BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi yang lebih dikenal oleh masyarakat umum sebagai kebijakan otonomi daerah telah lama bergulir sejalan dengan bergulirnya kebijakan reformasi paska lengsernya rejim pemerintahan presiden Soeharto. Dampak yang besar dari kebijakan desentralisasi menjadikan kebijakan ini sering disebut sebagai “Big Bang Policy” (del Granado, 2009). Kebijakan desentralisasi yang dinaungi oleh UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 78 tahun 2007 memberikan ruang yang cukup besar untuk daerah dapat berkembang dalam skema pemekaran wilayah dengan produk yang biasa disebut Daerah Otonom Baru (DOB). Saat reformasi bergulir terutama pada tahun 1999 maka berlomba-lomba masyarakat dan elit politik untuk mendaftarkan ataupun mengusulkan daerah untuk dibuat menjadi DOB, Puncaknya terjadi di tahun 2008 tatkala 498 kabupaten-kota di seluruh penjuru indonesia beramai ramai mengusulkan DOB sehingga membentuk landscape baru Republik Indonesia (UNDP, 2011). kita bisa melihat dari gambar peta di bawah daerah pemekaran di indonesia saat kebijakan desentralisasi digulirkan di era reformasi.
Gambar 1.1: Peta Pemekaran Daerah 2009 Sumber: Laporan Pemekaran Daerah UNDP 2009
1
Perkembangan panjang pemekaran wilayah di indonesia terutama pada saat era reformasi menghasilkan 8 wilayah provinsi baru pemekaran, 173 wilayah kabupaten, dan 35 wilayah kotamadya. Adapun provinsi termuda adalah wilayah Kalimantan Utara dengan ibukota Tanjung Selor yang dimekarkan pada 25 Oktober 2012 serta menjadi provinsi ke-34 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika dilakukan perincian maka wilayah yang mengalami pemekaran setingkat provinsi berturut-turut adalah wilayah provinsi Maluku Utara pada tahun 1999, provinsi Banten pada tahun 2000, provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2000, provinsi Gorontalo pada tahun 2000, provinsi Irian Jaya Barat pada tahun 2001, provinsi Kepualan Riau pada tahun 2002, dan provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2002. Saat ini berdasarkan amanat RPJM tahun 2010-2014 bahwa target usulan DOB ditargetkan sejumlah 0 DOB atau yang lebih banyak dikenal sebagai kebijakan moratorium DOB (BAPPENAS, 2011), artinya sampai tahun 2014 tidak akan ada pemekaran wilayah baik itu di tingkat yuridiksi Provinsi maupun yuridiksi Kab/Kota. Kebijakan moratorium DOB yang digulirkan oleh pemerintah disebabkan oleh 2 hal pokok. 1) pemekaran DOB saat ini dianggap bukan merupakan solusi dari percepatan pembangunan dan pemerintah memerlukan waktu untuk melihat perkembangan DOB yang telah berhasil dimekarkan sebelum dilakukannya pemekaran daerah selanjutnya yang telah di usulkan. 2) banyak terjadi kegagalan pemekaran DOB yang pada akhirnya hanya menjadi beban negara karena mekanisme penghapusan dan penggabungan daerah pemekaran yang telah diatur tetapi mekanismenya tidak pernah diimplementasikan. Berkaca dari dari moratorium sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait pemekaran wilayah. lebih khusus lagi peneliti ingin lebih mengkaji mengenai dampak kebijakan pemekaran DOB terhadap perkembangan wilayah daerah induk. Hal ini dikarenakan kajian terhadap wilayah induk terkadang tidak menjadi fokusan baik pada saat sebelum pemekaran dan sesudah pemekaran. Kemudian berdasarkan atas berbagai macam pertimbangan penulis mengambil studi kasus kabupaten Gorontalo yang menjadi wilayah induk pemekaran kabupaten Gorontalo Utara sebagai wilayah fokusan.
