BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Pertambahan jumlah penduduk seperti itu berpengaruh terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat yang akhirnya mempengaruhi jumlah pencari kerja guna memenuhi kebutuhan pokok dan sekunder. Pencari kerja yang kian meningkat akan berdampak negatif bila tidak diimbangi dengan memperluas lapangan pekerjaan. Salah satu dampak negatifnya adalah banyaknya pengangguran di berbagai daerah. Banyaknya pengangguran masih menjadi salah satu permasalahan di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Karawang. Badan Pusat Statistik Jawa Barat menyatakan bahwa Kabupaten Karawang tahun 2012 lalu memiliki jumlah pengangguran sebesar 116.365 jiwa, yang artinya meningkat dari tahun sebelumnya yang memiliki jumlah pengangguran sebesar 98.420 jiwa.. Dengan adanya pembangunan sektor industri diharapkan dapat memperluas lapangan pekerjaan dan mengurangi tingkat kemiskinan khususnya di Kabupaten Karawang. Pembangunan sektor industri menjadi salah satu usaha untuk menekan jumlah pengangguran yang setiap tahunnya kian bertambah. Selain itu pembangunan industri juga sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa peran sektor industri dalam perekonomian lambat laun menjadi semakin penting. Pembangunan sektor industri yang optimal
perlu didukung oleh
tersedianya sumberdaya lahan yang cukup untuk kegiatan industri. Lahan yang dibutuhkan
harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh
pemerintah sebagai lahan untuk kawasan peruntukan industri yang tercantum dalam rencana tata ruang wilayah.
1
Kawasan peruntukan industri yang tercantum pada Keppres no 53 tahun 1989 yaitu kawasan industri dengan pemusatan industri yang pengolahannya dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikerjakan perusahaan kawasan industri, untuk lebih jelasnya disebutkan pada pasal 7 bahwa pembangunan kawasan industri tidak mengurangi areal pertanian dan tidak dilakukan diatas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumberdaya alam dan warisan budaya. Dewasa ini kebutuhan lahan untuk penyediaan lokasi industri semakin meningkat selaras dengan pembangunan yang semakin pesat, sedangkan luas lahan yang ada relatif tetap. Terbatasnya lahan untuk perindustrian menyebabkan bangunan didirikan pada lokasi yang tidak menguntungkan. Pemilihan lahan untuk penggunaan lahan tertentu diperlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan agar pemanfaatanya dapat sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Perubahan penggunaan lahan yang tidak diatur akan berimbas pada banyaknya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kondisi fisik dan daya dukungnya, seperti pembangunan sektor industri yang tidak terencana atau tidak mengacu pada peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Suatu kegiatan industri pasti mempunyai dampak terhadap lingkungan sekitarnya, baik itu dampak positif maupun dampak negatif.
Pembangunan
industri di salah satu pihak akan memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat, seperti tersedianya jaringan jalan, telekomunikasi, listrik, air minum, dan kesempatan kerja serta produknya dapat meningkatkan pendapatan daerah, khususnya di Kabupaten Karawang. Dampak negatif dari suatu kegiatan industri terhadap lingkungan antara lain timbulnya berbagai macam polusi yang dapat merusak kelangsungan ekosistem, serta penyempitan lahan untuk resapan air. Salah satu usaha untuk meminimalisir kemungkinan dampak negatif tersebut diperlukan pembangunan suatu kawasan yang khusus diperuntukan untuk kegiatan industri disertai dengan pengelolahan kawasan yang memadai baik untuk daerah resapan maupun pengelolahan limbah industri itu sendiri.
2
Penilaian suatu kawasan untuk dapat dijadikan daerah industri perlu memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan suatu industri. Faktor-faktor ini antara lain dari aspek fisik lahan, aksesibilitas, dan kondisi sosial ekonominya. Dalam menentukan kajian fisik lahan, diperlukan informasi mengenai kondisi lahan tersebut dengan berbagai variabel yang diperlukan sesuai dengan rencana peruntukannnya. Sesuai
dengan
perkembangan
tehnologi
saat
ini
tersedia data
penginderaan jauh yang memiliki peranan sangat besar dalam penyadapan informasi mengenai potensi lahan baik sebagai sumber data inventarisasi, monitoring, evaluasi maupun pemilihan lokasi. Untuk pemilihan lokasi kawasan industri ini akan lebih efisien jika penyadapan datanya memanfaatkan data penginderaan jauh. Melalui tehnik penginderaan jauh memungkinkan perolehan data dengan cepat dan biaya yang lebih murah daripada cara terestrial yang lebih banyak membutuhkan waktu dan biaya yang lebih mahal (Sutanto, 1986). Kajian kesesuaian fisik lahan dan aksesibilitas untuk kawasan industri dapat dilakukan apabila tersedianya data-data yang dibutuhkan. Data fisik lahan yang dibutuhkan yaitu kemiringan lereng, penggunaan lahan, daya dukung tanah, kedalaman muka air tanah, tekstur tanah, drainase tanah, dan ancaman bencana alam seperti banjir. Untuk data aksesibilitas yang dibutuhkan yaitu meliputi jarak teradap jalan, jarak terhadap permukiman, jarak teradap sungai, jarak terhadap jaringan listrik, dan jarak terhadap fasilitas kesehatan. Semua informasi ini dapat diperoleh dari lapangan dan interpretasi citra penginderaan jauh (sebagai data primer) maupun dari peta-peta tematik (sebagai data sekunder) serta data pendukung lainnya (Sri Utari, 2003). Namun perolehan informasi dari pengukuran di lapangan tidak efisien untuk dilakukan apabila diterapkan untuk daerah yang luas, karna akan membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang banyak. Untuk itu penelitian ini memanfaatkan data penginderaan jauh yang dapat membantu dan mempermudah dalam pekerjaan di lapangan, sehingga dapat menghemat biaya, tenaga, dan waktu penelitian.
