BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah bersatunya dua entitas, laki-laki dan perempuan untuk menyatukan perbedaan diantara keduanya. Menurut Daradjat (1995:37) dalam ajaran Islam, pernikahan mengahalalkan apa yang sebelumnya haram. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula. Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga. Perhelatan yang seringkali diadakan dengan tradisi-tradisi khusus ini mempunyai keunikan sendiri-sendiri di setiap belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Beragam suku dan budaya yang berlaku di Indonesia melahirkan berbagai tradisi, termasuk tradisi dalam pernikahan. Suku Bugis, adalah salah satu suku yang ada di Indonesia, meskipun keturunan suku ini tersebar di seluruh Indonesia, bahkan luar negeri, tetapi pada dasarnya suku Bugis berasal dari Sulawesi Selatan atau biasa dikenal dengan nama Ujung Pandang Makassar. Pernikahan dalam suku Bugis dinamakan Mappabotting, berbeda dengan acara-acara pesta pernikahan yang berlangsung atau dilakukan di sebuah gedung. Mappabotting ini dilakukan apabila sudah ada persetujuan antara pihak laki-laki dan perempuan, dalam suku Bugis ini memiliiki cerita yang sangat unik mengenai acara pernikahan. Sebelum pernikahan ada syarat yang dinamakan maddutta, madduta ini adalah pihak keluarga laki-laki melamar perempuan dengan adanya uang pannai untuk acara yang nantinya juga berlangsung di rumah perempuan. Madduta ini merupakan proses tawar-menawar sama halnya yaitu seperti pembeli dengan penjual dalam sistem jual-beli. Bila mana sudah ditentukan waktu pernikahan, dua hari sebelum acara mappabotting ada juga yang dinamakan accado-cado. Yaitu semua keluarga berdatangan menyambut rasa kebahagiaan karena ada salah satu keluarganya akan melangsungkan
1
pernikahan, dan mereka dengan bergotong-royong bekerja untuk kesiapan acara pernikahan. Menurut M. Basri (1996:78) adapun syarat pernikahan lainnya dalam suku Bugis yaitu mabbarasanji dan wenni appacingeng. Mabbarasanji adalah membacakan ayat barsanji, sedangkan appacingeng merupakan malam suci yang dimana anak yang akan melaksanakan pernikahan dihias dengan beberapa kosmetik tradisional. Salah satu yang menarik untuk kita kaji dari suku Bugis ini adalah tingginya uang pannai perempuan Bugis ketika ingin dinikahi. Dalam adat perkawinan Bugis, terdapat dua istilah yaitu sompa dan uang panaik. Menurut Prof. Dr. Andi Ima Kesuma I. C., M. Pd., sompa atau mahar adalah pemberian berupa uang atau harta dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai syarat sahnya pernikahan menurut ajaran Islam. Mahar dipegang oleh istri dan menjadi hak mutlak bagi dirinya sendiri, sedangkan uang pannai yang harus diserahkan oleh pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan untuk membiayai prosesi pesta pernikahan. Jadi uang pannai dipegang oleh orang tua istri dan digunakan untuk membiayai semua kebutuhan jalannya resepsi pernikahan. Awalnya tradisi pernikahan dengan uang pannai yang begitu tinggi hanya berlaku di kalangan bangsawan Bugis waktu itu. Tetapi semakin kesini, karena kontrol adat yang tidak lagi ketat, masyarakat non bangsawan pun ikut melakukan tradisi tersebut sehingga menjamur di semua kalangan suku Bugis. Uang pannai bermakna pemberian uang dari pihak keluarga calon mempelai lakilaki kepada keluarga calon mempelai wanita dengan tujuan sebagai penghormatan. Penghormatan yang dimaksudkan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya melalui uang pannai tersebut. Uang pannai yang diberikan oleh calon suami jumlahnya lebih banyak dari pada mahar. Adapun kisaran jumlah uang pannai dimulai dari 50 juta, 80, dan bahkan ratusan juta rupiah. Itu baru secara umum. Jika sudah ada embel-embel di nama calon istri anda seperti Andi, Hajjah, S1, S2, dan S3 maka itu semua akan bertambah sesuai jumlah embel-embel yang melengket pada namanya. Hal ini dapat dilihat ketika proses negosiasi yang dilakukan oleh utusan pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan dalam menentukan kesanggupan pihak laki-laki untuk membayar sejumlah uang pannai yang telah
