BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perpindahan barang yang cepat dan tepat adalah tujuan yang ingin dicapai sebuah kegiatan distribusi. Daskin et al (2003) berpendapat bahwa perpindahan yang efektif dengan alokasi sumber daya yang tepat menjadi tantangan besar bagi perusahaan. Salah satu indikator untuk melihat keefektifan dan efisiensi perpindahan barang adalah dari total biaya distribusinya. Total biaya distribusi berpengaruh pada seberapa besar keuntungan yang didapatkan perusahaan. Komponen yang terlibat dalam kegiatan distribusi harus menjadi pertimbangan. Distribusi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memindahkan barang dari level tertinggi ke level yang berada dibawahnya secara kontinyu. Jaringan distribusi akan berhubungan dengan jaringan rantai pasok. Jaringan rantai pasok yang baik tidak lepas dari kualitas lokasi yang digunakan setiap levelnya. Merancang jaringan rantai pasok adalah menentukan keputusan terkait lokasi, kapasitas operasional dan jumlah jaringan yang terlibat dalam rantai pasok. Menurut Wang (2009) keputusan lokasi menjadi hal kritis dan kompleks pada level strategis untuk mencapai rantai pasok yang efisien. Kesalahan dalam menentukan jumlah dan lokasi distribusi akan berdampak pada kebijakan jangka panjang perusahaan yang berhubungan dengan biaya. Keputusan jaringan rantai pasok akan dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya, karakteristik produk, dan kondisi pasar yang fluktuatif. Penentuan lokasi salah satu hal sulit bagi sebuah perusahaan untuk mencapai rantai pasok yang efisien (Daskin et al, 2003). Menentukan lokasi berarti menentukan kapasitas lokasi dengan faktor penentuan laju dan kuantitas produksi. Lokasi distribusi yang kurang optimal akan berdampak pada pengeluaran biaya perusahaan yang meningkat (Wang, 2009). Jaringan rantai pasok yang efektif dan efisien menjadi kebutuhan sistem distribusi barang termasuk sistem distribusi uang. Uang menjadi komponen penting dalam setiap transaksi tunai. Keberadaan uang menjadi salah satu indikator
1
2
kestabilan perekonomian sebuah negara. Salah satu aspek yang dibutuhkan untuk meningkatkan dan menjaga pertumbuhan ekonomi adalah keberadaan uang berkualitas dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan tepat waktu. Ketersediaan uang dalam jumlah, waktu, lokasi, dan kualitas yang tepat menjadi tanggung jawab pihak yang berwenang dalam pengedaran uang. Alat pembayaran yang berlaku di Indonesia terdiri dari tunai berupa uang Rupiah dan alat pembayaran non-tunai seperti kartu kredit, ATM, dan cek. Uang kartal, alat pembayaran tunai sah di Indonesia, meningkat pada 2 tahun terakhir disaat perekonomian Indonesia mengalami perlambatan. Hal ini menunjukan bahwa uang kartal masih menjadi pilihan masyarakat dalam kegiatan perekonomian selain penggunaan alat pembayaran non-tunai (Bank Indonesia, 2015b). Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya pertumbuhan uang yang diedarkan (UYD) sebesar 11,09 % di tahun 2015 (Bank Indonesia, 2015b). Kebutuhan uang Rupiah berkualitas harus terpenuhi dengan tepat melalui jaringan distribusi uang yang berkualitas. Kim et al (2013) mengungkapkan bahwa seiring dengan meningkatnya teknologi-teknologi terintegrasi untuk sistem pembayaran, sirkulasi kas global tetap meningkat dari waktu ke waktu. Dalam pemenuhan kebutuhan uang masyarakat, sebuah bank membutuhkan keputusan yang tepat untuk kegiatan rantai pasoknya. Biaya yang terlibat didalamnya seperti biaya penyimpanan, perhitungan (didalamnya termasuk pengelompokan pecahan uang), pengesahan uang, pengiriman, dan keamanan menjadi kompleks seiring dengan peningkatan permintaan uang kas. Bank Indonesia, sebuah lembaga independen negara, sebagai otoritas moneter di Indonesia bertujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Kestabilan nilai mata uang Rupiah ditinjau berdasarkan dua aspek yaitu, terhadap barang dan jasa (indikator: inflasi) dan terhadap nilai mata uang negara lain (indikator: nilai tukar dengan mata uang negara lain). Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia menetapkan tiga pilar utama yang merupakan tiga bidang tugas utama. Pilar pertama adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Pilar kedua adalah menjaga stabilitas sistem keuangan terhadap ekonomi
