BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini, permasalahan transportasi tengah ramai menjadi perbincangan di Indonesia. Tak hanya di Indonesia, beberapa negara lain pun kini tengah ramai membenahi sistem transportasi mereka guna melawan beberapa permasalahan sosial yang terjadi di negara-negara tersebut. Termasuk salah satu di antaranya adalah Amerika. Salah satu koridor yang bernama Rosslyn-Ballston di Kota Arlington, Amerika Serikat adalah salah satu contoh keberhasilan perencanaan area transit di Amerika. Tiga puluh tahun lalu sebelum adanya area transit, koridor ini merupakan koridor yang tidak berprospek dan memiliki densitas komersial yang rendah. Berlandaskan keinginan untuk mengubah kawasan untuk menjadi kawasan yang lebih berprospek dengan penambahan pilihan dalam housing dan juga moda transportasi, maka pemerintah lokal Kota Arlington melakukan perencanaan Transit-Oriented Development yang fokus pada 5 stasiun di dalam Kota Arlington. Keberhasilan perencanaan ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai lahan di sekitar stasiun yang meningkat 81% dalam sepuluh tahun terakhir. Perencanaan TOD di Kota Arlington juga meningkatkan kualitas lalu lintas yang juga memicu peningkatan kualitas hidup di Kota Arlington. Melihat keberhasilan beberapa kota di beberapa negara yang mampu mengatasi beragam permasalahan baik itu transportasi, sosial-ekonomi, dan lingkungan dari perencanaan transportasi, maka hal tersebut mendorong Indonesia juga mulai berbenah melalui bidang transportasi. Melihat keberhasilan perencanaan transportasi terlebih Transit-Oriented Development di negara lain memicu adanya cita-cita perwujudan transportasi berkelanjutan di Indonesia. Berbicara mengenai transportasi berkelanjutan yang ingin dicapai oleh Indonesia, tampaknya
Indonesia
masih
harus bekerja keras
untuk
menyelesaikan
permasalahan transportasi yang telah lama menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan dinas terkait.
1
Beberapa permasalahan transportasi yang masih harus dihadapi oleh Indonesia adalah permasalahan terkait dengan penggunaan kendaraan pribadi, kualitas dan kuantitas kendaraan publik, kemacetan, penurunan kualitas lingkungan akibat tingginya angka polusi, penurunan kualitas kesehatan masyarakat perkotaan, dan sampai dengan isu pemanasan global. Beberapa permasalahan tersebut pun sebenarnya telah menjadi pembahasan sejak beberapa tahun lalu di kota-kota besar di Indonesia. Seperti halnya Jakarta yang diketahui luas memerankan peran penting sebagai pusat pemerintahan sekaligus ekonomi di Indonesia, permasalahan transportasi di Jakarta pun perlu menjadi perhatian yang lebih serius. Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kendaraan di Jakarta mencapai 5,7 juta unit dengan total perjalanan per hari mencapai 20,7 juta perjalanan. Dari total kendaraan tersebut diketahui bahwa sebesar 5,6 juta unit berupa kendaraan pribadi dan 879.876 unit berupa angkutan umum. Angka-angka tersebut semakin menguatkan fakta di lapangan terkait dengan kian parahnya persoalan kemacetan dan permasalahan transportasi lain di Jakarta. Mengetahui keadaan yang demikian, beberapa terobosan dicoba untuk diaplikasikan seperti pengadaan Transjakarta (Bus Rapid Transit) sejak 2004 dan Jakarta Eco Transport (JET) Monorel yang diperkirakan akan dapat beroperasi pada 2016 mendatang. Meskipun telah satu dekade Transjakarta beroperasi, masalah kemacetan masih juga menjadi pekerjaan rumah bagi pemangku kepentingan terkait. Pembangunan proyek MRT (Mass Rapid Transit) yang saat ini berlangsung di beberapa titik justru menimbulkan kemacetan baru dan masih dipertanyakan tingkat keberhasilannya. Terkait dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa perlu terobosan yang lain lagi untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Penerapan sistem TOD (Transit-Oriented Development) adalah salah satu upaya yang seharusnya dapat diaplikasikan segera di Jakarta. Dengan menerapkan prinsip-prinsip TOD dan perencanaan area TOD yang tepat dan dapat berjalan bersamaan dengan operasional transportasi publik yang semakin baik
2
diprediksi akan dapat menyelesaikan permasalahan transportasi di Jakarta. Perencanaan Transit-Oriented Development tentu akan memberikan keuntungan dalam berbagai hal seperti penyediaan perumahan yang terjangkau, pengurangan angka kemacetan, mengatasi atau mengurangi masalah sub-urban sprawl, mengurangi konsumsi minyak bumi yang akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup dan mencegah pemanasan global, dan juga penghematan dalam manajemen infrastruktur. Dengan keuntungan yang demikian ini, maka dapat dipastikan bahwa perencanaan TOD akan menjadi solusi bagi permasalahan kompleks Jakarta.