3
Interpretasi penggunaan lahan dapat membantu mengenali objek yang mengalami perubahan penggunaan lahan sedangkan interpretasi penutup lahan dan bentuklahan dapat digunakan untuk mengenali kondisi fisik lahan. Faktor aksesibilitas yang merupakan salah satu faktor yang penting dalam pemilihan lokasi, dapat diidentifikasi dari penginderaan jauh dan peta-peta tematik yang merupakan data sekunder. Pengolahan data hasil interpretasi dilakukan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG), sistem ini memiliki kemampuan dalam menyimpan, memproses, memanipulasi, dan menganalisi data-data yang telah dimasukan kemudian menampilkan menjadi peta baru yang memiliki parameter-parameter yang diperlukan dalam penentuan suatu lokasi. Pengolahan data dengan menggunakan tehnik Penginderaan Jauh dan SIG dapat digunakan untuk menentukan lokasi kawasan industri di Kabupaten Karawang.
1.2 Rumusan Masalah Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang berupaya menyusun kebijakan publik yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat Karawang melalui pembangunan sektor pertanian dan kemajuan atau pertumbuhan sektor industri melalui implementasi pembangunan kawasan industri. Adapun industri yang beroperasi dalam
kawasan industri adalah berbagai jenis produksi dengan
beraneka produk olahan seperti komponen otomotif, manufaktur, mesin pengolahan logam, kimia olahan, dan berbagai jenis produk industri. Saat ini Kabupaten Karawang menjadi salah satu pusat pengembangan kawasan industri nasional, sejak adanya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 53 Tahun 1989 . Berdasarkan data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben) Karawang,
jumlah industri pada tahun 2011
mencapai 9763 unit. Sesuai dengan Perda No 1 Tahun 2011, Pasal 25 Ayat 2 menyatakan bahwa setiap industri atau perusahaan diwajibkan menerima 60 tenaga lokal di sektor pabrik, apabila tidak dipenuhi maka kekurangannya di penuhi kecamatan lain dalam kabupaten, jika tidak dipenuhi maka boleh
4
mempekerjakan tenaga dari luar Kabupaten Karawang.
Meskipun demikian
jumlah industri saat ini tidak diimbangi dengan jumlah pencari kerja yang semakin meningkat seiring dengann penambahan jumlah penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik terhitung 63.084 orang angkatan kerja yang sedang mencari kerja pada tahun 2010. Sementara itu, data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinakertrans) Karawang, selama Januari-November 2011 terdapat 31.051 pencari kerja. Tetapi dari sekian banyak pencari kerja tersebut, yang terserap hanya sebanyak 21.276 orang dan 9.775 jiwa masih belum dapat tersalurkan oleh Disnakertrans karawang, maka dengan adanya pembangunan kawasan industri di Kabupaten Karawang diharapkan dapat menekan jumlah pengangguran yang saat ini masih tinggi. Pembangunan industri diperlukan penataan lingkungan yang tepat dan pemilihan lokasi yang sesuai. Pembangunan industri yang tidak sesuai peraturan pemerintah menyebabkan kerusakan lingkungan alam. Pemilihan lokasi untuk dimanfaatkan sebagai kawasan industri memerlukan informasi yang relatif lengkap, terutama informasi fisik lahan dan aksesibilitas yang ada. Tidak semua lokasi di Karawang dapat didirikan sebuah kawasan industri melainkan harus mengikuti peraturan daerah setempat. Untuk itu pemilihan lokasi penelitian di Kabupaten Karawang didasarkan pada Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Karawang tahun 2011-2031 yang menetapkan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf e, meliputi sebagian wilayah Kecamatan Cikampek, Telukjambe Barat, Telukjambe Timur, Ciampel, Klari, Purwasari, Pangkalan, Karawang Timur, Karawang Barat, dan Rengasdengklok. Tehnik penginderaan jauh menyediakan citra non-fotografik dengan resolusi tinggi seperti citra Quickbird. Citra Quickbird dapat memberikan gambaran detil mengenai objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. Pemanfaatan citra Quickbird dengan tingkat resolusi yang tinggi mempu dipergunakan untuk melakukan penyadapan informasi spasial mengenai kondisi kewilayahan di Kabupaten Karawang terutama untuk mengetahui berbagai jenis fungsi lahan baik berupa penggunaan lahan maupun jalur aksesibilitas. Selain citra resolusi tinggi juga terdapat citra resolusi menengah yaitu citra Landsat 8 yang
5
dapat digunakan untuk mengetahui topografi Kabupaten Karawang, baik bentuklahan maupun kemiringan lereng. Pengolahan data dari hasil proses interpretasi citra Quicbird dan citra Landsat 8 dapat dilakukan dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG). Sistem informasi geografi ini mempunyai
kemampuan
dalam
mengelola,
menyimpan,
memproses,
memanipulasi, menganalisis, dan menayangkan data dalam hubungannya dengan representasi spasial. Berdasarkan permasalahan yang ada, penulis bermaksud melaksanakan penelitian dengan mengambil judul “ Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi untuk Penentuan Lokasi Kawasan Industri di Kabupaten Karawang”.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut diatas, tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Menetukan lokasi yang sesuai untuk Kawasan Industri di Kabupaten Karawang dengan memanfaatkan data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi 2. Mengkaji ketelitian data penginderaan jauh untuk memperoleh parameter fisik lahan yang dapat digunakan untuk menentukan Kesesuaian Lahan Kawasan Industri di Kabupaten Karawang
1.4 Manfaat Adanya penelitian ini diharapkan bermanfaan untuk : 1. Menambah ilmu pengetahuan tentang peran serta penggunaan aplikasi penginderaan jauh terapan dan sistem informasi geografi dalam pemilihan lokasi yang sesuai untuk kawasan industri dengan mempertimbangkan fisik lahan dan aksesibilitas suatu daerah 2. Dapat
manambah
perbendaharaan
penerapan
interpretasi
citra
penginderaan jauh dan terapan sistem informasi geografi untuk pemilihan lokasi kawasan industri.