3
dalam negeri maupun ekonomi dunia. Pilar ketiga adalah kewenangan untuk mengatur dan berkewajiban menjaga kelancaran sistem pembayaran (Bank Indonesia, 2014c). Fungsi yang muncul dari pilar ketiga adalah Bank Indonesia bertindak sebagai koordinator dan pengelola pengedaran uang di Indonesia. Luasnya wilayah Indonesia dan persebaran penduduk yang tidak merata menjadi tantangan besar untuk menciptakan strategi yang tepat dalam pendistribusian uang. Hal ini dilakukan untuk memastikan seluruh wilayah Indonesia dapat dijangkau dengan kriteria jarak ≤ 150 km. Kebijakan Bank Indonesia dari pilar ketiga terkait pengelolaan ruang Rupiah yaitu ketersediaan uang berkualitas dan terpercaya, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta layanan kas yang prima. Uang tunai Rupiah di Indonesia diedarkan oleh Bank Indonesia melalui kantor perwakilannya di setiap daerah. Tanggung jawab Bank Indonesia terkait pengelolaan uang terdiri dari beberapa aktivitas yaitu, pengadaan uang, pendistribusian uang, dan penarikan uang. Pada aktivitas pendistribusian uang Bank Indonesia membagi wilayah distribusinya menjadi enam kelompok besar yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali Nusa Tenggara (Balnustra) dan Sulawesi Maluku Papua (Sulampua). Setiap kelompok memiliki jaringan distribusi dalam berbagai bentuk diantaranya, Kantor Depo Kas (Cash Distribution Office/CDO), Kantor Kas (Cash Office/CO), dan Kas Titipan (Cash Custody/CC) (Bank Indonesia, 2014c). CDO adalah jaringan distribusi Bank Indonesia berupa kantor perwakilan Bank Indonesia di beberapa daerah yang berfungsi melayani permintaan uang layak edar masyarakat dan bank di sekitarnya. Selain itu CDO juga berfungsi sebagai kantor depo/transit kebutuhan uang kantor perwakilan BI yang menjadi wilayah kerjanya dan kemudian mendistribusikannya ke setiap kantor perwakilan wilayah kerjanya. Saat ini Bank Indonesia memiliki 11 CDO. Sebagian besar CDO berada di kotakota besar dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. CO adalah jaringan distribusi Bank Indonesia berupa kantor perwakilan Bank Indonesia di setiap provinsi di Indonesia.
4
CO berfungsi melayani permintaan uang layak edar masyarakat dan bank di sekitarnya. Untuk daerah-daerah terpencil, Bank Indonesia menggunakan strategi jaringan distribusi kas titipan/cash custody. Kas titipan merupakan bentuk kerjasama Bank Indonesia dengan bank pemerintah atau bank swasta pada beberapa daerah. Kas titipan/CC memiliki fungsi yang sama dengan CDO dan CO namun statusnya sebagai pihak ketiga. Ketiga bentuk jaringan distribusi memiliki fungsi utama yaitu melayani kebutuhan uang tunai Rupiah masyarakat dan bank di sekitarnya. Bank Indonesia berupaya terus meningkatkan jangkauannya dengan rencana pengembangan jaringan distribusi uang. Selain untuk memastikan kebutuhan uang masyarakat dapat terpenuhi, pengembangan jaringan distribusi uang juga berfungsi untuk menjaga kedaulatan NKRI yaitu, dengan mamastikan penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga pelayanan kebutuhan uang tunai masyarakat Bank Indonesia melalui ketersediaan uang tunai dalam jumlah, waktu, dan pecahan yang tepat dapat tercapai. Saat ini Bank Indonesia memiliki 2 CDO, 11 CO, dan 7 CC untuk melayani permintaan uang tunai masyarakat di Pulau Sumatra. Berdasarkan Tabel 1.1. 20 lokasi jaringan distribusi uang BI di Pulau Sumatra dapat menjangkau 57,59% kota/kabupaten. Hal ini dapat diartikan bahwa dari 158 kota/kabupaten yang terdapat di Pulau Sumatra hanya 91 kota/kabupaten yang dapat terjangkau sesuai kriteria jarak yang ditetapkan Bank Indonesia. Kriteria sebuah kota/kabupaten dapat terjangkau apabila jarak tempuh dari jaringan distribusi terdekatnya kurang dari 150 km.
