BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara padat penduduk di dunia. Indonesia menempati posisi ke empat negara padat penduduk dengan jumlah 248,8 juta penduduk yang tersebar di berbagai pelosok di Indonesia (www.bps.go.id). Indonesia sendiri memiliki kontur yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil, besar dan banyak pegunungan, oleh karena itu untuk menghubungkan dan membantu peningkatan pembangunan ekonomi di tiga puluh tiga propinsi yang ada di Indonesia tersebut, diperlukan sarana angkutan yang memadai, baik moda darat, laut maupun udara. Ketiga moda transportasi tersebut harus dikembangkan untuk kepentingan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Namun untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kontur yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil, besar dan banyak pegunungan, jenis alat transportasi yang sangat cocok untuk memenuhi mobilitas warga Negaranya yaitu dengan menggunakan moda transportasi udara atau pesawat terbang. Dengan pesawat terbang tentu sangat menekan biaya sekaligus waktu yang dibutuhkan untuk berpergian dari pulau satu ke pulau lainnya. Jika dibandingkan dengan transportasi lainnya seperti darat dan laut, dari efesiensi waktu biaya dan kecepatan sudah jelas jauh berbeda dengan pesawat terbang, terlebih untuk pada warganya yang ingin berpergian dari pulau satu ke pulau lainnya, transportasi udara sudah sangat menjawab kebutuhan transportasi antar pulau di Negara Indonesia. Jika dilihat dari sisi lain, dengan adanya moda transportasi udara atau pesawat terbang ini bisa ikut andil dalam pengembangan sektor ekonomi daerah dengan ikut membuka jalur baru untuk pengembangan daerah terpencil dan pelosok mengingat Negara Indonesia terdiri dari gugusan pulau besar dan ribuan pulau-pulau kecil. Begitu halnya dengan sektor pariwisata dan ketenagakerjaan, dengan pesawat terbang, sektor pariwisata bisa terjamah melihat kekayaan Indonesia yang begitu banyak serta ketenagakerjaan yang bisa merata di seluruh
1
Negara Indonesia (ekonomi.kompasiana.com). Untuk itu moda transportasi udara di Indonesia belakaangan ini semakin banyak, berikut lima belas perusahaan penerbangan niaga berjadwal di Indonesia, yaitu: Tabel 1.1 Kumpulan Nama Maskapai Penerbangan Niaga Berjadwal di Indonesia No.
Nama Maskapai penerbangan
1.
PT Garuda Indonesia
2.
PT Merpati Nusantara Airlines
3.
PT Mandala Airlines
4.
PT Indonesia Airasia
5.
PT Lion Mentai Airlines
6.
PT Wings Abadi Airlines
7.
PT Sriwijaya Air
8.
PT Kalstar Aviation
9.
PT Travel Express Aviation
10.
PT Citilink Indonesia
11.
PT Transnusa Aviation Mandiri
12.
PT Batik Air Indonesia
13.
PT Asi Pudjiastuti Aviation
14.
PT Aviastar Mandiri
15.
PT Sky Aviation Sumber : hubud.dephub.go.id
Sayangnya, banyaknya nama maskapai di Indonesia tidak di iringi dengan tingkat keselamatan penerbangan. Indonesia sendiri menempati 10 besar kecelakaan pesawat terbanyak di dunia. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Aviation Safety Network yang merangkum kecelakaan pesawat sejak 1945, Indonesia ada di posisi ke sepuluh dengan jumlah kecelakaan yaitu sebanyak 94 kali dengan korban meninggal sekitar 1.908 orang (aviation-safety.net). Berikut merupakan tabel kecelakaan pesawat terbang pada kurun waktu 2010-2014 di Indonesia: 2
Tabel 1.2 Perincian Kecelakaan Pesawat Terbang Tahun 2010-2014 Tanggal
Jenis Pesawat
Nama Maskapai Penerbangan
13 april 2010
Boeing 737-300 PK-MDE
Merpati Nusantara Airlines
7 Mei 2011
MZ 8968, MNA 8968
Merpati Nusantara Airlines
29 September 2011 Cassa C 212
Nusantara Buana Air
9 Mei 2012
SSJ-100-95
Sukhoi Superjet 100
13 April 2013
JT 904, LNI 904
Lion Air
10 Juni 2013
Xian MA60
Merpati Nusantara Airlines
28 Desember 2014
Airbus A320
AirAsia
Sumber: diolah dari berbagai sumber (2015). Kejadian jatuhnya pesawat di Indonesia yang tertera di tabel di atas ini di dukung oleh adanya data yang di miliki oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia (KNKT). Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mencatat, terdapat total jumlah korban tewas dalam kecelakaan penerbangan dalam kurun waktu 2007-2013 mencapai angka 305 korban jiwa. Tentu hal tersebut sangat disayangkan melihat pertumbuhan transportasi udara di Indonesia sedang mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Berikut gambar data dari KNKT mengenai kecelakaan penerbangan di Indonesia: Gambar 1.1 Gambar Data Kecelakaan Penerbangan Tahun 2007-2013