Gambar 1. Peta Lokasi Rencana TOD DKI Jakarta Sumber: Perda No.1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030 dengan Perubahan Dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030, diketahui bahwa telah ditentukan
3
enam titik perencanaan TOD. Keenam titik dan/atau kawasan tersebut adalah Kawasan Dukuh Atas, Kawasan Manggarai, Kawasan Harmoni, Kawasan Senen, Kawasan Blok M, dan Kawasan Grogol. Dari keenam area tersebut diketahui bahwa 3 (tiga) di antaranya berada di Jakarta Pusat yakni Kawasan Dukuh Atas, Kawasan Senen, dan Kawasan Harmoni. Meskipun telah diamanatkan untuk direncanakan dan dilaksanakan pembangunannya sejak tahun awal disahkannya RTRW DKI Jakarta 2030 sampai dengan tahun 2030 atas keberadaan TOD di keenam titik tersebut, diketahui bahwa hanya Stasiun Manggarai saja yang kini telah selesai direncanakan dan diadakan pembangunan kawasan TOD. Mengetahui bahwa 3 (tiga) dari keenam area yang diamanatkan untuk direncanakan sebagai TOD berada di Jakarta Pusat, maka menjadi pertimbangan tersendiri bahwa Jakarta Pusat memiliki urgensi untuk segera memiliki kawasan TOD. Jakarta Pusat adalah wilayah administratif di DKI Jakarta yang vital bagi Jakarta maupun juga bagi Indonesia. Jakarta Pusat menjadi sentra bagi kegiatan pemerintahan DKI Jakarta dan juga Indonesia. Jakarta Pusat juga merupakan wilayah administratif yang memiliki banyak landmark serta nilai investasi internasional di dalamnya. Di samping tingkat kepentingan Jakarta Pusat sebagaimana yang telah disebutkan, diketahui juga bahwa wilayah administrasi Jakarta Pusat dipilih sebab perannya dalam mendukung sistem simpul transportasi. Jakarta Pusat merupakan wilayah penting yang mendukung sistem transportasi Trans Jakarta yang beroperasi di Provinsi DKI Jakarta. Peran Jakarta Pusat ini tentu saja menjalankan perannya baik sebagai destinasi, asal, dan tempat transit. Selain itu, keberadaan sejumlah stasiun besar dan penting di wilayah administratif Jakarta Pusat, juga mendukung terjadinya sistem pergerakan commuter line Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Adanya stasiun yang mendukung transportasi baik itu yang berlangsung secara sistemik DKI Jakarta maupun Jabodetabek, Jakarta Pusat memainkan peran tersendiri. Meskipun demikian, penulis tidak memungkiri kekuatan simpul transportasi di Jakarta Pusat tidak serta merta rata di semua titik. Adanya penyusunan sistem yang demikian, penulis melihat hal ini disebabkan oleh peran Jakarta Pusat sebagai daerah asal, tujuan,
4
dan transit, serta adanya urgensi atas beberapa penggal jalan utama yang menghadapi permasalahan kemacetan yang sangat parah. Berdasarkan latar belakang di atas didukung dengan urgensi akan dokumen perencanaan TOD di Jakarta Pusat, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan eksplorasi perencanaan dan penerapan sistem Transit-Oriented Development, memilih lokasi di Jakarta Pusat sebagai salah satu upaya penyelesaian permasalahan transportasi. Penulis berharap pada akhirnya hasil pembahasan ini dapat bermanfaat baik langsung untuk perencanaan dan pengembangan Transit-Oriented Development di Jakarta Pusat maupun sebagai bahan penelitian dan/atau perencanaan lebih lanjut.