6
1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1
Penginderaan Jauh Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lilesand dan Kiefer, 1979, dalam Sutanto1986). Alat yang digunakan dalam penginderaan jauh ini yaitu alat pengindera atau sensor. Sensor yaitu alat pengindera seperti kamera, penyiam (scanner), dan radiometer yang masing-masing dilengkapi detektor didalamnya. Pada umumnya sensor dipasang pada wahana (platform) yang berupa pesawat terbang, satelit, pesawat ulangalik, atau wahana lainnya. Penginderaannya dilakukan dari jarak jauh sehingga disebut penginderaan jauh. Sensor dipasang jauh dari objek yang diindera sehingga diperlukan tenaga yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut. Antara tenaga dan objek terjadi interaksi. Hasil interaksi antara tenaga dengan objek direkam oleh sensor. Perekamannya dilakukan dengan menggunakan kamera atau alat perekam lainnya. Hasil rekaman ini disebut data penginderaan jauh yang didalam batasan tersebut disingkat dengan istilah data. Data harus diterjemahkan menjadi informasi tentang obek agar dapat di manfaatkan. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data. Data penginderaan jauh berupa citra (gambar). Citra dapat diperoleh melalui perekaman fotografis yaitu pemotretan dengan kamera, dan dapat pula diperoleh melalui perekaman non-fotografis. Perekaman non-fotografis yaitu pemotretan dengan pemindai atau penyiam (scanner). Perekaman fotografis menghasilkan fotoudara, sedangkan perekaman non-fotografis menghasilkan citra non-foto. Citra foto udara selalu berupa hard copy yang diproduksi dan direproduksi dari master rekaman berupa film. Citra non-foto biasanya terekam secara digital dalam format asli dan memerlukan computer untuk presentasinya. Citra juga dapat (dan perlu) dicetak menjadi hard copy, untuk keperluan interpretasi secara visual.
7
1.5.2
Citra Quickbird Quickbird merupakan satelit penginderaan jauh yang diluncurkan
pada tanggal 18 Oktober 2001 di California, U.S.A. dan mulai memproduksi data pada bulan Mei 2002. Satelit Quickbird ditempatkan pada ketinggian 450 km di atas permukaan bumi dengan tipe orbit sun-synchronous dan misi pertama kali satelit ini adalah menampilkan citra digital resolusi tinggi untuk kebutuhan komersil yang berisi informasi geografi seperti sumber daya alam, resolusi citra yang dihasilkan sebesar 0.61 m untuk panchromatik dan 2.44 m untuk multispektral (R,G,B, NIR) dengan cakupan area seluas 16.5 km x 16.5 km untuk single area dan seluas 16.5 km x 165 km untuk strip area. Citra Quickbird dapat digunakan untuk berbagai aplikasi terutama dalam hal perolehan data yang memuat infrastruktur, sumber daya alam bahkan untuk keperluan pengelolaan tanah (manajemen dan pajak). Tabel 1.1 Spesifikasi Satelit Quickbird Peluncuran
Tanggal : 18 Oktober 2001 Range waktu Peluncuran : 1851-1906 GMT (1451-1506 EDT) Roket Peluncur : Delta II Lokasi Peluncuran : SLC-2W, Vandenberg Air Force Base, California
Orbit
Tinggi: 450 km, 98 derajat, sun-synchronous inclination Putaran ke lokasi yg sama : 2-3 hari tergantung posisi Lintang Periode orbit : 93.4 menit
Perekaman Per
~128 gigabits (sekitar 57 image area tunggal)
Orbit Lebar Sapuan
Lebar Sapuan : 16.5 kilometer di atas nadir dan kemampuan
& Luas Area
sapuan tanah : 544 km di pusat daerah lintasan satelit (hingga ~30° off-nadir) Areas of interest •
Single Area: 16.5 km x 16.5 km
•
Strip: 16.5 km x 115 km
8
Kesalahan radius 23 meter, dan kesalahan linear 17 meter
Ketelitian
(tanpa titik kontrol) Resolusi Sensor Pankromatik •
& Spectral
61 centimeter (2 ft)
Multispektral •
Ground Sample Distance
Bandwidth
(GSD) pada nadir •
GSD pada nadir •
Blue: 450 – 520 nanometer
Black & White: 445 s/d 900 nanometer
2.4 meter (8 ft)
•
Green: 520 – 600 nanometer
•
Red: 630 – 690 nanometer
•
Near-IR: 760 – 900 nanometer
11-bit per pixel
Dynamic Range
128 gigabit
Kapasitas Penyimpanan Dimensi &
Perkiraan usia : s/d tahun 2010
Umur Satelit
Bobot : 1050 Kg, panjang 3.04-meter (10-ft).