5
Tabel 1.1. Existing coverage jaringan distribusi uang BI di Pulau Sumatra Coverage Jaringan Distribusi Bentuk Kota/Kab. Penduduk Bank ATM (Unit) (Orang) (Unit) (Unit) Bengkulu Kota CO 7 1.366.721 27 276 Muara Bungo CCL 3 981.509 8 59 Jambi Kota CO 5 1.717.653 44 562 Pangkal Pinang Kota CO 5 1.053.188 23 332 Batam Kota CO 1 1.137.350 39 870 Tanjung Pinang Kota CCL 4 490.479 16 218 Bandar Lampung Kota CO 7 4.320.755 51 1.041 Prabumulih Kota CCL 5 2.275.246 12 252 Banda Aceh Kota CO 4 750.858 28 396 Lhokseumawe Kota CO 8 2.655.527 30 400 Pekanbaru Kota CO 5 3.082.923 68 1.201 Padang Kota CO 8 2.301.033 41 623 Palembang Kota CDO 6 4.810.927 68 1.497 Lubuk Linggau Kota CCL 2 440.046 4 73 Medan Kota CDO 4 4.867.444 92 2.541 Pematang Siantar Kota CO 1 237.434 21 157 Sibolga Kota CO 1 85.981 10 27 Padang Sidimpuan CCL 6 1.680.925 14 152 Kota Gunung Sitoli Kota CCL 5 770.666 5 117 Rantau Prapat CCL 4 1.488.495 10 147 Jumlah Total 91 36.515.160 611 10.941 COVERAGE 57,59% 64,63% 80,08% 81,70% Bank Indonesia ingin memastikan bahwa seluruh kota/kabupaten di Pulau Sumatra memiliki jarak tempuh ≤ 150 km dari jaringan distribusi BI sehingga dapat dikatakan mencapai 100% coverage di Pulau Sumatra. Bank Indonesia membutuhkan pengadaan jaringan distribusi baru di beberapa kota/kabupaten untuk mencapai tujuan tersebut. Jaringan distribusi yang dikembangkan memiliki tugas melayani kebutuhan uang tunai masyarakat dan bank di sekitarnya. Saat ini sebagian besar wilayah yang berlum dapat dijangkau jaringan distribusi uang BI existing berada di wilayah terluar Indonesia. Kebutuhan uang layak edar yang terpenuhi dengan baik melalui pendistribusian uang yang tepat diharapkan mampu memberikan pengaruh positif pada kegiatan ekonomi masyarakat Indonesia. Selain sebagai distribution channel,
6
jaringan distribusi uang BI juga akan berperan untuk melakukan penarikan dan penukaran uang. Dengan penentuan lokasi jaringan distribusi yang tepat berdampak pada kemudahan akses dari dan ke masyarakat. Informasi jumlah dan lokasi jaringan distribusi uang untuk mencapai 100% coverage Pulau Sumatra dengan mempertimbangkan jarak tempuh ≤ 150 km dari dan ke setiap kota/kabupaten menjadi ketentuan dalam rencana pengembangan jaringan distribusi. Pengembangan jaringan distiribusi uang adalah upaya mencapai 100% coverage di Pulau Sumatra oleh Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang layak edar di masyarakat yang lebih baik. Pada penelitian ini berbagai batasan rencana pengembangan jaringan distribusi uang dipertimbangkan untuk menentukan jumlah dan lokasi jaringan distribusi untuk mencapai 100% coverage Pulau Sumatra.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas belum tercapainya 100% coverage Pulau Sumatra oleh jaringan distribusi uang Bank Indonesia saat ini membutuhkan evaluasi terkait kebutuhan jumlah jaringan distribusi uang BI untuk mencapai coverage 100% berdasarkan kriteria jarak tempuh maksimal yang ditetapkan BI dan lokasi-lokasinya. Selain itu alternatif solusi lain terkait jaringan distribusi uang Bank Indonesia di Pulau Sumatra sebagai informasi tambahan yang dapat menjadi pertimbangan Bank Indonesia dalam rencana pengembangan jaringan distribusi uang. Sehingga rencana pengembangan jaringan distribusi uang sesuai dengan target dan tujuan Bank Indonesia bersamaan dengan penggunaan sumber daya yang tepat.
