BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Komunikasi yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu proses yang
melibatkan individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Dalam kehidupan manusia, komunikasi menjadi penting, karena dengan komunikasi manusia dapat mengekspresikan dirinya, membentuk hubungan interaksi sosial dan mengembangkan kepribadiannya. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial setiap hari akan terus berkomunikasi dengan orang lain sesuai dengan motif dan tujuannya masing-masing. Secara umum, komunikasi dianggap hanya sekedar sebagai percakapan yang dilakukan oleh semua orang atau pertukaran informasi semata. Namun tanpa manusia sadari, saat melakukan komunikasi, manusia telah melalui berbagai macam langkah dan proses yang rumit. Manusia harus bertukar simbol untuk mendapatkan makna yang sama dengan lawan bicaranya. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya definisi dari komunikasi yang telah dirumuskan. Seperti contoh definisi komunikasi menurut Aw (2010:2) yang mengungkapkan bahwa, “Komunikasi
ialah proses pengiriman pesan atau simbol-simbol
yang
mengandung arti dari seorang sumber atau komunikator kepada seorang penerima atau komunikan dengan tujuan tertentu”. Pengertian komunikasi menurut Aw menjelaskan bahwa ketika manusia melakukan kegiatan komunikasi, di dalamnya terdapat proses, simbol-simbol yang mengandung arti dan tentu saja tergantung pada pemahaman serta persepsi dari komunikan. Para ahli komunikasi mempunyai definisi komunikasi masing-masing, yang membuktikan bahwa komunikasi bukanlah hal yang sederhana atau yang dianggap remeh. Komunikasi dapat dikatakan bagus atau efektif jika pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan memiliki persepsi dan
1
pemahaman yang sama, sehingga seseorang (komunikan) dapat melakukan apapun yang diperintahkan oleh komunikator. Sebaliknya, sepenting apapun pesan yang dimiliki oleh komunikator, jika ia tidak dapat menerapkan cara berkomunikasi dengan baik, hal yang akan terjadi orang-orang tidak akan mengerjakannya yang menyebakan komunikasi menjadi tidak efektif. Banyak hal yang dapat menyebabkan komunikasi tidak efektif, yang mana salah satunya karena latar belakang budaya atau suku bangsa. Menurut Koentjaraningrat (2009:215) suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas yang disatukan oleh anggota budayanya, yang diperkuat oleh kesatuan bahasa juga. Identitas dari suatu anggota budaya tersebut pun diakui oleh orang lain yang mana anggota kelompok etnis lain akan kesamaan budaya, bahasa, dan lain-lain. Salah satu contoh negara yang memiliki ragam suku bangsa adalah Negara Indonesia. Bukti bahwa Negara Indonesia mempunyai banyak suku dan budaya, adanya semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Menurut Rangkuti (2002:131) semboyan di atas dalam bahasa Kawi, semboyan memliki arti beraneka ragam tetapi satu. Semboyan atau seloka yang tertulis pada lambang Negara Republik Indonesia tersebut menandakan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Ciri yang menandai kemajemukan tersebut adalah adanya keragaman budaya yang tercemin dari perbedaan adat istiadat, bahasa, suku bangsa (etnis), keyakinan agama, dan lain-lain. Keragaman budaya yang ada di Negara Indonesia, tidak menutup kemungkinan jika seorang individu bertemu dengan orang lain yang berbeda budaya. Hal tersebut biasa terjadi jika seorang individu berada di lingkungan baru di luar daerah asalnya. Ia harus bertahan hidup dengan melakukan komunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan kebiasaan dengannya setiap hari. Hal tersebut sependapat dengan pendapat Liliweri (2003:5) yang menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkomunikasi dengan manusia lain, baik yang berasal dari satu kelompok maupun kelompok, ras, atau budaya lain tanpa memperdulikan dimanapun keberadaannya. Keadaan tersebut biasanya dialami oleh orang yang sedang merantau, khususnya mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di daerah lain. Setiap hari ia bertemu dengan orang
2