1.2 Permasalahan di Lokasi Perencanaan Dengan memperhatikan beberapa temuan lapangan terkait sektor transportasi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, penulis memutuskan memilih Kota Administrasi Jakarta Pusat sebagai
lokus
perencanaan
Transit-Oriented
Development. Kota Administrasi Jakarta Pusat dipilih sebab adanya beberapa temuan permasalahan di lapangan oleh penulis. Adapun beberapa permasalahan tersebut adalah: a.
Peningkatan jumlah kendaraan pribadi Sejalan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi di DKI Jakarta,
jumlah kendaraan pribadi di Jakarta Pusat juga meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data statistik transportasi DKI Jakarta 2013, dikatakan bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor selama 5 (lima) tahun terakhir rata-rata di DKI Jakarta mencapai angka 8,67% di tiap tahunnya. Dengan adanya peningkatan angka kepemilikan kendaraan pribadi yang demikian ini, maka akan memicu sejumlah permasalahan lain. Permasalahan lain tersebut di antaranya adalah meningkatnya konsumsi bahan bakar yang jelas akan berdampak pada alokasi subsidi bahan bakar dan juga polusi (utamanya polusi udara dan suara). Permasalahan yang disebutkan juga akan memberikan dampak pada ekonomi Indonesia secara luas dan juga permasalahan lingkungan baik bagi Jakarta Pusat maupun Indonesia secara luas.
5
b.
Kemacetan lalu lintas Permasalahan yang berupa kemacetan lalu lintas ini juga kemudian
menimbulkan permasalahan lain. Permasalahan lain seperti inefisiensi energi, peningkatan pengeluaran biaya transportasi, dan juga boros dalam waktu. Kaitannya dengan perkembangan zaman, ketidakefisienan dalam hal waktu juga akan memberikan dampak pada produktivitas kerja dan sangat berpengaruh pada pendapatan. Artinya inefisiensi waktu memberi dampak ekonomi sebab adanya peningkatan waktu tempuh bagi pekerja dari rumah menuju tempat bekerja. Dengan lamanya waktu yang ditempuh oleh pekerja, secara psikologis akan mempengaruhi performa kerja pekerja tersebut sehingga mereduksi produktivitas kerja pekerja tersebut. Hal senada juga disampaikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam telaahan isu strategis mengatasi kemacetan di Jakarta menuju penguatan departemen pekerjaan umum yang menyatakan bahwa dampak dari kemacetan mampu memberikan dampak negatif secara ekonomi yakni dengan meningkatkan waktu tempuh dan juga penurunan tingkat produktivitas kerja. Hasil studi tahun 2008 oleh Koalisi Warga untuk TDM menyebutkan bahwa kecepatan rata-rata berkendara di Jakarta adalah 20 km/jam. Akibat dari kemacetan, menimbulkan inefisiensi dalam waktu perjalanan. Dari studi yang sama, dikatakan bahwa 60% waktu perjalanan dihabiskan di tengah kemacetan. c.
Pembangunan tidak berimbang Pembangunan yang tidak berimbang bisa menyebabkan terjadinya sub-urban
sprawl dan juga makin mahalnya harga properti di dalam kota. Semakin mahal harga properti di dalam kota, semakin mendorong terjadinya sub-urban sprawl. Sprawl sendiri menurut Sierra Club dalam Ewing, Pendall, dan Chen (2003) adalah “low density development beyond the edge of service and employment, which separates where people live from where they shop, work, recreate, and educate –thus requiring cars to move between zones”. Sementara itu dikatakan oleh Galster, dkk dalam Ewing, Pendall, dan Chen (2003) bahwa sprawl memiliki 8 (delapan) dimensi karakteristik yakni density, continuity, concentration, clustering, centrality, nuclearity, mixed use, dan proximity. Pertumbuhan
6
pembangunan yang semakin tidak sehat akan makin berdampak pada ketersediaan rumah-rumah terjangkau di dalam kota. Bahkan ketidakadilan pembangunan bisa memberikan dampak pada berkurangnya ruang-ruang terbuka kota. d.