2
dipatok oleh pihak keluarga perempuan. Terkadang karena tingginya uang pannai yang dipatok oleh pihak keluarga calon istri, sehingga dalam kenyataannya banyak pemuda yang gagal menikah karena ketidakmampuannya memenuhi uang pannai yang dipatok. Tingginya jumlah uang pannai memang beberapa mendatangkan manfaat karena dapat memotivasi para pemuda untuk bekerja keras dalam mempersiapkan diri menghadapi pernikahan. Selain itu, ada pula anggapan bahwa tingginya uang pannai dapat mengurangi tingkat perceraian dalam rumah tangga karena tentu seorang suami akan berpikir sepuluh kali untuk menikah lagi dengan pertimbangan jumlah uang pannai yang sangat tinggi. Mungkin kedua alasan tersebut memang benar. Tapi mari kita lihat dari sisi negatifnya juga. Pada kenyataannya banyak kita temukan pemuda yang gagal menikah akibat ketidakmampuannya memenuhi jumlah uang pannai yang dipatok oleh keluarga perempuan. Sementara si pemuda dan si gadis telah menjalin hubungan yang serius. Persoalannya tidak hanya sampai disitu, pemuda yang lamarannya ditolak tentu akan merasa malu dan harga dirinya direndahkan. Dari sinilah terkadang terjadi kawin lari. Kedua orang tua si gadis pun akan merasa dipermalukan dan merasa harga dirinya direndahkan. Konsekuensi lain dari tingginya jumlah uang pannai adalah dapat menyebabkan terbukanya pintu-pintu kemaksiatan, misalnya si gadis hamil diluar nikah yang membuat orang tua si gadis mau atau tidak harus menyetujui pernikahan mereka, semakin banyaknya perawan tua yang berujung pada terjadinya fitnah yang tentunya dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Memang perihal mahalnya uang pannai perempuan Bugis ini sedikit kontroversial di kalangan keturunan Bugis itu sendiri. Salah satu media yang dianggap sesuai untuk mengangkat fenomena tersebut adalah Film. Film sebagai salah satu bentuk media massa mempunyai peran penting di dalam sosiokultural, artistik, politik dan dunia ilmiah. Pemanfaatan film dalam usaha pembelajaran masyarakat ini menarik perhatian orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan bahwa film mempunyai kemampuan mengantar pesan secara unik. Perkembangan film akan membawa dampak yang cukup besar dalam perubahan sosial masyarakat. Perubahan tersebut disebabkan oleh semakin bervariasinya proses penyampaian pesan tentang realitas obyektif dan representasi yang ada terhadap realitas tersebut secara simbolik serta sebuah kondisi yang memungkinkan khalayak untuk memahami dan menginterpretasikan
3
pesan secara berbeda. Film sebagai salah satu jenis media massa menjadi sebuah saluran bagi berbagai macam ide, gagasan, konsep serta dapat memunculkan efek yang beragam dari penayangannya yang akhirnya mengarah pada pengarahan pada masyarakat. Berdasarkan hal itulah penulis tertarik untuk menyajikan informasi tersebut melalui sebuah media film dokumenter. Menurut penulis, film dokumenter merupakan salah satu media yang ampuh dalam menyajikan sebuah informasi yang mudah diterima kepada khalayak banyak. Apa yang dipandang oleh mata dan didengar oleh telinga, lebih mudah diingat dan diserap daripada apa yang hanya dibaca atau didengar saja. Melalui media inilah informasi-informasi tersebut disampaikan secara real apa adanya berdasarkan fakta di lapangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan perancangan film dokumenter dengan judul Appa Sulapa Maccarita yaitu sebuah film dokumenter berdurasi kurang lebih 13 menit yang mengangkat cerita tentang paradigma uang pannai dikalangan masyarakat umum khususnya suku Bugis. 