yang berbeda dengannya, maka hal yang harus dilakukan adalah melakukan komunikasi atau interaksi dengan orang (mahasiswa) sekitar. Walaupun memiliki kebiasaan yang berbeda, tetap komunikasi dilakukan dengan tujuan agar dapat diterima oleh lingkungannya sesuai dengan aturan-aturan, nilai-nilai serta normanorma yang telah disepakati di lingkungannya. Komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut dinamakan komunikasi antarbudaya. Definisi komunikasi antarbudaya menurut Liliweri (2003:9) merupakan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda kebudayaan. Pengertian komunikasi antarbudaya menurut Liliweri jika dikaitkan dengan mahasiswa yang sedang merantau dapat dijelaskan bahwa seorang mahasiswa perantau setiap hari melakukan komunikasi antarbudaya, karena setiap hari mereka bertemu dengan orang yang berbeda budaya dengannya. Tripambudi (2012) menambahkan bahwa “orang yang mampu bertahan adalah orang yang bisa beradaptasi. Jadi kita harus bisa memahami bahasa dan budaya dimana kita tempati”. Pernyataan Tripambudi menjelaskan jika seseorang sedang berada dalam lingkungan baru yang berbeda budaya, seperti mahasiswa pendatang, kemampuan beradaptasi menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan dengan keluar dari zona “nyaman” dari kebiasaan di lingkungan asalnya. Hal tersebut dilakukan agar dapat memahami budaya di lingkungan baru sebagai bentuk adaptasi serta diterima keberadaannya di lingkungan baru oleh penduduk sekitar maupun mahasiswa lainnya Dalam menjalin hubungan sosial selalu diawali dengan komunikasi, dan kebudayaan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam kelanjutan suatu hubungan. Pernyataan di atas sesuai dengan Darmastuti (2013:41) yang berpendapat bahwa komunikasi dan budaya tidak dapat dipisahkan. Budaya sangat mempengaruhi komunikasi begitu sebaliknya, maka setiap tindak komunikasi yang dilakukan oleh seseorang, akan sangat dipengaruhi oleh budaya yang menjadi pijakan hidup atau ciri-ciri khusus orang tertentu, tergantung dari daerahnya masing-masing. Selain budaya, rasa ketidaknyamanan dari segi psikologis dan fisik juga dapat berpengaruh saat interaksi. Ketidaknyamanan tersebut dapat berupa
3
perbedaan bahasa yang berbeda, nilai-nilai, norma masyarakat atau perilaku komunikasi. Keadaan ini biasa dikenal dengan istilah culture shock atau kejutan budaya. Ditambah Gudykunst dalam Darmastuti (2013:67) berpendapat bahwa adanya perbedaan latar belakang budaya, menyebabkan perbedaan persepsi diantara
partisipan
komunikasi,
sehingga
menimbulkan
ketidakpastian
(uncertainty) dan kecemasan (anxiety). Pernyataan Gudykunst dikaitkan dengan mahasiswa pendatang menjelaskan bahwa secara psikologis mahasiswa yang baru pertama kali ke daerah yang belum pernah di kunjungi, akan mengalami rasa cemas yang dapat menghambat komunikasi. Ketidakpastian dan kecemasan menurut Darmastuti (2013:68) disebabkan karena “setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarbudaya memiliki gaya personal yang akhirnya membawa pengaruh pada komunikasi antarpribadi”. Sebagai contoh, ciri orang Jawa ketika berbicara terkenal pelan dan halus yang berbeda dengan ciri orang Sumatera terkenal tegas dan keras saat berbicara. Ciri-ciri tersebut yang kemudian menyebabkan munculnya gangguan (noise) dalam komunikasi. Noise tersebut jika tidak dikelola dengan baik dapat menghambat komunikasi yang menjadikan komunikasi antarbudaya tidak efektif. Hambatan-hambatan yang terjadi saat berinteraksi selain karena perbedaan budaya juga dapat disebabkan karena adanya sikap yang tidak saling pengertian antara satu individu dengan lainnya yang berbeda budaya. Ditambah Aw (2010:17) dalam buku Komunikasi Sosial Budaya, menyatakan faktor yang dapat menghambat komunikasi, diantaranya adalah; (a)kredibilitas komunikator yang rendah; (b)kurang memahami latar belakang sosial dan budaya; (c)kurang memahami
karakteristik
komunikan;
(d)prasangka
buruk;
(e)verbalistis;
(f)komunikasi satu arah; (g)tidak menggunakan media yang tepat; dan (h)perbedaan bahasa. Padahal syarat agar terjadi interaksi yang efektif dalam masyarakat yang berbeda budaya tentu harus ada sikap saling pengertian atau pertukaran informasi atau makna antara satu dengan yang lainnya. Sesuai dengan pendapat Aw (2010:55) jika dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, diperlukan toleransi dan intergrasi sosial sebagai usaha untuk menjalin hubungan
4