Sumber : http://imahagiregion3.wordpress.com/2012/11/09/citra-quickbirdpenginderan-jauh/ Dengan resolusi spasial yang tinggi, citra satelit Quickbird mampu menyajikan penampakan objek cukup detail dan bisa menampilkan objek hingga skala 1 : 2,500.
1.5.3
Citra Landsat 8 Landsat Data Continuity Mission (LDCM) atau dikenal juga dengan nama
Landsat 8 merupakan satelit generasi terbaru dari Program Landsat. Satelit ini merupakan project gabungan antara USGS dan NASA beserta NASA Goddard Space Flight Center dan diluncurkan pada hari Senin, 11 Februari 2013 di Pangkalan Angkatan Udara Vandeberg, California, Amerika Serikat.
9
Satelit Landsat 8 yang direncanakan mempunyai durasi misi selama 5 – 10 tahun ini, dilengkapi dua sensor yang merupakan hasil pengembangan dari sensor yang terdapat pada satelit-satelit pada Program Landsat sebelumnya. Kedua sensor tersebut yaitu Sensor Operational Land Manager (OLI) yang terdiri dari 9 band serta Sensor Thermal InfraRed Sensors (TIRS) yang terdiri dari 2 band. Untuk Sensor OLI yang dibuat oleh Ball Aerospace, terdapat 2 band yang baru terdapat pada satelit Program Landsat yaitu Deep Blue Coastal/Aerosol Band (0.433 – 0.453 mikrometer) untuk deteksi wilayah pesisir serta ShortwaveInfraRed Cirrus Band (1.360 – 1.390 mikrometer) untuk deteksi awan cirrus. Sedangkan sisa 7 band lainnya merupakan band yang sebelumnya juga telah terdapat pada sensor satelit Landsat generasi sebelumnya. Dan untuk lebih detailnya, berikut ini daftar 9 band yang terdapat pada Sensor OLI : Tabel 1.2 Spesifikasi Band Spektral pada Sensor OLI Landsat 8
Sumber : http://citrasatelit.wordpress.com/jual-citra-satelit/landsat-8/ Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi (sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup kemungkinan umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang
10
dicanangkan sebagaimana terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi.
1.5.4
Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan pembuatan mengkaji foto udara dan atau
citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Estes dan Simonett, 1979, dalam Sutanto, 1986). Dalam interpretasi citra, penafsir citra mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya objek yang tergambar pada citra. Interpretasi dapat dilakukan secara visual dan digital. Interpretasi secara visual merupakan interpretasi berdasarkan karakteristik objek secara keruangan. Sedangkan interpretasi secara digital dilakukan dengan bantuan komputer yakni analisis secara kuantitatif berdasarkan pola spektral pada citra. Pengenalan objek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Tanpa dikenali identitasnya dan jenis objek yang tergambar pada citra, tidak memungkinkan dilakukan analisis untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Prinsip pengenalan objek pada citra berdasarkan atas penyidikan karakteristiknya atau atributnya pada citra. Karakteristik objek yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali objek disebut unsur interpretasi. Unsur interpretasi citra terdiri dari delapan butir yaitu : 1. Rona atau warna Rona atau warna mengacu kedalam kecerahan relatif objek pada citra. Rona biasanya dinyatakan dengan derajat keabuan (grey scale), misalnya hitam atau hitam sangat gelam, cerah, sangat cerah atau putih. Jika citra yang digunakan itu berwarna maka unsur interpretasi yang digunakan ialah warna. Warna menunjukan tingkat kegelapan yang lebih beraneka, ada tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah, kuning, jingga dan warna lainnya.
11
2. Bentuk Bentuk sebagai unsur interpretasi dengan mengacu ke bentuk secara umum, konfigurasi, atau garis besar wujud objek secara individual. Bentuk merupakan variabel kuantitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Lo, 1976, dalam sutanto 1986). Bentuk beberapa obek terkadang begitu berbeda dari ang lain, sehingga obek tersebut dapat dikenali semata-mata dari unsur bentukna saja. 3. Ukuran Ukuran ialah atribut objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Karena ukuran obek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya. Sebagai contoh ukuran rumah mencerminkan apakah permukiman kantor atau industri. Permukiman umumnya lebih kecil apabila dibandingkan dengan kantor atau industri. 4. Tekstur Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett, 1975). Kesan tekstur bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi citra yang digunakan. Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus seperti beledu dan belang-belang. Sebagai contoh kunci interpretasi dari tekstur adalah hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang dan semak bertekstur halus. 5. Pola Pola terkait dengan susunan keruangan objek. Pola biasanya terkait dengan adanya pengulangan bentuk umum suatu objek atau sekelompok objek dalam suatu ruang. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah. Istilah yang digunakan untuk menyatakan pola misalnya adalah teratur, tidak teratur, kurang teratur, namun terkadang pula perlu digunakan istilah yang lebih ekspresif, misalnya melingkar, memanjang, terputusputus, konsentris, dan sebagainya.