2
Pemilihan kabupaten Gorontalo didasarkan atas 4 pertimbangan utama; 1) wilayah kabupaten Gorontalo merupakan wilayah induk origin (wilayah kabupaten bukan hasil pemekaran) di wilayah provinsi Gorontalo yang menghasilkan 4 wilayah pemekaran kabupaten yang ada di provinsi Gorontalo. 2) ketersediaan data secara series cukup lengkap di wilayah kabupaten Gorontalo terutama dalam hal monitoring dampak hasil pemekaran. 3) rentang waktu ideal untuk memonitoring dampak yaitu 5 tahun sebelum pemekaran yaitu pada tahun 2002 sampai tahun 2006 dan 5 tahun setelah pemekaran pada tahun 2008 sampai tahun 2013. Pemilihan waktu 5 tahun didasarkan atas lama waktu implementasi RPJM di wilayah kabupaten Gorontalo. 4) pengurusan birokrasi perijinan dan pengambilan data lebih mudah karena wilayah kabupaten Gorontalo merupakan wilayah asal dari peneliti sehingga lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan penelitian. 1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, pemekaran wilayah harus memiliki orientasi solusi percepatan pembangunan yang komprehensif baik untuk wilayah yang dimekarkan maupun wilayah induk. Orientasi pembangunan bagi daerah yang dimekarkan bisa saja menjadi pisau bermata dua bagi pembangunan daerah induk. Daerah induk bisa mengalami percepatan pembangunan karena wilayah yang dimekarkan termasuk wilayah yang selama ini menjadi beban pembangunan atau terjadi perlambatan pembangunan karena wilayah yang dimekarkan merupakan wilayah sumber daya utama ataupun pusat-pusat pertumbuhan dari kabupaten induk. Oleh karena itu permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian ini yakni: Bagaimana pengaruh kebijakan pemekaran DOB terhadap perkembangan wilayah daerah induk studi kasus Kab. Gorontalo? 1.3 Tujuan Penelitian Menjelaskan dampak kebijakan pemekaran DOB terhadap perkembangan wilayah daerah induk.
3
1.4 Batasan Penelitian Untuk menjaga penelitian ini agar tidak melebar dari pokok bahasan dan tujuan penelitian maka penelitian ini mempunyai batasan sebagai berikut; 1. Fokus Penelitian adalah lebih kepada melihat perubahan yang terjadi pada perkembangan wilayah kabupaten Induk dengan menggunakan pendekatan analisis before and after berdasarkan metode analisis deduktif kuantitatif dan kualitatif pada kondisi ekonomi wilayah. 2. Lokasi penelitian dibagi atas 2 berdasarkan lingkup waktu yang berbeda. Lokasi penelitian yang pertama adalah wilayah kabupaten Gorontalo pada periode sebelum pemekaran wilayah yang secara administrasi memiliki 17 kecamatan. Kemudian lokasi penelitian yang kedua adalah wilayah kabupaten Gorontalo pada periode setelah pemekaran wilayah yang secara administrasi memiliki 19 wilayah kecamatan. Terdapat 5 kecamatan yang dimekarkan menjadi wilayah DOB yang kemudian menjadi wilayah yang tidak lagi menjadi fokusan lokasi amatan dan bersifat pembanding untuk beberapa analisis dalam penelitian ini. 3. Batasan waktu penelitian untuk melihat dampak adalah 5 tahun sebelum pemekaran wilayah yaitu dari tahun 2002 sampai tahun 2007 dan 5 tahun setelah pemekaran wilayah yaitu dari tahun 2008-2012. Pembagian waktu 5 tahun tidak terdapat pada peraturan pemerintah terkait evaluasi daerah otonom baru (EDOB) akan tetapi berdasarkan pada RPJMD yang bersifat 5 tahunan. Sehingga monitoring dan evaluasi bisa melihat hasil penerapan RPJMD dalam bentuk output bukan program kerja semata.
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian dengan judul “Dampak Kebijakan Pemekaran Daerah Otonom Baru Terhadap Perkembangan Wilayah Kabupaten Induk” ini nantinya dapat memberi manfaat, baik bagi lingkup peneliti maupun lingkup umum. Hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :
4
1. Pemerintah (Pusat dan Daerah) Penelitian mengenai dampak kebijakan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) terhadap perkembangan wilayah kabupaten induk ini bisa menjadi acuan tambahan dalam metode monitoring ataupun evaluasi dalam Evaluasi Daerah Otonomi Baru (EDOB) dengan acuan kabupaten induk. Hal ini dikarenakan bahwa peraturan pemerintah terkait evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah lebih berorientasi terhadap evaluasi DOB tetapi seakan melupakan daerah induk padahal kedua wilayah merupakan bagian dari kebijakan pemekaran. Penelitian ini lebih kepada monitoring perkembangan wilayah kabupaten induk sehingga menambah referensi metode monitoring terhadap kabupaten Induk paska pemekaran. 2. Kalangan Akademisi Penelitian ini bisa menjadi acuan tambahan dan pelengkap dalam metode monitoring dan evaluasi dampak kebijakan pemekaran wilayah terhadap kabupaten induk. Penelitian ini mencoba melakukan pendekatan baru dengan memasukkan beberapa konsep dan teori yang belum dipakai dalam penerapan dilapangan yang tertuang dalam peraturan pemerintah. Selama ini monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan parameter indeks pembangunan
manusia
sedangkan
penelitian
ini
sebagian
besar
berparameter terhadap tujuan pembangunan. 1.6 Keaslian Penelitian Telah banyak penelitian terdahulu yang mengkaji mengenai kebijakan desentralisasi terutama yang berhubungan dengan pemekaran daerah akan tetapi terdapat 3 judul penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis tetapi memiliki perbedaan lokasi dan fokusan. Adapun tabel keaslian penelitian bisa dilihat pada halaman 6.
