BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kehidupan perkotaan bersifat komplek di dalamnya terdapat banyak elemen yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Salah satu elemen perkotaan adalah transportasi. Setiap lokasi memiliki sumber daya yang dibutuhkan oleh lokasi lain sehingga untuk mengangkut sumber daya itu butuh sistem penghubung. Selain itu, kota memiliki pusat-pusat kegiatan yang dalam melaksanakan fungsinya harus terhubung satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, transportasi menjadi penting bagi kehidupan perkotaan. Kehidupan perkotaan memiliki berbagai masalah. Permasalahan bisa berwujud fisik seperti disparitas, permasalahan transportasi, sanitasi dan urbanisasi. Dan bisa berwujud non fisik seperti kemiskinan, demografi, moralitas dan politik sosial. Transportasi sering menjadi masalah ketika menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, yaitu menimbulkan polusi, kemacetan dan beban jalan sehingga menambah permasalahan kota yang ada. Salah
satu
solusinya
adalah
dengan
penggunaan
skema
transportasi
berkelanjutan. Program pemerintah dirancang untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di kota. Salah satunya adalah permasalahan terkait transportasi. Program yang baik adalah program yang memiliki landasan teoritis yang jelas sehingga dapat memahami masalah dan menemukan solusinya. Transportasi berkelanjutan memiliki banyak program yang bisa dijalankan, seperti memaksimalkan guna lahan, penambahan jalan dan salah satunya adalah manajemen permintaan mobilitas (trafic demand management). Dengan manajemen permintaan mobilitas dapat mengurangi beban jalan yang berlebihan dan akhirnya dapat dicapai kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi yang nyaman.
1
Untuk menentukan program membutuhkan strategi yang kreatif dan tetap menguntungkan bagi semua pihak. Dalam program manajemen permintaan mobilitas, salah satu skema yang bisa dilakukan yaitu biaya tanggungan kemacetan (congestion charge). Menurut Walker (2011) biaya tanggungan kemacetan ini dapat mempengaruhi permintaan, menyesuaikan penggunaan jalan, mengurangi polusi dan sekaligus meningkatkan pendapatan. Pelaksanaan suatu teori di lapangan terkadang memunculkan gap atau ketidaksesuaian antara teori dengan kondisi lapangan. Dengan adanya gap ini dapat memperbaiki teori yang ada. Oleh karena itu teori perlu dibawa kelapangan untuk diperkuat atau diperbaiki dengan temuan-temuan lapangan. Beberapa literatur terkait studi sistem jalan berbayar yang berhasil dikumpulkan penulis adalah dari Pardo (2007), Berg (2008), Pike (2010), Herczeg (2011), Commin (2009), Jarl (2009), Herman (2007), Scendro (2011) dan Arnold (2010). Para peneliti tersebut mengambil kasus di berbagai lokasi dari berbagai negara. Hal tersebut terlihat pada matrik berikut ini:
2
Tabel 1.1 Penelitian Terkait Sistem Jalan Berbayar Literatur Auckland Belanda Budapest California Ceko Hongkong Jerman London Milan Singapura Stockholm v v v Pardo. 2007 v v v Berg, 2008 v v v v v Pike, 2010 v v v Herczeg, 2011 Commin, v v 2009 v v v v v Jarl, 2009 v v Herman, 2007 v v v Szendro, 2011 v v v v v v Arnold, 2010 Intensitas/ 1 1 1 1 1 1 1 9 1 7 8 Jumlah Sumber: Koleksi Penulis, 2014
3
Dari beberapa literatur di atas dapat dilihat bahwa Singapura, London dan Stockholm adalah kasus yang memiliki intensitas terbanyak yang dipilih peneliti sebagai objek penelitian mereka hal ini menandakan ketiga kasus layak untuk diteliti karena menurut Berg (2008), ketiga kasus mendapatkan perhatian mendalam dari mulai perencanaan, implementasi dan operasionalisasinya sehingga mulai dicontoh kota lain. Ketiga kasus memiliki keberhasilan dalam melaksanakan sistem jalan berbayar dengan adanya penurunan volume lalu lintas dan peningkatan kualitas lingkungan (Pardo, 2007). Ketiga kasus berasal dari negara berbeda dan memiliki keunikan, keunggulan, kekurangan dan tingkat
keberhasilan
masing-masing
sehingga
dengan
membandingkan
ketiganya akan menghasilkan analisa yang komprehensif dan dapat membantu peneliti dalam menjawab pertanyaan penelitian, sehingga Singapura, London dan Stockholm dipilih sebagai kasus yang diamati dalam penelitian ini. Singapura telah sejak 1998 menjalankan program ERP dan merupakan kasus pertama di dunia dan dapat dijadikan percontohan untuk pelaksanaan ERP, dan Stockholm telah melakukan kajian sejak 1990 dan baru melakukan program Congestion Tax-nya tahun 2006, sedangkan London memberlakukan program Congestion Charge sejak 2003. 1.2 Rumusan Masalah Pelaksanaan program manajemen permintaan mobilitas di Singapura, London dan Stockholm dilakukan dengan penanganan yang berbeda-beda, tergantung pada faktor-faktor kebijakan, lokasi, dan masyarakatnya sehingga menghasilkan dampak yang berbeda pula bagi perkembangan transportasinya. Setiap kasus juga memiliki keunikan, keunggulan dan kekurangan tersendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa pertanyaan peneliti yang diajukan adalah: 1. Bagaimana
tingkat
keberhasilan
pelaksanaan
program
manajemen
permintaan mobilitas di Singapura, London dan Stockholm berdasarkan perbandingan pelaksanaan program dari ketiganya?