12
6. Bayangan Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap. Objek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umummnya tidak tampak sama sekali atau kadang- kadang tampak samarsamar. Bayangan sangat penting bagi penafsir karena dapat memberikan dua macam efek yang berlawanan, yaitu bayangan dapat memberikan kesan timbul dan kesan tenggelam pada suatu objek. Sebagai contoh yaitu lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan. 7. Situs Situs atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi objek relatif terhadap objek atau kenampakan lain yang lebih mudah dikenali dan dipandang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi objek yang dikaji. Objek dengan rona cerah, berbentuk silinder ada bayangan, dan tersusun dalam pola teratur dapat dikenali sebagai kilang minyak, apabila terletak di dekat perairan pantai. Sebagai contoh yang lain yaitu situs permukiman memanjang pada umumnya terletak pada igir beting pantai, pada tanggul alam, atau di sepanang tepi jalan. 8. Asosiasi Asosiasi merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antara suatu objek atau fenomena lain yang digunakan sebagai dasar untuk mengenali objek yang dikaji. Misalnya pada citra satelit skala besar dapat terlihat adanya bangunan berukuran lebih besar daripada rumah, menyerupai tiang bendera (telihat dengan adanya bayangan tiang) pada halaman tersebut, maka bangunan ini dapat ditafsirkan sebagai kantor. Sebagai contoh lain yaitu stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu. Perlu diperhatikan bahwa dalam mengenali objek, tidak semua unsur perlu digunakan secara bersama-sama. Ada beberapa jenis objek yang langsung dapat dikenali hanya dengan satu jenis unsur interpretasi saja. Adapula yang membutuhkan keseluruhan unsur tersebut. (Projo Danoedoro, 1999)
13
1.5.5
Sistem Informasi Geografi Sistem
Informasi
Geografi
merupakan
sistem
informasi
yang
mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukan, mengelola, memberi dan mengambil kembali, memanipulasi dan analisis data dan memberi uraian (Aronoff, 1989). Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa Sistem Informasi Geografi dapat diuraikan menjadi beberapa sub-sistem yaitu sebagai berikut : a) Data Input : sub-sistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Subsistem ini
pula yang bertanggung jawab dalam menkonfersi atau
mentransformasi format-format data aslinya kedalam format (native) yang dapat digunakan oleh perangkat SIG yang bersangkutan b) Data Output : sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran (termasuk mengekspornya kedalam format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy. c) Data Management : sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil kembali atau di retrieve (di-load ke memori), di-update, dan di-edit. d) Data Manipulasi dan Analysis : sub-sistem ini menentukan informasi yang dapat dihasilkan oleh Sistem Informasi Geografi. Selain itu, sub sistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi-fungsi dan operator matematis & logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Pemanfaatan SIG telah berkembang meliputi berbagai bidang dan aktivitas. SIG sebagai alat bagi peneliti dan pengambil keputusan untuk memecahkan masalah, menentukan pilihan atau kebijakan melalui metode analisis keruangan dengan memanfaatkan komputer. SIG memberikan kemudahan dalam kompleksitas data, seperti ditujukan pada kebutuhan alat dan hasil manipulasi data dalam satu ruang kerja antara lain, overlay, buffering,
14
perencanaan gambar, dan manipulasi database. Database tersebut merupakan data-data yang tersimpan dalam file-file Sistem Informasi Geografi yang mengendalikan komputer untuk mengolah, menyajikan dan menyimpan informasi, sehingga data-data yang berupa grafis maupun atribut dapat di import ke data digital. SIG sebagai sarana dalam pengelolahan data spasial merupakan hal yang penting dalam pengolaan lingkungan dan pemetaan hasil dari sumberdaya alam, dan sebagainya.
1.5.6
Evaluasi Kesesuaian Lahan Evaluasi lahan adalah proses penafsiran potensi lahan untuk tujuan
tertentu yang meliputi kegiatan survei bentuklahan, vegetasi, tanah, dan lainnya untuk membandingkan bentuk-bentuk penggunaan lahan yang diusulkan dengan tujuan evaluasi (FAO,1976 dalam Santoso, 2003). Proses evaluasi lahan terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pengumpulan karakteristik atau kualitas lahan, tahap penentuan kebutuhan dari jenis penggunaan lahan, dan tahap evaluasi kesesuaian dengan membandingkan karakteristik atau kualitas lahan dengan kebutuhan dari jenis penggunaan lahan. Metode yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah merode matching dan metode parametrik (Sys et al, 1991 dalam Santoso, 2003). Metode matching adalah metode evaluasi lahan dengan membandingkan karakteristik lahan dengan kebutuhan lahan, kelas kesesuaian ditentukan berdasarkan karakteristik lahan yang kurang menguntungkan dan atau dengan mempertimbangkan jumlah dan intensitas pembatas. Pada metode parametrik, sejumlah harkat dikaitkan dengan tiap-tiap karakteristik lahan, masing-masing harkat tersebut digunakan untuk menghitung suatu indeks kesesuaian lahan. Indeks kesesuaian ditentukan dengan menggunakan model tertentu, misalnya penjumlahan atau perkalian nilai komponen yang mempengaruhi kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan terdiri dari dua orde yaitu sesuai dan tidak sesuai.