Menurunnya kualitas lingkungan dan hidup perkotaan Dengan adanya pembangunan yang tidak berimbang, meningkatnya polusi
(utamanya polusi udara), parahnya kemacetan, pemborosan dalam konsumsi energi, dan juga permasalahan lainnya, akan menjebak Jakarta Pusat dalam kualitas perkotaan yang buruk. Penurunan kualitas lingkungan dan/atau kualitas hidup perkotaan akan menjadi sebab turunnya tingkat kesehatan penduduk kota dan juga tingkat produktivitas penduduk kota. Dengan pengaruh pada penurunan dua hal tersebut, jelas juga akan berdampak pada turunnya perekonomian masyarakat kota yang berdampak pada ekonomi kota. Dari Kementerian Lingkungan Hidup (2011), diketahui bahwa profil kesehatan di Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa ada 46% penyakit masyarakat bersumber dari pencemaran udara. Penyakit yang dimaksudkan adalah gejala pernapasan (43%), iritasi mata (1,7%), dan asma (1,4%). Dengan demikian diketahui bahwa penurunan kualitas lingkungan berdampak kepada kesehatan dan secara langsung memberikan pengaruh pada tingkat kehidupan masyarakat perkotaan. Sementara itu dari hasil amatan di lapangan, penulis menemukan 3 (tiga) poin permasalahan yang cukup besar terjadi di Kawasan TOD Senen. Meskipun terdapat beberapa permasalahan lain bila dikelompokkan menurut penilaian standar TOD hasil sintesis, secara lebih mendetil permasalahan pada Kawasan TOD Senen yang merupakan fokus kawasan perencanaan TOD adalah sebagai berikut: a.
Kurangnya akses yang memperkuat kegiatan transit Dengan beragamnya pilihan kegiatan berpindah yang ditawarkan di Kawasan
TOD Senen, penulis menemukan permasalahan berupa kurang kuatnya akses yang dimiliki kawasan ini untuk berpindah dari satu moda dengan moda yang lainnya. Diketahui bahwa Kawasan TOD Senen memiliki kekuatan dalam pilihan moda transportasi dan juga pilihan tujuan untuk kegiatan berpindah yang artinya kuat sebagai kawasan transit. Sayangnya, untuk berpindah dari halte Trans Jakarta
7
menuju Terminal Senen dan juga Stasiun Pasar Senen akses yang tersedia tidak cukup menjadi pilihan bagi pejalan kaki yang akan melakukan kegiatan transfer tersebut. Akses atau juga pilihan rute yang ditawarkan untuk menuju ke satu simpul transit lain di Kawasan TOD Senen kurang disukai oleh pejalan kaki. Alasan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki serta juga pilihan kegiatan yang dapat dilakukan sambil berlalu untuk menuju ke simpul lain dirasa tersedia kurang baik. Dengan demikian, akses yang tersedia saat ini kurang mendukung adanya kegiatan berjalan kaki yang seharusnya menjadi citra kuat di tiap kawasan TOD. b.