4
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi bagi satu kasus tertentu yang lebih unggul tingkat keberhasilanya ketika dibandingkan dengan kasus yang lain? 3. Bagaimana strategi pelaksanaan sistem jalan berbayar yang bisa diterapkan dari ketiga kasus? 1.3 Tujuan Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengukur tingkat keberhasilan masing-masing masing kasus dalam melaksanakan program sistem jalan berbayar ketika dibandingkan dengan kasus lain; 2. Menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kasus yang paling unggul; 3. Menemukan strategi pelaksanaan sistem jalan berbayar dari ketiga kasus. 1.4 Manfaat 1. Memberikan masukan atau saran bagi pemerintah, atau pihak yang berwenang terkait strategi implementasi program sistem jalan berbayar dari temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian; 2. Mengetahui tingkat penerapan teori dari kasus sistem jalan berbayar di Singapura, London dan Stockholm.
5
1.5 Batasan Penelitian Batasan penelitian dibuat dengan tujuan agar penelitian mempunyai suatu kerangka yang fokus dan waktu yang sesuai harapan. Batasan penelitian ini meliputi aspek konseptual dan spasial. 1.5.1 Batasan Konseptual Batasan konseptual dari penelitian ini mengenai manajemen permintaan mobilitas dengan teori utama tentang implementasi program dan sistem jalan berbayar serta dengan batasan konsep lingkup perkotaan. 1.5.2 Batasan Spasial Batasan spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah negara Singapura, Kota Stockholm (Swedia) dan Kota London (Inggris). 1.6 Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil observasi peneliti untuk mengetahui keaslian penelitian yang akan dilakukan, peneliti berhasil menghimpun beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki pembahasan hampir sama. Adapun penjabaran masing-masing penelitian sebagai berikut; Tabel 1.2 Fokus Pembahasan Penelitian-Penelitian Sebelumnya No
Nama
Instansi
Judul
Tahun
1
Oktioza
Teknik Industri,
Analisis Rencana
Pratama
Universitas
Penerapan Electronic
pemberlakuan
Indonesia
Road Pricing (ERP)
ERP
2012
Fokus Analisa
Lokus Jakarta
Pada Sektor Transportasi Terhadap Kota Jakarta Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamis
Bersambung
6
Lanjutan Tabel 1.2 No 2
Nama
Instansi
Judul
Dessy
Ekonomi dan
Christiari
Manajemen, IPB Pemberlakuan
ni
Analisis Rencana
Tahun 2011
Fokus
Lokus
Analisa
Jalan
pemberlakuan
Jenderal
Electronic Road Pricing
sistem ERP di
Sudirman,
Untuk Mengurangi
Jakarta
Jakarta Pusat
Pelaksanaan
Singapura,
Singapore, London,
Program biaya
London,
Stockholm
tanggungan
Stockholm
Polusi Lingkungan 3
Carlos F.
GTZ
Pardo
Congestion Charging:
2007
kemacetan 4
Ed Pike,
The
Congestion Charging:
P.E
International Council on
2010
Analisa
Singapura,
Challlenges and
program biaya
London,
opportunities
tanggungan
Stockholm,
Clean
kemacetan
Hongkong,
Transportation
dari berbagai
California
negara 5
Szendro
Periodica
Congestion Charging in
Polytechnica
2011
Perbandingan
Budapest,
Budapest – a
sistem jalan
Stockholm
comparison with
berbayar di
exixting systems
Budapest dengan Stockholm
6
Arnold
FHWA-HPIP
Dkk
Reducing Congestion
2010
Mencari ide
Stockholm,
and Funding
dan model
London,
Transportation Using
yang dapat
Singapore,
Road Pricing In Europe
diterapkan
Jerman, Ceko
and Singapore
bagi sistem
dan Belanda
jalan berbayar di Amerika 7
Peter W.
Regional Plan
Congestion Charging
Herman
Association
2007
Mencari ide
London,
and Technology: A
dan model
Stockholm
Resource Paper for New
yang dapat
York City
diterapkan bagi sistem
Bersambung 7
Lanjutan Tabel 1.2 No
Nama
Instansi
Judul
Tahun
Fokus
Lokus
jalan berbayar di New York 8
John T.
K.T Analytics,
Lessons Learned From
Berg
Inc
2008
Mengambil
Singapura,
International
pembelajaran
London,
Experience in
dari
Stockholm
Congestion Pricing
pelaksanaan sistem jalan berbayar di Singapura, London dan Stockholm
9
Valfrid
Lund Institute of
Congestion Pricing in
Jarl
Technology Department of
2009
Mengambil
Singapura,
urban areas – theory
pembelajaran
London,
and case studies
untuk sistem
Stockholm,
Technology and
jalan berbayar
Milan
Society
di Auckland, New Zealand
Sumber: Hasil Penelusuran Penulis, 2014
Dari beberapa penelitian yang berhasil dihimpun peneliti di atas terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu: a. Teori Peneliti menggunakan perpaduan antara teori implementasi program dan sistem jalan berbayar serta batasan lingkup perkotaan untuk menghasilkan parameter dalam melakukan pembandingan ketiga kasus. Keempat penelitian di atas tidak ada yang menggunakan parameter yang sama.
8
b. Fokus Fokus peneliti adalah untuk membandingkan pelaksanaan program manajemen permintaan mobilitas diketiga kasus yaitu di Singapura, Stockholm dan London dengan lingkup kehidupan perkotaan untuk mencari tingkat keberhasilan, faktor-faktor yang mempengaruhi dan strategi implementasi yang dapat dipelajari. Sedangkan pada penelitian di atas tidak ada yang memiliki fokus sama.
9