15
1.5.7
Industri Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadii menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri (UU RI, No 24 Tahun 2009). Menurut John Bale (1983) dalam Suratman (1994), klasifiksi industri dibagi menjadi empat macam yaitu : 1. Industri Primer (Raw Material) Material diperoleh langsung dari dalam bumi atau laut, tidak mengalami proses lewat pabrik, misal jenis material : coal (batu bara), kayu, perikanan,dll. 2. Industri Sekunder (Manufacture) Biasanya ditandai oleh berbagai variasi dari loaksi, letak dan raw material yang tersedia. Industri sekunder berorieantasi pada hasil produksi pabrik. 3. Industri Tersier (Services) Berorientasi kepada pemberian service serta cenderung ke arah mana service itu dibutuhkan dengan mempertimbangkan pasar yang ada. 4. Industri Kwarter (Expertise) Berorientasi pada keahlian yang dimiliki serta diidentifikasi sebagai suatu aktifitas group. Biasanya berorientasi pasar tetapi lokasinya dapat dimana saja karena adanya media elektronika. Kawasan industri membutuhkan lahan yang cukup luas untuk berdirinya pabrik-pabrik sebagai tempat kegiatan industri. Pemilihan lokasi industri tidak dapat langsung mengadakan suatu batasan wilayah yang dapat didirikan sebagai kawasan industri. Sutanto (1992) dalam satu makalahnya menyatakan bahwa prasyarat untuk menilai suatu lahan untuk dapat dijadikan sebagai kawasan lokasi industri perlu memperhatikan beberapa faktor yang mencakup faktor-faktor fisik dan faktor sosial yang dalam hal ini adalah alam dan manusia. Faktor alam mencakup geologi dan geomorfologi, tanah, bentuklahan, tata air, iklim maupun penggunaan lahan, sedangkan faktor sosial meliputi penduduk, mata pencaharian
16
dan pemerintahan. Salah satu faktor fisik lahan yang dapat digunakan dalam pendekatan untuk menentukan lokasi industri yaitu faktor alam yang mencakup unit geomorfologi. Informasi geomorfologi meliputi variabel relief, proses geomorfologi dan materi penyusun. Variabel relief yaitu kemiringan lereng, variabel proses geomorfologi yaitu kerawanan erosi, dan variabel materi penyusun meliputi tekstur tanah, penggunaan lahan, kedalaman muka air tanah, daya dukung tanah, dan bentuklahan. Faktor aksesibilitas juga sangat berpengaruh dalam menentukan suatu lokasi industri.
1.5.8
Penelitian Terdahulu Nurrahman, 2003, melakukan penelitian dengan tujuan untuk
menentukan lokasi industri sekunder di kota Semarang bagian timur dengan menggunakan foto udara pankromatik hitam putihh skala 1:10.000. Parameter lahan untuk menentukan lokasi industri dasar yang diabil dari foto udara antara lain : bentuklahan, kemiringan lereng, kedalaman muka air tanah, penggunaan lahan dan aksesibilitas. Penelitian yang dilakukan besifat kualitatif. Metode perolehan data yang digunakan adalah interpretasi foto udara dengan menggunakan SIG sebagai alat untuk menganalisis, memanipulasi dan mengolah data baik berupa data grafis maupun data atribut. Hasil interpretasi dibantu dengan kerja lapangan dan peta tematik dipergunakan sebagai masukan data dalam SIG. Semua komponen lahan didigitasi sebelum dilakukan pengharkatan, tumpangsusun, dan pengkelasan untuk arahan lokasi industri sekunder. Hasil yang diperoleh berupa lima kelas kesesuaian lahan yang diperiotaskan sebagai lokasi industri sekunder. Dari kajian tersebut diatas terlihat bahwa parameter fisik lahan yang diperoleh melalui hasil foto udara dan kerja lapangan dapat digunakan untuk menentukan lokasi industri sekunder dengan menggunakan metode pengharkatan dengan sistem informasi geograi sebagai analisis. Wahyuningrum, 2010, melakukan penelitian dengan tujuan untuk menentukan kesesuaian lahan yang akan dijadikan sebagai lokasi kawasan industri dan menentukan daerah yang dijadikan prioritas pengembangan kawasan industri berdasarkan Rencana Detil Tata Ruang Kecamatan Godean
17
tahun 2001-2011. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif dengan menggunakan metode pengharkatan dan pembobotan, sedangkan kualitatif dilakukan secara analisa keruangan yaitu diterapkan dengan cara tupang susun semua parameter lahan, teknik pengharkatan dilakukan dengan pendekatan pengharkatan berjenjang tertimbang dan analisis SIG berupa digitasi, editing, labeling, bufering, dan overlay. Parameter fisik lahan yang digunakan yaitu bentuklahan, kemiringan lereng, kerawanan bencana, tekstur tanah, drainase permukaan aksesibilitas, penggunaan lahan, daya dukung lahan, dan kedalaman muka air tanah. Pelaksanaan surey lapangan untuk menguji ketelitian penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling sehingga hasil penelitian semakin akurat. Damayanti, 2006, melakukan penelitian di wilayah administrasi Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Tujuan dari penelitiannya yaitu untuk pemilihan letak (site selection) dan penentuan kawasan industri sekunder dengan menggunakan aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis SIG), berdasarkan kesesuaian terhadap aspek fisik lahan, kesesuaian sarana dan prasarana terhadap faktor jarak dan penggunaan lahan saat ini (exsisting landuse). Proses dalam analisis dan evaluasi terhadap sumber daya lahan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif yaitu dengan menggunakan metode pengharkatan. Sedangkan analisis kualitatif dilakukan secara analisis keruangan. Analisis keruangan ini diterapkan terhadap hasil dari tumpang susun (overlay semua parameter lahan). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purpose sampling, menggunakan peta satuan medan hasil overlay dari peta bentuklahan, peta lereng dan peta tanah. Data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra landsat ETM+ tahun perekaman 2002. Hasil yang diperoleh berupa 4 peta, meliputi peta kelayakan zonasi kawasan industri dari aspek fisik, peta kelayakan zonasi kawasan industri dari aspek aksesibilitas, peta kelayakan zonasi kawasan industri dari aspek fisik dan aksesibilitas, serta peta rekomendasi zonasi kawasan industri sekunder Kabupaten Purworejo.