1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, 1.
Setiap daerah akan dipasok oleh satu jenis jaringan distribusi-distributor (utama/pihak ketiga) yang ada pada provinsi dimana daerah tersebut berada;
7
2.
Jaringan distribusi-distributor baru (utama/pihak ketiga) dapat dibuka untuk memasok daerahnya sendiri dengan ketentuan tidak ada existing jaringan distribusi-distributor (utama/pihak ketiga) terdekat yang dapat menjangkau;
3.
Lokasi jaringan distribusi baru mempunyai calon mitra kerja sama dengan kapasitas khazanah yang cukup untuk memenuhi permintaan uang layak edar (ULE) masyarakat sekitarnya;
4.
Jarak tempuh dari satu kota/kabupaten ke kota/kabupaten lainnya diukur berdasarkan panjang jalur yang ditempuh ke masing-masing pusat pemerintahan kota/kabupaten tersebut.
Hal-hal yang menjadi batasan dalam penyusunan dokumen penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Penelitian ini fokus pada jaringan distribusi uang di Pulau Sumatra;
2.
Solusi yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk kondisi saat ini atau tidak mempertimbangkan kemungkinan munculnya daerah-daerah pemekaran dimasa yang akan datang;
3.
Data jumlah penduduk, jumlah bank, dan jumlah ATM didapatkan dari Bank Indonesia Pusat Jakarta;
4.
Klasifikasi daerah calon jaringan distribusi baru ditetapkan oleh Bank Indonesia Pusat Jakarta.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian tentang jaringan distribusi uang Bank Indonesia untuk mencapai 100% coverage di Pulau Sumatra adalah : 1.
Menentukan jumlah jaringan distribusi uang BI untuk mencapai 100% coverage Pulau Sumatra dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, bank, dan ATM setiap provinsi di Pulau Sumatra;
2.
Menentukan jumlah jaringan distribusi uang Bank Indonesia untuk mencapai coverage optimal di Pulau Sumatra dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, bank, dan ATM setiap provinsi di Pulau Sumatra;
8
3.
Menentukan lokasi optimal jaringan distribusi uang BI untuk mencapai 100% coverage Pulau Sumatra dengan mempertimbangkan nilai keterjangkauan paling besar;
4.
Menentukan lokasi optimal jaringan distribusi uang BI untuk mencapai coverage optimal Pulau Sumatra dengan mempertimbangkan nilai keterjangkauan paling besar.
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada Bank Indonesia terkait jumlah dan lokasi jaringan distribusi uang yang dibutuhkan untuk mencapai 100% coverage Pulau Sumatra. Selain itu informasi jumlah dan lokasi jaringan distribusi uang Pulau Sumatra yang optimal dengan mempertimbangkan nilai penambahan setiap jaringan distribusi diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mendapatkan penambahan jaringan distribusi yang optimal. Jumlah dan lokasi yang optimal dapat meningkatkan coverage daerah dan kemudahan dalam pelayanan kebutuhan uang layak edar (ULE) masyarakat. Hal ini sebagai upaya untuk mencapai dan menjaga kestabilan nilai Rupiah yang menjadi tujuan Bank Indonesia.