yang serasi dengan berbagai orang yang berasal dari lingkungan sosial budaya yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat hambatan yang dialami oleh mahasiswa pendatang yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Telkom. Melihat bagaimana mahasiswa pendatang atau perantau dalam menjalin interaksi dengan mahasiswa yang berbeda suku agar terjalin komunikasi antarbudaya yang adaptional dan efektif. Universitas Telkom sebagai institusi pendidikan tinggi termasuk 10 perguruan tinggi swasta pilihan nasional menurut situs www.sorot.news.viva.co.id/news/read/527403-10-kampus-swastapilihan. Penelitian ini memilih mahasiswa pendatang dari Suku Batak sebagai subjek penelitian, yang mana dapat dilihat pada tabel berikut presentase paling banyak data anggota unit kegiatan mahasiswa adalah UKM Keluarga Besar Sumatera Utara. Tabel 1.1 Presentase Jumlah Anggota UKM Kebudayaan di Universitas Telkom
Etnis
Presentase
Jumlah
Keluarga Besar Sumatera Utara
20,8%
649
Keluarga Besar Mahasiswa Sulawesi
19,8%
620
Sariksa Wiwaha Sunda
13%
407
Bali
8,9%
279
Djawa Tj@p Parabola
8,1%
255
8%
250
Kalimantan
7,9%
246
Ikatan Keluarga Anak Riau
3,3%
103
Ikmass Sumatera Bagian Selatan
3,2%
101
Permala Lampung
1,9%
60
Samalowa Lombok Sumbawa
1,8%
55
Aceh
1,6%
50
Rumah Gadang Minang
5
Betawi
1,6% Jumlah Mahasiswa
50 3125
Sumber: Data Internal Bagian Kemahasiswaan Universitas Telkom 2014/2015 Tabel diatas selain memperlihatkan anggota UKM paling banyak adalah UKM Keluarga Besar Sumatera Utara dengan presentase sebanyak 20% yang mana anggotanya dominan mahasiswa Suku Batak, juga memperlihatkan bahwa mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Telkom tidak hanya mahasiswa suku asli provinsi Jawa Barat, ada pun mahasiswa pendatang di luar provinsi Jawa Barat. Hal ini membuktikan bahwa ternyata Universitas Telkom menjadi wadah bertemunya mahasiswa dari berbagai daerah, yang mana di dalam kawasan kampus Universitas Telkom sering terjadi kegiatan komunikasi antarbudaya antar mahasiswa. Adanya Unit Kegiatan Mahasiswa kebudayaan daerah bertujuan menjalin hubungan yang akrab sesama anggota suatu budaya dan untuk melestarikan budaya dari daerah asalnya masing-masing, serta memberi kesempatan mahasiswa anggota budaya lain untuk bergabung mempelajari suatu budaya. Alasan pemilihan mahasiswa Suku Batak selain dari paling banyak presentase anggota UKM yang bersifat kebudayaan daerah, juga karena identitasnya yang kuat. Menurut Tripambudi (2012:329) identitas mahasiswa suku Batak terkenal mempunyai ideologi gemar merantau, dengan motto “saya harus lebih baik dari keluarga saya”. Ideologi tersebut membuat orang Batak dinilai memiliki jiwa kerja keras yang tinggi. Walaupun di kota rantau, ia tidak kenal antara satu dengan yang lain, orang Batak dapat cepat bersatu dengan sesama marga. Hal tersebut terjadi karena orang Batak jika bertemu dengan sesama suku mempunyai kebiasaan menanyakan marga atau boru kepada orang yang baru dikenalnya, sehingga peneliti pun tertarik meneliti mahasiswa Suku Batak jika bertemu dengan orang yang berbeda suku dengannya, apakah cepat akrab seperti bertemu dengan orang yang berasal dari suku yang sama. Menurut Ahmad dkk (2014:170) menyatakan bahwa seorang perantau harus mampu dan sadar untuk menyesuaikan diri dengan budaya di tanah rantau,
6
meskipun budaya di tanah rantau tidak seperti budaya yang seseorang bawa dari daerah asal. Pernyataan Ahmad, dkk tersebut mendorong peneliti untuk tertarik meneliti tentang komunikasi antarbudaya mahasiswa yang sedang merantau khususnya mahasiswa Suku Batak. Dalam proses menyesuaikan diri pun, tidak langsung instant, ia akan menemukan hambatan-hambatan atau masalah yang tidak diharapkan, misalnya penggunaan bahasa, nilai-nilai, lambang-lambang, kebiasaan atau rasa cemas karena identitas sukunya terkenal dengan stereotip tertentu. Apalagi mahasiswa Suku Batak terkenal dengan logat yang keras, seperti pernyataan salah satu informan dalam penelitian Tripambudi (2012:329) yang menyatakan bahwa mahasiswa suku Batak, sebagai orang yang kasar, selain itu nada orang Batak menyebabkan banyak orang menjauh karena logat Batak yang masih sangat kental. Pandangan negatif tersebut menyebabkan informan dikucilkan dan merasa tidak nyaman untuk melanjutkan studinya di Yogyakarta. Iswari (2012:12) menambahkan bahwa mahasiswa pendatang di Universitas Sebelas Maret Surakarta mengalami hambatan dalam melakukan proses komunikasi antarbudaya seperti stereotipe, keterasingan (strangershood), dan ketidakpastian (uncertainty)”. Pernyataan Iswari tersebut memotivasi peneliti untuk mencari tahu komunikasi antarbudaya yang dilakukan oleh mahasiswa pendatang khususnya mahasiswa Suku Batak yang sedang melakukan studi di Universitas Telkom. Peneliti menganggap dalam menjalin hubungan sosial dengan mahasiswa lain yang berbeda budaya, mahasiswa Suku Batak membutuhkan proses agar terjadi komunikasi antarbudaya yang efektif.