18
Tabel 1.3 Perbandingan Beberapa Penelitian yang Pernah Dilakukan No Peneliti
Tahun
Lokasi
Tujuan
Metode
Hasil
1
2003
Semarang
Menentukan
Interpretasi
Peta prioritas
bagian
lokasi industri
Foto Udara
lokasi industri
Timur
sekunder
pankromatik
sekunder
dengan FU
hitam putih
pankromatik
dan uji
dan SIG
lapangan
Penentuan
Integrasi PJ
Peta zonasi untuk
zonasi kawasan
dan SIG,
kawasan industri
industri dengan
serta uji
berdasarkan
citra PJ
lapangan
faktor fisik lahan
Fauzi Nurrahman
2
Novita
2005
Purworejo
Damayanti
dan faktor aksesibilitas 3
Bernadeta
2005
Setyawati
Kota
Evaluasi
Interpretasi
Peta rekomendasi
Citra Ikonos
kesesuaian lahan
Lahan untuk
dan uji
untuk kawasan
kawasan
lapangan
industri
Tasikmalaya Kesesuaian
industri 4
Mukhtar
2010
Muna,
Menentukan
Interpretasi
Peta Kesesuaian
Sulaesi
kesesuaian
Citra Landsat
Lahan Kawasan
Tenggara
lahan Kawasan
ETM+ dan
Industri Kab.
Industri di
Uji Lapangan
Muna Provinsi
Kab.Muna
Sulawesi
dengan bantuan
Tenggara
SIG 5
Ria Aryati
2013
Kabupaten
Menentukan
Integrasi PJ
Peta Kesesuaian
Karawang,
lokasi Kawasan
dan SIG,
Lahan untuk
Jawa Barat
Industri dengan
serta uji
Kawasan Industri
PJ dan SIG
lapangan
di Kab.Karawang
19
1.5.9
Kerangka Pikiran Pembangunan kawasan industri sangat berperan dalam perluasan
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Pembangunan kawasan industri diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan Nasional, yaitu permasalaan di berbagai wilayah Indonesia dan salah satunya adalah Kabupaten Karawang. Pembangunan kawasan industri harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Hal tersebut dilakukan agar tidak menyalahi peraturan tata guna lahan serta tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. Pemerintah Kabupaten Karawang sudah menetapkan beberapa lokasi yang diperuntukan untuk kawasan industri yaitu sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2011-2031 meliputi sebagian wilayah Kecamatan Cikampek, Telukjambe Barat, Telukjambe Timur, Ciampel, Klari, Purwosari, Pangkalan, Karawang Timur, Karawang Barat, dan Rengasdengklok. Wilayah yang sudah ditentukan oleh pemerintah tersebut menjadi lokasi penelitian dalam Tugas Akhir ini. Kawasan industri membutuhkan lahan yang cukup luas untuk didirikan lebih dari satu industri. Terbatasnya lahan untuk perindutrian menyebabkan bangunan didirikan pada lokasi yang tidak menguntungkan. Lokasi industri yang tidak sesuai dengan kondisi fisik lahan akan menyebabkan bangunan tersebut terancam bencana seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya, untuk itu perlu adanya pemilihan lokasi yang sesuai untuk kawasan industri. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan lokasi yang sesuai sebagai kawasan industri di Kabupaten Karawang. Kawasan industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi prasarana sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri ( Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1989). Pemilihan letak kawasan industri dibatasi pada industri sekunder, hal ini didasarkan pada klasifikasi industri John Bale dalam Suratman (1994) yang membagi industri menadi 4 macam industri yaitu industri primer,
20
industri sekunder, industri tersier, dan industri Kwarter. Jenis-jenis industri yang dimaksud dalam klasifikasi industri sekunder terlihat dari lampiran 1, yang merupakan standar klasifikasi industri tahun 1968. Pemilihan lokasi untuk kawasan industri ini mempertimbangkan kondisi fisik lahan dan aksesibilitasnya. Parameter fisik lahan digunakan untuk mengetahui kesesuaian lahan yang akan dimanfaatkan untuk kawasan industri, sedangkan faktor aksesibilitas digunakan untuk mengetahui dampak pembiayaan yang menyangkut pendistribusian barang dan dampak sosial terhadap lingkungan yang akan ditimbulkan. Parameter fisik lahan yang dimaksud meliputi kemiringan lereng, drainase permukaan, daya dukung tanah, kedalaman muka air tanah, tekstur tanah, dan kerawanan terhadap bahaya banjir. Sedangkan parameter aksesibilitas yang digunakan meliputi jarak terhadap jalan utama, jarak terhadap sungai, jarak terhadap fasilitas kesehatan, jarak terhadap jaringan listrik, dan jarak terhadap permukiman. Informasi lahan yang digunakan diperoleh dengan memanfaatkan berbagai keunggulan dari data penginderaan jauh yang berupa citra satelit, dengan tujuan dapat menghemat banyak waktu, tenaga dan biaya dibandingkan secara terestrial. Citra satelit yang digunakan adalah citra satelit resolusi tinggi yaitu Citra Quicbird dan citra satelit resolusi menengah yaitu Citra Landsat 8 Kabupaten Karawang. Informasi lahan yang diperoleh melalui interpretasi citra satelit meliputi bentuklahan dan penggunaan lahan. Informasi penggunaan lahan didapat dari interpretasi Citra Quickbird, sedangkan informasi bentuklahan diperoleh melalui interpretasi citra Landsat 8 dibantu dengan peta geologi daerah setempat. Data daya dukung tanah dan data kedalaman muka air tanah diperoleh melalui survei lapangan dan dibantu dengan data satuan lahan. Satuan lahan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu gabungan dari peta penggunaan lahan dan peta bentuklahan yang diperoleh dari interpretasi citra penginderaan jauh. Selain mengunakan citra resolusi tinggi dan citra resolusi menengah juga digunakan data SRTM untuk membuat kelas kemiringan lereng.