Sumber: kemhubri.dephub.go.id
3
Dengan adanya kejadian kecelakaan pesawat terbang tentunya terjadi karena berbagai faktor. Daily Mail dalam laporannya menyebutkan, seiring meningkatnya permintaan untuk perjalanan udara, Indonesia masih berkutat dengan upaya memenuhi tuntutan standar keamanan, dan rendahnya jumlah pilot, mekanik,
dan
pengendali
lalu
lintas
udara
berkualifikasi
(www.dunia.news.viva.co.id). Selain itu juga, fakta menyebutkan bahwa Asia tenggara merupakan wilayah udara yang padat akan lalu lintas udara termasuk Indonesia (www.fastnewsindonesia.com). Menurut KNKT yang di ambil dari situs Departemen Perhubungan, prosentase perkiraan faktor penyebab kecelakaan penerbangan tahun 2007-2013 : Gambar 1.2 Gambar Prosentase Perkiraan Faktor Penyebab Kecelakaan Penerbangan Tahun 2007-2013
Sumber: kemhubri.dephub.go.id Melihat tabel diatas pada tahun 2007 sampai pada tahun 2013, kecelakaan pesawat yang disebabkan oleh faktor lingkungan menempati urutan terakhir yaitu 6%. Faktor lingkungan atau cuaca memang sulit untuk diprediksi walaupun ramalan cuaca sudah jelas menerangkan seputar ramalan cuaca pada hari tersebut karena cuaca bisa saja sewaktu-waktu berubah. Pada urutan ke dua yang menjadi faktor perkiraan penyebab kecelakaan pesawat yaitu faktor teknis. Faktor teknis seperti gangguan pada mesin pesawat atau gangguan pada salah satu komponen bisa saja terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan atau perawatan pada pesawat itu sendiri. Dan pada urutan pertama yang menjadi faktor kecelakaan pesawat terbang yaitu faktor manusia yaitu mencapai 60%.
4
Salah satu kecelakaan terakhir terjadi di Indonesia yaitu pada 28 Desember 2014. Indonesia mendapat kabar duka bahwa pesawat AirAsia Airbus A320 milik Indonesia
AirAsia
penerbangan
8501
dengan
nomor
penerbangan
QZ8501/AWQ8501, dinyatakan menghilang setelah hilang kontak dengan menara pengawas 42 menit setelah lepas landas dari Surabaya menuju Singapura. Kantor berita AP melaporkan pejabat Kementrian Perhubungan Hadi Mustofa, menyebut pesawat itu kehilangan komunikasi setelah lepas landas pukul 5.20 pagi waktu setempat. Mustofa mengatakan pesawat itu membawa tujuh awak dan 155 penumpang, dan pesawat itu diyakini kehilangan kontak di atas Laut Jawa antara Pulau Kalimantan dan Jawa. Pesawat AirAsia jenis Airbus A320-250 yang diterbangkan oleh Kapten Irianto dan copilot Remi Imanuel, hilang kontak 42 menit setelah lepas landas dari Bandara Juanda Surabaya. Pesawat itu sedianya tiba di Singapura jam 08.30 pagi. Sebagian besar awak dan penumpang pesawat adalah warga negara Indonesia. Ada pula beberapa warga Korea Selatan dan Singapura. Data pasti masih belum diketahui. Data sementara menunjukkan dari 155 penumpang tersebut 138 orang dewasa, 16 anak-anak dan 1 bayi (www.voaindonesia.com). Rangkaian kejadian tersebut bisa saja mengakibatkan persepsi yang buruk bagi konsumen pengguna jasa transportasi tersebut, dan apabila hal tersebut dibiarkan akan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap industri penerbangan di Indonesia. Rentetan kejadian jatuhnya pesawat terbang di Indonesia tentunya membuat banyak media yang mengabarkan kabar terbaru seputar kejadian tersebut. Kebutuhan masyarakat akan sebuah informasi yang cepat dimanfaatkan betul oleh para pemilik media massa dalam menyampaikan informasi, edukasi, hiburan, dan ilmu pengetahuan kepada para khalayak luas. Untuk mencukupi kebutuhan khalayak tersebut, media massa aktif dalam memproduksi informasi yang cepat, hangat dan orisinil menganai berbagai kejadian atau seputar informasi yang menarik bagi khalayak luas. Sebagaimana dikemukakan Marshall McLuhan di buku Ardianto komunikasi massa suatu pengantar, kita sekarang hidup dalam desa dunia (global village), karena media massa modern memungkinkan berjuta-
5
