BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari hari tidak dapat lepas dari melakukan
aktifitas yang berkaitan dengan pekerjaan, hiburan, bepergian dan lain-lain. Kemampuan mobilitas tinggi dalam segala aspek kehidupan merupakan dambaan bagi setiap individu. Namun bagi para penyandang cacat pada keterbatasan pengelihatan atau tuna netra, segala aktifitas yang ingin dilakukan tidaklah semudah manusia normal. Ketunanetraan mengakibatkan berkurangnya
kemampuan mobilitas pada saat
melangkah, umumnya kaum tuna netra berjalan dengan menjulurkan tangan kedepan untuk mengantisipasi jika menabrak sesuatu, agar yang tertabrak lebih dahulu adalah tangan, bukan kepala (Nawawi, 2010). Penyandang tuna netra juga perlu bekerja dan bepergian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, layaknya manusia normal, namun keterbatasannya ini seringkali menjadi resiko dalam melakukan setiap aktifitasnya. Keluhan yang umumnya dialami tuna netra dalam melakukan kegiatannya diantaranya kesulitan menentukan arah tujuan karena tidak mengetahui arah mata angin dengan pasti dan secara tidak sengaja menabrak benda atau tembok. Bagi kaum tuna netra, menentukan arah langkah merupakan hal yang penting, karena dengan hal itu kaum tuna netra dapat berjalan dengan aman (Rini, 2011). Pada umumnya kaum tuna netra menggunakan tongkat dalam melakukan kegiatan bepergian. Panjang tongkat yang digunakan dapat mencapai 1 meter atau lebih. Pada pengaplikasiannya, tongkat di pukul-pukulkan ke lantai atau ke objek yang menghalangi langkah penyandang tuna netra, sedangkan untuk mengantisipasi halangan atas seperti batang pohon, papan pengumuman, jendela yang terbuka dan lain-lain, tidaklah dapat menggunakan tongkat untuk dipukul-pukulkan ke arah horisontal, karena dapat mengganggu orang-orang disekitarnya, penggunaan tangan pun tidak dapat dilakukan secara terus-menerus karena kelelahan yang dapat dialami, sehingga tetap besar kemungkinan untuk dapat terbentur. Selain itu para penyandang tuna netra masih dapat kehilangan arah akan tujuannya karena tidak dapat mengetahui arah mata angin yang sedang dituju dengan hanya mengandalkan tongkat.
1
2
Seiring dengan perkembangan zaman telah diciptakan kaca mata bagi penyandang tuna netra yang masih memiliki daya pengelihatan rendah (low vision) agar dapat melihat lebih jelas, seperti kaca mata elektronik yang diciptakan oleh perusahaan eSight dari Kanada. Namun harga yang ditawarkan relatif mahal dan juga tetap tidak dapat digunakan oleh penyandang tuna netra dengan keadaan buta total. Sebuah penelitian di Algeria yang dilakukan oleh Mounir Bousbia-Salah dan Mohamed Fezari (2007) menghadirkan solusi berbeda dengan harga rendah, yaitu membuat sebuah alat bantu mobilitas bagi tuna netra dengan memanfaatkan sensor ultrasonik yang dipasang pada kedua bahu dan pada ujung bawah dari tongkat beroda. Jika sebuah sensor ultrasonik pada alat tersebut mendeteksi adanya halangan maka akan dihasilkan output berupa getaran melalui sebuah alat getar yang terpasang berdampingan dengan sensor ultrasonik yang bersangkutan. Alat ini juga dapat mengukur jarak yang ditempuh oleh penyandang tuna netra selama perjalanan. Tongkat pintar sebagai alat bantu tuna netra juga telah dibuat di Malaysia oleh Mohd Helmy Abd Wahab, et.al (2011). Tongkat ini menerapkan sensor ultrasonik sebagai alat pendeteksi halangan, output yang dihasilkan berupa suara dengan informasi peringatan terhadap jarak halangan yang terdeteksi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sushant Mahalle dan Himanshu Lokhande (2014) dari India, menghadirkan solusi pendeteksi halangan menggunakan sensor ultrasonik yang dipasang pada kacamata dan ikat pinggang dengan output berupa suara, sehingga dapat juga digunakan untuk mendeteksi halangan disekitar penyandang tuna netra. Dari penelitian yang telah dilakukan tersebut dapat diketahui bahwa telah diciptakan alat bantu yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pendeteksian halangan yang sering dialami oleh penyandang tuna netra dengan biaya yang rendah. Namun seorang tuna netra masih perlu untuk mengetahui arah mata angin dalam menentukan arah langkah yang tepat untuk mencapai tujuannya. Bagi kaum tuna netra pengetahuan akan arah mata angin sangat bermanfaat, terutama dalam mengenal lingkungan, memahami petunjuk yang diberikan oleh orang awas dengan menggunakan arah mata angin, memproyeksikan tempat yang akan dituju dari tempat ia berada, dan menentukan arah kiblat saat hendak melakukan shalat bagi tuna netra muslim (Handoko, 2009). Terkadang seorang tuna netra dapat menentukan arah mata angin berdasarkan benda yang dirasa pernah disentuh misalnya tembok dan pintu keluar yang mungkin juga dideteksi oleh sensor ultrasonik, namun sebaliknya jika tidak terdapat
3