5
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Judul
Nama Peneliti
Tahun
Lokasi
2008 Evaluasi Perkembangan Wilayah Kab. Buol Sebelum dan Sesudah Diterapkan Kebijakan Pemekaran Wilayah.
Muhamad Ali
Kab. Buol
Khairullah
Kab. Lahat
Mengetahui Perkembangan wilayah Kab. Buol Sebelum dan Sesudah Pemekaran dari aspek fisik, ekonomi, dan sosial. 2. Mengetahui perkembangan wilayah kab. Buol sesudah pemekaran dari aspek normatif/standar. 1. Mengetahu dan menjelaskan kebijakan pemekaran wilayah & factorfaktor mendasari pemekaran wilayah yang direncanakan oleh pemerintah kab. Lahat. 2. Menjelaskan distribusi fungsi kawasan berdasarkan kriteria fisik atau lingkungan, ekonomi, dan sosial
Metode Penelitian
1.
2007
Evaluasi Kebijakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan.
Tujuan
Hasil Penelitian 1.
Deduktif, Deskriptif kuantitatifKualitatif
2.
3.
1.
Analisis Dedduktif Kuantitatif Kualitatif
2
Kondisi Perkembangan kabupaten Buol sesudah pemekaran lebih baik dibandingkan sebelum pemekaran jika dilihat dari sisi fisik, ekonomi dan sosial Perkembangan IPM kabupaten BuolTolitoli berubah menjadi kelas menengah keatas pada periode setelah pemekaran dibandingkan sebelumnya pada kelas menengah kebawah. Kemajuan perkembangan wilayah kabupaten Buol yang didapatkan sesudah pemekaran masih belum mencapai tolak ukur ideal. Pemekaran wilayah tidak dikaji dan dianalisis secara komprehensif sehingga banyak kelemahan daripada kelebihan pada pemekaran wilayah. hal ini dikarenakan instrument analisis tidak melihat dan mempertimbangkan pola spasial kabupaten Lahat secara keseluruhan. Analisis yang tidak komprehensif dengan memasukkan ibukota kabupaten sehingga terjadi perbedaan dalam analisis orde wilayah.
Jenis Tesis
Tesis
6
Sambungan Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Judul Evaluasi Kebijakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan.
Nama Peneliti
Tahun
Lokasi
2007
Tujuan 3.
Khairullah
Membandingkan keleihan dan kekurangan kebijakan pemekaran wilayah di kabupaten lahat dengan pola spasial atas dasar kriteria fisik atau lingkungan, ekonomi, dan sosial
Metode Penelitian
Analisis Dedduktif Kuantitatif Kualitatif
2014 Evaluasi Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kota Tual.
Kota Tual
Mengukur dampak pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan IPD
Metode Deduktif KualitatifKuantitatif
Jenis
3. Hasil overlay perta dari ketiga analisis pola spasial (kriteria fisik, ekonomi) menunjukkan bahwa pemekaran wilayah kabupaten Lahat menjadi dua wilayah pemekaran yaitu wilayah I (8 kecamatan) dan wilayah II (11 Kecamatan).
1. 4.
Adam Said Rahantan
Hasil Penelitian
2.
Pemekaran wilayah kota Tual menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) memberikan pengaruh dan dampak pada perkembangan wilayah dengan kondisi jauh lebih baik dan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya dari sisi fisik, ekonomi, dan sosial. Data pengukuran IPM menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat paska pemekaran kondisinya lebih baik dan mengalami peningkatan dibandingkan kondisi sebelumnya.
Tesis
Sumber: Perpustakaan S2 Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan
7