1.2 Permasalahan 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas yang disampaikan maka dapat di identifikasikan masalah, yaitu : 1. Paradigma masyarakat umum khususnya masyarakat Bugis terkait uang pannai. 2. Makna yang terkandung pada uang pannai bagi masyarakat umum khususnya masyarakat suku Bugis. 3. Besarnya uang pannai disesuaikan beberapa aspek. 4. Harapan masyarakat suku Bugis pada uang pannai kedepannya. 5. Penyutradaraan yang tepat dapat menjadikan film dokumenter menjadi media informasi yang baik dalam memberikan pesan kepada target audiens. 1.2.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, identifikasi masalah yang akan dibahas yaitu:
4
1. Bagaimana menggambarkan dan meluruskan paradigma masyarakat suku Bugis tentang budaya uang pannai di mata masyarakat dalam sebuah film dokumenter? 2. Bagaimana penyutradaraan film dokumenter untuk masyarakat suku Bugis tentang budaya uang pannai? 1.3 Batasan/Ruang Lingkup Masalah Dari identifikasi masalah yang telah ada serta agar pembahasan lebih terarah, maka penulis memberikan ruang lingkup masalah pada perancangan ini. Adapun ruang lingkup tersebut adalah : a. Apa Media yang dirancang meliputi media utama berupa Film Dokumenter mengenai paradigma masyarakat suku Bugis tentang budaya uang pannai. b. Siapa Target audience yang akan dituju yaitu : - Jenis kelamin
: Laki-laki dan perempuan
- Usia
: Diatas 16 tahun
- Pendidikan
: Umum
- Demografis
: Semua wilayah Indonesia khususnya Sulawesi-Selatan
c. Bagaimana Dalam pengaplikasiannya perancang akan membuat film dokumenter berdasarkan topik yang sudah perancang jelaskan sebelumnya yang dimana perancang berperan sebagai sutradara. d. Kapan Film dokumenter ini akan diluncurkan tahun 2016. e. Mengapa Perancang memilih target audience seperti yang telah disebutkan sebelumnya memiliki alasan bahwa kisaran umur berdasarkan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia menikah bagi perempuan ialah 16 tahun dan pria 19 tahun hingga orang tua adalah umur yang sudah cukup untuk membina hubungan dengan serius dan sanggup bertanggungjawab atas dirinya sendiri, serta alasan memilih seluruh wilayah di Indonesia karena adat seperti uang pannai bukan hanya milik orang Bugis
5
Makassar, tapi ada juga yang serupa di suku Nias, Banjar dll, namanya Jujuran. Di tempat lain ada juga yang menyebutnya dengan seserahan. Adat ini sudah ada jauh sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. 1.4 Tujuan Perancangan Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk meluruskan paradigma masyarakat tentang budaya uang pannai dalam sebuah film dokumenter. 2. Untuk merancang media informasi berupa film dokumenter untuk masyarakat luas khususnya masyarakat suku Bugis. 1.5 Manfaat Ada dua manfaat dalam penelitian ini, yaitu : a. Bagi Daerah Bagi derah, film dokumenter ini diharapkan mampu menjadi sarana untuk menyampaikan kondisi tentang budaya uang pannai di suku Bugis sekaligus meluruskan paradigma masyarakat suku Bugis. b. Bagi Penulis Bagi penulis, dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam hal produksi sebuah film dan mengetahui lebih banyak tentang budaya uang pannai di suku Bugis. 1.6 Metodelogi Perancangan Agar dapat membuat sebuah perancangan dan penyutradaraan yang tepat maka dibutukan metode pengumpulan data dan analisis yang tepat juga. Maka dari itu metode dalam penyusunan konsep perancangan yang digunakan dalam perancangan ialah metode kualitatif dan model analisis etnografi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode sebagai berikut : a. Metode Pengumpulan Data 1. Observasi Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan atau penelitian secara langsung ke lingkungan masyarakat suku Bugis.