halangan disekitar kawasan tuna netra berada atau halangan yang ada terlalu rumit untuk diingat bentuk dan posisinya, maka sulit bagi seorang tuna netra untuk menentukan arah mata angin yang sedang dituju dengan pasti. Berdasarkan pemaparan permasalahan diatas, maka peneliti berinisiatif untuk membuat alat bantu mobilitas bagi penyandang tuna netra dengan harga yang rendah dan memiliki fungsi yang cukup untuk digunakan dalam melaksanakan kegiatan bepergian sehari-hari. Alat yang dibuat memanfaatkan sensor kompas dan sensor jarak dengan basis kontrol menggunakan mikrokontroller AT89S52 dengan output berupa suara. Penggunaan sensor jarak memungkinkan para penyandang cacat tuna netra untuk mengetahui letak halangan yang ada di sekitarnya secara real-time tanpa menyentuh objek dan penggunaan sensor kompas memungkinkan para penyandang cacat tuna netra untuk mengetahui arah mata angin yang sedang dituju tanpa mengingat letak halangan yang ada. AT89S52 dipilih sebagai basis kontrol karena memiliki semua fitur yang diperlukan dalam penelitian ini serta kapasitas penyimpanan yang lebih besar dibandingkan mikrokontroler seri AT89Sxx lainnya dan harganya yang lebih murah dibandingkan seri mikrokontroller lainnya yang memiliki fitur hampir serupa. Sensor jarak dan sensor kompas, dipasang pada kacamata yang biasa digunakan para penyandang cacat tuna netra, dengan output suara yang didengar melalui headset berupa informasi peringatan terhadap halangan dan arah mata angin. Pemasangan sensor-sensor tersebut pada kacamata bertujuan untuk mencegah benturan terhadap kepala terlebih dahulu dan mempermudah pengoperasiannya, yaitu dengan hanya memutar kepala ke arah tujuan dan menekan tombol yang tersedia, maka akan diperoleh informasi arah mata angin, sedangkan informasi peringatan antara halangan dengan pemakai diperoleh secara berkala, untuk menjaga kewaspadaan dari penyandang tuna netra. Dengan adanya alat bantu navigasi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dengan harga yang terjangkau untuk membantu para penyandang tuna netra dalam melakukan kegiatan bepergianya sehari-hari guna memenuhi kebutuhan hidupnya serta meningkatkan keselamatan dalam beraktivitas.
4
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang yang telah disampaikan maka terdapat
beberapa permasalahan yang menjadi dasar dalam perancangan ini, yaitu: 1. Bagaimana mengaplikasikan sensor kompas dan sensor jarak pada kacamata bagi kaum tuna netra berbasis mikrokontroler AT89S52? 2. Bagaimana mengimplementasikan teknik pemrograman bahasa assembly untuk mengukur besaran fisis dalam perancangan serta kalibrasi sensor kompas dan sensor jarak yang diaplikasikan pada kacamata bagi kaum tuna netra berbasis mikrokontroller AT89S52?
1.3
Batasan Masalah Begitu luasnya permasalahan dalam pengembangan yang dapat dilakukan, dimana
peneliti mempunyai waktu yang terbatas, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi: 1. Sensor jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah HC-SR04 2. Sensor kompas yang digunakan dalam penelitian ini adalah CMPS11 dan difungsikan hanya sebagai penentu arah mata angin 3. Mikrokontroler yang digunakan dalam penelitian ini adalah AT89S52 dengan frekuensi kristal 11,0592 MHz 4. IC perekam dan pemutar suara yang digunakan adalah chip-corder ISD1420. 5. Tidak meneliti besarnya nilai peredaman dan penyerapan energi gelombang ultrasonik. 6. Sampel halangan untuk uji sensor jarak HC-SR04 terdiri dari kaca, tembok yang telah dicat dan diplester, serta batang pohon mahoni. 7. Alat tidak diaplikasikan pada seseorang yang memiliki daya pendengaran kurang baik 8. Pengujian alat bantu mobilitas yang mengaplikasikan sensor jarak HC-SR04 dan sensor kompas CMPS11 pada kacamata bagi kaum tuna netra berbasis mikrokontroler AT89S52 dilakukan pada 15 orang tuna netra.
5
1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ; 1. Mengaplikasikan sensor kompas dan sensor jarak pada kacamata bagi kaum tunanetra berbasis mikrokontroler AT89S52. 2. Mengimplementasikan teknik pemrograman bahasa assembly untuk mengukur besaran fisis dalam perancangan serta kalibrasi sensor kompas dan sensor jarak yang diaplikasikan pada kacamata bagi kaum tuna netra berbasis mikrokontroller AT89S52
1.5
Manfaat Penelitian Pembuatan penelitian tugas akhir ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
mahasiswa, lembaga pendidikan, dan para penyandang cacat tuna netra. Adapun manfaat tersebut antara lain : 1. Bagi mahasiswa : Dapat menjadi referensi dalam pengembangan alat yang menggunakan aplikasi serupa. 2. Bagi lembaga pendidikan : Sebagai aplikasi nyata dari penerapan teknik digital dan pemrograman mikrokontroler dalam bidang dunia pendidikan 3. Bagi para penyandang cacat tuna netra : Dapat menjadi alat bantu mobilitas dalam melaksanakan aktivitas bepergian.