juta orang di seluruh dunia untuk berkomunikasi ke hampir setiap pelosok dunia (Ardianto, 2009: 2). Dalam dunia jurnalistik televisi dinyatakan seing is believing. Televisi adalah dunia gambar, sehingga khalayak yang menonton televisi dengan melihat maka meraka akan percaya. Jika dibandingkan dengan radio yang yang hanya memuat unsur kata-kata, musik dan sound effect, maka televisi selain ketiga unsur tersebut juga memiliki unsur visual berupa gambar, sehingga penonton yang menonton berita di televisi bisa melihat secara langsung. Dan gambar ini bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. Selain itu televisi bisa memuat berita langsung pada kejadian serta pemberitaan yang diliput langsung pada waktu kejadian. Dengan adanya kasus kecelakaan pesawat akhir‐akhir ini terutama yang diberitakan oleh media massa televisi, masyarakat seolah terbius untuk menyaksikan berita seputar kecelakaan pesawat yang sedang hangat di perbincangkan. Seperti menurut Vivian di bukunya teori komunikasi massa, banyaknya audience televisi menjadikannya sebagai medium dengan efek yang besar terhadap orang dan kultur dan juga terhadap media lain. Sekarang televisi adalah medium massa dominan untuk hiburan dan berita (Vivian, 2008: 224),. Terpaan informasi dari televisi yang terus menerus pada khalayak memungkinkan posisinya sebagai penuntun atau pedoman bersikap dalam menanggapi berbagai kejadian yang ada di sekitar. Fungsi dari televisi itu sendiri yaitu mamberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk (Ardianto, 2004: 128). Televisi merupakan sebuah media komunikasi massa yang sangat potensial, tidak saja diperuntukkan untuk sekedar menyampaikan informasi saja, tapi juga membentuk perilaku seseorang. Terpaan pemberitaan jatuhnya pesawat terbang dari media masa televisi tentunya menimbulkan efek pada penonton televisi. Efek komunikasi massa itu sendiri merupakan setiap perubahan yang terjadi di dalam diri penerima, karena menerima pesan-pesan dari suatu sumber. Perubahan ini meliputi perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan perubahan perilaku nyata (Wiryanto, 2006: 39). Terpaan tayangan atas pemberitaan jatuhnya pesawat akan memberikan
6
stimuli dalam bentuk sikap para pemirsa yang menyaksikan kejadian. Pada penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti sikap penonton televisi yang pernah melihat pemberitaan seputar pesawat jatuh di Indonesia. Pada penelitian ini penulis menguji teori kultivasi yang di ciptakan oleh George Gerbner. Istilah kultivasi pertama kali dikemukakan pada tahun 1969 yang berasal dari kata kerja to cultivate yang berarti menanam. Teori kultivasi itu sendiri yaitu media massa menanamkan sikap dan nilai-nilai tertentu. Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar anggota masyarakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula. Dengan kata lain, media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu meyakininya. Jadi, para pecandu televisi akan memiliki kecenderungan sikap yang sama satu sama lain (Nurudin, 2007: 169). Pada mulanya, teori kultivasi dikembangkan untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada presepsi, sikap, dan nilai-nilai orang. Teori ini berasal dari program riset di Amerika yang memakan waktu cukup lama yang diteliti oleh George Gerbner beserta para koleganya di Anneberg School of Communication di University of Pennsylvania. Pada penelitian ini tim Gerbner membantu pemerintah Amerika Serikat untuk meneliti efek tayangan media massa televisi. Tim Gerbner menyatakan bahwa bagi para pemirsa pecandu televisi, televisi pada hakikatnya memonopoli dan memasukkan sumber-sumber informasi, gagasan, dan kesadaran lain. Dampak dari semua keterbukaan ke pesan-pesan yang sama menghasilkan apa yang oleh para para peneliti ini disebut kultivasi, atau pengajaran pandangan bersama tentang dunia sekitar, peran-peran bersama, dan nilai nilai bersama (Severin dan Tankard, 2009: 320). Para peneliti kultivasi menunjukan bahwa perbedaan-perbedaan antara pemirsa penonton berat dengan pemirsa penonton ringan muncul bahkan pada sejumlah variabel penting, termasuk usia, pendidikan, membaca berita, dan jenis kelamin (Severin dan Tankard, 2009: 321). Maksudnya yaitu perbedaan antara penonton kelas berat dan ringan disebabkan oleh banyak faktor lain yaitu variabel-variabel, dan mereka berusaha untuk mengontrol variabel-variabel itu.