1.2
Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti jelaskan, maka fokus dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana hambatan-hambatan yang dialami oleh mahasiswa Suku Batak dalam melakukan komunikasi antarbudaya dengan mahasiswa yang berbeda suku di kawasan kampus Universitas Telkom? b. Bagaimana pola komunikasi mahasiswa Suku Batak di Universitas Telkom dengan mahasiswa yang berbeda suku ?
7
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Menjelaskan hambatan-hambatan yang dialami oleh mahasiswa Suku Batak dalam melakukan komunikasi antarbudaya dengan mahasiswa yang berbeda suku di kawasan kampus Universitas Telkom. b. Menggambarkan pola komunikasi mahasiswa suku Batak di Universitas Telkom dengan mahasiswa yang berbeda suku.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Aspek Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu serta pengetahuan yang terkait dengan ilmu komunikasi pada umumnya dan komunikasi antarbudaya pada khususnya. 1.4.2 Aspek Praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan wawasan kepada khalayak umum untuk dapat memahami proses ini sebagai hal yang menentukan perkembangan hubungan sosial dalam komunikasi seseorang antar suku bangsa.
1.5
Tahapan Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti melakukannya dengan beberapa tahapan, diantaranya: 1. Observasi awal Tahap ini merupakan tahap awal penelitian dimana peneliti mencari pokok permasalahan melalui fenomena yang ada dalam lingkungan sekitar. Kemudian peneliti menemukan ketertarikan fenomena komunikasi antarbudaya yang terjadi di kalangan mahasiswa menjadi topik penelitian. Sehingga peneliti mengambil judul penelitian “Studi Kasus Deskriptif Pada Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa Suku Batak di Universitas Telkom”.
8
2. Merumuskan dan menetapkan fokus penelitian Setelah menentukan judul penelitian kemudian menentukan fokus penelitian. Fokus penelitian ini mengenai hambatan yang dialami oleh mahasiswa Suku Batak saat melakukan komunikasi antarbudaya dengan mahasiswa yang berbeda suku serta menggambarkan pola mahasiswa Suku Batak menjalin hubungan dengan mahasiswa yang berbeda suku dengannya sehingga terjalin komunikasi antabudaya yang efektif. Selain itu mencari teori-teori yang berhubungan dengan penelitian. 3. Pengumpulan data Peneliti melakukan pengumpulan data menggunakan teknik purposive sampling dengan metode observasi, wawancara dan studi pustaka serta data online. 4. Mengolah data Setelah mengumpulkan data, kemudian dianalisis menggunakan teknik Miles dan Hubermen. Analisis data dilakukan sesuai dengan poin-poin yang terkandung dalam identifikasi masalah. 5. Interpretasi / Membahas data Data yang telah diolah berdasarkan teori-teori yang digunakan, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tulisan atau narasi dan paparan mengenai permasalahan yang dibahas. 6. Kesimpulan dan saran Menyimpulkan hasil dari awal hingga akhir penelitian kemudian memberikan saran yang terkait dengan objek penelitian.
1.6
Lokasi dan Waktu Penelitian 1.6.1
Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan di kawasan pendidikan Telkom, Jalan
Telekomunikasi, Terusan Buah Batu, Bandung 40257, Jawa Barat, Indonesia.
9
1.6.2
Waktu Penelitian Adapun kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti akan
berlangsung selama enam bulan, terhitung sejak pertengahan April 2015 – September 2015. Rincian tahapan penelitian yang akan dilakukan tertera pada tabel berikut: Tabel 1.2 Waktu Penelitian
Bulan No
Kegiatan
April
Mei
. 1.
Pencarian informasi, penyusunan dan pengumpulan serta persetujuan proposal
2.
Pengumpulan data (observasi, wawancara, dan studi pustaka)
3.
Analisis data
4.
Penyusunan laporan dan penyelesaian berupa kesimpulan dan saran
5.
Pengumpulan skripsi
10
Juni
Juli
Agustus