Kemacetan lalu lintas Sama halnya dengan permasalahan umum lainnya, Kawasan TOD Senen juga
memiliki permasalahan berupa kemacetan lalu lintas. Adanya simpang jalan yang cukup besar dengan manajemen lalu lintas yang kurang baik utamanya di jam-jam padat menyebabkan adanya kemacetan. Selain itu, adanya ketidak teraturan dalam masalah parkir juga menyebabkan beberapa ruas jalan menjadi macet. Adanya multi user dalam satu ruas jalan dengan volume yang begitu besar juga menjadi alasan lain terjadinya kemacetan di beberapa ruas jalan di Kawasan TOD Senen. c. Kurang optimalnya pemanfaatan lahan Guna lahan di Kawasan TOD Senen memang faktanya telah cukup bervariasi dengan densitas yang cukup tinggi. Sayangnya Kawasan TOD Senen didominasi oleh bangunan-bangunan single function yang kurang sejalan dengan prinsip kawasan transit. Dominasi fungsi perdagangan super blok dan kurangnya permukiman baik layak huni dengan harga terjangkau di Kawasan TOD Senen juga menjadi satu permasalahan tersendiri di Kawasan TOD Senen. Selain itu, permasalahan lain seperti pemanfaatan lahan untuk parkir dan juga pedagang kaki lima juga memberikan poin masalah baru bagi Kawasan TOD Senen. Pemberian ruang parkir di lahan terbuka yang sangat besar untuk kawasan transit adalah perihal yang kurang cocok dan tidak mendukung terciptanya kawasan TOD yang ideal. Selain itu, guna lahan yang kurang menarik dan desain yang kurang apik menyebabkan minimnya orang yang mau dipaksa berjalan kaki dan memanfaatkan transportasi publik di area transit.
8
1.3 Tujuan Perencanaan Adapun beberapa tujuan perencanaan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: a.
Mengidentifikasi konsep Transit-Oriented Development
yang
dapat
diterapkan di Kota Jakarta Pusat. b.
Menghasilkan produk usulan perencanaan Transit-Oriented Development yang dapat diaplikasikan di Kawasan TOD Senen.
1.4 Manfaat Perencanaan Memperhatikan aspek kemanfaatan dari perencanaan ini, maka penulis menyusun manfaat yang dapat diberikan oleh perencanaan ini. Adapun beberapa manfaat yang dapat diberikan yakni: a.
Manfaat Teoritik Manfaat dari perencanaan ini adalah dapat disumbangkannya pengetahuan
mengenai TOD serta diskusi teori terkait dengan TOD. Selain itu, hasil dari penulisan laporan ini juga dapat memberikan manfaat bagi penelitian dan/atau perencanaan sejenis di masa mendatang. Pelaporan perencanaan ini dapat dijadikan refrensi serta pembelajaran metode dalam penelitian dan/atau perencanaan lebih lanjut mengenai TOD. b.
Manfaat Praksis Perencanaan TOD di Jakarta Pusat ini memberikan manfaat sebagai salah
satu alternatif perencanaan dan/atau pengadaan dokumen perencanaan TOD di Jakarta Pusat. Perencanaan ini mendorong dan bahkan mendesak pemerintah Jakarta Pusat serta DKI Jakarta untuk segera mewujudkan TOD yang baik di Jakarta Pusat. Perencanaan TOD di Jakarta Pusat ini pun dapat dimanfaatkan sebagai masukan akademis terhadap perencanaan dan pengembangan oleh ahli yang berkenaan dengan TOD di Jakarta Pusat.