7
Oleh sebab itu banyak peneliti belum puas akan penelitian yang dilakukan oleh Gerbner dan juga timnya. Seperti salah satu peneliti bernama Paul Hirch mengkeritik
penelitian
dari
Gerbner
ini.
Analisis
Hirch
selanjutnya
mengindikasikan bahwa jika orang mengontrol sejumlah variabel yang berbeda semua sekaligus, dampak yang tersisa yang dapat dianggap disebabkan oleh televisi menjadi sangat kecil (Severin dan Tankard, 2009: 322). Sebagai tanggapan atas kritik dari Hirch dan lain-lainnya, Gerbner beserta kawan-kawannya merevisi teori kultivasi. Mereka mengemukakan dua alasan yang menjelaskan bagaimana kultivasi dapat terjadi yang menurutnya disebabkan oleh dua hal, dengan kata lain kultivasi dapat terjadi karena 2 cara yang terdiri atas mainstreaming dan resonansi (Morisan, 2013: 523). Mainstream menurut bahasa yaitu arus utama, sedangkan mainstreaming yaitu proses mengikuti arus. Arus utama disini maksudnya ialah kelompok penonton berat cenderung mempercayai realitas yang digambarkan di televisi adalah dunia yang sebenarnya. Sedangkan proses mengikuti arus menjelaskan bahwa televisi bisa membuat penontonya menjadi homogen sedemikian rupa sehingga mereka yang cenderung penonton berat televisi akan memiliki pemikiran orientasi atau prespektif yang sama satu sama lain. Dan cara yang kedua yaitu resonansi, yaitu ketika apa yang disajikan oleh televisi sama dengan realitas aktual sehari-hari. Jadi, apa yang terjadi di masyarakat pada masa itu ikut di beritakan juga oleh media televisi. Menurut Gerbner, kondisi ini memberikan dosis ganda (Morisan, 2013: 525). Seiring waktu berjalan, teori kultivasi banyak di revisi oleh banyak peneliti. Tidak jauh berbeda antara kritik satu sama lain antar peneliti, yaitu pengaruh tayangan televisi memang bisa saja mempengaruhi para penontonnya, tetapi beberapa variabel-variabel seperti faktor usia, lingkungan, budaya dll juga ikut mempengaruhi hasil riset penelitian para peneliti. Untuk itu peneliti ingin meneliti penelitian ini dengan menguji teori kultivasi dengan memuat berbagai variabel-variabel seperti usia, lingkungan, pendidikan, budaya. Pengunjung Bandara Juanda Surabaya menjadi objek pada penelitian ini. Bandara Juanda itu sendiri merupakan bandara besar berkelas internasional yang memiliki arus lalulintas udara yang cukup padat. Tapi sayang, laporan Badan
8
Pusat Statistik (BPS) Jatim pada awal tahun 2015 tepatnya di bulan Februari terjadi penurunan pengguna pesawat yaitu 15% dari bulan Januari khususnya pada turis yang berkunjung ke bandara Juanda Surabaya (kabar24.bisnis.com). Selain itu juga, pemilihan pada objek penelitian ini dilandasi karena kasus kecelakaan pesawat terakhir di akhir tahun 2014 yang berangkat dari Bandra Juanda Surabaya. Kepala BPS Jatim Sairi Hisbullah memperkirakan turunnya pamor bandara Juanda di sebabkan karena efek traumatis kecelakaan AirAsia QZ8501 yang disiarkan oleh media di pengunjung tahun 2014 lalu. Seperti banyak jurnal internasional menyebutkan media televisi memang cukup berperan penting dalam perubahan sikap para penontonnya dalam mengambil sikap setelah melihat pemberitaan pesawat jatuh. Selain itu juga di berbagai jurnal internasional, efek media mengenai kecelakaan pesawat mempengaruhi sektor industri pesawat yang berimbas pada penurunan keuangan beberapa industri pesawat terbang. Sesuai paparan di atas, dengan melihat efek pada media massa televisi mengenai kecelakaan pesawat yang berimbas pada penurunan pengguna pesawat, apakah hal tersebut juga menjadikan faktor perubahan sikap pengguna pesawat di bandara Juanda Surabaya atau tidak, dengan judul penelitian “Pengaruh Terpaan Tayangan