6
Keuntungan cara ini adalah peneliti merupakan bagian yang integral dari situasi yang dipelajarinya sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi situasi penelitian. Kelemahannya, yaitu ada kecenderungan peneliti terlampau terlibat dalam situasi itu sehingga prosedur yang berikutnya tidak mudah dicek kebenarannya oleh peneliti lain. 2. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Adapun wawancara pernah dilakukan kepada: • Budayawan Bugis, • Ustad, • Orang tua, • Mahasiswa/Remaja. 3. Kepustakaan Menurut Moh. Nazir (1998:111) studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaan terhadap buku-buku, literature-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Adapun
penulis
mempelajari buku – buku, karya ilmiah, koleksi kepustakaan dan browsing via internet tentang budaya uang pannai ini, serta mengumpulkan data-data dari Alquran ataupun hadis yang berkaitan erat dengan mahar dalam Islam. b. Metode Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif dengan Pendekatan Etnografi Dalam perancangan film dokumenter ini digunakan metode analisis Etnografi.
Dalam
perancangan
ini
juga
perancang
menggunakan
pendekatan etnografi, dimana menurut James P. Spradley (1997:12) pendekatan tersebut mendeskripsikan suatu kebudayaan dengan tujuan memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Dalam pendekatan etnografi ini penulis menggunakan alur penelitian maju
7
bertahap yang mana menunjuk suatu aktifitas menetapkan informan, mewawancarai imforman, membuat catatan etnografis dan seterusnya. Tahapan ini dapat menghasilkan suatu deskripsi etnografi. 2. Teknik Analisis Etnografi (James P. Spradley) a. Analisis Domain
Domain merupakan unit analisis pertama dan
terpenting dalam penelitian etnografis. Analisis domain adalah prosedur yang mengarahkan pada penemuan jenis-jenis domain lain. b. Analisis Taksonomi (Taxonomy Analysis). Analisis Taksonomi adalah analisis yang tidak hanya penjelajahan secara umum, melainkan analisis yang memusatkan perhatian pada domain tertentu yang sangat berguna untuk menggambarkan fenomena atau masalah yang menjadi sasaran studi. c. Analisis Komponensial Dalam analisis taksonomi, yang di urai adalah domain yang telah ditetapkan menjadi fokus. Melalui taksonomi, setiap domain di cari elemen yang serupa atau serumpun. Ini diperoleh melalui observasi dan wawancara serta dokumentasi terfokus. d. Analisis Tema Kultural Analisis tema kultural sesungguhnya merupakan upaya mencari “benang merah” mengintegrasikan lintas domain yang ada. c. Metode Perancangan Menurut Annemiek Van Boeijien Dkk (2014) setelah mendapatkan hasil analisis yang akan dijadikan sebagai ide besar film, maka akan dilakukan pengembangan konsep film dengan metode kreatif. Metode ini meliputi beragam cara yaitu: inventarisasi, asosiatif, provokatif, konfrontasi, intuitif dan analisis-sistematis. Berikut ini merupakan tahapan penulis dalam memulai proses perancangan, pertama hasil analisis berupa keyword yang sudah didapatkan penulis menjadi acuan penulis dalam membuat konsep program film dokumenter yang terdiri dari ide besar, pendekatan, gaya bertutur dan konsep visual. Selanjutnya dalam perancangan film dokumenter ini penulis lebih dahulu melakukan tahap pra produksi selanjutnya produksi dan terakhir pasca produksi sebagai bagian dari peran sutradara film.
8
1. Pra Produksi Praproduksi adalah salah satu tahap dalam proses pembuatan film. Pada tahap ini dilakukan sejumlah persiapan, diantaranya meliputi : -
Riset dan survey mengenai visual yang akan.
-
Membedah skenario kedalam sebuah Directors Treatment.
-
Membagi setiap scene kedalam Shotlist dan diterjemahkan kedalam storyboard.
2. Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Adapun yang dilakukan pada saat produksi meliputi : a. Management Lapangan Manajemen lapangan mencakup beberapa hal, yaitu manajemen lokasi (perijinan, keamanan, keselamatan), narasumber (koordinasi materi, dll), manajemen waktu (koordinasi konsumsi, kecepatan kerja, penyediaan alat), serta crew (koordinasi para crew) b. Kegiatan Shooting Tahap ini adalah tahap dimana kepiawaian sutradara, DOP, dan crew sangat menentukan. Kualitas gambar adalah selalu ingin kita capai. Oleh karena itu penguasaan kamera sangatlah penting. 3. Pasca Produksi Pasca produksi merupakan tahap akhir dari proses pembuatan film. Tahap ini dilakukan setelah tahap produksi film selesai dilakukan. Pada tahap ini terdapat beberapa aktivitas meliputi : a. Bila ada catatan khusus dari laboratorium (untuk produksi film) atau editor, sutradara melihat dan mengevaluasi hasil shooting/materi editing. b. Melihat dan mendiskusikan dengan editor hasil rought cut dan fine cut. c. Melakukan evaluasi tahap akhir dan diskusi dengan penata musik
9
tentang ilustrasi musik yang telah dikonsepkan terlebih dulu pada saat praproduksi. d. Melakukan evaluasi dan diskusi jalannya mixing berdasarkan konsep suara yang telah ditentukan pada saat praproduksi. e. Berdasarkan konsep warna yang telah ditentukan pada saat praproduksi, Sutradara melakukan koreksi warna di laboratorium/studio, setelah berdiskusi dengan produser dan penata fotografi.
10
1.7 Kerangka Perancangan LATAR BELAKANG Dahulu pada masa kerajaan budaya uang pannai bertujuan agar tentara kompeni Belanda tidak menikahi dan menceraikan dengan mudah wanita Bugis, namun seiring berjalannya waktu karena control adat yang tidak lagi ketat budaya uang pannai menjadi momok yang menakutkan bagi sebagaian kaum pria karena lamaran yang ditolak disebabkan oleh uang pannai demi sebuah gengsi, sedangkan makna yang terkandung pada budaya uang pannai merupakan praktik budaya siri.
PERMASALAHAN Paradigma sebagian masyarakat Bugis yang menyalagunakan budaya uang pannai demi sebuah gengsi sehingga tidak banyak kasus yang terjadi yang disebabkan oleh uang pannai.
METODE Studi Literatur
Observasi
Etnografi
Wawancara
IDE Perancangan film dokumenter sebagai sarana edukasi budaya
TUJUAN Meluruskan paradigma masyarakat Bugis tentang makna dari budaya uang pannai.
Gambar 1. 1 Kerangka Perancangan Sumber: (Data Penulis, 2016)
11
1.8 Pembabakan Pembabakan berikut ini berisi mengenai gambaran singkat mengenai pembahasan disetiap bab penulisan laporan: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini terdiri dari gambaran secara umum mengenai latar belakang, permasalahan dalam fenomena yang terpilih oleh penulis, serta mengidentifikasi masalah yang terjadi dan merumuskan masalah ke dalam beberapa poin yang dibatasi focus masalah, menjelaskan ruang lingkup, tujuan dan manfaat perancangan serta metode pengumpulan data, metode analisis dan metode perancangan yang digunakan, serta kerangka pemikiran. BAB II DASAR PEMIKIRAN Merupakan teori-teori yang digunakan sebagai landasan pemikiran untuk konsep perancangan dari latar belakang fenomena dan masalah yang dibahas. BAB III DATA DAN ANALISIS MASALAH Penjelasan mengenai data-data yang telah di proses sebagai acuan dalam perancangan serta uraian mengenai hasil wawancara, observasi, serta analisis yang berkaitan terhadap masalah yang dibahas sebagai dasar perancangan. BAB IV KONSEP DAN HASIL PERANCANGAN Hasil yang didapat dari analisis dan data berdasarkan teori-teori yang digunakan dalam merancang secara keseluruhan. BAB IV PENUTUP Kesimpulan yang berupa jawaban terhadap permasalahan dan nilai baru yang ditemukan saran bagi proyek desain selanjutnya sebagai hasil pemikiran atas keterbatasan yang dilakukan pada waktu siding dan penelitian berlangsung. BAB IV PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran.
12