1.5 Ruang Lingkup Perencanaan Guna membatasi perencanaan sehingga tidak terjadi bias dan/atau meluas, maka disusun batasan lingkup perencanaan. Batasan lingkup perencanaan ini
9
berupa batasan fokus dan batasan lokus perencanaan, serta batasan waktu bagi asumsi penerapan rencana ini. 1.5.1. Fokus Fokus dari perencanaan ini adalah perencanaan terhadap Transit-Oriented Development dalam skala kota di Jakarta Pusat yakni terhadap Kawasan Dukuh Atas, Senen, dan Harmoni dan perancangan detil Transit-Oriented Development di Kawasan Senen. Perancangan TOD yang dilakukan mengacu pada hasil adopsi dan elaborasi dari prinsip-prinsip TOD berdasar pada Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, TOD standard oleh Institute for Transportation & Development Policy New York dan Reconnecting America’s Center for Transit-Oriented Development. 1.5.2. Lokus Lokus dari perencanaan ini adalah Kawasan Dukuh Atas, Kawasan Senen, dan Kawasan Harmoni yang berada di Kota Administrasi Jakarta Pusat. Pemilihan ketiga kawasan tersebut didasari dari dokumen RTRW DKI Jakarta 2030. Sementara luasan dari masing-masing kawasan yang didefinisikan sebagai area transit adalah dalam radius 350 meter dari titik halte dan/atau stasiun transit dari masing-masing kawasan. 350 meter ini didasarkan pada pemahaman keinginan berjalan orang Indonesia dan jarak yang bisa ditempuh dalam 5-10 menit berjalan kaki dengan kecepatan berjalan orang Indonesia. Dalam perencanaan ini, penulis akan melakukan perencanaan makro terhadap ketiga titik transit (yakni Dukuh Atas, Senen, dan Harmoni) sebagai sebuah sistem. Hasil dari perencanaan makro terhadap sistem transit yang dimaksud adalah untuk memberikan gambaran terhadap dampak keberadaan transit terhadap sistem transportasi Kota Jakarta Pusat. Setelah mendapatkan perencanaan skala regional TOD di Jakarta Pusat, penulis akan melakukan perancangan (pendetilan rencana) terhadap salah satu kawasan TOD yakni Kawasan TOD Senen untuk memberikan gambaran jelas terhadap pemasukan elaborasi standar TOD yang bisa dipakai untuk perencanaan kawasan TOD di daerah layanan sekunder di Jakarta Pusat ini.
10
1.5.3. Temporal Penelitian dan perencanaan untuk pengadaan TOD di Kota Jakarta Pusat atau khususnya di Kawasan TOD Senen ini berlangsung sejak November 2014 sampai dengan Februari 2015. Penelitian dan perencanaan ini dibuat dengan data publikasi tahun 2006-2014. Penelitian dan perencanaan ini dibuat guna mendukung perwujudan rencana DKI Jakarta dan/atau kota Jakarta Pusat 2030.
1.6 Perencanaan dan Penelitian Terkait Untuk menghindari plagiarisme, penulis menuliskan beberapa dokumen perencanaan dan/atau penelitian yang terkait dengan topik yang diusung oleh penulis. Beberapa dokumen perencanaan dan/atau penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1. Perencanaan dan Penelitian Terkait Transit-Oriented Development No a
Judul Peluang dan Tantangan Penerapan Transit Oriented Development di Yogyakarta Pembelajaran Keberhasilan Curitiba dan Bogota
Penulis Septian Sofoewan Permana, 2012
Jenis Penelitian
b
Masterplan Transit Oriented Development Stasiun Manggarai: Tinjauan Kesesuaian Terhadap Kondisi Ideal Teori dan Kondisi Eksisting Kawasan
Nur Azizah Irawati, 2013
Penelitian
Komentar Fokus yang dilakukan Permana adalah penerapan dari konsep TOD yang berbeda dengan yang dilakukan kali ini dengan fokus pada perencanaan. Selain itu pilihan lokasi juga berbeda. Meskipun samasama mengangkat konsep TOD, tetapi Irawati berfokus pada penilaian dokumen rencana TOD Stasiun Manggarai yang berbeda dengan penulis yang
11
c
Sistem Transit Oriented Development Perkeretapian Dalam Rencana Jaringan Kereta Api Komuter Mamminasata
Kosmas Toding, M. Yamin Jinca, dan Shirly Wunas, 2012
Penelitian
d
Perencanaan Kawasan TransitOriented Development (TOD) Menuju Sistem Transportasi Berkelanjutan di Stasiun Monorel Bekasi Timur
Vera Aprilia Virdyana, 2014
Perencanaan
akan melakukan perencanaan. Selain itu, pemilihan lokasi juga berbeda. Perbedaan juga berada pada level fokus dan lokus yang dipilih. Penelitian oleh Kosmas dilakukan di Makasar dengan pendekatan MRT sebagai pusat transit. Sementara pada perencanaan ini, penulis berlokasi di Jakarta Pusat dengan mengambil halte Transjakarta sebagai pusat transit. Meskipun mengambil fokus yang sama yakni perencanaan TOD, perbedaan dengan perencanaan ini adalah lokasi. Selain itu, pendekatan prinsip yang digunakan juga berbeda.