Televisi Mengenai Pemberitaan Jatuhnya Pesawat Terhadap
Sikap Pengguna Jasa Transportasi Udara Pesawat Terbang Di Bandara Juanda Surabaya (Studi Pasca Pemberitaan Jatuhnya Pesawat Domestik Di Televisi Lima Tahun Terakhir)”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diatas, penulis merumuskan masalahan yang akan diteliti sebagai berikut: Seberapa besar pengaruh terpaan tayangan televisi mengenai jatuhnya pesawat terhadap sikap pengguna pesawat terbang di Bandara Juanda Surabaya?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:
9
Untuk mengetahui pengaruh terpaan tayangan televisi mengenai pemberitaan pesawat jatuh terhadap sikap pengguna pesawat terbang di Bandara Juanda Surabaya. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1
Aspek Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat bagi pengembang ilmu komunikasi, serta memberikan sumbangan data empiris dan analisis ilmiah mengenai terpaan tayangan televisi dengan sikap khalayak terhadap objek yang dilihatnya. 1.4.2
Aspek Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi kajian
ilmu komunikasi tentang komunikasi massa dengan media massa elektronik dalam hal ini berupa media televisi sebagai media sarana dan publikasi. Dan penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan informasi mengenai media massa televisi mempunyai tugas untuk memberikan tayangan yang bersifat edukatif, informatif, dan reaktif kepada masyarakat. 1.5 Tahap Penelitian Tahapan-tahapan penelitian memberi arah bagi peneliti agar penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memberikan panduan tentang bagaimana metode berpikir yang harus dimiliki oleh peneliti pada saat melakukan penelitian (Suharsaputra, 2012 : 24). Berikut tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengerjaka penelitiannya, yaitu sebagai berikkut:
10
Gambar 1.4 Tahap Penelitian Pengujian Instrumen Populasi & Sampel
Rumusan Masalah
Landasan Teori
Perumusan Hipotesis
Pengumpulan Data
Pengemban instrumen
Analisis Data
Kesimpulan dan Saran
Sumber: (Sugiyono, 2010: 30)
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bandara Juanda Surabaya dengan cara menyebarkan kuesioner pada pengguna pesawat terbang yang merupakan objek dari penelitian ini. kuisioner disebar dengan dengan menggunakan teknik Perposive dimana kuisioner di sebar ke para pengguna pesawat terbang di Bandara Juanda yang di anggap pantas oleh peneliti. Periode pelaksanaan penelitian ini yaitu pada bulan Januari 2015 - Agustus 2015.
11
Tabel 1.3 Tahapan dan Waktu Penelitian No.
Tahapan Kegiatan
Tahun 2015 Jan
1.
Mencari
topik
pengamatan penelitian
penelitian,
terhadap yang
Feb
objek
akan
diambil,
mencari referensi dan menentukan kasus penelitian. 2.
Penyusunan proposal skripsi (Bab 13).
3.
Pencarian
data
observasi
awal
awal
penelitian,
dengan
objek
penelitian, serta penyusunan tinjauan pustaka. 4.
Pengumpulan data melalui kuisioner kepada responden yang merupakan pengguna
pesawat
terbang
di
Bandara Juanda Surabaya. Sumber : Olahan Penulis
12
Mar
Apr
Mei
Juni July