ruang publik dan ruang privat yang bersifat permanen dan nonpermanen. 5. Penelitian literatur oleh Nurjayanti (2004) tentang “Aplikasi Konsep Islam pada Rumah Tinggal” merekomendasikan konsep ruang dalam/interior, konsep ruang luar, dan bentuk bangunan. Pada pola rumah tinggal islami, terdapat fungsi mushala sebagai tempat salat sekeluarga, terdapat pemisahan yang jelas antara publik dan privat, adanya perlindungan terhadap wanita dengan ruang berhijab, serta rumah estetis dan bersih dari najis. 6. Penelitian literatur oleh Ikhwanuddin (2004) tentang “Interpretasi Tekstual Konsep Ruang dalam Islam”, menyatakan bahwa nilai ruang dalam Islam selalu dikaitkan dengan fungsi ruang, aktivitas yang dilakukan di dalamnya, dan pelakunya. Pelaku dalam hal ini sangat mempertimbangkan faktor gender: seluruhnya pria, seluruhnya wanita, atau campuran keduanya. 7. Penlitian literatur oleh Nashrah dan Arsyad (2010) tentang “Penerapan Konsep Arsitektur Islami sebagai Alternatif dalam Perencanaan dan Perancangan Rumah Tinggal” menunjukkan adanya konsep peruangan pada rumah tinggal islami yang di antaranya juga mengacu pada tulisan Nurjayanti (2004). 8. Publikasi oleh Sukawi (2010) berjudul “Wujud Arsitektur Islam pada Rumah Tradisional Kampung Kulitan Semarang” menunjukkan adanya akulturasi budaya yang disebabkan oleh Islam. Hal ini terlihat dari bentuk bukaan
17
fasade berupa tiga pintu yang melambangkan Islam, Iman, dan Ihsan. Terdapat ornamen bentuk lubang angin berupa hiasan geometris dan floris yang sesuai dengan ajaran Islam, serta bentuk denah dengan pembagian zona yang jelas antara publik, semi publik, dan privat. 9. Publikasi oleh Burhanuddin (2010), yang berjudul “Konsep Teritori dan Privasi sebagai Landasan Perancangan dalam Islam”. Penelitian tersebut menerangkan bahwa konsep teritori dan privasi yang dewasa ini sudah jarang kita jumpai dalam suatu rumah tangga, sangat dipengaruhi oleh kondisi era modern. Konsep teritori terlhat pada batas-batas berkunjung (bertamu) bagi tamu yang tidak mempunyai hubungan keluarga (bukan muhrimnya). Desain rumah tinggal sangat menpengaruhi penerapan batasbatas teritori dan privasi, misalnya seorang tamu dapat melihat langsung ke dalam ruang keluarga pada saat berkunjung. Tatanan berperilaku dalam kesehariannya terkadang terabaikan oleh kebiasaan-kebiasaan yang ada. Hal ini seharusnya dikontrol dengan kaidah dan norma-norma yang terkandung dalam ajaran Islam.
Keseluruhan
penelitian/publikasi
tersebut
berkaitan
dengan
tema
Disertasi penulis dalam konteks yang berbeda. Dengan demikian, pembahasan mengenai nilai-nilai keislaman pada rumah tinggal dengan menggunakan studi pada tiga lokasi, yaitu Permukiman di Kampung Kauman Kudus, Permukiman di Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3 Yogyakarta, belum dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, judul penelitian pada Desertasi ini original, yaitu “Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal, Studi Kasus: Kampung Kauman Kudus, Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3, Sleman, Yogyakarta. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan “nilainilai keislaman’ dalam rumah tinggal adalah prinsip penting yang bersifat Islam, berdasar ayat Alquran dan Hadis, yang mendasari terwujudnya ruang pada rumah tinggal. Sub judul dari penelitian ini adalah studi kasus, yaitu pada Kampung Kauman Kudus, Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3 Sleman Yogyakarta. Ketiga lokasi tersebut dipilih berdasarkan kekuatan historis keislaman dan perbedaan waktu terbangunnya permukiman, mulai dari awal masuknya Islam di Jawa hingga sekarang.