Sumber: Analisis Penulis, 2014 Dengan memperhatikan tabel tersebut di atas, penulis telah mengumpulkan sejumlah
penelitian
dan
perencanaan
terkait
dengan
Transit-Oriented
Development (TOD). Dari temuan penulis, perencanaan yang dilakukan penulis belum pernah dilakukan sebelumnya. Perbedaan fokus seperti penelitian dan/atau
12
perencanaan, metode dan/atau pendekatan yang digunakan, serta pilihan lokus menjadi dasar perbedaan penelitian dan perencanaan sebelumnya dengan perencanaan yang dilakukan penulis.
1.7 Rumusan Penulisan a.
Bab I Pendahuluan Dalam bab ini akan diberikan penjelasan mengenai dasar pemikiran penulis
yang mendorong penulis untuk melakukan perencanaan terkait dengan topik dan judul. Dalam bab ini juga penulis menyampaikan temuan masalah di lapangan dan juga tujuan perencanaan. Keaslian penulisan juga dapat dilihat dalam bab ini. b.
Bab II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini penulis memberikan penjelasan mengenai definisi dari
transportasi, perencanaan transportasi, dan juga definisi dari Transit-Oriented Development. Lebih lanjut dalam bab ini penulis menjabarkan kerangka berpikir dalam penyelesaian proyek ini. Penulis juga menuliskan preseden dari keberhasilan penerapan TOD di Kota Calgary, Amerika Serikat. c.
Bab III Metode Perencanaan Bab ini menjelaskan mengenai unit amatan dan analisis penulis. Selain itu,
bab ini berisi langkah pengumpulan data hingga perencanaan. Bab ini juga menjelaskan alat dan/atau instrumen yang digunakan penulis untuk menyelesaikan proyek ini. d.
Bab IV Deskripsi Wilayah Perencanaan Deskripsi wilayah perencanaan memberikan gambaran detil profil wilayah
yang akan direncanakan. Deskripsi ini berisikan penjelasan kondisi fisik, keruangan, kependudukan, ekonomi wilayah, dan sosial budaya. Penulis juga memberikan gambaran detil ketiga stasiun yang menjadi fokus perencanaan TOD di Jakarta Pusat. e.
Bab V Analisis Bab ini menjabarkan hasil analisis yang telah dilakukan penulis. Hasil
analisis ini merupakan bekal perencanaan. Beberapa hasil analisis yang disampaikan adalah analisis guna lahan di kawasan perencanaan TOD, volume 13
kendaraan, pilihan rute, perpindahan moda, parkir, kebutuhan perumahan dan kemungkinan pengembangannya, densitas kawasan, dan juga penyediaan infrastruktur bagi pejalan kaki dan sepeda. f.
Bab VI Rencana Bab ini menjabarkan hasil perencanaan oleh penulis. Perencanaan TOD yang
dimaksud adalah perencanaan ketiga kawasan TOD sebagai satu sistem untuk mengurai permasalahan Jakarta Pusat dan detil satu kawasan TOD. Detil kawasan TOD yang dimaksud adalah perencanaan kawasan yang mengambil lokasi di Kawasan Senen yang berguna untuk percontohan TOD sebagai pusat layanan sekunder. Pendetilan rencana pada satu kawasan dimaksudkan untuk memberikan gambaran detil dari satu kawasan hasil elaborasi standar kawasan TOD. Bab ini dikerjakan dengan bertahap sesuai dengan hasil analisis yang telah didapatkan sebelumnya. g.
Bab VII Penutup Bab ini berisikan tentang kesimpulan akhir dan juga rekomendasi penulis.
Kesimpulan yang dimaksud adalah pernyataan akhir dari ragam kumpulan temuan di lapangan. Rekomendasi yang dimaksud adalah pernyataan akhir secara ringkas mengenai perencanaan yang diusulkan dan masukan terhadap penelitian dan/atau perencanaan sejenis di masa yang akan datang.
14