21
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuntitatif. Kuantitatif dengan menggunakan metode pengharkatan dan pembobotan, sedangkan kualitatif dilakukan secara analisis keruangan. Ada beberapa parameter yang menggunakan metode kualitatif dalam perolehan datanya, diantaranya yaitu parameter tekstur tanah dan parameter drainase permukaan. Kedua parameter tersebut diperoleh dengan mempertimbangkan kualitas jenis tanah yang sedang dikaji, dengan bantuan peta jenis tanah dari Badan Pertanahan Nasional. Metode pengharkatan dan pembobotan atau metode kuantitatif adalah suatu cara menilai potensi lahan dengan jalan memberikan nilai pada setiap parameter lahan dikalikan dengan faktor pembobotnya, sehingga diperoleh kelas kesesuaian lahan berdasarkan penjumlahan hasil pengharkatan dan pembobotan pada setiap parameter lahan. Metode analisis dilakukan dengan cara menumpangsusunkan peta-peta yang berisi berbagai informasi fisik lahan dan aksesibilitas dengan bantuan Sistem Informasi Geografis.
1.5.10 Batasan Istilah Aksesibilitas : menunjukan kemudahan bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dalam suatu wilayah yang erat sangkut pautnya dengan jarak (Bintarto, 1979). Industri : kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri (UU RI no 5, 1984). Industri Sekunder : industri yang biasanya ditandai oleh berbagai variasi dari lokasinya, bergantung pada pembeli, letak dan raw material yang tersedia. Industri sekunder berorientasi pada hasil produksi pabrik (Mohs dalam John Bale, 1983). Interpretasi citra : perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Ester and Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986)
22
Kawasan Industri : kawasan tempat pemusatan kegiatan industri, pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri (Keppres RI NO. 53, 1989). Kesesuaian lahan : penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu (Sitorus, 1985). Klasifikasi kesesuaian lahan : suatu penaksiran dan pengelompokan lahan yang mempunyai tipe khusus dalam kesesuaian secara mutlak atau relatif untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976 dalam Sanjoto, 1996) Lahan : suatu daerah dipermukaan bumi dengan karakteristik tertentu yang agak tetap atau pengulangan sifat-sifat dari bioser secara vertikal diatas maupun dibawah daerah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, geologi, geomorologi, hidrologi, tumbuhan dan binatang serta hasil aktivitas manusia dimasa lampau maupun sekarang, dimana sifat-sifat ini berpengaruh teradap penggunaan lahan saat ini maupun yang akan datang oleh manusia (FAO, 1976) Limbah : bahan-bahan sampingan atau bahan-bahan lain yang sudah tidak digunakan
lagi
dalam
proses
produksi
(Badan
Penelitian
Pengembangan Industri, 1983) Penggunaan lahan : segala campur tangan manusia baik secara siklik maupun permanen terhadap sumberdaya buatan yang secara keseluruhannya disebut lahan dengan tujuan mencukupi segala kebutuhan baik material maupun moril ataupun keduanya (Malingreau, 1981). Penginderaan Jauh : ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau fenomena dengan jalan menganalisis seluruh data yang diperoleh dan
tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau
fenomena yang sedang diselidiki (Lillesand dan Kiefer, 1979).
23
Diagram Alir Penelitian Data SRTM
Citra Landsat 8
Citra Quickbird
DataDSM Interpretasi
Peta Jenis Tanah
Peta Geologi Reklasifikasi
PetaTentatif Penggunaan Lahan
Data Sekunder
PetaTentatif Bentuk Lahan
-
Digitasi dan Analisis
Peta Kemiringan Lereng Peta Tentatif Satuan Lahan
Peta Tekstur Tanah
Data Jaringan Jalan Data Jaringan Sungai Data Jaringan Listrik Data Titik Fasilitas Kesehatan
Peta Drainase Bufering
Penentuan Titik Sampel dan Survei Lapangan Peta Geologi
Data Lap : Daya Dukung Tanah dan Kedalaman Muka Air Tanah
Cek Interpretasi Bentuklahan dan Penggunaan Lahan
Peta Jarak Terhadap Jalan Utama Peta Jarak Terhadap Sungai Peta Jarak Terhadap Jaringan Listrik Peta Jarak Terhadap Fasilitas Kesehatan
Peta Kerawanan Bencana Banjir
Buffering Penggunaan Lahan Permukiman
Reinterpretasi
Peta Peta Daya Penggunaan Dukung Lahan Tanah
-
Peta Kedalaman Muka Air Tanah
Peta Jarak Terhadap Permukiman
Overlay dengan Pengharkatan dan Pembobotan
Peta Kesesuaian Lahan Kawasan Industri
Keterangan :
: Input,
: Proses,
: Hasil
Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian
24