18
Peneltian ini membahas keterkaitan antara keyakinan dengan arsitektur. Keyakinan dalam hal ini adalah kepercayaan dan keimanan seseorang yang beragama Islam (muslim) yang berpedoman pada Alquran dan Hadis, yang di dalamnya mengandung nilai-nilai keislaman. Untuk menjadi seorang Islam, diwajibkan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, serta mengamalkan rukun Islam dan rukun Iman. Rukun Islam yang dimaksud adalah syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji. Pelaksanaan rukun Islam tersebut disertai dengan mengamalkan semua ajaran Islam dan menjauhi laranganNya. Nilai-nilai keislaman yang dimaksud dibatasi pada arahan Alquran dan Hadis tentang aktivitas yang berkaitan dengan rumah tinggal, sedangkan ruang adalah wadah dari semua aktivitas tersebut. Keyakinan akan ajaran Alquran dan Hadis menimbulkan pemahaman mengenai nilai-nilai Islam yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari berupa kegiatan. Kegiatan dalam rumah tinggal ini memerlukan pewadahan berupa ruang-ruang yang berfungsi sesuai kegiatan tersebut. Kegiatan yang bersifat Islam menjadikan ruang yang terbentuk bernilai islami. Pembahasan tentang ruang yang bersifat islami ini berkaitan dengan dunia arsitektur, yaitu arsitektur yang bersifat Islam yang diterapkan pada rumah tinggal Pengertian subjudul tersebut adalah bahwa dengan pendekatan studi kasus dilakukan dengan meneliti 3 lokus amatan penelitian yang dianggap mewakili zaman permulaan ketika Islam memasuki tanah Jawa sampai dengan sekarang. Islam sudah memasuki tanah Jawa sejak abad 7—13 (Suryanegara, 2007). Lokus pertama yang dipilih adalah Kampung Kauman Kudus. Kota Kudus ini termasuk kota awal terbentuknya masyarkat Islam yang dipimpin oleh Sunan Kudus. Beliau mendirikan Masjid Menara Kudus dan dari situ berkembanglah permukiman Islam di sekitar Masjid tersebut yang sekarang dengan Kampung Kauman Kudus sebagai kasus pertama. Lokus ini mewakili permukiman yang dibangun pada era awal Islam di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Adapun Kampung Kauman Solo merupakan kampung yang terletak di Kelurahan Kauman, berlokasi di dekat Masjid Agung Solo (Surakarta), yang dianggap mewakili era pertengahan (mulai abad 18—19), yaitu rumah tinggal di Kampung Kauman Solo, sebagai kasus kedua. Lokus ketiga adalah Perumahan Muslim Darussalam 3 Sleman, Yogyakarta yang merupakan perumahan yang dibangun
19
oleh developer dengan menggunakan citra muslim dan dianggap mewakili era sekarang, dibangun mulai tahun 2006. Orisinalitas penelitian terkait metode penelitian studi kasus menunjukkan bahwa desertasi di bidang arsitektur yang telah menggunakan metoda studi kasus belum banyak dilakukan sebelumnya. Ada beberapa penelitian studi Disertasi S3 dan Thesis S2 yang berasal dari bidang ilmu arsitektur maupun yang bukan dari bidang ilmu arsitektur, antara lain: (1). Penelitian Disertasi (Ph.D dari University of London, tahun 2000), berjudul: Residential Land Developers’ Behaviour in Jabotabek, Indonesia yang diteliti oleh Winarso. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus yang merupakan penelitian eksplorasi tentang perilaku developer di Jabodetabek. Penelitian ini menyimpulkan bahwa harga tanah lebih dominan daripada jarak rumah ke pusat kota atau tempat kerja. Studi kasus di dalamnya digunakan sebagai metoda untuk problem solving. (2). Penelitian Disertasi (Dr. bidang ilmu manajemen UGM, tahun 2012) berjudul “Studi Eksplorasi tentang Keselarasan Strategi Teknologi Informasi dan Strategi Bisnis” diteliti oleh Wahyuni. Penelitian ini menggunakan metoda studi kasus, berupa kasus jamak dengan paradigma kualitatif-interpretivis. (3) Penelitian Disertasi (Dr. bidang ilmu Geografi UGM, tahun 2011) berjudul “Perubahan Pola Spasial Pergerakan Penduduk dan Lokasi Pelayanan Ekonomi yang Tersubstitusi oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi (Studi Kasus: Perkotaan Yogyakarta)”. Penelitian ini ditulis oleh Rachmawati, menggunakan metoda studi kasus, berupa kasus tunggal. (4) Penelitian Thesis S2 Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah UGM (2010) berjudul “Strategi Bermukim Buruh Migran Industri, Studi Kasus Buruh Migran Industri di Kecamatan Klari Kabupaten Karawang” oleh Hutomo, merupakan penelitian eksplanatoris dengan metode studi kasus, berupa kasus jamak. Penelitian tersebut diatas menggunakan metoda studi kasus, namun berbeda dengan penelitian penulis yang berupa penelitian studi kasus eksploratoris, dengan paradigma postpositivistik dimana data penelitian diambil dengan berlandaskan teori dan empiri. Dalam hal jumlah kasus peneliti menggunakan kasus jamak pada permukiman berlatar belakang muslim.